Biografi
Muhammad Al-Limboriy
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده
ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا من يهده الله، فلا
مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن
محمداً عبده ورسوله.
أما بعد:
Data-data ini kami tulis berdasarkan
pengenalan kami terhadap beliau selama di kampus POLTEKKES Surabaya dan kami
ketahui pula tentang beliau dengan terus mengikuti dengan cara banyak membaca
tulisan-tulisan beliau yang sudah banyak tersebar di internet, -semoga Alloh
menjaga dan memberkahi umur, ilmu dan perjuangan beliau-.
Ditulis
oleh teman kuliahnya Abdi
Prasetio (Abul Barokat).
Mengenal Lebih Dekat Muhammad
Al-Limboriy
Nama Beliau: Muhammad bin Salim.
Tempat Tanggal Lahir: Beliau lahir di Limboro
(Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kepulauan Maluku) pada
tanggal 25 Januari 1985.
Ketika beliau lahir orang tuanya
menamainya dengan nama Khidhir yang diambil dari nama Nabi Khidhir (عليه السلام), ketika beliau masuk sekolah MIM (Madrasah Ibtidaiyyah
Muhammadiyyah) di Limboro maka guru sekolah salah menulis nama beliau, beliau
ditulis dengan nama Haider Mursalim.
Saya
mengenal beliau ketika kami kuliah di POTEKKES (Politeknik Kesehatan) Surabaya.
Beliau selama kuliah, pada waktu diluar kuliah beliau senang mengunjungi
toko-toko buku Agama Islam dan termasuk hobi beliau adalah membaca buku-buku
agama, tempat kos-kosan beliau banyak didapati buku-buku agama Islam, beliau
lebih suka membeli buku agama Islam dari pada membeli buku-buku yang berkaitan
dengan bidang kuliahnya.
Setelah
mengikuti jadwal kuliah beliau selalu menyempatkan diri hadir di
majelis-majelis ilmu Agama yang diadakan di masjid-masjid kampus, seperti di
UNAIR (Universitas Airlangga) Surabaya dan ITS (Institut Teknologi Surabaya).
Setelah
beliau menyelesaikan studinya dan mendapatkan gelar ahli madya teknik
elektromedik beliau memfokuskan belajar agama Islam, beliau mendalami ilmu
agama di beberapa pondok pesantren di Jawa dan sempat belajar di salah satu
pondok pesantren di Makassar.
Beliau
selama belajar di beberapa pondok pesantren beliau sempat menulis beberapa buku
yang ketika itu beliau masih menggunakan nama Khidhir
Al-Limbory dengan kuniah beliau Abul 'Abbas.
Setelah
setahun beliau belajar di beberapa pondok pesantren di Indonesia beliau ke
Darul Hadits Dammaj-Sho'dah-Yaman, dan di Dammaj inilah kemudian beliau
mengganti nama dengan nama Muhammad dan berkuniah Abu Ahmad, beliau sampai sekarang ini masih di Darul Hadits
Dammaj.
Kegiatan dan Aktivitas beliau di Dammaj:
v Belajar ilmu agama di bawah bimbingan para ulama
Ahlussunnah wal Jama'ah.
v Mengajari saudara-saudaranya bila mereka memintanya
untuk mengajari mereka.
v Membaca, membahas (mengkaji) dan menulis.
v Melakukan ribath (jaga) untuk mengantisipasi serangan
dan makar para pemberontak orang-orang kafir Rofidhoh.
Dengan
adanya permintaan dari teman-temannya untuk menulis biografi beliau maka beliau
sendiri telah menulisnya dengan judul "KISAHKU KETIKA DI INDONESIA TANAH AIRKU".
Demikian yang bisa kami tulis semoga
bermanfaat dan semoga Alloh merezkikan kami dan beliau dengan keistiqomahan di
atas al-haq hingga akhir hayat.
Menelusuri Sejarah
Kebudayaan Buton
بِسمِ الله الرَّحمنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ، أَحْمَدُهُ،
وَأَسْتَعِينُهُ، وَأَسْتَنْصِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما
بعد:
Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Abdulloh
bin 'Abbas semoga Alloh meridhoi keduanya, bahwaAbu
Sufyan bin Harb menceritakan kepadanya, ketika beliau pergi ke negri
Syam untuk berdagang maka raja Hiraklius mengundangnya lalu bertanya kepadanya
tentang Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam:
"كَيْفَ نَسَبُهُ فِيكُمْ؟".
"Bagaimana dengan nasabnya di sisi
kalian", beliau berkata:
"هُوَ فِينَا ذُو نَسَبٍ".
"Dia di sisi kami memiliki nasab".
Dengan hadits ini menunjukan tentang pentingnya
bagi seseorang untuk mengenal nasab (jalur dari keturunan)nya, walaupun
seseorang memiliki jalur keturunan yang dipandang kurang baik misalnya bapak
atau nenek moyangnya adalah kaum musyrikin maka tidak mengapa dia
menyebutkannya, sebagaimana Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«أَنَا النَّبِيُّ لَا كَذِبْ أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ».
"Aku adalah seorang nabi, bukan pendusta,
aku adalah putranya 'Abdul Muththolib". Diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Al-Baro'
bin 'Azib.
Telah kita ketahui bersama bahwa bapak
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam adalah Abdulloh bin
'Abdil Muththolib, namun pada hadits ini beliau hanya menyebutkan bahwa
beliau adalah putra Abdul Muththolib, hal itu beliau katakan karena dua sebab:
Sebab pertama: Karena Abdul Muththolib adalah orang yang
terpandang dan terkenal di kalangan Arob.
Sebab kedua: Karena adanya pertanyaan, sebagaimana
datang dalam suatu riwayat, yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Abdulloh
bin 'Abbas semoga Alloh meridhoi keduanya bahwa
Bani Sa'd bin Bakr mengutus Dhimam bin Tsa'labah untuk bertanya kepada
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, ketika sampai di
tengah-tengah kaum muslimin dia bertanya:
"أَيُّكُمُ ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟".
"Siapa diantara kalian dari putranya Abdul
Muththolib?". Maka Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam menjawab:
"أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ".
"Aku adalah putra 'Abdul Muththolib". Dia bertanya lagi:
"مُحَمَّدٌ؟"، قَالَ:
"نَعَمْ".
"Kamu adalah Muhammad?", beliau
menjawab: "Iya".
Abdul Muththolib adalah termasuk orang-orang
musyrik (menyekutukan Alloh) dan dia mati dalam keadaan musyrik, namun
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam tetap menyebutkannya,
karena nasab (jalur keturunan) dari Abdul Muththolib ketika itu sangat terpandang
di kalangan orang-orang Arob.
Dengan melihat hal tersebut maka kami sengaja
pada kesempatan ini menuliskan sejarah kebudayaan Buton, yang kami termasuk
salah seorang dari keturunan yang berasal dari suku Buton.
Semoga apa yang kami tulis ini dapat diambil pelajaran oleh mereka yang
bersuku Buton khususnya dan umat manusia pada umumnya, dan semoga tulisan ini
menjadi sebab bagi mereka untuk mencintai ajaran Islam yang murni ini.
وبالله التوفيق
وصلى الله على
نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Ditulis oleh Hamba yang Faqir atas Ampunan Robbnya
Abu Ahmad
Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman
Pada hari Sabtu 24 Syawwal 1434.
MENGENAL
BUTON
Buton adalah suatu nama daerah yang dia termasuk salah
satu daerah yang berada di pulau Sulawesi.
Nama Buton yang lebih terkenal di kalangan keturunan
anak-anak Buton adalah "Wuta Wolio" yang berma'na "Tanah
Leluhur".
Kata "Buton" jika diartikan ke dalam bahasa
Holimombo yaitu "Buto" yang berma'na "Bau",
maka tidak heran bila kemudian nama ibukotanya disebut dengan
"Bau-bau".
Penamaan
seperti itu adalah wajar, mungkin karena didapati di dalam daerah tersebut
terdapat suatu kebudayaan yang mengerikan alias "bau" yang tidak ada
pada daerah lainnya, dengan melihat hal tersebut maka pada kesempatan ini kami
akan menyebutkan beberapa kebudayaan Buton yang sangat bertentangan dengan
nilai-nilai Islam.
MENGENAL KERATON BUTON
Keraton
Buton atau dikenal sebagai masjid Agung Keraton Buton atau disebut juga dengan
masjid Agung Wolio yang dahulunya adalah keraton (istana) kerajaan, setelah
agama Islam masuk ke Buton maka dijadikanlah keraton tersebut sebagai masjid.
Masjid
ini sudah mengalami pemugaran sejak pemerintahan Sultan Buton ke-13 pada tahun
1930 Masehi, masjid ini memiliki 12 (dua belas pintu) pada ke 4 (empat) sisinya
dan 12 (dua belas) jendela di bagian atas, diinginkan dari jumlah pintu dan
jendela tersebut untuk menyesuaikan dengan jumlah pintu pada benteng Wolio yang
juga berjumlah 12 (dua belas) pintu.
Para
pemuja keraton ini menegaskan bahwa di dalam masjid ini terdapat pusena
(pusatnya bumi), di belakang mihrob terdapat lubang, yang para pemujanya
meyakini bahwa lubang ini yang tembus ke kota Makkah di KSA (Kerajaan Suadi
Arobia) yang jauh sana, sebagian yang lain yang mengatakan bahwa lubang
tersebut seperti sumur kalau seseorang memasukinya maka dia akan terjatuh terus
menerus dan tidak akan sampai ke dasar bumi hingga hari kiamat. Sebagian lagi menyatakan kalau seseorang melihat ke
permukaan lubang tersebut maka dia akan melihat keluarganya atau kawan-kawannya
yang sudah meninggal dunia, dimanakah tempat mereka? Di Jannah atau di neraka?.
Sebagian mereka mengatakan pula bahwa berapapun
banyaknya jama'ah yang hadir sholat Jum'at di masjid Keraton Buton maka selalu
menampung semuanya, bila tinggal satu shoff mau penuh maka akan tambah lagi
shoff berikutnya hingga tidak penuh-penuh. Jadi mereka meyakini bahwa
masjid itu meluas terlihat dari dalam adapun kalau dilihat dari luar maka tidak
meluas.
Dan masih sangat banyak khurofat dan kisah-kisah aneh
yang mereka munculkan tentang masjid tersebut.
BENTENG KERATON KERAJAAN BUTON
Pada
dinding tebing sebelah timur benteng keraton dahulunya terdapat sebuah goa
kecil (ceruk), goa ini adalah termasuk tempat persembunyian Raja Aru Palaka
tatkala tentara Sulthon Hasannudin telah menguasai jantung pertahanan
kesulthonan Buton.
Bala tentara Sulthon Hasannudin tidak mudah untuk
menemukan goa tersebut karena lokasinya penuh kamuflase dan sangat taktis. Para
pengunjung tidak akan bisa melihat ruang dalam gua melainkan dengan cara
memanjat sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Aru Palaka, karena sudut dinding
tebing yang sangat terjal, dan pintu goa terletak sekitar dua meter di atas
ujung jalan setapak.
MENGENAL
LEBIH DEKAT RAJA ARU PALAKA
Aru
Palaka adalah raja di kerajaan Bone, dan dia masih mengalir darah Buton, bahkan
dia dikatakan sebagai sepupu sekali dengan La Baluwu, dan La Baluwu ini
kedudukannya di kerjaan Buton sebagai Sapati, yaitu seperti mentri yang menjabat
sebagai pembantu Sulthon Buton dalam menangani urusan dalam negri Kesulthonan
Buton.
Dan Raja Aru Palaka, ketika sudah sampai di Buton, dia
dinamai dengan La Tondu. Nama yang berawalan "La" adalah nama
orang-orang Buton, dan ini khusus bagi para pria, adapun wanita maka berawalan
"Wa". Adapun namanya "Tondu" dalam bahasa Holimbo berma'na "Tenggelam",
yang diinginkan dengan nama ini adalah disembunyikannya dari kejaran pasukan
Sulhton Hasannudin.
Sapati Baluwu yang termasuk dari orang yang
menyembunyikannya dan yang memberikan jaminan keamaan kepadanya ketika dia
menjadi boronan bala tentara Sulthon Hasannudin. Ini sebagai bantahan terhadap
orang-orang Buton dan orang-orang Bone yang mereka mengatakan bahwa Raja Aru
Palaka adalah sakti, pendekar, bisa menghilang, bisa lari di bawa tanah, bisa
lari di atas air, namun ternyata dia hanya bisa bersembunyi di dalam goa, dan
ternyata dia dinaungi supaya tidak ditemukan oleh bala tentara Sulthon
Hasannudin, dimana kesaktian itu?. Kalaupun seandainya Raja Aru Palaka dan para
pembantunya benar sakti dan bisa seperti yang disebutkan maka itu adalah sihir
yang diajarkan oleh para syaithon kepada mereka, Alloh Ta'ala berkata:
{وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ
السِّحْرَ} [البقرة: 102]
"Akan tetapi para syaithonlah yang telah
kafir, mereka mengajarkan manusia dengan sihir". (Al-Baqoroh: 102).
Abul 'Abbas Ahmad Al-Harroniy Rohimahulloh berkata:
"فإن السحر كثير منه يكون بالشياطين".
"Maka sesungguhnya sihir kebanyakan darinya
adalah dari para syaithon".
Ketika Raja Aru Palaka atau yang dikenal
dikalangan orang-orang Holimombo dengan nama "La Tondu" ini
bersembunyi dan bernaung di kerajaan Buton maka dia diberi pemuliaan dengan
dijadikan sebagai "Lakina Holimombo", dalam struktur
Kesulthonan Buton jabatan "Lakina" merupakan pemimpin sebuah
daerah yang terdiri atas beberapa wilayah kecil.
Dengan kepemimpinan ini Raja Aru Palaka memanfaatkannya untuk menyusun
kekuatan baru dalam rangka untuk merebut kembali kekuasaannya yang ada di Bone,
dan juga dalam rangka menyusun kekuatan untuk menyerang kerajaan Sulthon
Hasannudin.
Ketika penjajah Belanda mengetahui bahwa telah terjadi pertempuran antara
pasukan Sulthon Hasannudin dengan pasukan Raja Aru Palaka maka mereka
menjadikannya sebagai kesempatan emas untuk memerangi Sulthon Hasannudin,
dengan sebab itu terjadilah bersekutuan antara pasukan penjejah Belanda dengan
pasukan Raja Aru Palaka, juga adanya tambahan pasukan dari pihak Belanda dengan
didatangkannya pasukan Kapten Yonker dari Ambon yang bersekutu dengan Raja Aru
Palaka dalam melawan Sulthon Hasanudin.
Pada pertempuran ini yang paling memberi peran besar adalah pasukan Raja
Aru Palaka, karena pasukannya juga berhasil mendorong suku Bugis untuk ikut
melawan pasukan Sulthon Hasannudin, perbuatan seperti ini ya'ni mendukung
orang-orang kafir atau menjadikan mereka sebagai teman maka sangat jelas
bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan bisa menjadikan pelakunya keluar dari
agama Islam, Alloh Ta'ala berkata di dalam Al-Qur'an:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ
مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ}
[المائدة: 51].
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasroni menjadi teman-teman (kalian);
sebagian mereka adalah teman-teman bagi sebagian yang lain. Barangsiapa
diantara kalian menjadikan mereka menjadi teman, maka sesungguhnya dia termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zholim". (Al-Maidah:
51).
Ketika Sulthon Babulloh memerangi para penjajah
Barat dan dia melakukan perluasan kekuasan hingga sampai ke Sulawesi dan Buton
termasuk salah satu wilayah kekuasaannya maka terjadilah perlawanan antara
pasukan Sulthon Babulloh dengan pasukan dari kerajaan Buton yang berpusat di
Keraton Buton, pada peperangan ini membuahkan sejarah pahit bagi masyarakat
Buton dan menjadi luka yang terwarisi oleh anak keturunan yang bersuku Buton,
mereka sering mengisahkan kepada anak cucu mereka bahwa dahulu pernah ada "Sanggila"
yang sangat jahat, keluar masuk perkampungan dengan menyembelih dan membantai
penduduknya. Dengan melihat kenyataan seperti ini maka sungguh benar apa yang
dikatakan oleh seorang Ratu dari negri Saba' sebagaimana yang Alloh Ta'ala sebutkan
di dalam Al-Qur'an:
{قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا
وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ} [النمل: 34]
"Dia (Ratu negri Saba') berkata:
"Sesungguhnya para raja apabila memasuki suatu negri, niscaya mereka membinasakannya,
dan mereka menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina; dan demikian pulalah
yang akan mereka perbuat". (An-Naml: 34).
Sanggila adalah kata dari bahasa Holimombo yang
berma'na julukan terhadap pasukan dari kerajaan Kesulthonan Ternate yang menguasai
Buton ketika itu.
Mereka juga bercerita: "Ketika "Sanggila"
ini masuk ke Holimombo maka penduduknya berlarian ke gunung-gunung.
Dari kejadian ini sebagai bantahan kepada anak cucu yang bersuku Buton,
yang seringkali mereka berkata: "Kakek-kakek kami dahulu sakti-sakti,
mereka bisa terbang, mereka kebal, mereka bila dibunuh setelah itu hidup
lagi", dimana kesaktian itu?, kenapa ketika pasukan Sulthon Babulloh masuk
ke negri mereka, maka mereka berlarian ke gunung-gunung dan terpencar-pencar kesana
kemari, dimana kesaktian mereka itu?.
Mereka juga bercerita: "Ketika "Sanggila" ini masuk
ke Holimombo maka penduduknya berlarian ke gunung-gunung, mereka meninggalkan
rumah-rumah mereka, pada suatu hari "Sanggila" masuk ke
suatu rumah lalu didapatilah seorang wanita cantik, maka wanita ini kemudian
dibawa oleh pasukan Sulthon Babulloh, sampai di Ternate wanita cantik tersebut
dinikahkan, dari wanita tersebut kemudian melahirkan banyak keturunan yang
marga mereka disebut dengan "Dedengo", ketika terjadi perang
kemerdekaan dalam upaya mengusir penjajah Belanda dari Tanah Air Indonesia maka
salah seorang pemuda Holimombo yang bernama Maruhadi ikut mendaftarkan diri
sebagai tentara Nasional dengan nama "Dengo" sebagai bentuk
penisbatan kepada marga "Dedengo".
Dan beliau menamakan salah seorang anaknya
dengan nama "Dengo" supaya selalu mengenang sejarah
perjuangannya dalam membela Tanah Air Indonesia dan juga mengenang marga "Dedengo".
MENGENAL
LEBIH DEKAT MARUHADI ALIAS "DENGO"
Dia termasuk salah satu anak keturunan yang
bersuku Buton, dia menikah dengan saudari kandung nenek kami.
Dia bersama istrinya yang memelihara ibu kami,
karena ibu kami adalah seorang anak yatim, yang masih kecil ditinggal mati oleh
kedua orang tuanya.
Kedudukan Maruhadi ini kami anggap sebagai kakek angkat yang telah
memelihara ibu kami, istrinya sebagai adik kandung nenek kami sekaligus ia yang
menyusui kami ketika kami masih kecil, jadi kami memanggilnya sebagai nenek,
dan putra-putrinya kami anggap sebagai para paman dan para bibi sekaligus
sebagai saudara susuan kami.
Dia (Maruhadi) bercerita kepada kami ketika kami masih di Limboro:
"Dulu ketika kami berperang melawan Penjajah kami tidak memiliki senjata,
kami menggunakan bambu runcing, lalu kami mendatangi tentara-tentara Walanda
(ya'ni Belanda) yang sedang jaga, kami tusukan bambu tersebut kepada mereka,
lalu kami ambil senjata-senjata mereka".
Dia juga bercerita kepada kami: "Terkadang
para wanita datang merayu-rayu tentara Walanda (Belanda), lalu wanita-wanita
itu membunuh para tentara Walanda dan dibawa senjatanya, kemudian diberikan
kepada teman-teman kami para tentara".
Dia juga bercerita kepada kami: "Ketika teman-teman kami memasak makan
dengan panci yang sangat besar, tiba-tiba datang kapal udara (ya'ni pesawat
terbang) membom tempat-tempat kami, hingga terkadang masakan yang dimasak oleh
teman-teman kami tidak sempat dimakan".
Ketika terjadi kerusuhan di Ambon pada tahun 1999 Masehi, Abul 'Abbas
Harmin Al-Limboriy Rohimahulloh jika pulang kampung, beliau
seringkali bertanya kepada sang kakek tersebut tentang cara penggunaan senjata
maka dia menjelaskannya seakan-akan senjata-senjata itu berada di hadapanya.
Setelah para tentara Belanda meninggalkan Tanah
Air Indonesia, dia meninggalkan jabatannya sebagai komandan terhadap
teman-temannya para tentara Nasional, dan dia pergi ke Limboro, setelah beliau
memiliki putra dan putri, dia menamakan salah seorang putranya dengan nama
"Dengo" supaya selalu mengenang sejarah perjuangannya dalam
membela Tanah Air Indonesia dan juga mengenang marga "Dedengo".
Dia pernah bercerita kepada kami: "Ketika
tentara Belanda sudah menyerah dan mereka harus mengangkat kaki dari Tanah Air
Indonesia maka mereka menangis, mereka ingin tetap di Tanah Air
Indonesia".
Dia juga berkata: "Para penjajah yang
paling keras dan jahat adalah penjajah Japa'a (ya'ni tentara Jepang), mereka
lebih jahat dari tentara Walanda (ya'ni tentara Belanda)".
Ada salah seorang dari kampung Limboro yang dahulunya juga termasuk dari
pejuang nasional, dia berkata: "Ketika aku mendengar bahwa pemerintah
Indonesia akan memberikan penghargaan kepada para pejuang nasional maka aku
bergegas ke Ambon untuk memberitahu pihak pemerintah bahwa aku termasuk dari
pejuang nasional, sesampainya di kantor namaku dicari-cari apakah ada di daftar
nama-nama pejuang nasional ataukah tidak?, hari pertama dicari namun tidak
ditemukan, pada hari kedua baru namaku ditemukan, adapun nama Maruhadi (Dengo)
pada hari pertama, sekali buka langsung aku melihat namanya, hal itu karena dia
komandan kami, dan aku termasuk dari anak buahnya".
Setelah ditemukan namanya diapun diberi banyak uang dan diberi pakaian
seragam tentara sebagai bentuk penghargaan kepadanya, ketika para keluarga dan
anak cucu Maruhadi mendengar orang tersebut, merekapun memintanya untuk ikut ke
Ambon memberitahu pihak pemerinta tentang keadaannya, namun beliau tidak
menginginkan itu.
Kami sengaja menyebutkannya pada tulisan ini sebagai bantahan terhadap
orang-orang yang menganggap bahwa orang-orang Buton tidak ada pahlawannya,
mereka hanyalah sebagai para pengkhianat negara. Maka ini sebagai jawaban kalau ternyata ada dari
orang-orang Buton memiliki pahlawan yang tidak ingin dikenal.
TERPENCARNYA
PENDUDUK BUTON
Sebab terpencarnya penduduk Buton karena 3
(tiga) sebab:
Pertama: Karena serangan dari pasukan Sulthon Hasannudin.
Ketika pasukan Sulthon Hasanuddin menaklukan kerajaan Raja Aru Palaka di
Bone maka masyarakat Bone terpencar-pencar, ada yang lari di sekitar wilayah
Bone dan adapula yang lari bersama Raja Aru Palaka menuju Kerajaan Buton,
pasukan Sulthon Hasannudin terus mencari dan menelusuri jejak-jejak Raja Aru
Palaka bersama pasukannya, dengan pencarian dan penelusuran ini mengakibatkan
banyak dari masyarakat Buton ketakutan dan banyak pula yang tidak mau terlibat
dalam pertempuran itu lari meninggalkan Buton, ada yang ke Maluku dan ke
beberapa daerah lainnya di bagian timur Nusantara.
Sebab
kedua: Karena serangan
pasukan Sulthon Babulloh yang mereka nama dengan "Sanggila". Dengan
serangan ini termasuk penyebab terkuat di zaman itu mereka berlarian, pada
penyerangan ini kebanyakan mereka lari ke bagian barat Nusantara, ada yang ke
Makassar, ada yang ke Kalimantan, ada yang ke Jawa dan adapula yang ke arah
Bima-Nusa Tenggara.
Sebab
ketiga: Mencari
perekonomian dan pencaharian hidup ke negri-negri lain.
Penyebab yang ketiga ini yang merupakan sebab
utama terpencarnya masyarakat Buton ke negri-negri lainnya di luar Buton.
Tidak lama kemudian masyarakat Buton banyak
berpindah dari Buton ke Maluku, diantara mereka adalah La Bisana, dia bersama
keluargnya meninggalkan pulau Buton menuju pulau Seram di bagian barat dengan
menumpang perahu berlayar, dan mereka berlabuh di tepi pantai yang di hadapan
mereka terdapat sebidang tanah yang lumayan luas, dikelilingi gunung-gunung,
yang sekarang tempat tersebut dikenal dengan Limboro.
MENGENAL
LEBIH DEKAT "LA BISANA"
Ketika keadaan di Kesulthonan Buton sudah tidak menentu, dan juga keadaan
"Lakina Holimombo" sudah tidak menentu, bersamaan dengan
itu terjadinya penindasan, yang kuat menindas yang lemah, rakyat kecil bekerja
yang penghasilannya untuk para pembesar-pembesar seperti para keturunan para
pembesar keraton dan para "Ode", dengan keadaan itu sering
kita mendengarkan anak keturunan para "Ode" berkata:
"Para Ode dan keturunan orang-orang besar keraton mereka
tidak bekerja, masyarakat yang bekerja untuk mereka. Dan mereka mengambil hasil
pekerjaan masyarakat".
Dengan sebab inilah dan sebab-sebab lainnya membuat La Bisana memilih untuk
pindah ke pulau Seram bagian barat, beliau membawa keluarganya dan juga membawa
kenangan-kenangannya ketika di Buton berupa pakaian para pembesar berupa sabuk
emas, pakaian dan selendang berwarna kuning mudah, dan satu peti kecil yang
berisi keris pusaka, namun sayangnya ketika dia meninggal kenang-kenangannya
tidak diperhatikan oleh anak cucunya, datang para cucunya ke rumahnya, ada yang
membawa kerisnya, yang lainnya juga begitu hingga keris-keris itu tidak ada
yang tersisa. Begitupula pakaian
dan selendangnya, salah seorang putrinya memotong-motongnya dan menjadikannya
untuk sarung bantal, sehingga tidak ada yang tersisa dari kenangan-kenangan itu
melainkan hanya sabuk emasnya.
Sesampainya dia dan keluarganya serta teman-temannya di Limboro mulailah
mereka bermusyawarah untuk membuka lahan baru, supaya dijadikan sebagai suatu
perkampungan, dengan musyawarah itu dinamailah kampung tersebut dengan nama
Limboro yang diambil dari kata "Limbo" yang berma'na
perkumpulan atau musyawarah.
Dari musyawarah tersebut diputuskan pula siapa yang akan menjadi kepala
kampung?, La Bisana selaku tokoh masyarakat yang terpandang dan disegani tidak
sedikitpun berambisi supaya diangkat sebagai kepala kampung, dia tidak
menginginkan sedikitpun karena latar belakang berpindahnya dia supaya hidup
sebagaimana halnya rakyat biasa, yang hidup dengan usahanya sendiri, dan dia
menganggap bahwa tanggung jawab menjadi seorang pemimpin adalah berat, dimintai
pertanggung jawaban di dunia dan akhirat. Anggapan itu adalah benar, karena
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
"Pemimpin adalah penanggung jawab dan akan
dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari
hadits Ibnu 'Umar.
Di kampung Limboro inilah La Bisana mulai
membuka pengajian Al-Qur'an, dia mengajar anak-anak cucunya dan anak-anak warga
kampung membaca Al-Qur'an, apa yang dia lakukan ini terus terwarisi, anak-anak
cucunya setelah dia meninggal dunia melakukan seperti yang dia lakukan yaitu
terus membimbing dan mengajari anak-anak kaum muslimin membaca Al-Qur'an Al-Karim,
ini adalah termasuk sunnah yang terpuji, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi
wa Sallamberkata:
«خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ».
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang
mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Utsman
bin 'Affan. Dalam riwayat lain dengan lafazh:
«إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ
القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ».
"Sesungguhnya yang paling utamanya dari
kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".
Kemudian dia dan teman-temannya mulai membangun
masjid yang bahan bangunannya dari kayu, pada masjid ini terdapat 4 (empat)
tiang besar yang keempatnya dari batang pohon kayu besar, mereka namai tiang
tersebut dengan tiang Ka'bah dengan alasan berbentuk persegi 4 (empat) seperti
model Ka'bah.
Setelah itu dia menebang sebuah pohon besar dengan alat penebang di
zamannya yang tidak secanggih alat di zaman ini, lalu mengolah dan mengukirnya
hingga menjadi bedug yang dipukul sebagai tanda kalau waktu sholat sudah masuk.
Apa yang dibuat ini bukan dari sunnah bahkan dia adalah bid'ah dan
pengikutan terhadap kebudayaan kaum kafir Yahudi dan Nasroni (Kristen), Asy-Syaikhon
meriwayatkan dari hadits Abdurrozzaq, dari Ibnu Juroij, dari Nafi', dariIbnu
'Umar, beliau berkata:
"كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ
يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَوَاتِ، وَلَيْسَ يُنَادِي بِهَا أَحَدٌ،
فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اتَّخِذُوا نَاقُوسًا
مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: قَرْنًا مِثْلَ قَرْنِ
الْيَهُودِ، فَقَالَ عُمَرُ: أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا يُنَادِي بِالصَّلَاةِ؟
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ
بِالصَّلَاةِ»".
"Dahulu kaum muslimin ketika
sudah pindah di Madinah, mereka berkumpul menentukan waktu-waktu sholat dan
tidak ada seorangpun menyeru kepada sholat, maka mereka berkata pada suatu hari
tentang demikian itu, berkata sebagian mereka: "Jadikanlah bel (lonceng)
seperti belnya orang-orang Nasroni", sebagian yang lain dari mereka
berkata: "Jadikanlah tanduk (seruling) seperti serulingnya orang-orang
Yahudi", maka Umar berkata: "Tidakkah sebaiknya kalian mengutus seseorang
untuk mengumandangkan sholat?", maka Rosululloh Shollallohu
'Alaihi wa Sallam berkata: "Wahai Bilal berdirilah lalu
kumandangkanlah azan".
Dari hadits ini menerangkan bahwa jika telah
masuk waktu sholat maka cukup dengan dikumandangkan suara azan, adapun selain
itu baik dia berupa memukul bedug, bel, meniup seruling dan yang semisalnya
maka semuanya adalahbid'ah, yang tidak boleh untuk dilakukan.
Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Al-Qosim bin Muhammad, dari'Aisyah semoga
Alloh meridhoinya, dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa
Sallam, beliau berkata:
«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ
رَدٌّ».
"Barangsiapa yang mengadakan perkara baru
di dalam perkara (agama) kami ini, yang perkara tersebut tidak ada pada agama
kami maka dia tertolak".
La Bisana memiliki beberapa anak, diantaranya
seorang putri, dari putri ini kemudian lahir Salim, dari keturunan Salim ini
kemudian lahir para penuntut ilmu dan para da'i yang menyeru kepada da'wah
Islam yang benar lagi murni, yang mereka bangkit untuk memperbaharui da'wah
nenek moyang mereka yang penuh dengan kesyirikan, khurofat, bid'ah dan ma'siat,
diantara mereka adalah Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy semoga
Alloh merohmatinya.
BERPINDAHNYA
SEBAGIAN PENDUDUK KONDOWA KE MALUKU
Dengan sebab mencari perekonomian dan pencaharian hidup keluarlah seorang
bapak dari Buton yang dia bertempat tinggal di Kondowa, dan Kondowa termasuk
satu satu wilayah kekuasaan kerajaan Kesulthonan Buthon.
Bapak tersebut keluar menuju Maluku, sesampainya di Maluku dia disambut
baik oleh masyarakat yang berkulit Arob, yang mereka juga beragama Islam, yang
sekarang mereka lebih dikenal dengan nama "orang-orang negri",
dinamai seperti itu karena mereka adalah yang pertama-tama datang ke kepulaan
Maluku. Dengan perbedaan
latar belakang ini namun tidaklah membuat mereka meliki sifat fanatik golongan,
bahkan dengan perbedaan itu membuat mereka untuk saling mengenal, Alloh Ta'ala berkata:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ
وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ} [الحجرات: 13]
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah
menciptakan kalian dari seorang lelaki dan seorang wanita dan Kami menjadikan
kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Alloh adalah orang
yang paling bertaqwa diantara kalian. Sesungguhnya Alloh adalah Al-'Alim (Maha
Mengetahui) lagi Al-Khobir (Maha Mengenal)". (Al-Hujarot: 13).
Setelah dia kembali ke Kondowa-Buton, dia
membawa seorang anak wanita kecil yang bermarga atau bernasab "Nurlete",
dan anak tersebut dia mejadikannya sebagai anak angkatnya, sesampainya di
Kondowa masyarakat mendengarkan tentang keadaan Maluku yang membuat mereka
berkeinginan untuk pindah ke Maluku, masyarakat Kondowa kagum dengan anak
wanita kecil yang berasal dari Maluku tersebut, karena bermuka Arob dan bernama
dengan nama yang Islami yaitu Khodijah, dan yang membuat mereka bertambah kagum
karena wanita kecil tersebut berbahasa lain dengan bahasa mereka, sementara
warga Kondowa berbahasa seperti bahasa orang-orang Holimombo, ketika anak kecil
tersebut memanggil-manggil ibunya karena kangen dan rindu, dengan berkata:
"Mama", maka ibu angkatnya langsung mengunyahkan makanan
untuknya, dia mengira anak tersebut meminta makan dengan dikunyahkan, karena
"mama" dalam bahasa Kondowa berma'na "kunyah".
Anak kecil yang bermarga "Nurlete" itu kemudian
tumbuh di Kondowa hingga menikah di sana, dan memiliki beberapa putri, salah
satu putrinya menikah dengan Maruhadi alias "Dengo", dan
satunya lagi dari putrinya menikah dengan seorang khotib sekaligus imam masjid
di Kondowa yang bernama Hadiyina, dengan pernikahan ini lahirlah ibu kandung
kami.
Semasa kecilnya ibu kandung kami ditinggal mati oleh ibu bapaknya, dan dia
menjadi anak yatim, yang dia dipelihara oleh neneknya (Khodijah yang bermarga
"Nurlete"), setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 Masehi
dan pasukan penjajah Jepang meninggalkan Tanah Air. Khodijah bersama putrinya,
dan cucunya (ibu kandung kami) serta para keluarga angkatnya berangkat ke
Maluku untuk menyusul warga Buton yang sudah berangkat ke Maluku lebih dahulu,
sesampainya di Maluku mereka memilih untuk tinggal di Limboro, di Limboro
inilah kemudian cucunya (ibu kami) tumbuh besar yang kemudian menikah dengan Salim
(bapak kami), dengan pernikahan ini kemudian lahirlah para penuntut ilmu dan
para da'i yang menyeru kepada da'wah Islam yang murni, yang mereka bangkit
untuk memperbaharui da'wah nenek moyang mereka yang penuh dengan kesyirikan,
khurofat, bid'ah dan ma'siat, diantara mereka adalah Abul 'Abbas Harmin bin
Salim Al-Limboriy semoga Alloh merohmatinya.
Tidak mengira ternyata sesampainya di Limboro, Khodijah dan anak cucunya
diziarohi oleh keluarganya yang bermarga "Nurlete", ada
yang dari kampung Kambelu, Luhu, Taniwel dan dan ada pula yang dari Lei Hitu
dan Ambon, mereka sangat berbahagia karena bisa berjumpa dengan saudari mereka
Khodijah yang berpisah sudah puluhan tahun. Ini adalah suatu kebudayaan
orang-orang Maluku yang selalu berupaya menghubungkan hubungan kekerabatan
mereka, diantara mereka selalu saling menziarohi, apa yang mereka lakukan
tersebut adalah termasuk dari sunnah-sunnah NabiShollallohu 'Alaihi wa
Sallam yang harus dijunjung tinggi, bila seseorang melakukannya maka
dia akan meraih dua keutamaan:
Keutamaan
pertama: Akan bertambah
kasih sayang di antara mereka dan saling mencintai karena Alloh.
Keutamaan
kedua: Alloh akan
mencintai mereka, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
"إنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى،
فَأَرْصَدَ اللهُ لَهُ، عَلَى مَدْرَجَتِهِ، مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ،
قَالَ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ، قَالَ:
هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا؟ قَالَ: لَا، غَيْرَ أَنِّي
أَحْبَبْتُهُ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ: فَإِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكَ،
بِأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ".
"Sesungguhnya ada seseorang
menziarohi saudaranya di suatu perkampungan yang lain, maka Alloh menundukan untuknya
di atas jalan yang dia terdapat malaikat, tatkala dia datang kepadanya,
malaikat bertanya: "Kemana hendak kamu (pergi)?", dia menjawab:
"Aku ingin (pergi) ke saudaraku di kampung ini", malaikat bertanya
lagi: "Apakah kamu memiliki dari suatu keni'matan untuk kamu berikan
kepadanya?", dia menjawab: "Tidak, hanya saja aku mencintainya karena
Alloh 'Azza wa Jalla", malaikat berkata: "Sesungguhnya aku adalah
utusan Alloh untukmu, Sesungguhnya Alloh telah mencintaimu sebagaimana kamu
mencintainya karena Alloh". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu
Huroiroh.
KEBUDAYAAN
DAN KEPERCAYAAN ORANG-ORANG BUTON
Orang-orang Buton menamakan Alloh dengan nama "Piompua",
ini berasal dari bahasa Lihoko (Lipaco-Holimombo-Kondowa) yang dia memiliki dua
ma'na yaitu: "Pi" yang berma'na
"Pengadaan" dan "Ompu" berma'na "Nenek
moyang" atau disebut pula "Kakek".
Dan ini tidak hanya dalam bentuk penamaan bahkan ada dari mereka meyakini
bahwa Alloh Ta'ala memiliki anak, yang anak tersebut
dilahirkan atau keluar dari bambu. Adapula dari mereka mengambarkan bahwa
Alloh menyusup ke dalam jiwa-jiwa setiap orang yang dilahirkan dan yang selain
itu dari keyakinan-keyakinan yang mengharuskan mereka kafir.
Keyakinan seperti ini jelas tidak ada bedanya dengan keyakinan para
penjajah Belanda, yang mereka datang di Tanah Air Indonesia dengan tujuan
menjajah dan sekaligus menda'wahkan peribadahan kepada salib, dan menda'wahkan
kepada keyakinan bahwa Alloh adalah tiga, keyakinan yang sangat
sesat ini telah ada bantahannya di dalam Al-Qur'an:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ
وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا
يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [المائدة:
73].
"Sungguh telah kafir orang-orang yang
mengatakan: "Bahwasanya Alloh adalah salah seorang dari yang tiga",
padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Sesembahan yang Satu. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka
katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan
yang pedih". (Al-Maidah:
73).
Alloh Ta'ala berkata:
{وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا
اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ} [النساء: 171]
"Dan janganlah kalian mengatakan:
"(Alloh adalah) tiga", berhentilah (dari ucapan itu), (itu) lebih
baik bagi kalian. Sesungguhnya Alloh adalah Sesembahan yang Satu". (An-Nisa': 171).
KESYIRIKAN
YANG BERANEKA RAGAM
Bila anak keturuan dari suku Buton datang berkunjung ke Buton maka
saudaranya yang memiliki hubungan kekerabatan menjemputnya dan mereka
mengadakan acara sambutan dengan mengadakan tahlilan yang dalam bahasa mereka
adalah "Polele sumanga ompu" yang berma'na pemberitaan kepada
roh-roh para leluhur.
Mereka berkeyakinan bahwa bila acara penyambutan
ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan malapetaka kepada saudara mereka yang
datang berkunjung tersebut.
Ketika Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy semoga Alloh merohmatinya datang dari pondok pesantren di Jawa dan
beliau mampir ke Buton, maka keluarga nenek moyangnya melakukan penyambutan dan
siap mengadakan acara tahlilan "polele sumanga ompu" untuknya,
maka beliau semoga Alloh merohmatinya berkata kepada
mereka: "Tidak perlu, saya bisa membaca tahlilan sendiri tanpa diadakan
tahlilan seperti itu".
Beliau mengatakan seperti ini sebagai bentuk pengingkaran kepada mereka,
karena setiap mu'min tentu bisa membaca kalimat tahlil yang tidak membutuhkan
adanya acara yang dinamakan dengan "Polele sumanga ompu" yang
banyak mengandung kesyirikan dan bid'ah.
Kemungkaran-kemungkaran pada acara "Polele sumanga ompu" diantaranya
berbuat kesyirikan dengan membaca kalimat tahlil yang diikutkan dengan menyebut
nama-nama "Ompu" (para leluhur) sambil membakar kemenyan,
mereka berdoa kepada Alloh juga berdoa kepada roh-roh para leluhur tersebut,
ini jelas adalah kesyirikan yang sangat nyata, Alloh Ta'ala berkata:
{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ
بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ}
[المؤمنون: 117]
"Dan barangsiapa menyeru bersama Alloh
sesembahan yang lain, tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka
sesungguhnya perhitungannya di sisi Robbnya. Sesungguhnya tidaklah beruntung
orang-orang yang kafir". (Al-Mu'minun:
117).
Dan siapa saja melakukan perbuatan ini, maka
Alloh Ta'ala mengancamnya dengan azab yang pedih, dan
memasukannya ke dalam neraka Jahannam, Alloh Ta'ala berkata:
{فَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتَكُونَ مِنَ
الْمُعَذَّبِين} [الشعراء: 213]
"Maka janganlah kamu menyeru bersama Alloh
sesembahan yang lain, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang
diazab". (Asy-Syu'aro':
213). Alloh Ta'ala berkata:
{الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ
فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ} [ق: 26]
"Orang yang menjadikan bersama Alloh
sesembahan yang lain maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat".(Qof: 26). Karena perbuatan ini termasuk
kesyirikan yang terbesar maka mengaharuskan pelakunya kekal di dalam neraka,
Alloh Ta'ala berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ
هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ} [البينة: 6]
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dari kalangan ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (mereka masuk) ke dalam
neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya, mereka itu adalah seburuk-buruk
makhluk". (Al-Bayyinah: 6).
PENYELISIHAN SYARI'AT DAN KEBID'AHAN YANG BERANEKA RAGAM
Penyelisihan syari'at yang dilakukan oleh masyarakat yang bersuku Buton
sangatlah banyak, diantaranya:
Mengeluarkan Zakat kepada Pengurus Masjid
Bila bulan Romadhon sudah mau berakhir maka mereka berbondong-bondong
mengeluarkan zakatnya kepada imam masjid, kepada para khotib atau kepada
pengurus masjid yang dikenal dengan nama "modim", zakat yang
diserahkan ini kemudian mereka bagi-bagikan khusus untuk kalangan mereka dan
mereka tidak menyerahkannya kepada fakir miskin, perbuatan seperti ini jelas
harom dan sangat tercela, bahkan ancamannya adalah neraka, Alloh Ta'alaberkata:
{إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا
إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا} [النساء:
10]
"Sesungguhnya orang-orang yang
memakan harta anak yatim dalam keadaan zholim, sebenarnya mereka itu memasukan
api di dalam perut-perut mereka dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)".(An-Nisa': 10).
Orang-orang yang berhak menerima zakat adalah
orang-orang yang telah Alloh Ta'ala sebutkan di dalam
Al-Qur'an:
{إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ} [التوبة: 60]
"Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amil (pengurus-pengurus)
zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya (supaya tetap di dalam agama Islam),
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Alloh dan
untuk mereka yang sedang dalam perjalanan (yang kehabisan bekal), sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan oleh Alloh, dan Alloh adalah Al-'Alim (Maha
mengetahui) lagi Al-Hakim (Maha Bijaksana)". (At-Taubah: 60).
Mereka para pengurus masjid baik imam, para khotib, dan para "modim"
tidak masuk pada ayat tersebut, mereka terkadang menganggap diri bahwa mereka
adalah amil zakat, maka ini juga keliru, karena amil zakat
adalah orang yang tunjuk oleh pemerintah kaum muslimin untuk mengumpulkan zakat
lalu mereka bagi-bagikan kepada faqir miskin, dan mereka mendapat pula bagian
sebagai upah atau balas jasa atas usaha mereka dalam mengumpulkan zakat-zakat
sekaligus membagikannya kepada para faqir miskin, Asy-Syaikhon meriwayatkan
dari hadits Ibnu 'Abbas semoga Alloh meridhoinya, bahwa
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata kepada Mu'adz
bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:
"إنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ
أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ".
"Sesungguhnya Alloh telah mewajibkan
atas mereka sedekah (zakat), kamu mengambilnya dari orang-orang kaya mereka dan
kamu berikan kepada orang-orang faqir mereka".
Pada hadits ini menjelaskan bahwa Mu'adz
bin Jabal semoga Alloh meridhoinya kedudukannya
sebagaiamil zakat, dan beliau diperintahkan supaya zakat tersebut
diserahkan kepada para faqir miskin, bukan untuk disimpan untuknya atau
dibagikan kepada para shohabatnya yang bukan faqir miskin.
Praktek Ilmu Sihir
Sudah sangat banyak kita mendengar terkhusus di Seram Barat yang mayoritas
penduduknya bersuku Buton, bahwa ada wanita-wanita sering berjalan pada waktu
tengah malam ketika ada bulan purnama, mereka mengelilingi kampung dalam
keadaan telanjang bulat, rambutnya panjang. Apa yang mereka inginkan dari
perbuatan itu? Tidak lain supaya memperoleh kesaktian, dan mendapatkan ilmu
hitam dan supaya meraih cita-cita mereka, perbuatan ini adalah termasuk
kekafiran yang nyata dan hukuman bagi pelakunya adalah dibunuh, pada hari
pembebasan kota Makkah, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam mengutus Kholid
bin Walid ke pohon Korma yang pada pohon tersebut ada Al-'Uzza
(sesembahan kaum musyrikin):
"فَأَتَاهَا خَالِدٌ، فَإِذَا امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ
نَاشِرَةٌ شَعْرَهَا تَحْثُوا التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا، فَعَمَّمَهَا
بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ، قَالَ: «تِلْكَ الْعُزَّى»".
"Maka Kholid mendatanginya, ternyata
dia (Al-'Uzza) tersebut adalah wanita yang telanjang yang pajang rambutnya,
mereka (orang-orang musyrik) menyemburkan tanah di atas kepalanya maka beliau
(Kholid bin Walid) menebasnya dengan pedang hingga membunuhnya, kemudian beliau
kembali kepada Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam lalu
memberitahukannya, maka Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata: "Itulah
dia Al-'Uzza". Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dari hadits Abuth
Thufail.
Diantara praktek ilmu sihir adalah seseorang bila ingin membunuh orang lain
maka dia mengambil boneka atau patung atau gambar atau foto orang yang akan
dibunuh lalu ditusuk dengan paku atau jarum atau yang semisalnya, orang yang
melakukan praktek sihir ini tidak akan bisa melakukannya melainkan setelah dia
mendalami ilmu sihir, adakalanya dia lakukan dengan cara bertapa atau berguru
kepada para tukang sihir, atau menyerahkan anaknya kepada jin sehingga jin
membantunya.
Orang yang mempraktekan ilmu sihir ini hukumannya juga adalah
dibunuh, Umar Rodhiyallohu 'anhuberkata kepada para
shohabatnya:
"اقْتُلُوا كُلَّ سَاحِرٍ".
"Bunuhlah oleh kalian semua tukang
sihir". Diriwayatkan
oleh Ahmad, Asy-Syafi'iy, Abu Dawud dan yang selain mereka.
Diantara praktek ilmu sihir juga adalah menjadi
babi, dan praktek ilmu sihir sejenis ini kalau di pulau Jawa digunakan untuk
mencuri uang di rumah-rumah orang, adapun di Limboro dan di sekitar Seram Barat
maka pelakunya menggunakannya untuk mencuri makanan di kebunnya manusia dan
adapula digunakan ilmu ini untuk merusak tanaman-tamanan manusia yang ada
diperkebunan sebagai bentuk hasadnya, dan pernah juga pelakunya menggunakannya
untuk mencium-cium wanita atau untuk memperkosanya, perbuatan ini hukumannya
juga adalah dibunuh, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ».
"Hukuman bagi penyihir adalah ditebas
dengan pedang (dibunuh)". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dan Al-Baihaqiy
dari Jundub, walaupun hadits ini dhoif akan tetapi
bisa diamalkan dengan adanya riwayat-riwayat lain yang menjelaskan bahwa para
shohabat telah membunuh para tukang sihir.
Diantara praktek ilmu sihir juga adalah menjadi
hantu; diantara jenis hantu itu adalah "Suangge" (dalam bahasa
Makassar disebut "Popo"), yaitu seseorang menginginkan untuk
memakan apa saja yang ada di dalam perut orang yang sakit, pelaku sihir ini
duduk di rumahnya namun kepala bersama ususnya terbang menuju rumah orang yang
sakit, kemudian dia mengisap semua yang ada di dalam kandungan perut orang yang
sakit; baik itu hati, jantung maupun ususnya. Orang yang mempraktekan ilmu ini
hukumnya juga dibunuh.
Dan masih sangat banyak lagi bentuk dari praktek
ilmu sihir namun kami cukupkan dengan menyebutkan yang ini.
Praktek Perdukunan
Merupakan suatu keanehan yang sangat mengherankan di kalangan orang-orang
Buton, bila ada dari anak-anak mereka yang bersendirian duduk lalu
berbica-bicara sendiri, atau dia bangun pada waktu tengah malam lalu
berbicara-bicara sendiri atau menampakan sikap seperti orang yang kesurupan
maka mereka bergegas menganggapnya bawa roh-roh nenek moyang mereka telah
menyusup ke dalam tubuhnya, merekapun menyiapkan untuk mereka tempat khusus
seperti kamar atau yang mereka sebut dengan "kolunku" (kamar
pusaka), di dalam kamar ini mereka meletakan daun kikir dan tembakau supaya
dihisap oleh anak tersebut, namun pada zaman ini kebanyakan mereka tidak lagi
menggunakan daun kikir bersama tembakau akan tetapi mereka menggantikannya
dengan rokok gudang garam merah, mereka meyakini bahwa rokok tersebut adalah
kesukaan roh-roh leluhur mereka, bila orang yang kesurupan mengisapnya maka
mereka menganggap yang mengisap itu adalah roh-roh nenek moyang mereka yang
sedang menyusup ke dalam tubuhnya.
Orang yang kesurupan tersebut kemudian berdiam di tempat itu, orang tuanya
atau keluarganya menganggap bahwa anak tersebut akan sakti dan akan memiliki
berbagai macam kelebihan dan keunggulan.
Orang yang mengerti tentang agama Islam bila melihat orang yang kesurupan
seperti itu maka dia langsung menghukumi bahwa anak tersebut sedang kesurupan
jin, karena salah satu cara jin dalam menipu anak manusia adalah dengan
berbentuk rupa nenek moyang mereka, bila didapati orang kesurupan seperti ini
maka perlu untuk diruqyah dengan dibacakan ayat Kursi, surat Al-Falaq, An-Nas
dan dzikir-dzikir yang telah diajarkan oleh Rosululloh Shollallohu
'Alaihi wa Sallam maka jinnya akan keluar dari tubuhnya.
Bila jinnya sudah berkembang biak di dalam tubuhnya dan tidak berpengaruh
model ruqyah dengan bacaan-bacaan seperti itu maka boleh dibacakan
bacaan-bacaan dan dzikir-dzikir tersebut lalu ditiupkan ke dalam air kemudian
diminumkan kepada yang kesurupan itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Bazz
dan selainnya dari para ulama Ahlissunnah, dan lebih bagus lagi adalah
mengkompromikan antara menggunakan ruqyah dengan membekam sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim Rohimahulloh.
Demikian pembahasan yang singkat ini, semoga
bermanfaat.
ونسأل الله عز وجل أن يوفقنا وجميع المسلمين
للهداية والسداد، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك
وأتوب إليك
KISAHKU
KETIKA DI INDONEISIA TANAH AIRKU
Ditulis oleh:
Khidhir Al-Mulki
-semoga Allah
mengampuni dosa-dosanya-
بسم الله الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى
عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا. والصلاة والسلام على سيد
الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه إلى يوم الدين.
أما بعد:
Di dalam “Ash-Shahihain” dari hadits
Huzaifah Ibnul Yaman, beliau –Radhiyallahu’anhu- berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ
مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِى. فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِى
جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ، فَهَلْ بَعْدَ هَذَا
الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ «نَعَمْ». قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ
خَيْرٍ قَالَ «نَعَمْ، وَفِيهِ دَخَنٌ». قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ «قَوْمٌ
يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِى تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ». قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ
ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ «نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ،
مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ «هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا، وَيَتَكَلَّمُونَ
بِأَلْسِنَتِنَا» قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِى إِنْ أَدْرَكَنِى ذَلِكَ قَالَ
«تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ». قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ
لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ «فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا،
وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ
عَلَى ذَلِكَ».
“Dahulu orang-orang bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kebaikan, dan aku ketika itu
bertanya kepadanya tentang kejelekan (karena) takut akan menimpaku. Maka aku
katakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami dahulu di zaman jahiliyyah (penuh)
kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini, maka apakah
setelah kebaikan ini ada kejelekan”. Beliau berkata: “Iya”. Aku berkata:
“Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau berkata: “Iya, dan padanya
dakhan (kekaburan)”. Aku berkata: “Apa itu dakhan? Beliau berkata: “Suatu kaum
yang mereka berpetunjuk dengan yang bukan petunjukku, kamu mengenal mereka dan
kamu mengingkari”. Aku berkata: Apakah setalah itu ada kebaikan dari kejelakan?
Beliau berkata: “Iya, ada da’i-da’i yang menyeru kepada pintu-pintu jahannam,
barangsiapa memenuhi seruan itu maka akan terjerumus ke dalamnya”. Aku berkata:
“Wahai Rasulullah sifatkanlah kepada kamu! Beliau berkata: “Mereka dari
kalangan kita dan berbahasa dengan bahasa kita” Aku berkata: “Apa yang engkau
perintahkan kepadaku jika aku mendapatinya yang demikian itu? Beliau berkata:
“Engkau komitmen dengan jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”. Aku berkata:
“Bagaimana kalau tidak ada pada mereka jama’ah dan tidak pula ada imam? Beliau
berkata: “Tinggalkan firqah (kelompok-kelompok) semuanya walaupun kamu
menggigit akar kayu sampai kematian menjemputmu dan kamu dalam keadaan demikian
itu”.
Pada hadits tersebut sangatlah jelas bahwa
Hudzaifah Ibnul Yaman menyebutkan bahwa mereka dahulunya berada di atas
kejelekan, dan bahkan yang lebih jelas lagi yang berkaitan dengan masalah ini
adalah apa yang diceritakan oleh Ja’far bin Abdilmuthalib kepada Raja Najasyi,
beliau Radhiyallahu’anhu berkata:
أيها الملك كنا قوما أهل جاهلية نعبد
الأصنام و نأكل الميتة و نأتي الفواحش و نقطع الأرحام و نسيء الجوار و يأكل القوي
منا الضعيف فكنا على ذلك حتى بعث الله إلينا رسولا منا نعرف نسبه و صدقه و أمانته
و عفافه فدعانا إلى الله لتوحيده و لنعبده و نخلع ما كنا نعبد نحن و آباؤنا من
دونه من الحجارة و الأوثان و أمرنا بصدق الحديث و أداء الأمانة و صلة الرحم و حسن
الجوار و الكف عن المحارم و الدماء و نهانا عن الفواحش و قول الزور و أكل مال
اليتيم و قذف المحصنة و أن نعبد الله لا نشرك به شيئا و أمرنا بالصلاة و الزكاة و
الصيام
“Wahai Raja! Kami dulu adalah kaum ahli
jahiliyyah, kami menyembah patung, memakan mayat, melakukan perbuatan keji,
memutus silaturrahmi, jelek dalam bertetangga, yang kuat dari kami memakan yang
lemah, kami dalam keadaan demikian itu sampai Allah mengutus kepada kami
seorang Rasul dari kamu, kami mengenal nasab, kejujuran, amanah dan
kewibawaannya, beliau menyeru kami kepada Allah, untuk mentauhidkan-Nya,
beribadah kepada-Nya dan melepaskan apa-apa yang kami dan nenek moyang kami
dulu beribadah kepada selain-Nya, baik dulu kami beribadah kepada batu-batu,
patung-patung. Dan beliau memerintahkan kami untuk jujur dalam berkata,
menunaikan amanah, silaturrahmi, berbaik dengan tetangga, berhenti dari perkara
yang haram, menumpahkan darah. Beliau melarang kami dari perbuatan keji,
perkataan dusta, memakan harta anak yatim, menuduh wanita mu’minah berzina dan
memerintahkan kami untuk beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan dengan-Nya
sesuatu apapun, memerintahkan kami untuk menegakan shalat, menunaikan zakat dan
berpuasa”. [HR. Ibnu Khuzaimah dari Ummu Salamah Radhiyallahu’anha).
Dengan dalil-dalil tersebut maka semakin
jelaslah bagi kami tentang kebaikan dan kejelekan, adapun tentang kebaikan maka
semoga Allah Ta’ala menguatkan dan mengokohkan kami untuk senantiasa
melakukannya dan adapun tentang kejelekan semoga Allah Ta’ala menolong kami
untuk menjauhinya. Berkata seorang penyair:
عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه ومن لم
يعرف الشر من الخير يقع فيه
Aku mengetahui kejelekan bukan untuk
berbuat jelek akan tetapi untuk menjauhinya
Dan siapa yang tidak mengetahui kejelekan
dari kebaikan maka akan terjatuh ke dalamnya.
Maka pada kesempatan ini kami sengaja
menyebutkan sedikit masalah biografi kami, yang berkaitan dengan kebaikan
tentang kami, maka kami syukuri dan terus kami jalankan dan bila ada kejelekan
yang pernah kami menjumpainya maka kami jadikan itu sebagai pelajaran dan
peringatan sehingga –dengan izin Allah- kami tidak sampai terjatuh ke dalamnya.
Adapun tentang masalah seseorang mengisahkan dirinya sendiri sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya adalah termasuk dari perkara yang boleh dan bahkan
teranggap sebagai penghibur, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Salman
Al-Farisy, beliau Radhiyallahu’anhu mengisahkan perjalanan hidup yang pernah
beliau lalui, kisah yang manis dan pahit yang beliau alami beliau kisahkan
[kisah Salman Al-Farisy ini telah ada tulisan kami tentangnya yang berjudul
“Kisah Salman Al-Farisy, Pelajaran dari Murid yang Bijak Terhadap Guru yang
Tidak Beradab”].
Kami dulunya adalah termasuk dari kalangan
orang awam, kami dilahirkan di desa Limaboro, kecamatan Seram Barat, kabupaten
Seram Bagian Barat-Maluku, sesuai dengan yang tertulis di dalam akte kelahiran
bahwa kami lahir pada 25 Januari 1985. Sedangkan asal usul nenek moyang kami
adalah dari suku Buton yang berada di Sulawesi.
Penisbatan kami dengan Al-Mulki adalah
suatu penisbatan kepada nenek moyang kami yang berasal dari keturunan para
pembesar (semisal raja) atau yang disebut dengan “Parabela” di Holimombo yang
sekarang berada di sekitar kawasan Pasarwajo-Buton. Ketika kami masih di SMU
Muhammadiyyah Limboro ketika liburan bulan suci Ramadhan kami menyempatkan
untuk menziarahi tanah leluhur tersebut. Ketika itu kami masih awam, kami
menyaksikan banyak sekali bentuk peribadahan yang kami menganggapnya ketika itu
bagus dan benar. Sekembalinya kami dari tanah leluhur tersebut kami mendapati
di dekat kampung kami sebuah kegiatan berupa pendidikan agama Islam dalam
menyongsong bulan suci Ramadhan yang ketika itu dinamakan dengan pesantren kilat,
maka ketika itu kami ikut menghadiri pesantren tersebut, dipesantren tersebut
kami mendapati pelajaran yang berkaitan dengan masalah adat istiadat yang
menyelisihi syariat Islam, pemateri ketika itu adalah lulusan dari Pondok
Pesantren Gontor di Jawa, pemateri menjelaskan tentang masalah keramat, jimat,
hukum perdukunan, tahlilan dan berbagai macam khurafat, karena kami baru
diperkenalkan masalah tersebut maka kami tidak terlalu memahami, lagi pula apa
yang dijelaskan tersebut sangat bertolak belakang dengan adat istiadat kami.
Setelah selesai dari mengikuti pesantren
kilat kami kembali di kampung kami dan masuk sekolah sebagaimana biasanya, dan
kami menyempatkan membuka tempat belajar baca Al-Qur’an di rumah kami dan
Al-Hamdulillah anak-anak di kampung kami sangat memberi respon hingga kami
menampung anak-anak yang belajar baca Al-Qur’an bersama kami sekitar 60 orang
atau lebih, ketika kakak kami pulang dari Ambon ke kampung kami yang beliau
telah mengenal da’wah Ahlussunnah wal Jama’ah beliau membawakan kepada kami
buku terjemahan “Hisnul Muslim”, kami sangat bergembira dengan adanya buku
tersebut, kami akhirnya memperbaiki dzikir dan do’a-do’a kami, karena
sebelumnya kami hanya bermodal menghafal dzikir dan do’a-do’a dari buku yang
berjudul “Kunci Ibadah” yang tidak jelas sumber dzikir dan do’a-do’anya dari
mana diambil, adapun buku terjemahan “Hisnul Muslim” kami respon karena jelas
disebutkan rujukan-rujukannya sebagaimana pada footnote (catatan kaki)nya.
Dengan kedatangan kakak kami tersebut kami mendapatkan banyak kebaikan,
diantaranya kami diberi buku-buku terjemahan yang berkaitan dengan aqidah
ahlussunnah, fiqih dan permasalahan agama yang sangat ilmiah, dengan sebab
tersebut kami mulai memahami tauhid dan lawannya (syirik), sunnah dan lawannya
(bid’ah), maka dengan kebaikan tersebut kami sangat bersyukur dan pantas kalau
kami katakan “Inilah yang memisahkan antaraku dengan kesyirikan dan bid’ah”.
Setelah kami menyelesaikan sekolah di SMU
Muhammadiyyah Limboro pada tahun 2006 kami ke Ambon untuk mengikuti seleksi
penerimaan mahasiswa baru di Politeknik Kesehatan Ambon dan ketika itu kami
memilih jurusan Teknik Elektromedik yang tempat kuliahnya di Surabaya. Ketika
sudah selesai seleksi dan kami sudah menjadi calon mahasiswa baru di Politeknik
Kesehatan Surabaya maka kami bergegas berangkat ke Surabaya dengan menumpang
kapal laut, bila seseorang yang sudah pernah membaca atau menghafal surat
Al-Kahfi maka ketika dia di atas kapal melewati kapal-kapal kecil yang para
pemiliknya menggunakannya untuk bekerja di laut (mencari ikan atau membawa
muatan dan penumpang) maka tentu dia akan teringat dengan perkataan Nabi
Khidhir kepada kawannya (Musa) ‘Alaihimassalam:
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ
يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ
يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا.
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan
orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera
itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera”.
Sesampainya kami di Surabaya kami langsung
menuju kampus yang kami tuju, di tengah perjalanan kami terheran-heran ketika
mendengar orang-orang yang bernyanyi-nyanyi di masjid [atau dalam istilah NU
(nahdatul ulama): Puji-pujian], kami berkata kepada kawan kami: Kami mengira
Islam di Jawa ini lebih baik daripada di Maluku, karena banyak da’i-da’i yang
berasal dari Jawa namun kenyataannya seperti ini?!.
Setelah kami menjadi mahasiswa baru, kami
diangkat sebagai wakil dari SKI (seksi kerohanian Islam) di kampus. Di
sela-sela kesibukan kuliah kami mewakili kerohanian Islam kampus mengikuti
seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan masalah dan
pendidikan agama Islam, dengan itu kemudian SKI (seksi kerohanian Islam) di
kampus kami ikut termasuk sebagai anggota LDK (lembaga da’wah kampus) se-Jawa
Timur. Dengan menjadi anggota LDK tersebut kami mulai memahami tentang beberapa
kelompok dalam Islam seperti IM (Ikhwanul Muslimin), HT (Hizbuttahrir), LDII
(lembaga da’wah Islam Indonesia), dan kelompok-kelompok lainnya.
Apabila kami sudah menyelesaikan tugas
kuliah ada sedikit kelonggaran waktu maka kami menyempatkan mengunjungi
toko-toko buku untuk mencari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan
Islam, teringat ketika kami di Maluku menyaksikan banyak dari JT (Jama’ah
Tabligh) memakai celana di atas mata kaki dan mereka memelihara jenggot, begitu
pula kami menyaksikan gerombolan LJ (laskar jihad) memiliki cirri khas seperti
JT: berjenggot, berjubah, celana di atas mata kaki dan memakai imamah, yang
wanitanya berpakaian hitam plus cadar), karena ingin tahu tentang adanya ilmu
tentang permasalahan itu maka kami mendatangi toko-toko buku, sesampainya kami
di sebuah di toko Manyar Jaya-Surabaya langsung kami melihat dua buku terjemah
yang tebal ternyata judulnya adalah “Riyadhus Shalihin” dari situlah kami
mengenal pertama kali kitab tersebut, maka kami langsung membeli dan
membacanya, ketika kami membacanya kami mendapati hadits-hadits Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang masalah hukum menurunkan celana di bawah
mata kaki, maka dari situ kami langsung memotong celana kami sehingga celana
kami tidak lagi melebihi mata kaki, dengan membaca kitab terjemahan tersebut
kami terus mengingat sebuah hadits dalam kitab tersebut bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkata:
(( مَا أسْفَل مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإزْارِ فَفِي النار )).
“Apa yang melebihi dari kedua mata kaki dari sarung
maka tempatnya di neraka”. (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Dengan hanya bermodal membaca buku-buku
terjemahan kami merasa sangat tidak cukup maka kami terus berupaya untuk bisa
mendalami agama, maka pada suatu hari kami pergi ke masjid Al-Falah Surabaya,
sesampainya di halaman masjid kami melihat di papan pengumuman atau mading
tentang penerimaan santri baru bahwa ma’had Ukhuwah Islamiyyah Sukolilo dan
ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq Jojoran membuka penerimaan santri baru, adapun
dilembaran penerimaan santri baru ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq Jojoran di
lembarannya tertulis hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَمَنْ سَلَكَ طَريقاً يَلْتَمِسُ فِيهِ
عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَريقاً إِلَى الجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh suatu jalan, dia
mengharap dengannya ilmu maka Allah memudahkan baginya jalan ke jannah”. (HR.
Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Darda’). Dengan melihat selebaran yang
berisikan hadits tersebut kami semakin termotivasi dan bertambah tekad untuk
terus mendalami ilmu agama disamping kesibukan kuliah.
Setelah kami mendapati selebaran tersebut,
kami berjumpa dengan salah seorang kawan kami yang sama-sama aktiv dalam LDK,
kami menanyakan lokasi ma’had dan bagaimana sehingga kami bisa sampai ke
alamatnya? Maka dia menjelaskan rute untuk ke m’had Ukhuwah Islamiyyah Sukolilo
dan menperingatkan kami untuk tidak ke ma’had Abu Bakar Ash-Shidiq Jojoran
karena ma’had tersebut sangat ekstrim. Dengan penjelasan tersebut kami langsung
mendatangi ma’had Ukhuwah Islamiyyah Sukolilo dan langsung mendaftar sebagai
calon santri dan kami memilih program bahasa Arob. Beberapa pertemuan kemudian
kami mengetahui bahwa ternyata para pengajar dan pengelolah ma’had tersebut
adalah orang-orangnya PKS (Partai Keadilan Sejahtra), maka kami teringat dengan
pesan ibu tercinta Aiyyah bintu Hadiyyinah Al-Khatib –semoga Allah merahmati
keduanya- untuk tidak ikut partai atau jangan sampai terpengaruh dengan partai,
karena partai itu berkaitan dengan politik yang ujung-ujung menghalalkan segala
cara, diantaranya ambisi untuk meraih kekuasaan yang akibatnya mereka melakukan
pemberontakan sebagaimana PKI (Partai Komunis Indonesia) demikian pesannya maka
kamipun mengikuti pesan tersebut yaitu bergegas keluar dari ma’had tersebut,
dengan pesan tersebut maka pantas bagi kami untuk katakan: “Inilah perpisahan
antaraku dengan orang-orang partai politik”. Diantara pesan ibu –Rahimahallah-
pula yang memberikan manfaat kepada kami ketika di Maluku untuk berhati-hati
dengan LJ (laskar jihad) karena pergerakan mereka sama dengan pergerakan
Gerombolan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).
Karena panggilan kebenaran dan upaya
mendapatkan kebenaran maka kami mencoba mendatangi ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq
Jojoran, sekembalinya kami dari toko buku Manyar Jaya kami mengajak kawan
kuliah untuk ke ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq Jojoran seusai shalat maghrib,
karena kami baru dari toko buku dan ketika itu kami baru membeli dua buah
majalah Islam yang bernama “As-Sunnah” dan “Elfata” dan kami membawanya ke
ma’had tersebut, kami sampai di masjid ma’had tersebut para jama’ah baru
selesai melaksanakan shalat maghrib, kami meletakan dua majalah tersebut di
teras masjid dan kami pergi mengambil air wudhu ternyata pengurus masjid
sekaligus sebagai ketua santri yang bernama Mahmud (asal Krian Surabaya)
mengambil dua buah majalah kami tersebut dan menyimpannya dengan alasan itu
majalah sururi, seusai wudhu kami mencari majalah tersebut dan menanyakan
kepadanya, dia akhirnya mengembalikannya kepada kami.
Setelah kami masuk masjid tersebut maka
kami mendapati ta’lim baru dimulai dengan pengajar salah seorang ustadznya yang
bernama Zainul Arifin, dia mengajarkan kitab “Bulughul Maram”, malam berikutnya
kami datang lagi bersama kawan kuliah yang lain dan ta’lim di masjid tersebut
adalah kitab “Durusullughah” dengan pengajar ustadz yang lain, yang bernama
Hariadi Lc., dan orang ini terlihat sangat pendiam dan tenang namun ternyata
“diam-diam makan di dalam”, dia termasuk dari orang yang sangat ekstrim dan
kaku dalam bersikap, akhir-akhir ini dia melarang mad’unya dari membaca dan
mengajarkan kitab panduan/cara cepat baca Al-Qur’an yang berjudul “Iqra’
Qira’ati” dengan sebab karena penulisnya tidak bersama mereka dalam membela
hizbiyyin.
Selain kami mengikuti ta’lim rutin di
masjid (ma’had) Abu Bakar Ash-Shiddiq kami mengikuti kajian rutin pula di
kampus-kampus diantara kajian rutin di masjid ITS (Insitut Teknologi Surabaya),
kajian rutin sepekan tiga kali di Mushalla Graha IPTEKDOK FK UNAIR Surabaya.
Dengan mengikuti ta’lim-ta’lim tersebut kami mulai mengenal sedikit tentang
manhaj dan aqidah ahlussunnah wal jama’ah namun pada sebagian permasalahan
masih sangat rancu bagi kami terutama yang kaitannya dengan prilaku da’i-da’i
yang berda’wah di kampus-kampus, keberadaan mereka membuat perkara yang haram
menjadi samar di hadapan kami, sekedar contoh: Haramnya ikhtilat (campur baur
laki-laki dan wanita), namun da’i-da’i pemangsa harta minta-minta terus ikut
aktiv mengisi kajian rutin di masjid-masjid kampus, padahal masuk ke lingkungan
kampus harus menerobos hijab-hijab transparan artinya harus melewati para
mahasiswi yang sebagian mereka duduk di emper-emper kampus dengan
pasangan-pasangan maksiatnya (pacar-pacar), apalagi di Mushallah Graha IPTEKDOK
si ustadz semisal Muhammad Irfan, Zainul Arifin, Muhammad Afifudin bin
Husnunnuri As-Sidawi atau kakaknya (Agus Su’aidi bin Husnunnuri As-Sidawi)
duduk mengisi ta’lim di depannya kurang lebih 10 (sepuluh) meter terdapat
tempat tenis meja yang terkadang pemainnya para wanita, yang pintu Mushalla ke
tempat tenis meja hanya kaca jadi sangat transparan, bila panita mengambil
papan untuk menutupi pintu maka masih terdapat jendela-jendela di samping kanan
dan kiri yang juga transparan, kalaupun Muhammad Afifudin bin Husnunnuri
As-Sidawi atau kakaknya (Agus Su’aidi bin Husnunnuri As-Sidawi) mengatakan
bahwa kalau mengajar mereka tidak melihat maka bagaimana ketika masuk dan
keluar dari Mushalla apa yang dilihat? Gadis nasrani yang berselok jahiliyyah?
Atau gadis gaul yang berpakaian serba mini?.
Dengan perbuatan dua pentolan ini maka
cukup bagi orang yang masih bodoh akan beranggapan bahwa datangnya mereka ke
lokasi yang transparan maksiatnya itu sebagai bukti kalau mereka membikin
kekeruhan dalam dunia da’wah salafiyyah yang suci. Jika kedua pentolan itu
mengatakan pengurus Mushallah yang mengundang kami maka kamipun menurutinya!
Jika demikian alasannya maka jelas kalau mereka adalah paling bodohnya manusia
yang mengaku-ngaku sebagai da’i!. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata:
لا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيةِ
الخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam memaksiati
Al-Khaliq”. (HR. Hakim dari hadits Imran bin Husain, Al-Khatib dari hadits
Anas, Ath-Thabrani dari hadits Nawwas bin Sam’an, Ad-Dailami dari hadits Ibnu
‘Abbas, dan yang selain mereka).
Dengan upaya untuk bisa terselamatkan dari
prangkap kerancuan dan kesamaran akan kebenaran yang hakiki, di tengah-tengah
kesibukan menjalani kuliah tidaklah sedikitpun mematahkan niat dan tekad kami
untuk terus mencari kebenaran, mengingat kehadiran untuk mengikuti kuliah itu
harus 85 % (delapan puluh lima persen) tidak boleh kurang darinya maka
kesempatan bagi kami 15 % (lima belas persen)nya kami gunakan sebagai peluang
bolos, tujuan kami untuk mendatangi ma’had-ma’had (pesantren-pesantren) atau
kami mendatangi daurah-daurah, ketika kami sudah selesai melanjutkan kuliah dan
telah menerima ijazah kami sudah benar-benar mengokohkan niat dan tekad kami
untuk mendalami ilmu agama di ma’had-ma’had, karena sebelum kami menerima
ijazah kami sudah mengikuti seleksi di sebuah RS di Surabaya maka ketika kami
sudah persiapan untuk ke ma’had tiba-tiba panggilan dari RS tersebut datang dan
adanya pengabaran kepada kami bahwasanya kami sudah diterima sebagai tenaga
kerja, Al-Hamdulillah dengan hidayah dan pertolongan dari Allah ‘Azza wa Jalla
kami lebih memilih untuk meneruskan niat dan tekad kami. Dengan melihat fitnah
yang terjadi di RS, sekolah dan kampus-kampus berupa ikhtilat yang sangat
mengerikan itu maka sebelum kami ke ma’had kami menyempatkan menulis sebuah
tulisan yang berjudul “Ikhtilat Wabah yang Mengerikan”, tulisan tersebut begitu
pula ketidak pedulinya kami dengan panggilan pihak RS itu sebagai bukti yang
jelas kalau kami telah taubat dan berlepas diri dari ikhtilat, Allah Ta’ala
berkata dalam surat Al-Baqarah:
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا
وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kecuali mereka yang telah taubat dan
mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka bagi mereka itulah Aku
menerima taubatnya mereka dan Akulah At-Tawwab (Yang Maha menerima taubat) lagi
Ar-rahiim (Yang Maha Penyayang)”.
MENCARI KETENANGAN DALAM MENIMBA
ILMU
Kami menjelaskan masalah ini sebagai
jawaban terhadap orang-orang yang merasa sebagai asatidz yang mengelolah
ma’had-ma’had yang pernah kami lalui atau juga selain mereka yang memberikan
komentar kepada kami bahwa kami di Indonesia belajarnya tidak tetap atau bahasa
mereka “tidak benar belajarnya”, sampai-sampai ada yang mengutip perkataan
Asasuddin ketika masih di ma’had Magetan, bahwa Asasudin berkata:
“Pindah-pindah ma’had adalah alamat mati konyol”. Maka sekaligus kami katakan:
Justru Asasudinlah yang mati konyol, dialah orangnya yang paling banyak
pindah-pindah, baik itu pindah da’wah atau bahkan pindah manhaj!, dari manhaj
Ahlussunah (ketika di Dammaj) kemudian pindah ke manhaj LJ (laskar jahat), dari
manhaj LJ pindah ke manhaj Siluman (maksudnya bermanhaj bersama Luqman
Ba’abduh), dari manhaj Siluman sekarang pindah ke manhaj mumayyi’ yang buta.
Anehnya sudah seperti itu keadaannya ikut mengatakan bahwa kawan-kawan kami
adalah hizbiyyun karena mereka saling berselisih, maka kami berikan pertanyaan
kepada Asasudin dan yang memiliki pemikiran sama sepertinya: Apakah Ali dan
Mu’awiyyah Radhiyallahu’anhuma adalah hizbi karena keduanya berselisih?.
Kemudian kami katakan pula kepada para
da’i-da’i gadungan yang senangnya melarang-larang para santri untuk pindah agar
bertaqwa kepada Allah Ta’ala, ketahuilah bahwa melarang-larang para santri
untuk pindah ke ma’had lain itu bukanlah metode dan dakwah Ahlussunnah bahkan
perbuatan melarang-larang itu jelas menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, di dalam Shahih Al-Bukhari dijelaskan bahwa ada sekelompok
para shahabat datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
belajar tidak lama kemudian mereka meminta izin untuk pulang ke keluarganya
maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melarang mereka namun
beliau memberi wasiat:
( لو رجعتم إلى أهليكم صلوا صلاة كذا في حين كذا صلوا صلاة
كذا في حين كذا فإذا حضرة الصلاة فليؤذن أحدكم وليؤمكم أكبركم )
“Kalau kalian kembali ke keluarga kalian maka shalatlah
kalian seperti shalat demikian pada waktu demikian, shalatlah kalian seperti
shalat demikian pada waktu demikian. Jika telah masuk waktu shalat maka
hendaklah salah seorang dari kalian azan dan seseorang yang akbar mengimami
kalian”.
Akbarukum dijelaskan pada hadits yang lain
yaitu yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya atau yang paling banyak
mengetahui sunnah atau yang paling banyak ilmunya.
Setelah kami memurnikan niat dan tekad
kami untuk mendalami ilmu agama ma’had yang pertama kami tuju adalah ma’had
Al-Bayyinah Sedayu-Gresik yang diasuh oleh dua beradik kakak yang bernama
Muhammad Afifudin bin Husnunnuri As-Sidawi dan kakaknya (Agus Su’aidi bin
Husnunnuri As-Sidawi), karena melihat keduanya rutin mengisi ta’lim di Mushalla
Graha IPTEKDOK UNAIR dan senang da’wah keliling-keliling yang akibatnya banyak
santri merasa tidak puas belajar bersama keduanya maka kami merencanakan untuk
mencari ma’had yang lain, ketika itu ada kawan memberitakan bahwa sekitar
berapa bulan yang lalu ustadz-ustadz dari ma’had Umar bin Al-Khaththab Lamongan
datang menjelaskan tentang perihal mereka bahwasanya mereka telah berlepas diri
dengan ma’had Al-Furqan Gresik dan mereka memiliki ma’had tersendiri, maka
besoknya setelah shalat ashar kami berangkat ke ma’had Umar di Sugihan Lamongan
sampai di ma’had menjelang maghrib.
Selama dua pekan di ma’had Umar bin
Al-Khaththab Sugihan Lamongan kami berkata kepada kawan kami, kami mau pindah
ke ma’had lain, bersamaan dengan itu keluarga kami di Maluku meminta kami untuk
pulang maka kami langsung pulang ke Maluku dan berniat setelah berjumpa dengan
keluarga, kami akan berangkat ke ma’had As-Sunnah Bajirupa Makassar yang diasuh
oleh Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi, pada tahun 2007 tepatnya pada awal
Ramadhan kami ke ma’had tersebut, sekitar 5 (lima) atau 6 (enam) bulan kami di
ma’had tersebut, sebelum kami pindah dari ma’had tersebut dengan pertolongan
Allah Ta’ala kami sempat menulis terjemahan “Ushulussittah” yang kami sertai
dengan beberapa tambahan keterangan pada footnote (catatan kaki) yang berisikan
dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tulisan tersebut pernah
diterbitkan oleh maktabah Al-Ghuraba’ Solo.
Adapun sebab kami pindah dari ma’had tersebut
karena banyak faktor diantaranya:
-
Ketidak sukaan kami terhadap Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi, yang dia tenar
dengan mondar-mandirnya ke Saudi Arabia karena urusan harta, yang pada akhirnya
terfitnah.
-
Melihat ada seorang ustadz (pengajar) ma’had yang bernama Mustamin, Lc. pada
hari jum’at ikut olah raga lari pagi dengan memakai pakaian olah raga yang
ketat seperti guru PENJASKES (pendidikan jasmani dan kesehatan).
-
Setiap ada yang mau pindah maka Khidhir bin Muhammad Sanusi melarangnya untuk
pindah dengan berbagai alasan.
Dengan faktor-faktor tersebut yang
kaitannya dengan ma’had, adapun dengan masalah pribadi ketika di Makassar
adanya dari kawan-kawan kami yang terus menerus menghubungi kami supaya kami
memanfaatkan ijazah kami dengan mengikuti seleksi PNS (pegawai negri sipil)
atau bekerja di RS, karena menjaga hati jangan sampai terfitnah maka solusi
terbaik bagi kami adalah pindah ma’had, berhubung ada dua kawan kami bersepakat
dengan kami untuk pindah dan ma’had yang kami tuju adalah ma’had Umar Lamongan
yang pernah kami ke sana, kami berkeinginan untuk kembali ke ma’had tersebut
karena ada kawan kami mengabarkan bahwa ada seorang pengajar akan segera balik
dari Dammaj, yang beliau di Dammaj sekitar 10 (sepuluh tahun) maka kami dan dua
kawan kami langsung ke Jawa dengan tujuan ma’had tersebut, ketika kami sampai
kami mengikuti pelajaran sebagaimana biasanya, dengan harapan menunggu seorang
ustadz yang mau datang tersebut.
Sebelum kami pindah dari ma’had Umar
Lamongan tersebut kami sempat menulis sebuah tulisan dengan judul “Mengenal
Hawa Nafsu dan Akibat dari Mengikutinya”. Berhubung Khaliful Hadi orangnya
licik dan pandai mempengaruhi, sesuai yang tampak padanya masih terlihat ada
baiknya dan karena promosinya bahwa ustadz yang 10 (sepuluh) tahun di Dammaj
itu kalau pulang akan menjadi pengajar di ma’had barunya maka kami mengikutinya
ke ma’had barunya tersebut.
Ketika kami sudah mencapai 2 (dua) bulan
di ma’had Umar Sugihan kami bertekad untuk pindah ke ma’had Darul Atsar
Banyutengah Gresik yang diasuh oleh Khaliful Hadi maka kawan kami yang
mengetahui bahwa kami belum memiliki uang untuk pindah, beliau memberitahukan
bahwa ma’had baru yang diasuh oleh Khaliful Hadi membuka daurah nahwu dan
membutuhkan orang yang mau memasak untuk peserta daurah maka kami berpesan
kalau belum ada Insyaallah kami bersedia menjadi tukang masaknya, ternyata
kawan kami langsung ke ma’had Darul Atsar dan menyampaikan ke Khaliful Hadi
maka Khaliful Hadi langsung menelpon kami lalu kawan kami yang lain mengantar
kami dengan sepeda motor ke ma’had tersebut.
Setelah selesai daurah nahwu kami berhenti
dari menjadi tukang masak dan kami mengambil kesibukan lain di sela-sela
pelajaran diantaranya memasang instalasi listrik ke asrama dan masjid serta kesibukan
lain bersama kawan-kawan dalam bekerja membangun ma’had baru tersebut, bila
hari jum’at kebanyakannya kami ke Surabaya dan di Surabaya kami mengisi waktu
dengan menulis, diantara tulisan kami ketika itu adalah:
-
Siwak Pembersih Mulut yang Diridhai Allah.
-
Tiga Pilar Utama.
-
Terjemah Aqidah Thahawiyyah disertai penjelasan berupa catatan kaki.
-
Terjemah Atsarudz Dzunub wal Ma’ashi.
Waktu terus berjalan, tidak terasa
ternyata kami sudah mencapai 5 (lima) atau 6 (enam) bulan di ma’had tersebut
dengan waktu tersebut kami dapat mengenal sedikit kebobrokan dan kejelekan
Khaliful Hadi dan permasalahan ini telah kami jelaskan dalam beberapa tulisan
kami diantaranya tulisan kami yang berjudul “Mereka Adalah Hizbiyyun”.
Di ma’had tersebut kami sempat pula
mengenal Abu Sa’id Yahya Al-Maidani, yang kemudian orang tersebut menjadi
tangan kanan Khaliful Hadi, adapun orang tersebut begitu pula Khaliful Hadi
keduanya telah kami jelaskan kebobrokannya dalam tulisan kami yang berjudul
“Tembakan Jitu Terhadap Syubhat yang Berliku-liku” dan kami sebutkan pula dalam
tulisan kami “Buronan Berbaju Kemunafiqan Belajar dari Abdullah bin Abdurrahman
yang Bermanhaj Syaithan”.
Setelah jelas dengan gamblang tentang
kebobrokan dan kelicikan Khaliful Hadi kami menyimpulkan untuk pindah ma’had,
dan ma’had yang kami rencanakan untuk kami datangi adalah ma’had Dhiya’us
Sunnah Cirebon yang diasuh oleh Muhammad Umar As-Sewed.
Jika seseorang telah memahami tentang
penting dan mulianya ilmu maka dia tidak akan pernah merasa puas dengan
ilmu, hingga diapun berupaya untuk menjelajahi setiap penjuru untuk mencari
ilmu, dia memahami akan perkataan Allah Ta’ala sebagaimana di dalam surat
Yusuf:
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
“Dan di atas tiap-tiap orang yang berilmu
itu ada lagi yang berilmu”.
Dengan memahami ayat tersebut kami mencoba
mencari di setiap ma’had tentang orang-orang yang memang memiliki ilmu namun
setiap ma’had yang kami lalui tidaklah memberi kepuasan dalam ilmu. Bahkan pada
ma’had Dhiya’us Sunnah Cirebon ini tidaklah seperti yang kami harapkan bahkan
justru kekecewaan yang ada. Ketika kamu sudah hampir mencapai 2 (dua) bulan di
ma’had tersebut kami mendapati pelajaran yang sangat memilukan dari seorang
ustadz yang bernama Muhammad As-Sewed, yang bila ditinjau di tengah-tengah
masyarakat awam maka tentu tidak didapati sama sekali prilaku sepertinya, dan
prilaku jeleknya tersebut menjadi sebab utama bagi kami untuk pindah.
Ketika itu kami sebagai santri di ma’had
Dhiya’us Sunnah hanya 8 (delapan) atau 9 (Sembilan) orang, pada waktu itu
As-Sewed mau menikahkan putrinya dengan Helmi atau Hilmi yang dikatakan alumni
Dammaj, kami dan kawan-kawan digerakan oleh As-Sewed untuk bekerja sekitar 2
(dua) atau 3 (hari) di dekat rumahnya untuk persiapan acara pernikahan putrinya
dengan tanpa diberi makan sampai kawan-kawan menyiapkan sendiri makanan dari
ma’had, sangat dan patut dikasihani ada kawan kami naik sepeda motor harus
membawa nampan dan setempat nasi untuk membantu kawan-kawannya yang banting
tulang bekerja, karena kami baru pertama kali mendapat perlakuan sejelek itu
maka kami bertanya kepada kawan-kawan kami apakah perlakuan seperti ini baru
terjadi kali ini ataukah memang sudah menjadi prilaku jelek yang sudah
berkesinambungan? Kawan-kawan kami mempersaksikan bahwa As-Sewed itu memang
begitulah prilakunya. Dengan perlakuan jelek semisal itu maka ada dari kawan
kami berkata: “Memang kalau keturunan Arab yang ada di tengah-tengah kita ini
mereka merasa besar dan menjadikan kita ini seperti orang-orang rendahan, lihat
dari sejak pertama yang dibesarkan orang-orang Arab semisal Ja’far Umar Thalib,
Muhammad As-Sewed dan sekarang Luqman Ba’abduh padahal dari segi keilmuan masih
ada selain keturuna Arab yang lebih berilmu”.
Apakah demikian perlakuan seorang guru
kepada murid-muridnya? Tidakkah dia pernah membaca surat Al-Kahfi ketika nabi
Musa mengajak muridnya –’Alaihimassalam- untuk mencari seorang guru yang lebih
berilmu dari mereka berdua?:
{وَإِذْ
قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ
أَمْضِيَ حُقُبًا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا
فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا (61) } {فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ
لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62)
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ
وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي
الْبَحْرِ عَجَبًا (63)}
“Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut
itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke
laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada
muridnya: “Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih
karena perjalanan kita ini”. Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita
mecari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan
tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya
kecuali syaithan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali”.
Pada kisah tersebut sangat jelas tentang
akhlaq seorang guru terhadap muridnya, mereka memiliki perbekalan, yang
kemudian mereka ingin memakannya bersama-sama (makan jama’ah). Ingatlah pula
pada kisah Salman Al-Farisi ketika beliau memberikan hadiah berupa korma kepada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka Rasulullah mengajak para
murid-murid (shahabat)nya untuk makan bersama karena ketika itu mereka sedang
sama-sama capek mengurus jenazah seorang shahabatnya? Maka dimanakah akhlaqmu
wahai sang da’i?
Dari kejadian tersebut kami sudah
memutuskan untuk pindah lagi, Walhamdulillah dengan rencana tersebut bertepatan
dengan adanya pemberian kabar gembira dari kakak kami bahwa sudah ada dana
untuk kami bisa berangkat menuntut ilmu di pangkuan para ulama di negri Yaman,
kamipun sangat bergembira dan langsung berpamitan dengan kawan-kawan untuk ke
Maluku mempersiapkan berkas-berkas dan perbekalan untuk ke negri Yaman.
PESAN DAN KESAN
Selama kami menjadi penuntut ilmu agama di
negri kami Indonesia selama setahun lebih segudang pengalaman kami peroleh dan
patut untuk kami syukuri karena benar kata orang “Pengalaman itu adalah guru
yang terbaik” kalau pepatah Malaysia menyebutkannya “Pengalaman yang
mengajarkan kita arti sebuah kehidupan”.
Sesungguhnya kepuasan itu tak kan pernah
dirasa bila seseorang tak melakukan percobaan dan ketahuilah bahwa menuntut
ilmu agama tidak ada penghujungnya dan tidak akan pernah puas bagi yang memang
memiliki tekad dan niat yang tulus.
Seseorang bila telah merasa puas dari ilmu
dan merasa cukup dengan ilmu yang ada pada dirinya serta tidak lagi membutuhkan
ulama maka kepuasan dan sikap merasa cukupnya itu akan menenggelamkan dirinya
di dalam kebuasan.
وبالله التوفيق
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar