Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Hukum Tinggalnya Wanita Di Selain Rumah Mahramnya

Hukum Tinggalnya Wanita Di Selain Rumah Mahramnya
Tanya: Assalamu’alaikum…, apakah hukum dan dalil-dalil meninggalkan isteri di rumah adik perempuannya dengan adanya suaminya (adik ipar)?.
(Pertanyaan dari Malaysia).
Jawab: Wa’alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokatuh. Tinggalnya seseorang wanita di rumah ipar (suami adik atau suami kakak) adalah fitnah dan bahaya, dalilnya adalah hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Rodhiyallohu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dan Muslim bahwa Rosululloh ‘Alaihish Sholatu was Salam berkata: 

إياكم والدخول على النساء
“Waspadailah kalian dari masuk (bertemu) kepada para wanita”.
Berkata seseorang:
أرأيت الحمو؟
“Apa pendapatmu tentang ipar?”.
Beliau menjawab:
الحمو الموت
“Ipar adalah kematian”.
Syaikhuna Abu Abdirrohman Yahya Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu berkata:
والحمو قريب الزوج
“Dan ipar adalah kerabat suami”.
Seseorang jika ingin safar (melakukan perjalanan jauh), jika dia tidak membawa istrinya untuk safar bersamanya maka hendaknya dia membiarkan istrinya di rumahnya bersama anak-anaknya sebagaimana Ibrohim ‘Alaihissalam meninggalkan istrinya Hajar bersama bayinya Isma’il begitu pula Rosululloh ‘Alaihissholatu Wassalam ketika safar beliau meninggalkan istri-istrinya di rumah mereka masing-masing, kecuali kalau seseorang khawatirkan istrinya akan diganggu oleh para tetangga atau orang-orang jahat, maka dia titipkan ke rumah mahromnya, baik ke orang tuanya, atau dititipkan ke saudara-saudara kandungnya atau saudara-saudara susuannya, atau yang semisalnya yang masih termasuk dari mahromnya.
Adapun kalau dititipkan ke selain mahromnya maka akan menimbulkan fitnah dan petaka, sama saja dititipkan ke rumah ipar, ke rumah ustadz atau ke pondok pesantren putri, atau ke selainnya yang bukan tempat mahromnya maka ini akan menimbulkan fitnah, dan akan terkenai pula dengan dalil dari hadits Aisyah Rodhiyallohu ‘anha yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidziy bahwa Rosululloh ‘Alaihish Sholatu Wassalam berkata:
لا تخلع امرأة ثيابها في غير بيت زوجها -وفي رواية- غير بيتها إلا هتكت الستر بينها وبين الله عز وجل
“Tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah suaminya -dalam suatu riwayat- di selain rumahnya melainkan terkoyak penutup antaranya dengan Alloh ‘Azza wa Jalla”.
Telah kami sebutkan di dalam tulisan kami yang berjudul “Tarbiyatun Nisa'” sebuah kisah yang shohih tentang beberapa orang bersaudara yang bertekad untuk pergi jihad, kemudian mereka menitipkan adik prempuan mereka ke salah seorang yang dianggap baik, yang dia rajin beribadah, ketika mereka telah pergi berjihad, orang yang dianggap baik tersebut dibisikan oleh syaithon hingga terfitnah, kemudian dia menzinai wanita tersebut, ketika sudah hamil, orang yang dianggap baik tersebut takut tercemar nama baiknya, syaithonpun akhirnya membisikan kepadanya untuk membunuhnya sehingga kalau saudara-saudaranya ketika kembali dari jihad hanya dikatakan telah meninggal, namun orang yang dianggap baik tersebut ternyata dipermainkan oleh syaithon, yang pada akhirnya dia dihukum mati oleh saudara-saudara wanita yang telah dia perkosa dan yang telah dia bunuh.
Bila kita melihat keadaan para wanita yang dititipkan di pondok putri sering kali mendapatkan perlakuan diluar kewajaran, walaupun mereka tidak seperti keadaan wanita tersebut (diperkosa sampai dibunuh) namun citra dan nama baiknya tercoreng, terkadang gambar yang menampakan kecantikan mereka disebar di HP HP, dingintip-dingintip oleh santri nakal atau bahkan ustadznya sendiri, terjadinya pacaran di balik tirai antara santriwati dengan santri, dan bahkan ustadznya menaruh “cinta” kepada santrinya…., Nas’alullohassalamah wal ‘Afiyah.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (1 Muharrom 1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar