PENDAHULUAN
بِسم الله
الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Pembahasan
ini kami beri judul "Onani tidak Membatalkan Puasa Akan Tetapi Orang
yang Melakukannya Berdosa".
Pada
asalnya pembahasan ini hanya berkaitan dengan permasalahan onani, apakah dia
termasuk sebagai pembatal-pembatal puasa ataukah tidak? sebagaimana telah kami
sebutkan pada judul pembahasan, namun setelah kami pertimbangkan kembali maka kami
putuskan untuk menjelaskan tentang permasalahan onani secara umum walaupun
dengan pembahasan yang singkat seperti ini, Insya Alloh dia lebih
bermanfaat untuk umat, sungguh teringat dengan perkataan Abul 'Abbas Harmin Rohimahulloh
ketika memberikan nasehat: "Paling mulianya orang di zaman ini adalah yang
paling memberi manfaat kepada orang lain".
Dan
kami berharap kepada Alloh Ta'ala untuk menjadikan tulisan yang ringkas
dan sederhana ini bermanfaat untuk kami, kedua orang tua kami, saudara-saudari
kami, dan umat pada umumnya serta generasi muda kaum muslimin pada khususnya.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman
Selasa Dhuha 17/Rojab/1434 Hijriyyah
Pengertian Istimna' (Onani)
Onani
merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap kemaluannya
dengan tujuan untuk mencari kelezatan syahwat yaitu mengeluarkan mani' (sperma)
dengan cara-cara yang tidak syar'iy, baik mengeluarkannya dengan tangannya
langsung atau dengan alat-alat tertentu.
Hukum Onani
Onani
termasuk salah satu perbuatan yang tercela, sama saja melakukannya di
tempat-tempat yang sunyi (bersendirian) atau di tempat-tempat keramayan.
Dalil
tentang diharomkannya adalah perkataan Alloh Ta'ala:
{وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ
فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْعَادُونَ (7)} [المؤمنون: 5-7].
"Dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau hamba sahaya (wanita) yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka pada
demikian itu tidaklah tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka
mereka itulah orang-orang yang melampaui batas". (Al-Mu'minun:
5-7).
Asy-Syafi'iy Rohimahulloh berkata
di dalam "Al-Umm" (5/94):
"فَلَا
يَحِلُّ الْعَمَلُ بِالذَّكَرِ إلَّا في الزَّوْجَةِ أو في مِلْكِ الْيَمِينِ وَلَا
يَحِلُّ الِاسْتِمْنَاءُ وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ".
"Tidaklah boleh
mempekerjakan kemaluan kecuali kepada istri atau kepada hamba sahaya (wanita),
dan tidak dibolehkan melakukan onani, Wallohu Ta'ala A'lam (dan Alloh
Ta'ala yang lebih Berilmu).
Abul
Abbas Ahmad Al-Harroniy Rohimahulloh Ta'ala ditanya tentang onani,
apakah dia harom ataukah tidak?, maka beliau menjawab:
"أَمَّا
الِاسْتِمْنَاء بِالْيَدِ فَهُوَ حَرَامٌ عِنْدَ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ وَهُوَ أَصَحُّ
الْقَوْلَيْنِ فِي مَذْهَبِ أَحْمَد وَكَذَلِكَ يُعَزَّرُ مَنْ فَعَلَهُ.
"Adapun onani dengan menggunakan tangan maka dia adalah
harom menurut kebanyakan 'ulama, dia adalah yang paling shohihnya dari
dua pendapat di dalam mazhab Ahmad, demikian dita'zir orang yang
melakukannya".
"وَفِي
الْقَوْلِ الْآخَرِ هُوَ مَكْرُوهٌ غَيْرُ مُحَرَّمٍ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يُبِيحُونَهُ
لِخَوْفِ الْعَنَتِ وَلَا غَيْرِهِ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ
أَنَّهُمْ رَخَّصُوا فِيهِ لِلضَّرُورَةِ: مِثْلَ أَنْ يَخْشَى الزِّنَا فَلَا يُعْصَمُ
مِنْهُ إلَّا بِهِ وَمِثْلَ أَنْ يَخَافَ إنْ لَمْ يَفْعَلْهُ أَنْ يَمْرَضَ وَهَذَا
قَوْلُ أَحْمَد وَغَيْرِهِ".
"Dan pada pendapat yang lain dia dimakruhkan (dibenci),
tidak harom, dan kebanyakan mereka tidak membolehkannya karena khowatir
memudhorotkan dan tidak selainnya, dan dinukil dari sekelompok dari para
shohabat dan para tabi'in bahwasanya mereka memberi rukhsoh (keringanan)
karena dhorurot; seperti karena khowatir berzina, tidak akan menjaga dari zina
melainkan dengan onani, seperti dia khowatir kalau dia tidak melakukannya akan
sakit, ini adalah perkataan Ahmad dan yang selainnya.
"وَأَمَّا
بِدُونِ الضَّرُورَةِ فَمَا عَلِمْت أَحَدًا رَخَّصَ فِيهِ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ".
"Adapun kalau tanpa adanya dhorurot maka aku tidak
mengetahui ada seseorang (dari ulama) memberikan rukhsoh padanya, Wallohu
A'lam (dan Alloh yang lebih tahu). "Majmu'l Fatawa'"
(34/229).
Hukuman bagi Yang Melakukan Onani
Sudah
lewat penyebutan perkataan Abul 'Abbas Al-Harroniy Rohimahulloh tentang
hukuman bagi yang melakukannya yaitu di-ta'zir:
"وَكَذَلِكَ
يُعَزَّرُ مَنْ فَعَلَهُ".
"Demikian di-ta'zir orang yang melakukannya".
Ta'zir
bentuknya secara umum disesuaikan dengan kemaslahatan dan berdasarkan keputusan
waliul amr sebagaimana disebutkan oleh Abul 'Abbas Al-Harroniy dan
muridnya Ibnul Qoyyim Rohimahumulloh.
Perbuatan Onani adalah Termasuk Aib
Bila
seseorang melakukan onani kemudian dia menceritakannya kepada temannya karena
kebodohannya kemudian dia bertaubat, maka temannya tersebut tidak diperbolehkan
untuk mengungkit-ngungkit perbuatannya tersebut setelah taubatnya, jika
temannya tetap menceritakannya maka dia telah menzholiminya dan masuk dalam
kategori membuka aibnya, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ
تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ المُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ».
"Barang siapa yang
mencari-cari (membongkar) aib saudaranya seorang muslim maka Alloh akan
membongkar aibnya". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari Nafi' dari Abdulloh
bin Umar.
Begitu
pula kalau seseorang melakukan onani di tempat-tempat yang sunyi kemudian ada
orang lain secara kebetulan mendapatinya sedang melakukan perbuatan tersebut
maka orang yang mendapatinya dibolehkan untuk melaporkannya kepada orang
tuanya, jika dia berada di lingkungan orang tuanya, atau melaporkannya kepada
ustadznya jika dia berada di pondok pesantren, sehingga perkaranya kembali
kepada ustadz pemilik pondok pesantren tersebut, dan tidak diperbolehkan
kemudian ustadz atau orang yang mendapatinya membeberkan atau menceritakannya
kepada orang lain karena akan menzholiminya dengan membongkar aibnya, dari
Mu'awiyyah, beliau berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam
berkata:
«إِنَّكَ
إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ
تُفْسِدَهُمْ».
"Sesungguhnya kamu jika mencari-cari (memata-matai) aib-aib
manusia maka kamu telah menyobek-nyobek (merusak) mereka atau barangkali kamu
akan membinasakan mereka". Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ath-Thobariy.
Abu
Darda'
berkata:
"كَلِمَةٌ
سَمِعَهَا مُعَاوِيَةُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
نَفَعَهُ اللهُ بِهَا".
"Ini adalah kalimat yang Mu'awiyyah
mendengarkannya dari Rosululloh Shollallohu
'Alaihi wa Sallam, Alloh telah memberikannya manfaat
dengannya".
Hukum Orang yang Berpuasa Melakukan Onani
Permasalahan
ini ada dua pendapat di kalangan ulama:
Pertama: Jumhur (kebanyakan ulama)
berpendapat bahwasanya dia membatalkan puasa, mereka berdalil dengan hadits
qudsiy:
«يَدَعُ
شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى».
"Seseorang meninggalkan syahwatnya, makanannya dan
minumannya karena-Ku".
Kedua: Ibnu Hazm, Ash-Shon'aniy dan
Al-Albaniy mereka berpendapat bahwasanya onani tidak membatalkan puasa, karena
tidak adanya nash (dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah) yang menjelaskan
tentang batalnya puasa, dan ini adalah pendapat yang paling shohih (benar).
Bantahan Terhadap
Pendapat Pertama
Adapun
perkataan mereka berdalil dengan hadits qudsiy:
«يَدَعُ
شَهْوَتَهُ».
"Seseorang meninggalkan syahwatnya", maka ini adalah lafazh yang umum,
dia mencakup jima' (hubungan kelamin) dan istimna' (onani),
karena keumumannya maka kita katakan pula bahwasanya cinta dunia juga termasuk
dari syahwat, sebagaimana yang Alloh Ta'ala sebutkan di dalam surat "Ali
Imron" ayat (14):
{زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ
وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ}
"Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Alloh-lah tempat kembali yang baik (surga)".
Apakah
orang yang berpuasa ketika sibuk dengan urusan dunia, bekerja dan yang
semisalnya maka apakah dia membatalkan puasa? Atau apakah ketika orang yang
berpuasa memiliki syahwat lalu menciup istrinya maka ini membatalkan puasa?,
tentu jawabannya adalah tidak!, Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Aisyah,
dia berkata:
"كَانَ
النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ".
"Dahulu Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam mencium
(istrinya) dan dia adalah puasa".
Adapun
perkataannya:
«يَدَعُ
شَهْوَتَهُ»
"Meninggalkan syahwatnya" maka dia adalah lafazh yang khusus,
diinginkan dengannya jima' (hubungan kelamin), dan ini adalah pendapat
yang paling shohih (benar), dengan dalil hadits Aisyah dan Abu
Huroiroh, keduanya berkata:
"قَالَ
رَجُلٌ: "وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي، وَأَنَا صَائِمٌ" وَفِي رِوَايَةٍ:
"أَصَبْتُ أَهْلِي فِي رَمَضَانَ"، أَي جامعتها.
"Seseorang berkata: "Aku telah menumpangi istriku, dan
aku adalah berpuasa", dalam suatu riwayat: "Aku menumpangi istriku
pada siang hari Romadhon", yaitu menjima'inya.
Akibat atau Efek dari Melakukan Onani
Sebagaimana
telah lewat penjelasannya bahwa onani adalah harom, ini adalah pendapat yang paling
benar, karena dia harom maka telah kita ketahui bersama bahwasanya setiap
yang Alloh Ta'ala haromkan tentu memberikan madhorot bagi yang
melakukannya.
Diantara
madhorot onani terhadap jasmani dan rohani adalah:
Pertama: Menyebabkan sakit pinggang dan
pegal-pegal.
Kedua: Tidak teraturnya proses buang
air kecil (kencing).
Ketiga: Melemahkan urat-urat yang
berada di sekitar penis hingga tertekan pada biji kemaluan.
Keempat: Melatih penis dengan kekerasan
sehingga ketika sudah melakukan jima' dengan istrinya tidak merasa puas.
Keenam: Menyebabkan mata kabur
(mengurangi daya penglihatan).
Ketujuh: Merusak hafalan (daya ingatan).
Kedelapan: Menyebabkan rasa bosan dan
malas, lebih-lebih dalam usaha mencari jodoh.
Kesembilan: Menghambur-hamburkan air mani.
Kesepuluh: Mengakibatkan badan mengering
hingga mengantarkan kepada kurusnya badan.
Cara-cara Supaya tidak Melakukan Onani
Pertama: Banyak berdoa dan berlindung
kepada Alloh Ta'ala dari berbuat onani, Ashabussunan kecuali Ibnu Majah
telah meriwayatkan dari hadits Syutair bin Syakl bin Humaid, dari bapaknya,
beliau berkata: Aku berkata:
"يَا
رَسُولَ اللهِ، عَلِّمْنِي دُعَاءً أَنْتَفِعُ بِهِ قَالَ: "قُلِ: اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي، وَمِنْ شَرِّ بَصَرِي، وَمِنْ شَرِّ
لِسَانِي، وَمِنْ شَرِّ قَلْبِي، وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّي" يَعْنِي ذَكَرَهُ.
"Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepadaku suatu doa yang
memberikan manfaat kepadaku dengan doa tersebut, beliau berkata: "Ucapkanlah:
Ya Alloh sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejelakan pendengaranku,
dari kejelekan penglihatanku, dari kejelekan lisanku, dari kejelekan hatiku dan
dari kejelekan maniku" ya'ni kemaluannya.
Kedua: Menyibukan diri dengan menuntut
ilmu, beribadah dan beramal sholih.
Ketiga: Tidak berbaring ke tempat tidur
melainkan sudah sangat ngantuk sehingga langsung tertidur.
Keempat: Tidak membiasakan berdiam di
dalam kamar secara terus menerus namun hendaknya dia memperbanyak duduk di
masjid atau di maktabah jika dia di pondok pesantren atau menyibukan diri
dengan ketaatan, ibadah, membaca, membahas dan menulis.
Kelima: Menjauhi pergaulan bebas.
Keenam: Menundukan pandangan, Alloh Ta'ala
berkata:
{قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ
أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ} [النور: 30]
"Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Alloh adalah Al-Khobir (Maha mMengetahui) apa yang
mereka perbuat". (An-Nur: 30).
Ketujuh: Tidak berlama-lama ketika di
dalam WC.
Kedelapan: Tidak menyentuh-nyentuh
kemaluan kecuali memang membutuhkan untuk menyentuhnya, seperti bersuci setelah
buang air kencing atau buang air besar, mandi, jenabah atau mencukur bulu-bulunya.
Kesembilan: Malu kepada Alloh Ta'ala, dan
yakin bahwasanya Dia selalu mengawasianya:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ} [البقرة: 231]
"Dan bertaqwalah
kepada Alloh serta ketahuilah bahwasanya Alloh terhadap segala sesuatu adalah
Al-'Alim (Maha Mengetahui)". (Al-Baqoroh: 231).
Kesepuluh: Menikah.
Kesebelas: Banyak puasa sunnah, Rosululloh
Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنِ
اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»
"Barangsiapa yang sudah memiliki kemampuan maka
hendaknya dia menikah, karena dia lebih menundukan pandangan dan lebih menjaga
terhadap kemaluan, dan barang siapa yang tidak mampu maka baginya berpuasa,
karena sesungguhnya puasa baginya adalah tameng (benteng)".
Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Abdillah bin Mas'ud.
وبالله التوفيق
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
سبحانك اللهم وبحمدك
أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar