TANYA: بسم الله الرحمن الرحيم Ustadz .. Semoga Allah merahmati antum .. Ada seseorang mentalak istri nya.. Kemudian ia ruju’ ..kemudian karena satu dan lain hal…, mereka bertengkar lalu sang suami mentalak lagi istri nya, namun kemudian sang suami mengucapkan ruju’ lagi. Kemudian berlalu beberapa masa… Hal yang sama terulang, mereka bertengkar, dan sang suami kembali mentalak istri nya lagi. Apakah setelah talak ini, sang suami tidak bisa lagi ruju’?.
JAWAB: Dari konteks pertanyaan menunjukan bahwa talaknya sudah lebih dari dua kali, yaitu sudah tiga kali, dan bentuk seperti ini tidak ada lagi ruju’, Alloh Ta’ala berkata:
(فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ)
“Maka jika dia telah mentalak (mencerainya setelah talak yang kedua) maka tidak halal (kembali) kepadanya setelah itu, sampai ia menikahi laki-laki selainnya, jika ia telah menceraikan laki-laki (yang baru dinikahi) tersebut maka tidak ada dosa pada keduanya untuk kembali lagi, jika keduanya yakin akan bisa mematuhi batasan-batasan Alloh”.
TANYA: Atau talak itu harus dalam keadaan sang suami mentalak satu istrinya, kemudian tidak ada kata ruju’ dari sang suami dalam beberapa waktu, kemudian ditalak lagi yang kedua, dan tanpa kalimat ruju’, kemudian ditalak lagi untuk yang ketiga kalinya.
JAWAB: Bukan termasuk syarat ketika mentalak harus mengucapkan “akan ruju’” (akan kembali lagi), kalau seseorang sudah mengucapkan mentalak maka telah jatuh talak satu walaupun tidak ada kata tambahan “akan ruju’”.
Berbeda halnya kalau dia maksudkan talak bid’iy, maka ini diperselisihkan oleh para ulama, Syaikhuna Yahya -semoga Alloh mengampuni kami dan beliau- mengatakan:
الطلاق البدعي محرم ويقع على الصحيح، ابن عمر رضي الله عنه طلَّق امرأته وهي حائض وحسبها النبي صلى الله عليه وآله وسلم طلقة كما في الصحيح
“Talak bid’iy adalah harom, dan dia jatuh (ya’ni teranggap talak satu), Ibnu Umar -semoga Alloh meridhoinya- mentalak istrinya, dan istrinya adalah haid, Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa’ala Alihi Wasallam menghitungnya satu kali talak sebagaimana di dalam “Ash-Shohih”.
Di sini Ibnu Umar hanya sekali mengucapkan “talak” dan dia teranggap telah jatuh talaknya.
Ini salah satu bentuk dari talak bid’iy yaitu mentalak istri dalam keadaan ia hamil, diantara bentuk talak bid’iy yang lainnya adalah mentalak dalam satu majelis lebih dari satu kali ucapan talak maka talaknya telah jatuh yaitu tetap talak satu walaupun diucapkan lebih dari satu dalam satu majelis tersebut, Syaikhuna mengatakan tentang kisah Ibnu Umar mentalak istrinya pada waktu haidnya:
Ini salah satu bentuk dari talak bid’iy yaitu mentalak istri dalam keadaan ia hamil, diantara bentuk talak bid’iy yang lainnya adalah mentalak dalam satu majelis lebih dari satu kali ucapan talak maka talaknya telah jatuh yaitu tetap talak satu walaupun diucapkan lebih dari satu dalam satu majelis tersebut, Syaikhuna mengatakan tentang kisah Ibnu Umar mentalak istrinya pada waktu haidnya:
ولو لم يقع ما أمره أن يراجعها.
“Dan kalaulah tidak jatuh talak maka dia tidak akan memerintahkan untuk kembali kepadanya”.
TANYA: Manakah pemahaman yang benar untuk memahami ayat: (الطلاق مرتان)
JAWAB:Yang benar dari ayat tersebut adalah diinginkan pada talak yang ada padanya roj’ah (kembali) dua kali, ini adalah pendapat mayoritas ulama. Asy-Syaukaniy -semoga Alloh merohmatinya- berkata: “Yang dimaksud dengan talak yang disebutkan adalah roj’iy (talak yang bisa kembali lagi).
Dan beliau perjelas:
Dan beliau perjelas:
الرجعة للأزواج هو مرتان، أي الطلقة الأولى والثانية، إذ لا رجعة بعد الثالثة
“Roj’ah (kembali lagi) kepada para istri adalah dua kali, yaitu: talak pertama dan kedua, karena tidak ada roj’ah (kembali) lagi setelah ketiga”.
Dan beliau juga berkata:
وإنما قال سبحانه: {مرتان} ولم يقل طلقتان إشارة إلى أنه ينبغي أن يكون الطلاق مرة بعد مرة لا طلقتان دفعة واحدة
“Dan hanya saja Dia Subhanah berkata “dua kali”, dan Dia tidak mengatakan “dua kali talak sekaligus” (ya’ni dengan berkata dua kali dalam satu majelis), dan ini adalah isyarat kepada yang sepantasnya keberadaan talak itu adalah sekali pada satu waktu kemudian sekali lagi pada waktu yang lainnya, bukan karena dua kali talak dengan sekali memutuskan”.
TANYA: Dan adakah perbedaan hukum bagi yang jahil atau tidak memiliki ilmu dalam masalah talak ini?.
Berilah kami jawaban dan bimbingan, semoga Allah menjaga antum, kedua orang tua antum dan kaum muslimin. بارك الله فيكم
Berilah kami jawaban dan bimbingan, semoga Allah menjaga antum, kedua orang tua antum dan kaum muslimin. بارك الله فيكم
JAWAB: Kalau ada yang jahil atau tidak memiliki ilmu tentang masalah ini maka mereka dikenai perintah untuk bertanya kepada ahlul ilmi:
(فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ).
“Maka bertanyalah kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak mengetahui”.
Jika dia tidak mau bertanya kepada orang yang berilmu dan dia terus berada di dalam perbuatannya semisal mentalak istrinya sudah lebih dari tiga kali namun masih terus bersama istrinya tersebut maka dia telah tenggelam ke dalam dosa di atas dosa.
Berbeda kalau dia berada di masa tidak ada da’i atau tidak ada orang yang berilmu, atau dia berada di daerah terpencil hingga tidak tahu hukum tersebut maka dia diberi udzur di atas kebodohannya tersebut, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan empat tipe manusia yang diberi udzur pada hari kiamat diantara mereka adalah orang tolol (bodoh), dia berkata:
ربي لقد جاء الإسلام وما أعقل شيئا
“Wahai Robbku sungguh telah datang Islam dan aku tidak memahami sedikit pun”.
Pada hadits tersebut beliau sebutkan pula tentang orang yang belum sampai hujjah kepadanya, dia berkata:
رب ما أتاني لك رسول
“Wahai Robbku tidak datang kepadaku bagi-Mu seorang utusan”.
Dan orang seperti ini, bila kemudian datang padanya penjelasan tentang perbuatan mentalak istrinya sudah lebih dari tiga, dengan kebodohannya dan ketidak tahuannya dari sebelumnya, melainkan baru dia mengetahuinya maka tidak diharuskan baginya untuk berpisah dengan istrinya yang dia pernah talak lebih dari tiga kali tersebut:
(عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ)
“Semoga Alloh mema’afkan tentang apa-apa yang telah lewat, dan barang siapa mengulangi (perbuatan yang telah dia lakukan) maka Alloh akan menyiksanya, dan Alloh adalah Al-’Aziz (Maha Perkasa) lagi Pemilik Kemampuan untuk menyiksa”.
Dan ini sama pula hukumnya dengan orang yang menikahi wanita hamil, yang dia belum tahu hukumnya kalau itu terlarang, ketika sudah berjalan lama baru dia mengetahui hukumnya maka tidak perlu lagi untuk menikahkan ulang, namun pernikahan yang pernah dia jalani di masa bodohnya itu sudah cukup, dan dia diberi udzur karena ketidak tahuannya dari sebelumnya, Wallohu A’lam Waahkam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (17/1/1436).
Abu Ahmad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (17/1/1436).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar