Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Hukum Sholat Bagi Wanita Dengan Memakai Penutup Wajah Di Masjid Umum Yang Tanpa Ada Penyekat

mosque_nica11480531_346052b
Tanya: Bagaimana hukum sholat di masjid umum dengan tanpa memakai cadar?. Apakah sholat di masjid umum harus menggunakan cadar/tutup mukanya?, bukankah di zaman nabi para shohabiyyah sholat di masjid tidak menggunakan cadar/tutup mukanya.
Di sebagian masjid Ahlissunnah salafiy kami dapati masjid disekat dengan tembok atau papan agar wanita tidak perlu pakai cadar/tidak terlihat, tapi yang terjadi kesalahan saat sholat karena tidak melihat gerakan imam dan juga tidak ada salafnya, mohon penjelasannya, Barokallohu fiikum.

Jawab: Termasuk disunnahkan bagi para wanita ketika sholat adalah tidak memakai penutup muka, namun kalau mereka sholat di masjid umum yang tanpa ada penyekatnya dan mereka mengkhowatirkan fitnah maka diutamakan memakai cadar.
Di zaman Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam benar para shohabiyyah sholat dengan tanpa menutup muka, dan keadaan kaum muslimin di zaman tersebut tidak seperti di zaman ini.
Di zaman ini, jangankan di waktu sholat membuka wajah, di balik tembok pondok putri saja, pak ustadznya sudah mengetahui kecantikan wajah santriwatinya, ketika mencari pendukung dan kawan ke sana kemari dengan tawaran “soal cari akhwat goampang mas, ana punya santriwati yang cowaantik, piwyenterr lagi….”.
Di zaman Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah ada bimbingan yang tepat, dan Ummu Salamah Rodhiyallohu ‘anha telah menyebutkan bimbingan Rosululloh ‘Alaihishsholatu Wassalam dalam masalah ini:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَلَّمَ قَامَ النِّسَاءُ حِينَ يَقْضِي تَسْلِيمَهُ وَيَمْكُثُ هُوَ فِي مَقَامِهِ يَسِيرًا قَبْلَ أَنْ يَقُومَ قَالَ: “نَرَى وَاللهُ أَعْلَمُ أَنَّ ذَلِكَ كَانَ لِكَيْ يَنْصَرِفَ النِّسَاءُ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الرِّجَالِ”.
“Dahulu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam jika beliau salam maka berdiri para wanita ketika beliau menyelesaikan salamnya dan beliau berdiam di tempatnya sejenak, sebelum beliau akan berdiri. Seorang perowi berkata: Kami berpendapat Wallohu A’lam demikian itu keberadaannya supaya para wanita segera berpaling sebelum mereka didapati oleh salah seorang dari para pria”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy.
Para shohabat memahami ini, begitu pula para shohabiyyah, adapun kaum muslimin di zaman ini tidak demikian, ketika imam salam langsung jama’ah pria bubar, hingga terjadi ikhtilath di pintu-pintu dan jalan-jalan masjid, belum lagi mata-mata nakal, yang datang berlambat-lambat supaya mencuri-curi pandang ke wajah-wajah cantik, atau merekam dengan HP kamera atau video?!.
Maka kami berpendapat bagi wanita yang sholat di masjid yang tidak ada penyekatnya untuk tetap mengenakan penutup wajahnya.
Terjadinya kesalahan sholat karena tidak bisa melihat imam bukan suatu dalil untuk membolehkan membuka wajah di hadapan para lelaki yang bukan mahrom, sebagaimana terjadinya kesalahan jama’ah pria di lantai dua masjid atau di teras masjid bukan suatu dalil tentang utamanya membuat jama’ah kedua atas jama’ah pertama.
Orang yang berakal tidak akan mungkin mencari keutamaan dengan melanggar kewajiban.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (11/1/1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar