Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Hujjah Yang Akan Menghujat

anigif hujatan
Tanya: Sampai mana batasan seseorang dikatakan duduk dengan hizbi dan dihukumi sama dengan mereka?, karena ana baca tulisan yang judulnya “Musuh Dalam Selimut” yang ditulis oleh Muhammad Ja’far Al-Kampari Pilliong ia bara’ dari gurunya sendiri Syekh Yahya Al-Hajury karena katanya Syekh Yahya duduk dengan Syekh Ali Hasan dan Syekh Abu Hasan Al-Ma’riby, ia bawa fatwa Syekh Muhammad bin Robi’ Al-Madkhaly, ana ingin mendapatkan bantahan dan tanggapan berbobot namun ana tidak dapatkan kecuali fatwa para pembela sang propokator lalim Abu Hazem Magetan yang berbunyi “Muhammad Ja’far itu kesurupan jin di Dammaj, lalu diruqyah sama Ustadzuna Abu Hazem”, setelah itu mereka keluarkan fatwa jarahan kepada antum Al-Limbory yang disebar luaskan oleh orang-orang mereka di Sulawesi, ana mohon kepada antum untuk membantah syubhat Abu Ja’far Al-Kampari ini?. Jaazakumullah khairan kabiran. 


Jawab: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika keluar hijroh dari Makkah ke Madinah maka kaum muslimin di Madinah menyambut beliau, dan yang datang bertemu beliau termasuk ada dari orang-orang munafiq, bahkan lebih jelas dari ini orang-orang Yahudi datang kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, begitu pula para pembesar kaum musyrikin ikut datang menemui beliau, hingga beliau melayani mereka dan mengabaikan shohabatnya, Alloh berkata tentang mereka:
(أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ * فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ)
“Adapun orang yang merasa cukup maka kamu melayani baginya”.
Demikian pula keadaan Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu, ketika beliau keluar hijroh dari Dammaj ke Sana’a lalu ziaroh ke kerajaan Saudi Arobia maka kaum muslimin berbondong-bondong menemuinya, yang dikenal maupun tidak dikenal ikut bersalaman dan bertemu dengan beliau, termasuk orang-orang yang disebutkan oleh mereka.
Tidaklah Al-Imam Al-Wadi’iy Rohimahulloh diusir dari Saudi melainkan karena sebab penghukuman seperti yang mereka tetapkan ini, mereka menuduh Al-Wadi’iy termasuk pengikut Juhaiman karena bertemu dengannya.
Padahal kalau kita melihat atau menerapkan apa yang mereka tetapkan itu maka sungguh putra murji’ Robi’ yang bergelar Doktor itu lebih pantas untuk dihujati dengan penghukumannya sendiri karena sering ke Jami’ah Islamiyyah Madinah dan bahkan menjadi dosen di sana, apakah dia menganggap semua dosen atau para mahasiswa semanhaj dengannya?.
Alhamdulillah kami tidak mendengar bahwa Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy datang mengisi muhadhoroh atau menyampaikan ceramah di Jami’ah Iman Sana’a, dan tidak pula kami dengar setelah keluar dari Dammaj beliau datang ke Ma’bar mengisi muhadhoroh atau mengajar di sana dan tidak pula kami dengar bahwa beliau di Saudi sekarang ini duduk dengan para hizbiyyun atau mencari pendukung untuk bersama-sama menghukumi Abdurrohman Al-Adniy sebagai hizbiy atau menghukumi Prof. DR. Robi’ sebagai murji’.
Keadaan yang di Fiyusy sekarang ini sebagai jawaban untuk mereka, siapa sebenarnya Abdurrohman Al-Adniy yang mereka perjuangkan mati-matian ketika itu?, dan siapa sebenarnya Muhammad Al-Imam Cs yang mereka sanjung-sanjung itu?:
(فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ)
“Maka ambillah pelajaran oleh kalian, wahai orang-orang yang memiliki pandangan”.
Adapun yang menjarh kami atau melarang serta menekan kami maka cukup Alloh tempat pengaduan kami:
* Orang-orang yang mempermasalahkan kami karena kami menjawab pertanyaan-pertanyaan atau bahasa mereka “berfatwa” maka mereka akan mendapatkan akibatnya -Biiznillah- di saat mereka nanti akan memberi jawaban terhadap pertanyaan, kecuali kalau mereka tidak menjawab pertanyaan, namun disaat mereka menjawab pertanyaan maka mereka akan mengatahui akibatnya, Alloh Ta’ala berkata:
(وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ) -إلى قوله- (أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ)
“Dan janganlah kalian menyamarkan kebenaran dengan kebatilan, dan kalian menyembunyikan kebenaran sedangkan kalian adalah mengetahui” -sampai perkataan-Nya- “Mengapa kalian memerintahkan kepada manusia suatu kebaikan dan kalian melupakan diri-diri kalian sedangkan kalian adalah membaca Al-Kitab (Al-Qur’an)?, tidakkah kalian mau berpikir?”.
*Orang-orang yang berusaha memboikot dan melarang tersebarnya tulisan atau jawaban kami maka mereka juga akan mengetahui akibat perbuatan mereka, orang-orang yang mendahului mereka sudah mulai terlihat akibat perbuatan tersebut -semoga mereka akan melihat pula akibat perbuatan mereka-:
(وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ)
“Dan apa saja yang menimpa kalian dari suatu musibah maka dia adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian”.
Adapun ketentuan seseorang yang bertemu dengan orang lain, dia dihukumi sebagai teman duduk atau dihukumi sama dengannya maka bila dia melakukan diantara dua perkara berikut ini:
1. Dengan pertemuan itu terjalinlah hubungan persahabatan (berteman), Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل»
“Seseorang di atas agama sahabatnya, maka lihatlah salah seorang diantara kalian siapa yang dijadikan sahabat”.
Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu mengatakan setelah menyebutkan hadits tersebut:
هذا هو الأصل أما من كان ناصحًا له فالنصح له حدود، وإن أعرض يعرض عنه، وعن مجالسته حفاظًا على الدين من شبهاته.
“Ini adalah asal (ya’ni hukumnya), adapun orang yang keberadaannya memberikan nasehat kepadanya maka nasehat memiliki batasan-batasan, jika dia berpaling (ya’ni tidak menerima nasehat tersebut) maka berpaling darinya dan dari duduk dengannya sebagai penjagaan atas agama dari kerancuan-kerancaunnya”.
2. Pertemuan terus berulang bersamanya, dengan tanpa ada pengingkaran terhadap kebatilannya serta tidak berlepas diri darinya.
Alloh Ta’ala berkata:
(لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ)
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum, yang mereka beriman kepada Alloh dan hari akhir (kiamat) saling mencintai dengan orang-orang yang memusuhi Alloh dan rosul-Nya, walaupun keberadaan mereka itu adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudari mereka atau kerabat-kerabat mereka”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy (3/2/1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar