Ditulis
oleh:
Abul 'Abbas
Harmin bin Salim Al-Limboriy
Rohimahulloh
KATA PENGANTAR
(ABU AHMAD MUHAMMAD BIN SALIM AL-LIMBORIY)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، أحمده، وأستعينه، وأستنصره،
وأشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
أما بعد:
Ketika kami menunggu akan ditegakannya
sholat tarowih berjama'ah di masjid Darul Hadits Dammaj pada suatu malam di
bulan Romadhon 1434 kami tertidur sejenak, pada waktu tidur tersebut kami
melihat di dalam mimpi bahwa saudara kami Abul 'Abbas Harmin bin Salim Rohimahulloh
datang kepada kami dengan membawa lembaran-lembaran tulisan, lembaran-lembaran
tersebut diberikan kepada kami yang membuat kami sangat bergembira dengannya. Pada
besok harinya, datanglah dua orang penuntut ilmu dari Indonesia, salah seorang
dari mereka berkata kepada kami: "Ada titipan untukmu dari Ambon berupa
bingkisan", kawan-kawan kami yang mendengar hal tersebut mereka mengira bahwa
itu adalah bingkisan uang, mereka bergembira karena kami mendapatkan apa yang
seperti yang mereka harapkan, setelah kami terima bingkisannya dan kami buka
ternyata isinya adalah sesuatu yang lebih berharga daripada uang yaitu lembaran-lebaran
tulisan berupa skripsi (karya tulis ilmiah) yang ditulis oleh saudara kami Abul
Abbas Harmin bin Salim Rohimahulloh, yang beliau tulis sebagai tugas
akhir untuk menyelesaikan studinya di Sekolah Tinggi Islam, beliau menulis
sebuah karya tulis ini dengan judul "URGENSI TAUHID DALAM
PENEGAKAN SYARI'AT ISLAM".
Setelah kami melihat bahwa pembahasan
yang beliau tulis memiliki bobot yang luar biasa, kami berkeinginan untuk
memisah-misahkan dari setiap bab dan pembahasan pada tulisan tersebut menjadi
beberapa tulisan.
Adapun tulisan yang ada di hadapanmu ini
maka dia adalah salah satu dari bab tentang permasalahan tauhid yang kemudian
kami beri beberapa tambahan berupa penjelasan terhadap perkatan beliau yang
perlu untuk kami jelaskan.
Berbicara tentang masalah tauhid adalah
suatu pembicaraan yang sangat penting, karena dengannya para Rosul diutus dan
dengannya pula manusia diciptakan, Alloh Ta'ala berkata:
{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
[الأنبياء: 25]
"Dan tidaklah Kami
mengutus seorang Rosulpun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya:
"Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhaq) melainkan Aku, maka kalian sembahlah
Aku". (Al-Anbiya':
25).
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ} [الذاريات: 56]
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku". (Adz-Dzariyat: 56).
Semoga apa
yang beliau Rohimahulloh tulis ini sebagai amal sholih untuknya dan
memberi manfaat untuk umat manusia:
"إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ
ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ".
"Jika telah mati seseorang maka terputuslah
amalannya, kecuali dari tiga: Kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan
anak yang sholih yang mendoakannya". Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh dari Nabi Shollallohu
'Alaihi wa Sallam.
Kami memohon
kepada Alloh Ta'ala supaya mengampuni kami dan mengampuni beliau
(penulis), sebagaimana kami memohon kepada-Nya untuk mengampuni kedua orang tua
kami, dan kami memohon kepada-Nya supaya menjaga anak keturunan penulis dan
menjadikan mereka termasuk dari anak-anak yang sholih.
وبالله التوفيق
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin
Salim Al-Limboriy
Di Darul Hadits
Dammaj-Sho'dah-Yaman
30 Romadhon 1434
HAKEKAT
TAUHID
Abul 'Abbas Harmin Rohimahulloh
berkata: Hakekat adalah lawan dari kias (majaz), berbicara masalah
hakekat berarti berbicara masalah yang sebenarnya, bukan fatamorgana. Hal yang
dianggap hakekat pada umumnya diyakini keberadaannya, diagungkan, dimuliakan
serta dipegang teguh aturan-aturannya semisal tauhid.
PENJELASAN:
Beliau Rohimahulloh
menjelaskan permasalahan hakekat tauhid sebagai bantahan terhadap orang-orang
yang menyalah tempatkan permasalahan tauhid, lebih-lebih di Sekolah Tinggi yang
pernah beliau belajar di dalamnya. Ada dari mereka menganggap bahwa tauhid itu
adalah suatu ungkapan atau kiasan saja, tidak membutuhkan adanya perwujudan dan
penerapan, sehingga dengan itu didapati dari mereka mengatakan: "Walaupun
tidak sholat yang penting hati selalu bertauhid", ada lagi dari mereka
yaitu salah seorang dosen mengatakan: "Manusia semuanya bertauhid, yang
tidak bertauhid adalah orang yang membunuh manusia sebagaimana pembunuhan yang
dilakukan oleh anak Adam yang pertama, dialah yang pertama melakukan
kesyirikan", atau perkataan para hizbiyyun: "Tidak apa-apa memiliki
bid'ah dan jam'iyyah, minta-minta, ikhtilat dan berma'siat yang penting
bertauhid".
Oleh karena itu penulis
Rohimahulloh menyebutkan permasalahan ini sebagai bantahan sekaligus
sebagai bentuk pengagungannya terhadap permasalahan tauhid, Alloh Ta'ala
berkata:
{ذَلِكَ
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ} [الحج:
32]
"Demikianlah (perintah Alloh), dan barangsiapa
mengagungkan syi'ar-syi'ar Alloh maka sesungguhnya itu termasuk dari ketaqwaan
hati". (Al-Hajj: 32).
Beliau Rohimahulloh berkata:
Ma'na tauhid
secara implisit terkandung di dalam Al-Qur'an, selanjutnya hadits-hadits
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam lebih banyak menjelaskan maksud
dan hakekat tauhid.
PENJELASAN:
Diantara dalil dari
Al-Qur'an yang mengemukakan ma'na dan hakekat tauhid adalah perkataan Alloh Ta'ala
tentang seruan Nabi-Nya Nuh 'Alaihis Salam kepada kaumnya:
{أَنِ
اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ} [نوح: 3]
"(Yaitu)
beribadahlah kalian kepada Alloh, bertaqwalah kalian kepada-Nya dan taatlah kalian
(kepadaku)". (Nuh: 3).
Alloh Ta'ala memerintahkan jin dan
manusia untuk mengikuti seruan para Rosul yaitu untuk merealisasikan dan
mewujudkan tauhid, Alloh Ta'ala berkata:
{وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا
فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ} [النحل: 36]
"Dan sungguh Kami telah mengutus Rosul
kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Alloh (saja), dan
jauhilah Thoghut", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk
oleh Alloh dan ada pula di antara mereka orang-orang yang telah pasti kesesatan
baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rosul-rosul)". (An-Nahl: 36).
Keberadaan dari perintah untuk mentauhidkan Alloh Ta'ala adalah
berkesinambungan dan terus menerus, Alloh Ta'ala berkata:
{فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ
(98) وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (99)} [الحجر: 98، 99]
"Maka bertasbihlah dengan memuji Robbmu
dan jadilah kamu termasuk dari orang-orang yang bersujud (menegakan sholat), dan
sembahlah Robbmu sampai datang kepadamu kematian". (Al-Hijr: 98-99).
Dan di dalam hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari
hadits Abu Huroiroh dan Muslim dari hadits Umar Ibnul Khoththob,
bahwa Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ»
"Kamu beribadah kepada Alloh
seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu".
Beliau Rohimahulloh berkata:
Di dalamnya
diketahui tauhid memuat aturan-aturan yang mengikat perorangan atau masyarakat,
juga diketahui termasuk hal yang harus dijunjung tinggi, diyakini, dibenarkan
dan diamalkan kandungan ma'nanya. Hal ini adalah tanggung jawab setiap orang
yang mengucapkan kalimat tauhid.
PENJELASAN:
Dari perkataan beliau Rohimahulloh ini sangat jelas bahwa kalimat
tauhid itu tidak sekedar pengakuan atau terucapkan dengan lisan namun
memutuhkan perealisasian dan perwujudan akan hakekatnya, seseorang terkadang
mudah mengikrarkan tauhid namun belum tentu akan menjadi penyebab
terselamatkannya dari azab Alloh Ta'ala dan siksa-Nya yang pedih, Alloh Ta'ala
berkata tentang Fira'un yang mengucapkan tauhid:
{آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ
بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ} [يونس: 90]
"Saya beriman bahwasanya tidak ada sesembahan
melainkan Sembahan yang diimani oleh Bani Isroil, dan saya termasuk dari orang-orang
yang berislam (berserah diri kepada Alloh)". (Yunus: 90).
Fir'aun mengucapkan kalimat tauhid dan mengaku telah mengikuti agama
yang dibawa oleh Nabi Musa 'Alaihis Salam namun tidak bermanfaat
baginya, bahkan Alloh Ta'ala katakan kepadanya:
{آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
(91) فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا
مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)} [يونس: 91، 92]
"Apakah sekarang (baru kamu beriman),
padahal sesungguhnya kamu telah berma'siat sejak dulu, dan kamu termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan, maka pada hari ini Kami selamatkan mayatmu
supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami". (Yunus: 91-92).
Beliau Rohimahulloh berkata:
Para ulama
telah sepakat mengartikan tauhid yang dimaksud adalah tauhid Uluhiyyah
yaitu mengesakan Alloh sebagai satu-satunya sesembahan, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh Rohimahulloh bahwa
tidak benar pemahaman tauhid yang hanya pada tauhid Rububiyyah saja
yaitu keyakinan Alloh adalah satu-satunya Zat pencipta, pengatur, dan pemberi
rezki kepada makhluk-Nya, karena dahulu orang-orang musyrik Arob juga mengakui
bahwa sesungguhnya hanyalah Alloh yang menciptakan alam semesta ini, namun
mereka masih juga disebut musyrikin.
Lebih lanjut
Abdurrohman bin Hasan Rohimahulloh menjelaskan bahwa orang yang telah
mengakui bahwa Alloh Subhanahu wa Ta'ala itu pemelihara dan pencipta
segala sesuatu tidaklah berarti orang tersebut telah bertauhid atau berislam,
sebab orang-orang musyrikin pada umumnya mengakui pula bahwa Allohlah
satu-satunya Zat yang menciptakan segala sesuatu, tetapi mereka masih mengambil
penolong selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala, yang mereka sekutukan bersama
Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
Alloh Subhanahu
wa Ta'ala berkata:
{أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ
كَانُوا لَا يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلَا يَعْقِلُونَ} [الزمر: 43]
"Bahkan mereka mengambil pemberi
syafa'at selain Alloh. Katakanlah: "Dan apakah (kalian mengambilnya juga)
meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?". (Az-Zumar: 43).
Dan Alloh Subhanahu wa Ta'ala berkata:
{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ
مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ} [البقرة: 165]
"Dan diantara manusia ada
orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh". (Al-Baqoroh: 165).
Karena itu sebagian dari mereka, ada yang menyembah matahari, bulan dan
bintang-bintang dan memohon kepada benda-benda tersebut.
PENJELASAN:
Kesyirikan seperti ini sudah sangat banyak kita dapati di negri-negri,
semisal di Jepang yang merupakan negri musyrik, penduduknya menyembah matahari,
penyembahan seperti ini sudah terjadi sejak zaman Nabiulloh Sulaiman 'Alaihis
Salam, Alloh Ta'ala mengisahkan perkataan seekor burung Hudhud:
{إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ
مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ (23) وَجَدْتُهَا وَقَوْمَهَا يَسْجُدُونَ
لِلشَّمْسِ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ
عَنِ السَّبِيلِ فَهُمْ لَا يَهْتَدُونَ (24)} [النمل: 23، 24]
"Sesungguhnya aku menjumpai seorang
wanita yang memerintah mereka, dan Dia dianugerahi segala sesuatu serta
mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapatinya dan kaumnya menyembah
matahari, selain Alloh; dan syaithon telah menjadikan mereka memandang indah
perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Alloh), sehingga
mereka tidak dapat petunjuk". (An-Naml:
23-24).
Menyembah matahari, bulan dan bintang-bintang adalah suatu kesyirikan
yang nyata, dengan jelasnya bahwa perkara ini adalah kesyirikan maka Alloh Ta'ala
melaranganya, Alloh Ta'ala berkata:
{وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ
وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي
خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ} [فصلت: 37]
"Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalian sembah
matahari maupun bulan, tapi sembahlah Alloh yang menciptakannya, jika Dialah
yang kalian hendak sembah". (Fushilat:
37).
Beliau Rohimahulloh berkata:
Dan sebagian
orang mengira pengertian tauhid dengan arti demikian (ya'ni Alloh Subhanahu
wa Ta'ala itu pemelihara dan pencipta segala sesutu) sehingga kebanyakan
orang mengaku beragama Islam, tetapi masih melakukan perbuatan sihir, yang
berupa peribadahan kepada bintang-bintang, syaithon-syaithon dengan berbagai
macam jimat, asap (kemenyan), menyembelih hewan hitam atau merah dan
sebagainya, mereka melakukan puasa dan berkurban kepada benda-benda itu serta
mendekatkan diri kepadanya. Mereka berbuat demikian sambil berkata: "Ini
bukan syirik, yang disebut syirik itu, apabila saya beri'tiqod bahwa
benda-benda tersebut menguasai urusanku, saya hanya menjadikan sebab atau
wasilah perantara saja, tidaklah saya menjadi musyrik".
Namun
menurut Abdurrohman bin Hasan Rohimahulloh yang demikian ini sudah
diketahui dengan pasti dalam ajaran Islam adalah syirik.
PENJELASAN:
Alloh Ta'ala telah membantah apa yang mereka katakan itu:
{أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا
مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى}
[الزمر: 3]
"Ketahuilah, hanya kepunyaan Alloh-lah
agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Alloh (mereka berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya". (Az-Zumar: 3).
Mereka menjadikan segala wasilah atau perantara dengan tujuan supaya
mendekatkan diri kepada Alloh Ta'ala maka mereka tidak akan sampai
kepada tujuan mereka, kecuali mereka mentauhidkan Alloh Ta'ala dengan
mewujudkan keimanan yang benar dan beramal dengan amalan yang benar, Alloh Ta'ala
berkata:
{وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ
عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا} [سبأ: 37]
"Dan sekali-kali bukanlah harta-harta
dan bukan (pula) anak-anak kalian yang mendekatkan kalian kepada Kami
sedikitpun; melainkan orang yang beriman dan mengerjakan amal yang sholih". (Saba': 37).
Beliau Rohimahulloh berkata:
Alloh Ta'ala
telah menjelaskan bahwa tujuan diciptakannya jin dan manusia adalah untuk
beribadah kepada-Nya, sebagaimana perkataan-Nya:
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
[الذاريات: 56]
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku". (Adz-Dzariyat: 56).
Perintah beribadah yang diwajibkan tersebut, Alloh selalu
menyertakannya dengan larangan berbuat kesyirikan, sebagaimana perkataan-Nya:
{وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا
تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا} [النساء: 36]
"Dan sembahlah kalian kepada Alloh dan
janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun". (An-Nisa': 36).
Ibnu Katsir Rohimahulloh menjelaskan ayat ini:
Bahwasanya Alloh Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan hamba-Nya untuk
beribadah hanya kepada-Nya saja, tidak ada sekutu bagi-Nya.
PENJELASAN:
Alloh Ta'ala
perintahkan hamba-hamba-Nya melalui lisan-lisan para Rosul-Nya supaya mereka beribadah
hanya kepada-Nya dan menjauhi segala kesyirikan, Alloh Ta'ala
mengisahkan perkataan Nabi-Nya Isa' 'Alaihis Salam:
{وَقَالَ
الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ} [المائدة: 72]
"Dan Al-Masih (Isa') berkata: "Wahai
Bani Isroil, sembahlah kalian kepada Alloh Robbku dan Robb kalian".
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh
mengharamkan kepadanya Jannah (surga), dan tempatnya adalah neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zholim itu seorang penolongpun". (Al-Maidah: 72).
Dan Nabiulloh 'Isa 'Alaihis Salam juga berkata sebagaimana yang
telah Alloh Ta'ala kisahkan:
{مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي
بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ} [المائدة: 117]
"Aku tidak pernah mengatakan kepada
mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (untuk mengatakan)nya yaitu:
"Sembahlah Alloh, Robbku dan Robb kalian". (Al-Maidah: 117).
Alloh Ta'ala mengisahkan tentang Rosul-Nya yang lain:
{لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ
فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ} [الأعراف:
59]
"Sesungguhnya Kami telah mengutus
Nuh kepada kaumnya lalu dia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Alloh,
sekali-kali tidak ada sesembahan bagi kalian selain-Nya". (Al-A'rof: 59).
Dan masih sangat banyak dalil-dalil dari Al-Qur'an yang menjelaskan
tentang perintah untuk beribadah hanya kepada Alloh Ta'ala dan
menjelaskan pula tentang larangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Beliau Rohimahulloh berkata:
Mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta'ala dalam ibadah, maka
ibadah itu harus bersih dari kotoran-kotoran syirik, oleh karena itu
Abdurrohman bin Hasan Rohimahulloh menjelaskan bahwa menjauhi kesyirikan
merupakan syarat sahnya ibadah, sebab kesyirikan membatalkan amal, sebagaimana
Alloh Ta'ala berkata:
{وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ
عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [الأنعام: 88]
"Seandainya mereka mempersekutukan
Alloh, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan". (Al-An'am: 88).
PENJELASAN:
Bagaimanapun besarnya amalan yang dilakukan oleh seorang hamba, dan
berapapun banyaknya kebaikan yang dia lakukan namun bersamaan dengan itu dia melakukan
kesyirikan maka semua itu akan lenyap dan tidak berarti sama sekali baginya,
Alloh Ta'ala berkata:
{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ
هَبَاءً مَنْثُورًا} [الفرقان: 23]
" Dan Kami hadapi segala amal yang
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan". (Al-Furqon:
23).
Beliau Rohimahulloh berkata:
Mengesakan Alloh dalam ibadah dan menjauhi kesyirikan adalah
dua unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam beragama, karena hakekat agama
adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibnul Qoyyim Rohimahulloh bahwa perintah dan larang itulah agama.
Dan Muhammad bin Abdil Wahhab An-Najdiy Rohimahulloh
memandang sangat pentingnya tauhid dan menjauhi kesyirikan maka beliau
menyimpulkan: "Perintah Alloh yang paling agung adalah tauhid, yaitu
memurnikan ibadah untuk Alloh semata, sedangkan larangan Alloh yang paling
besar adalah syirik, yaitu menyembah selain Alloh disamping menyembah-Nya.
PENJELASAN:
Karena penting dan agungnya permasalahan tauhid maka sangat banyak kita
dapati di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah disebutkan tentang perintah untuk
berbuat kebaikan maka dimulai dengan perintah tauhid, Alloh Ta'ala
berkata:
{اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ} [العنكبوت: 16]
"Sembahlah kalian kepada Alloh dan
bertaqwalah kepada-Nya, yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian, jika
kalian mengetahui". (Al-'Ankabut:
16).
Alloh Ta'ala perintahkan untuk bertaqwa kepada-Nya, perintah-Nya
diawali dengan perintah untuk mentauhidkannya, ini menunjukan tentang besar dan
agungnya tauhid.
Begitu pula karena besar dan bahayanya syirik maka kita dapati banyak dari
dalil-dalil menyebutkan larangan syirik lebih didahulukan daripada selain
syirik, Alloh Ta'ala mengisahkan tentang nasehat hamba-Nya yang Sholih:
{وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا
بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي
عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ
عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا
فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا
إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ
أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ
أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى
مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
(18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ
لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)} [لقمان: 13 - 19]
"Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada putranya, di waktu dia memberi pelajaran kepadanya: "Wahai putraku,
janganlah kamu menyekutukan Alloh, sesungguhnya menyekutukan (Alloh) adalah
benar-benar kezholiman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk
berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah tempat kembalimu.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan-Ku sesuatu yang kamu tidak
memiliki ilmu tentangnya, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah tempat kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): "Wahai putraku, sesungguhnya
jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di
langit atau di dalam bumi, niscaya Alloh akan mendatangkannya (membalasnya).
Sesungguhnya Alloh adalah Al-Lathif (Maha Halus) lagi Al-Khobir (Maha
mengetahui). Wahai putraku, tegakanlah sholat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk
hal-hal yang diwajibkan (oleh Alloh). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu
dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai". (Luqman: 13-19).
Dan lebih jelas lagi tentang permasalahan ini adalah apa yang dikatakan
oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam:
«أَكْبَرُ الكَبَائِرِ:
الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَقَتْلُ النَّفْسِ، وَعُقُوقُ الوَالِدَيْنِ، وَقَوْلُ الزُّورِ،
أَوْ قَالَ: وَشَهَادَةُ الزُّورِ».
"Paling besarnya dosa besar adalah menyekutukan Alloh,
membunuh jiwa, durhaka kepada kedua orang tua, perkataan palsu (dusta)", atau beliau berkata: "Persaksian palsu".
Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abu Bakroh, dan ini adalah lafazh
Al-Bukhoriy dari hadits Anas bin Malik.
Dari semua larangan tersebut didahulukan penyebutannya adalah syirik,
hal tersebut menunjukan kalau syirik adalah yang paling terbesarnya dosa besar.
Beliau Rohimahulloh berkata:
Kemudian Muhammad bin Abdil Wahhab An-Najdiy Rohimahulloh
mengatakan bahwa ibadah itu adalah hakekat tauhid, barangsiapa yang belum
melaksanakan tauhid maka dia belum dikatakan beribadah kepada Alloh.
Dan Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh
mengatakan bahwa hakekat tauhid adalah membebaskan diri dari perbuatan syirik.
PENJELASAN:
Hal demikian itu karena tauhid merupakan salah satu syarat dari
syarat-syarat diterimanya suatu ibadah, apabila seseorang beribadah dengan
tanpa tauhid maka tidak diterima ibadahnya, Alloh Ta'ala berkata:
{وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ} [البينة: 5]
"Padahal mereka tidak diperintah
kecuali supaya menyembah Alloh dengan memurnikan ibadah kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka menegakan sholat, menunaikan
zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus". (Al-Bayyinah: 5).
Beliau Rohimahulloh berkata:
Maka dalam masalah ini terkandung pengertian bahwa ibadah
adalah tauhid, sebab pertikaian yang terjadi antara Nabi Muhammad Shollallohu
'Alaihi wa Sallam dengan orang-orang musyrik adalah di dalam keyakinan ma'na
Laa Ilaha Illalloh yang memiliki dua rukun, yaitu an-nafyu (meniadakan
seluruh sesembahan selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala) dan al-itsbat
(menetapkan bahwa yang berhak disembah hanyalah Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
PENJELASAN:
Keberadaan dua rukun ini yang menjadikan orang-orang musyrik enggan
untuk mengucapkan kalimat tauhid, karena konsekwensinya mengharuskan mereka
untuk meninggalkan sesembahan mereka dan membenci semua sesembahan mereka,
tatkala Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan pamanya
Abu Tholib untuk mengucapkan kalimat tauhid maka berkatalah Abu Jahl dan
Abdulloh bin Abi Umayyah:
"يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ
المُطَّلِبِ؟".
"Wahai Abu Tholib apakah kamu
membenci agama Abdul Mutholib?". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Sa'id
Ibnul Musayyib dari bapaknya.
PENUTUP
Beliau Rohimahulloh berkata:
Beribadah hanya kepada
Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun merupakan hak Alloh Subhanahu wa Ta'ala yang harus ditunaikan
oleh setiap hamba, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shollallohu
Alaihi wa Sallam dalam hadits shohih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy
dari Mu'adz bin Jabal Rodhiyallohu 'Anhu, beliau berkata:
كُنْتُ رِدْفَ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ، فَقَالَ: «يَا مُعَاذُ،
هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ، وَمَا حَقُّ العِبَادِ عَلَى اللَّهِ؟»،
قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «فَإِنَّ حَقَّ اللَّهِ عَلَى العِبَادِ
أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقَّ العِبَادِ عَلَى اللَّهِ
أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا»
"Aku pernah dibonceng Nabi Shollallohu
'Alaihi wa Sallam di atas keledai, lalu beliau berkata: "Wahai
Mu'adz, apakah kamu tahu hak Alloh atas hamba-hamba-Nya? Dan apa hak
hamba-hamba-Nya atas Alloh?, aku berkata: "Alloh da Rosul-Nya yang
lebih tahu, beliau berkata: "Sesungguhnya hak Alloh atas
hamba-hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan mereka tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan hak para hamba atas Alloh adalah
dia tidak akan mengazab siapa saja yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun".
Dengan penjelasan ini dapatlah diketahui bahwa hakekat tauhid
adalah pemurnian ibadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala, yaitu
menghambakan diri kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala secara murni dan
konsekwen dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya dengan itu
mengantarkan para ahlinya ke Jannahnya Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
Alloh Ta'ala berkata tentang orang yang bertauhid yang telah
mewujudkan tauhidnya dengan beriman dan beramal sholih:
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ
رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
(9) دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ وَآخِرُ
دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (10)} [يونس: 9، 10]
"Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal sholih, mereka diberi petunjuk oleh Robb
mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai- sungai di dalam Jannah
yang penuh keni'matan. Do'a mereka di dalamnya adalah: "Maha suci Engkau
Ya Alloh, dan salam penghormatan mereka adalah: "Salam", dan penutup
doa mereka adalah: "Segala puji bagi Alloh Robb semesta alam". (Yunus: 9-10).
Selesai pembahasan yang ini, Insya Alloh akan ada pembahasan selanjutnya
yang beliau Rohimahulloh telah tulis.
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar