Tanya: Apakah benar ada dalil tentang puasa tiga hari dibulan Muharrom, yaitu puasa ‘asyuro’, puasa sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya?.
Jawab: Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy -semoga ampunan Alloh untuknya- pernah ditanya:
هل ورد في صوم عاشوراء حديث: «صوموا يومًا قبله أو يومًا بعده»؟.
“Apakah shohih pada puasa ‘asyuro’ ada hadits: “Berpuasalah kalian sehari sebelumnya dan sehari setelahnya”?,
beliau -semoga ampunan Alloh untuknya- menjawab:
لا أعرف حديثًا ثابتًا في هذا التعيين، وإنما قال النبي: «لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع»، عزم النبي صلى الله عليه وآله وسلم أن يصوم التاسع قبل العاشر، أما بعده فتحري ذلك ليس من السنة.
“Aku tidak mengetahui ada satu hadits shohihpun pada penentuan ini, hanya saja Nabi (‘Alaihissholatu wassalam) berkata: “Kalaulah aku masih hidup sampai tahun depan maka sungguh aku akan berpuasa pada hari yang ke sembilan”. Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bertekad untuk puasa pada hari kesembilan sebelum hari kesepuluh, adapun setelahnya, maka memilih (puasa padanya) bukanlah termasuk dari sunnah”.
Demikian pendapat Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy -semoga Alloh mengampuninya-.
Adapun kalau seseorang ragu tentang kapan jatuhnya hari ‘asyuro’ maka Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal -semoga rohmat Alloh untuknya- mengemukakan pendapatnya:
فإن اشتبه عليه أول الشهر صام ثلاثة أيام، وإنما يفعل ذلك ليتيقن صوم التاسع والعاشر
“Jika rancu (tidak jelas) baginya tentang awal bulan, lalu dia berpuasa tiga hari, dan hanyalah dia melakukan itu untuk bertambah meyakinkan tentang puasa hari kesembilan dan kesepuluh”.
Namun yang benar dalam masalah ini hendaknya seseorang membangun ibadahnya di atas keyakinan yang benar-benar, dengan menentukan hari ‘asyuro’, sesuai dengan cermatannya terhadap hilal tanggal satu Muharrom, jika tidak tampak maka dia genapkan Dzulhijjah tiga puluh hari, setelah itu dia mulai menghitung hari di awal Muharrom, sehingga dia tidak salah hari dalam berpuasa dan tidak pula ragu, ini salah satu solusi tepat dalam meninggalkan keraguan:
دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
“Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu kepada apa-apa yang tidak meragukanmu”.
Dan termasuk dari ketidak tepatan adalah melakukan puasa pada hari kesembilan lalu meninggalkan puasa pada hari kesepuluh, Alhamdulillah telah ada penjelasan yang bagus tentang masalah ini yaitu apa yang dikatakan oleh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah -semoga Alloh merohmatinya:
….إفراد العاشر وحده بالصوم، وأما إفراد التاسع فمن نقص فهم الآثار، وعدم تتبع ألفاظها وطرقها.
“….Menyendirikan hari kesepuluh saja dengan berpuasa, adapun menyendirikan hari kesembilan maka dia termasuk kurangnya pemahaman terhadap atsar, dan tidak adanya penelitian terhadap lafahz-lafahz dan jalur-jalurnya”.
Adapun dalil penentuan untuk puasa ‘asyuro’ pada hari yang ke sepuluh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu ‘Isa At-Tirmidziy dari Ibnu ‘Abbas -semoga keridhoan Alloh untuknya- berkata:
أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بصوم يوم عاشوراء، يوم العاشر
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah memerintahkan untuk berpuasa pada hari ‘asyuro’ yang dia hari yang ke sepuluh”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu di Darul Hadits Sana’a (3 Muharrom 1436).
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu di Darul Hadits Sana’a (3 Muharrom 1436).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar