Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Benarkah Dakwah Salafiyyah Identik Dengan Suka Berghibah ?

ghibahTanya: Apa benar dakwah salafiyyah identik dengan ghibah dan tidak menjaga lisan?.
Jawab: Kenyataan yang kita dapati demikian, banyak dari orang-orang yang tidak suka beralasan dengan alasan tersebut, padahal kalau kita melihat kepada orang-orang yang menyebarkan kerancuan seperti itu justru merekalah yang banyak berbuat ghibah, membicarakan para pembawa da’wah salafiyyah dengan tanpa haq dan tanpa dalil; si fulan kaku, keras dan kasar ucapannya, tidak mengerti cara berda’wah, tidak faham mengkader umat dan tidak mengerti keadaan umat dan ucapan yang semisalnya, semua ini adalah kelancangan lisan yang tidak dilandasi hujjah dan dalil, justru ucapan semisal ini yang tercela, Alloh Ta’ala berkata: 
(وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا)
“Dan janganlah kamu mengucapkan apa yang tidak ada padamu ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semua itu adalah dimintai pertanggung jawabannya”.

Perkataan dan penilaian tanpa haq seperti itu justru dijelaskan oleh para ulama tentang tercelanya, adapun mengingkari kemungkaran atau menjelaskan perihal dan penyimpangan orang yang menyimpang sehingga diketahui oleh orang yang tertipu maka ini adalah boleh,  Al-Imam Abu Zakariya’ Yahya bin Syarf An-Nawawiy Rohimahulloh di dalam “Riyadhush Sholihin” telah menyebutkan enam perkara, diantaranya beliau berkata:
جرح المجروحين من الرواة والشهود وذلك جائز بإجماع المسلمين، بل واجب للحاجة
“Jarh (celaan)nya majruhin (orang-orang yang dicela) dari para periwayat dan para saksi demikian itu adalah boleh, bahkan wajib karena hajat (membutuhkan)”.
Apa yang disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawiy ini sangat banyak dalilnya, diantaranya perkataan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika menjarh (mencela) dan menta’dil (merekomendasi) shohabatnya:
وأما أبو جهم فضراب للنساء
“Dan adapun Abu Jahm maka dia adalah suka memukul terhadap para wanita”.
Beliau menyebutkan tentang Mu’awiyyah:
فصعلوك لا مال له
“Dia adalah miskin, tidaklah baginya harta”.
Dan lebih dari ini jarh seorang shohabiyyah terhadap suaminya:
إن أبا سفيان رجل شحيح
“Sesungguhnya Abu Sufyan adalah pria yang pelit (kikir)”.
Dan lebih jelas lagi jarh yang sangat keras yang dikatakan oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam kepada orang-orang khowarij:
كلاب النار، كلاب النار، كلاب النار
“Mereka adalah anjing-anjingnya neraka, mereka adalah anjing-anjingnya neraka, mereka adalah anjing-anjingnya neraka”.
Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu berkata:
والخوارج مسلمون إلا بعضهم كالذين أنكروا سورة يوسف.
“Dan khowarij adalah orang-orang Islam, kecuali sebagian mereka yang mengingkari surat Yusuf”.
Pada asalnya kehormatan seorang muslim adalah harom, namun ketika mereka menyimpang dari manhaj Ahlil Islam maka celaan dan ucapan keras seperti itu adalah boleh dipukulkan kepada mereka, walaupun mereka disifati dengan sifat:
«تحقرون صلاتكم مع صلاتهم، وصيامكم مع صيامهم»
“Kalian menganggap remeh sholat kalian (ya’ni bila dibandingkan) bersama sholat mereka, dan puasa kalian (ya’ni bila dibandingkan) bersama puasa mereka”.
Dan yang lebih jelas lagi apa yang dipaparkan oleh Al-Imam An-Nawawiy Rohimahulloh di dalam “Riyadhush Sholihin”:
وإذا رأى متفقها يتردد إلى مبتدع أو فاسق يإخذ عنه العلم، وخاف أن يتضرر المتفقه بذلك فعليه نصيحته وببيان حاله
“Dan jika dia melihat seorang yang mempelajari agama pulang pergi ke seorang mubtadi’ atau ke seorang fasiq, dia mengambil ilmu darinya, dan dia khowatir akan memberikan madhorot kepada orang yang mempelajari agama tersebut dengan sebab demikian itu, maka wajib baginya untuk menasehatinya dengan menjelaskan halnya”.
Demikian sikap seorang Imam yang bermazhab Asy-Syafi’iy, dengan itu Syaikhuna Al-Mujahid Abu Usamah ‘Adil As-Siyaghiy Rohimahulloh mengatakan:
كلام أهل العلم وبيان أحوال الرجال جرحا وتعديلا ليس من باب الغيبة
“Perkataan orang yang berilmu dan penjelasannya terhadap keadaan para pria sebagai jarh (celaan) dan ta’dil (rekomendasian) bukanlah termasuk dari bab ghibah”.
Wallohu A’lam Waahkam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (7/2/1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar