Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

BIOGRAPHI

Biografi  Muhammad Al-Limboriy

بسم الله الرحمن الرحيم

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا من يهده الله، فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
أما بعد:
Data-data ini kami tulis berdasarkan pengenalan kami terhadap beliau selama di kampus POLTEKKES Surabaya dan kami ketahui pula tentang beliau dengan terus mengikuti dengan cara banyak membaca tulisan-tulisan beliau yang sudah banyak tersebar di internet, -semoga Alloh menjaga dan memberkahi umur, ilmu dan perjuangan beliau-.
Ditulis oleh teman kuliahnya Abdi Prasetio (Abul Barokat).

Mengenal Lebih Dekat Muhammad Al-Limboriy

Nama Beliau: Muhammad bin Salim.
Tempat Tanggal Lahir: Beliau lahir di Limboro (Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Kepulauan Maluku) pada tanggal 25 Januari 1985.
Ketika beliau lahir orang tuanya menamainya dengan nama Khidhir yang diambil dari nama Nabi Khidhir (عليه السلام), ketika beliau masuk sekolah MIM (Madrasah Ibtidaiyyah Muhammadiyyah) di Limboro maka guru sekolah salah menulis nama beliau, beliau ditulis dengan nama Haider Mursalim.
Saya mengenal beliau ketika kami kuliah di POTEKKES (Politeknik Kesehatan) Surabaya. Beliau selama kuliah, pada waktu diluar kuliah beliau senang mengunjungi toko-toko buku Agama Islam dan termasuk hobi beliau adalah membaca buku-buku agama, tempat kos-kosan beliau banyak didapati buku-buku agama Islam, beliau lebih suka membeli buku agama Islam dari pada membeli buku-buku yang berkaitan dengan bidang kuliahnya.
Setelah mengikuti jadwal kuliah beliau selalu menyempatkan diri hadir di majelis-majelis ilmu Agama yang diadakan di masjid-masjid kampus, seperti di UNAIR (Universitas Airlangga) Surabaya dan ITS (Institut Teknologi Surabaya).
Setelah beliau menyelesaikan studinya dan mendapatkan gelar ahli madya teknik elektromedik beliau memfokuskan belajar agama Islam, beliau mendalami ilmu agama di beberapa pondok pesantren di Jawa dan sempat belajar di salah satu pondok pesantren di Makassar.
Beliau selama belajar di beberapa pondok pesantren beliau sempat menulis beberapa buku yang ketika itu beliau masih menggunakan nama Khidhir Al-Limbory dengan kuniah beliau Abul 'Abbas.
Setelah setahun beliau belajar di beberapa pondok pesantren di Indonesia beliau ke Darul Hadits Dammaj-Sho'dah-Yaman, dan di Dammaj inilah kemudian beliau mengganti nama dengan nama Muhammad dan berkuniah Abu Ahmad, beliau sampai sekarang ini masih di Darul Hadits Dammaj.

Kegiatan dan Aktivitas beliau di Dammaj:

v  Belajar ilmu agama di bawah bimbingan para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah.
v  Mengajari saudara-saudaranya bila mereka memintanya untuk mengajari mereka.
v  Membaca, membahas (mengkaji) dan menulis.
v  Melakukan ribath (jaga) untuk mengantisipasi serangan dan makar para pemberontak orang-orang kafir Rofidhoh.
Dengan adanya permintaan dari teman-temannya untuk menulis biografi beliau maka beliau sendiri telah menulisnya dengan judul "KISAHKU KETIKA DI INDONESIA TANAH AIRKU".
Demikian yang bisa kami tulis semoga bermanfaat dan semoga Alloh merezkikan kami dan beliau dengan keistiqomahan di atas al-haq hingga akhir hayat.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEix2m50XBC35Zu0gh-zrZHTaPSDt4d05a-GtNUKnUsF05urOsHbQrtwZGs2HW0mI4Ould6ekNXWti33K-ca_NiUlSudLgpsvip6xrfQTqYFiWc4sxRS9tFa5kq5fv_YEWRLfzwCKhD-pxQ/s400/AQW.png

Menelusuri Sejarah Kebudayaan Buton

بِسمِ الله الرَّحمنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ، وَأَسْتَنْصِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما بعد:
Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Abdulloh bin 'Abbas semoga Alloh meridhoi keduanya, bahwaAbu Sufyan bin Harb menceritakan kepadanya, ketika beliau pergi ke negri Syam untuk berdagang maka raja Hiraklius mengundangnya lalu bertanya kepadanya tentang Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam:
"كَيْفَ نَسَبُهُ فِيكُمْ؟".
"Bagaimana dengan nasabnya di sisi kalian", beliau berkata:
"هُوَ فِينَا ذُو نَسَبٍ".
 "Dia di sisi kami memiliki nasab".
Dengan hadits ini menunjukan tentang pentingnya bagi seseorang untuk mengenal nasab (jalur dari keturunan)nya, walaupun seseorang memiliki jalur keturunan yang dipandang kurang baik misalnya bapak atau nenek moyangnya adalah kaum musyrikin maka tidak mengapa dia menyebutkannya, sebagaimana Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«أَنَا النَّبِيُّ لَا كَذِبْ أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبْ».
"Aku adalah seorang nabi, bukan pendusta, aku adalah putranya 'Abdul Muththolib". Diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Al-Baro' bin 'Azib.
Telah kita ketahui bersama bahwa bapak Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam adalah Abdulloh bin 'Abdil Muththolib, namun  pada hadits ini beliau hanya menyebutkan bahwa beliau adalah putra Abdul Muththolib, hal itu beliau katakan karena dua sebab:
Sebab pertama: Karena Abdul Muththolib adalah orang yang terpandang dan terkenal di kalangan Arob.
Sebab kedua: Karena adanya pertanyaan, sebagaimana datang dalam suatu riwayat, yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Abdulloh bin 'Abbas semoga Alloh meridhoi keduanya bahwa Bani Sa'd bin Bakr mengutus Dhimam bin Tsa'labah untuk bertanya kepada Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, ketika sampai di tengah-tengah kaum muslimin dia bertanya:
"أَيُّكُمُ ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟".
"Siapa diantara kalian dari putranya Abdul Muththolib?". Maka Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam menjawab:
"أَنَا ابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ".
"Aku adalah putra 'Abdul Muththolib". Dia bertanya lagi:
"مُحَمَّدٌ؟"، قَالَ: "نَعَمْ".
"Kamu adalah Muhammad?", beliau menjawab: "Iya".
Abdul Muththolib adalah termasuk orang-orang musyrik (menyekutukan Alloh) dan dia mati dalam keadaan musyrik, namun Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam tetap menyebutkannya, karena nasab (jalur keturunan) dari Abdul Muththolib ketika itu sangat terpandang di kalangan orang-orang Arob.
Dengan melihat hal tersebut maka kami sengaja pada kesempatan ini menuliskan sejarah kebudayaan Buton, yang kami termasuk salah seorang dari keturunan yang berasal dari suku Buton.
Semoga apa yang kami tulis ini dapat diambil pelajaran oleh mereka yang bersuku Buton khususnya dan umat manusia pada umumnya, dan semoga tulisan ini menjadi sebab bagi mereka untuk mencintai ajaran Islam yang murni ini.
وبالله التوفيق
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Ditulis oleh Hamba yang Faqir atas Ampunan Robbnya
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman
Pada hari Sabtu 24 Syawwal 1434.



MENGENAL BUTON
Buton adalah suatu nama daerah yang dia termasuk salah satu daerah yang berada di pulau Sulawesi.
Nama Buton yang lebih terkenal di kalangan keturunan anak-anak Buton adalah "Wuta Wolio" yang berma'na "Tanah Leluhur".
Kata "Buton" jika diartikan ke dalam bahasa Holimombo yaitu "Buto" yang berma'na "Bau", maka tidak heran bila kemudian nama ibukotanya disebut dengan "Bau-bau".
Penamaan seperti itu adalah wajar, mungkin karena didapati di dalam daerah tersebut terdapat suatu kebudayaan yang mengerikan alias "bau" yang tidak ada pada daerah lainnya, dengan melihat hal tersebut maka pada kesempatan ini kami akan menyebutkan beberapa kebudayaan Buton yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

MENGENAL KERATON BUTON
Keraton Buton atau dikenal sebagai masjid Agung Keraton Buton atau disebut juga dengan masjid Agung Wolio yang dahulunya adalah keraton (istana) kerajaan, setelah agama Islam masuk ke Buton maka dijadikanlah keraton tersebut sebagai masjid.
Masjid ini sudah mengalami pemugaran sejak pemerintahan Sultan Buton ke-13 pada tahun 1930 Masehi, masjid ini memiliki 12 (dua belas pintu) pada ke 4 (empat) sisinya dan 12 (dua belas) jendela di bagian atas, diinginkan dari jumlah pintu dan jendela tersebut untuk menyesuaikan dengan jumlah pintu pada benteng Wolio yang juga berjumlah 12 (dua belas) pintu.
Para pemuja keraton ini menegaskan bahwa di dalam masjid ini terdapat pusena (pusatnya bumi), di belakang mihrob terdapat lubang,  yang para pemujanya meyakini bahwa lubang ini yang tembus ke kota Makkah di KSA (Kerajaan Suadi Arobia) yang jauh sana, sebagian yang lain yang mengatakan bahwa lubang tersebut seperti sumur kalau seseorang memasukinya maka dia akan terjatuh terus menerus dan tidak akan sampai ke dasar bumi hingga hari kiamat. Sebagian lagi menyatakan kalau seseorang melihat ke permukaan lubang tersebut maka dia akan melihat keluarganya atau kawan-kawannya yang sudah meninggal dunia, dimanakah tempat mereka? Di Jannah atau di neraka?.
Sebagian mereka mengatakan pula bahwa berapapun banyaknya jama'ah yang hadir sholat Jum'at di masjid Keraton Buton maka selalu menampung semuanya, bila tinggal satu shoff mau penuh maka akan tambah lagi shoff berikutnya hingga tidak penuh-penuh. Jadi mereka meyakini  bahwa masjid itu meluas terlihat dari dalam adapun kalau dilihat dari luar maka tidak meluas.
Dan masih sangat banyak khurofat dan kisah-kisah aneh yang mereka munculkan tentang masjid tersebut.

BENTENG KERATON KERAJAAN BUTON
Pada dinding tebing sebelah timur benteng keraton dahulunya terdapat sebuah goa kecil (ceruk), goa ini adalah termasuk tempat persembunyian Raja Aru Palaka tatkala tentara Sulthon Hasannudin telah menguasai jantung pertahanan kesulthonan Buton.
Bala tentara Sulthon Hasannudin tidak mudah untuk menemukan goa tersebut karena lokasinya penuh kamuflase dan sangat taktis. Para pengunjung tidak akan bisa melihat ruang dalam gua melainkan dengan cara memanjat sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Aru Palaka, karena sudut dinding tebing yang sangat terjal, dan pintu goa terletak sekitar dua meter di atas ujung jalan setapak.

MENGENAL LEBIH DEKAT RAJA ARU PALAKA
Aru Palaka adalah raja di kerajaan Bone, dan dia masih mengalir darah Buton, bahkan dia dikatakan sebagai sepupu sekali dengan La Baluwu, dan La Baluwu ini kedudukannya di kerjaan Buton sebagai Sapati, yaitu seperti mentri yang menjabat sebagai pembantu Sulthon Buton dalam menangani urusan dalam negri Kesulthonan Buton.
Dan Raja Aru Palaka, ketika sudah sampai di Buton, dia dinamai dengan La Tondu. Nama yang berawalan "La" adalah nama orang-orang Buton, dan ini khusus bagi para pria, adapun wanita maka berawalan "Wa". Adapun namanya "Tondu" dalam bahasa Holimbo berma'na "Tenggelam", yang diinginkan dengan nama ini adalah disembunyikannya dari kejaran pasukan Sulhton Hasannudin.
Sapati Baluwu yang termasuk dari orang yang menyembunyikannya dan yang memberikan jaminan keamaan kepadanya ketika dia menjadi boronan bala tentara Sulthon Hasannudin. Ini sebagai bantahan terhadap orang-orang Buton dan orang-orang Bone yang mereka mengatakan bahwa Raja Aru Palaka adalah sakti, pendekar, bisa menghilang, bisa lari di bawa tanah, bisa lari di atas air, namun ternyata dia hanya bisa bersembunyi di dalam goa, dan ternyata dia dinaungi supaya tidak ditemukan oleh bala tentara Sulthon Hasannudin, dimana kesaktian itu?. Kalaupun seandainya Raja Aru Palaka dan para pembantunya benar sakti dan bisa seperti yang disebutkan maka itu adalah sihir yang diajarkan oleh para syaithon kepada mereka, Alloh Ta'ala berkata:
{وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ} [البقرة: 102]
"Akan tetapi para syaithonlah yang telah kafir, mereka mengajarkan manusia dengan sihir". (Al-Baqoroh: 102).
Abul 'Abbas Ahmad Al-Harroniy Rohimahulloh berkata:
"فإن السحر كثير منه يكون بالشياطين".
 "Maka sesungguhnya sihir kebanyakan darinya adalah dari para syaithon". 
Ketika Raja Aru Palaka atau yang dikenal dikalangan orang-orang Holimombo dengan nama "La Tondu" ini bersembunyi dan bernaung di kerajaan Buton maka dia diberi pemuliaan dengan dijadikan sebagai "Lakina Holimombo", dalam struktur Kesulthonan Buton jabatan "Lakina" merupakan pemimpin sebuah daerah yang terdiri atas beberapa wilayah kecil.
Dengan kepemimpinan ini Raja Aru Palaka memanfaatkannya untuk menyusun kekuatan baru dalam rangka untuk merebut kembali kekuasaannya yang ada di Bone, dan juga dalam rangka menyusun kekuatan untuk menyerang kerajaan Sulthon Hasannudin.
Ketika penjajah Belanda mengetahui bahwa telah terjadi pertempuran antara pasukan Sulthon Hasannudin dengan pasukan Raja Aru Palaka maka mereka menjadikannya sebagai kesempatan emas untuk memerangi Sulthon Hasannudin, dengan sebab itu terjadilah bersekutuan antara pasukan penjejah Belanda dengan pasukan Raja Aru Palaka, juga adanya tambahan pasukan dari pihak Belanda dengan didatangkannya pasukan Kapten Yonker dari Ambon yang bersekutu dengan Raja Aru Palaka dalam melawan Sulthon Hasanudin.
Pada pertempuran ini yang paling memberi peran besar adalah pasukan Raja Aru Palaka, karena pasukannya juga berhasil mendorong suku Bugis untuk ikut melawan pasukan Sulthon Hasannudin, perbuatan seperti ini ya'ni mendukung orang-orang kafir atau menjadikan mereka sebagai teman maka sangat jelas bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan bisa menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, Alloh Ta'ala berkata di dalam Al-Qur'an:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ} [المائدة: 51].
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasroni menjadi teman-teman (kalian); sebagian mereka adalah teman-teman bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kalian menjadikan mereka menjadi teman, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim". (Al-Maidah: 51).
Ketika Sulthon Babulloh memerangi para penjajah Barat dan dia melakukan perluasan kekuasan hingga sampai ke Sulawesi dan Buton termasuk salah satu wilayah kekuasaannya maka terjadilah perlawanan antara pasukan Sulthon Babulloh dengan pasukan dari kerajaan Buton yang berpusat di Keraton Buton, pada peperangan ini membuahkan sejarah pahit bagi masyarakat Buton dan menjadi luka yang terwarisi oleh anak keturunan yang bersuku Buton, mereka sering mengisahkan kepada anak cucu mereka bahwa dahulu pernah ada "Sanggila" yang sangat jahat, keluar masuk perkampungan dengan menyembelih dan membantai penduduknya. Dengan melihat kenyataan seperti ini maka sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang Ratu dari negri Saba' sebagaimana yang Alloh Ta'ala sebutkan di dalam Al-Qur'an:
{قَالَتْ إِنَّ الْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوا أَعِزَّةَ أَهْلِهَا أَذِلَّةً وَكَذَلِكَ يَفْعَلُونَ} [النمل: 34]
"Dia (Ratu negri Saba') berkata: "Sesungguhnya para raja apabila memasuki suatu negri, niscaya mereka membinasakannya, dan mereka menjadikan penduduknya yang mulia menjadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat". (An-Naml: 34).
Sanggila adalah kata dari bahasa Holimombo yang berma'na julukan terhadap pasukan dari kerajaan Kesulthonan Ternate yang menguasai Buton ketika itu.
Mereka juga bercerita: "Ketika "Sanggila" ini masuk ke Holimombo maka penduduknya berlarian ke gunung-gunung.
Dari kejadian ini sebagai bantahan kepada anak cucu yang bersuku Buton, yang seringkali mereka berkata: "Kakek-kakek kami dahulu sakti-sakti, mereka bisa terbang, mereka kebal, mereka bila dibunuh setelah itu hidup lagi", dimana kesaktian itu?, kenapa ketika pasukan Sulthon Babulloh masuk ke negri mereka, maka mereka berlarian ke gunung-gunung dan terpencar-pencar kesana kemari, dimana kesaktian mereka itu?.
Mereka juga bercerita: "Ketika "Sanggila" ini masuk ke Holimombo maka penduduknya berlarian ke gunung-gunung, mereka meninggalkan rumah-rumah mereka, pada suatu hari "Sanggila" masuk ke suatu rumah lalu didapatilah seorang wanita cantik, maka wanita ini kemudian dibawa oleh pasukan Sulthon Babulloh, sampai di Ternate wanita cantik tersebut dinikahkan, dari wanita tersebut kemudian melahirkan banyak keturunan yang marga mereka disebut dengan "Dedengo", ketika terjadi perang kemerdekaan dalam upaya mengusir penjajah Belanda dari Tanah Air Indonesia maka salah seorang pemuda Holimombo yang bernama Maruhadi ikut mendaftarkan diri sebagai tentara Nasional dengan nama "Dengo" sebagai bentuk penisbatan kepada marga "Dedengo".
Dan beliau menamakan salah seorang anaknya dengan nama "Dengo" supaya selalu mengenang sejarah perjuangannya dalam membela Tanah Air Indonesia dan juga mengenang marga "Dedengo".

MENGENAL LEBIH DEKAT MARUHADI ALIAS "DENGO"
Dia termasuk salah satu anak keturunan yang bersuku Buton, dia menikah dengan saudari kandung nenek kami.
Dia bersama istrinya yang memelihara ibu kami, karena ibu kami adalah seorang anak yatim, yang masih kecil ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.
Kedudukan Maruhadi ini kami anggap sebagai kakek angkat yang telah memelihara ibu kami, istrinya sebagai adik kandung nenek kami sekaligus ia yang menyusui kami ketika kami masih kecil, jadi kami memanggilnya sebagai nenek, dan putra-putrinya kami anggap sebagai para paman dan para bibi sekaligus sebagai saudara susuan kami.
Dia (Maruhadi) bercerita kepada kami ketika kami masih di Limboro: "Dulu ketika kami berperang melawan Penjajah kami tidak memiliki senjata, kami menggunakan bambu runcing, lalu kami mendatangi tentara-tentara Walanda (ya'ni Belanda) yang sedang jaga, kami tusukan bambu tersebut kepada mereka, lalu kami ambil senjata-senjata mereka".
Dia juga bercerita kepada kami: "Terkadang para wanita datang merayu-rayu tentara Walanda (Belanda), lalu wanita-wanita itu membunuh para tentara Walanda dan dibawa senjatanya, kemudian diberikan kepada teman-teman kami para tentara".
Dia juga bercerita kepada kami: "Ketika teman-teman kami memasak makan dengan panci yang sangat besar, tiba-tiba datang kapal udara (ya'ni pesawat terbang) membom tempat-tempat kami, hingga terkadang masakan yang dimasak oleh teman-teman kami tidak sempat dimakan".
Ketika terjadi kerusuhan di Ambon pada tahun 1999 Masehi, Abul 'Abbas Harmin Al-Limboriy Rohimahulloh jika pulang kampung, beliau seringkali bertanya kepada sang kakek tersebut tentang cara penggunaan senjata maka dia menjelaskannya seakan-akan senjata-senjata itu berada di hadapanya.
Setelah para tentara Belanda meninggalkan Tanah Air Indonesia, dia meninggalkan jabatannya sebagai komandan terhadap teman-temannya para tentara Nasional, dan dia pergi ke Limboro, setelah beliau memiliki putra dan putri, dia menamakan salah seorang putranya dengan nama "Dengo" supaya selalu mengenang sejarah perjuangannya dalam membela Tanah Air Indonesia dan juga mengenang marga "Dedengo".
Dia pernah bercerita kepada kami: "Ketika tentara Belanda sudah menyerah dan mereka harus mengangkat kaki dari Tanah Air Indonesia maka mereka menangis, mereka ingin tetap di Tanah Air Indonesia".
Dia juga berkata: "Para penjajah yang paling keras dan jahat adalah penjajah Japa'a (ya'ni tentara Jepang), mereka lebih jahat dari tentara Walanda (ya'ni tentara Belanda)".
Ada salah seorang dari kampung Limboro yang dahulunya juga termasuk dari pejuang nasional, dia berkata: "Ketika aku mendengar bahwa pemerintah Indonesia akan memberikan penghargaan kepada para pejuang nasional maka aku bergegas ke Ambon untuk memberitahu pihak pemerintah bahwa aku termasuk dari pejuang nasional, sesampainya di kantor namaku dicari-cari apakah ada di daftar nama-nama pejuang nasional ataukah tidak?, hari pertama dicari namun tidak ditemukan, pada hari kedua baru namaku ditemukan, adapun nama Maruhadi (Dengo) pada hari pertama, sekali buka langsung aku melihat namanya, hal itu karena dia komandan kami, dan aku termasuk dari anak buahnya".
Setelah ditemukan namanya diapun diberi banyak uang dan diberi pakaian seragam tentara sebagai bentuk penghargaan kepadanya, ketika para keluarga dan anak cucu Maruhadi mendengar orang tersebut, merekapun memintanya untuk ikut ke Ambon memberitahu pihak pemerinta tentang keadaannya, namun beliau tidak menginginkan itu.
Kami sengaja menyebutkannya pada tulisan ini sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menganggap bahwa orang-orang Buton tidak ada pahlawannya, mereka hanyalah sebagai para pengkhianat negara. Maka ini sebagai jawaban kalau ternyata ada dari orang-orang Buton memiliki pahlawan yang tidak ingin dikenal.

TERPENCARNYA PENDUDUK BUTON
Sebab terpencarnya penduduk Buton karena 3 (tiga) sebab:
Pertama: Karena serangan dari pasukan Sulthon Hasannudin.
Ketika pasukan Sulthon Hasanuddin menaklukan kerajaan Raja Aru Palaka di Bone maka masyarakat Bone terpencar-pencar, ada yang lari di sekitar wilayah Bone dan adapula yang lari bersama Raja Aru Palaka menuju Kerajaan Buton, pasukan Sulthon Hasannudin terus mencari dan menelusuri jejak-jejak Raja Aru Palaka bersama pasukannya, dengan pencarian dan penelusuran ini mengakibatkan banyak dari masyarakat Buton ketakutan dan banyak pula yang tidak mau terlibat dalam pertempuran itu lari meninggalkan Buton, ada yang ke Maluku dan ke beberapa daerah lainnya di bagian timur Nusantara.
Sebab kedua: Karena serangan pasukan Sulthon Babulloh yang mereka nama dengan "Sanggila". Dengan serangan ini termasuk penyebab terkuat di zaman itu mereka berlarian, pada penyerangan ini kebanyakan mereka lari ke bagian barat Nusantara, ada yang ke Makassar, ada yang ke Kalimantan, ada yang ke Jawa dan adapula yang ke arah Bima-Nusa Tenggara.
Sebab ketiga: Mencari perekonomian dan pencaharian hidup ke negri-negri lain.
Penyebab yang ketiga ini yang merupakan sebab utama terpencarnya masyarakat Buton ke negri-negri lainnya di luar Buton.
Tidak lama kemudian masyarakat Buton banyak berpindah dari Buton ke Maluku, diantara mereka adalah La Bisana, dia bersama keluargnya meninggalkan pulau Buton menuju pulau Seram di bagian barat dengan menumpang perahu berlayar, dan mereka berlabuh di tepi pantai yang di hadapan mereka terdapat sebidang tanah yang lumayan luas, dikelilingi gunung-gunung, yang sekarang tempat tersebut dikenal dengan Limboro.

MENGENAL LEBIH DEKAT "LA BISANA"
Ketika keadaan di Kesulthonan Buton sudah tidak menentu, dan juga keadaan "Lakina Holimombo" sudah tidak menentu, bersamaan dengan itu terjadinya penindasan, yang kuat menindas yang lemah, rakyat kecil bekerja yang penghasilannya untuk para pembesar-pembesar seperti para keturunan para pembesar keraton dan para "Ode", dengan keadaan itu sering kita mendengarkan anak keturunan para "Ode" berkata: "Para Ode dan keturunan orang-orang besar keraton mereka tidak bekerja, masyarakat yang bekerja untuk mereka. Dan mereka mengambil hasil pekerjaan masyarakat".
Dengan sebab inilah dan sebab-sebab lainnya membuat La Bisana memilih untuk pindah ke pulau Seram bagian barat, beliau membawa keluarganya dan juga membawa kenangan-kenangannya ketika di Buton berupa pakaian para pembesar berupa sabuk emas, pakaian dan selendang berwarna kuning mudah, dan satu peti kecil yang berisi keris pusaka, namun sayangnya ketika dia meninggal kenang-kenangannya tidak diperhatikan oleh anak cucunya, datang para cucunya ke rumahnya, ada yang membawa kerisnya, yang lainnya juga begitu hingga keris-keris itu tidak ada yang tersisa. Begitupula pakaian dan selendangnya, salah seorang putrinya memotong-motongnya dan menjadikannya untuk sarung bantal, sehingga tidak ada yang tersisa dari kenangan-kenangan itu melainkan hanya sabuk emasnya.
Sesampainya dia dan keluarganya serta teman-temannya di Limboro mulailah mereka bermusyawarah untuk membuka lahan baru, supaya dijadikan sebagai suatu perkampungan, dengan musyawarah itu dinamailah kampung tersebut dengan nama Limboro yang diambil dari kata "Limbo" yang berma'na perkumpulan atau musyawarah.
Dari musyawarah tersebut diputuskan pula siapa yang akan menjadi kepala kampung?, La Bisana selaku tokoh masyarakat yang terpandang dan disegani tidak sedikitpun berambisi supaya diangkat sebagai kepala kampung, dia tidak menginginkan sedikitpun karena latar belakang berpindahnya dia supaya hidup sebagaimana halnya rakyat biasa, yang hidup dengan usahanya sendiri, dan dia menganggap bahwa tanggung jawab menjadi seorang pemimpin adalah berat, dimintai pertanggung jawaban di dunia dan akhirat. Anggapan itu adalah benar, karena Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
"Pemimpin adalah penanggung jawab dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Ibnu 'Umar.
Di kampung Limboro inilah La Bisana mulai membuka pengajian Al-Qur'an, dia mengajar anak-anak cucunya dan anak-anak warga kampung membaca Al-Qur'an, apa yang dia lakukan ini terus terwarisi, anak-anak cucunya setelah dia meninggal dunia melakukan seperti yang dia lakukan yaitu terus membimbing dan mengajari anak-anak kaum muslimin membaca Al-Qur'an Al-Karim, ini adalah termasuk sunnah yang terpuji, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallamberkata:
«خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ».
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Utsman bin 'Affan. Dalam riwayat lain dengan lafazh:
«إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ».
"Sesungguhnya yang paling utamanya dari kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya".
Kemudian dia dan teman-temannya mulai membangun masjid yang bahan bangunannya dari kayu, pada masjid ini terdapat 4 (empat) tiang besar yang keempatnya dari batang pohon kayu besar, mereka namai tiang tersebut dengan tiang Ka'bah dengan alasan berbentuk persegi 4 (empat) seperti model Ka'bah.
Setelah itu dia menebang sebuah pohon besar dengan alat penebang di zamannya yang tidak secanggih alat di zaman ini, lalu mengolah dan mengukirnya hingga menjadi bedug yang dipukul sebagai tanda kalau waktu sholat sudah masuk. Apa yang dibuat ini bukan dari sunnah bahkan dia adalah bid'ah dan pengikutan terhadap kebudayaan kaum kafir Yahudi dan Nasroni (Kristen), Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Abdurrozzaq, dari Ibnu Juroij, dari Nafi', dariIbnu 'Umar, beliau berkata:
"كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَوَاتِ، وَلَيْسَ يُنَادِي بِهَا أَحَدٌ، فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: قَرْنًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ، فَقَالَ عُمَرُ: أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا يُنَادِي بِالصَّلَاةِ؟ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ»".
 "Dahulu kaum muslimin ketika sudah pindah di Madinah, mereka berkumpul menentukan waktu-waktu sholat dan tidak ada seorangpun menyeru kepada sholat, maka mereka berkata pada suatu hari tentang demikian itu, berkata sebagian mereka: "Jadikanlah bel (lonceng) seperti belnya orang-orang Nasroni", sebagian yang lain dari mereka berkata: "Jadikanlah tanduk (seruling) seperti serulingnya orang-orang Yahudi", maka Umar berkata: "Tidakkah sebaiknya kalian mengutus seseorang untuk mengumandangkan sholat?"maka Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata: "Wahai Bilal berdirilah lalu kumandangkanlah azan".
Dari hadits ini menerangkan bahwa jika telah masuk waktu sholat maka cukup dengan dikumandangkan suara azan, adapun selain itu baik dia berupa memukul bedug, bel, meniup seruling dan yang semisalnya maka semuanya adalahbid'ah, yang tidak boleh untuk dilakukan. Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Al-Qosim bin Muhammad, dari'Aisyah semoga Alloh meridhoinya, dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, beliau berkata:
«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ».
"Barangsiapa yang mengadakan perkara baru di dalam perkara (agama) kami ini, yang perkara tersebut tidak ada pada agama kami maka dia tertolak".
La Bisana memiliki beberapa anak, diantaranya seorang putri, dari putri ini kemudian lahir Salim, dari keturunan Salim ini kemudian lahir para penuntut ilmu dan para da'i yang menyeru kepada da'wah Islam yang benar lagi murni, yang mereka bangkit untuk memperbaharui da'wah nenek moyang mereka yang penuh dengan kesyirikan, khurofat, bid'ah dan ma'siat, diantara mereka adalah Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy semoga Alloh merohmatinya.

BERPINDAHNYA SEBAGIAN PENDUDUK KONDOWA KE MALUKU
Dengan sebab mencari perekonomian dan pencaharian hidup keluarlah seorang bapak dari Buton yang dia bertempat tinggal di Kondowa, dan Kondowa termasuk satu satu wilayah kekuasaan kerajaan Kesulthonan Buthon.
Bapak tersebut keluar menuju Maluku, sesampainya di Maluku dia disambut baik oleh masyarakat yang berkulit Arob, yang mereka juga beragama Islam, yang sekarang mereka lebih dikenal dengan nama "orang-orang negri", dinamai seperti itu karena mereka adalah yang pertama-tama datang ke kepulaan Maluku. Dengan perbedaan latar belakang ini namun tidaklah membuat mereka meliki sifat fanatik golongan, bahkan dengan perbedaan itu membuat mereka untuk saling mengenal, Alloh Ta'ala berkata:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ} [الحجرات: 13]
"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang lelaki dan seorang wanita dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Alloh adalah orang yang paling bertaqwa diantara kalian. Sesungguhnya Alloh adalah Al-'Alim (Maha Mengetahui) lagi Al-Khobir (Maha Mengenal)". (Al-Hujarot: 13).
Setelah dia kembali ke Kondowa-Buton, dia membawa seorang anak wanita kecil yang bermarga atau bernasab "Nurlete", dan anak tersebut dia mejadikannya sebagai anak angkatnya, sesampainya di Kondowa masyarakat mendengarkan tentang keadaan Maluku yang membuat mereka berkeinginan untuk pindah ke Maluku, masyarakat Kondowa kagum dengan anak wanita kecil yang berasal dari Maluku tersebut, karena bermuka Arob dan bernama dengan nama yang Islami yaitu Khodijah, dan yang membuat mereka bertambah kagum karena wanita kecil tersebut berbahasa lain dengan bahasa mereka, sementara warga Kondowa berbahasa seperti bahasa orang-orang Holimombo, ketika anak kecil tersebut memanggil-manggil ibunya karena kangen dan rindu, dengan berkata: "Mama", maka ibu angkatnya langsung mengunyahkan makanan untuknya, dia mengira anak tersebut meminta makan dengan dikunyahkan, karena "mama" dalam bahasa Kondowa berma'na "kunyah".
Anak kecil yang bermarga "Nurlete" itu kemudian tumbuh di Kondowa hingga menikah di sana, dan memiliki beberapa putri, salah satu putrinya menikah dengan Maruhadi alias "Dengo", dan satunya lagi dari putrinya menikah dengan seorang khotib sekaligus imam masjid di Kondowa yang bernama Hadiyina, dengan pernikahan ini lahirlah ibu kandung kami.
Semasa kecilnya ibu kandung kami ditinggal mati oleh ibu bapaknya, dan dia menjadi anak yatim, yang dia dipelihara oleh neneknya (Khodijah yang bermarga "Nurlete"), setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 Masehi dan pasukan penjajah Jepang meninggalkan Tanah Air. Khodijah bersama putrinya, dan cucunya (ibu kandung kami) serta para keluarga angkatnya berangkat ke Maluku untuk menyusul warga Buton yang sudah berangkat ke Maluku lebih dahulu, sesampainya di Maluku mereka memilih untuk tinggal di Limboro, di Limboro inilah kemudian cucunya (ibu kami) tumbuh besar yang kemudian menikah dengan Salim (bapak kami), dengan pernikahan ini kemudian lahirlah para penuntut ilmu dan para da'i yang menyeru kepada da'wah Islam yang murni, yang mereka bangkit untuk memperbaharui da'wah nenek moyang mereka yang penuh dengan kesyirikan, khurofat, bid'ah dan ma'siat, diantara mereka adalah Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy semoga Alloh merohmatinya.
Tidak mengira ternyata sesampainya di Limboro, Khodijah dan anak cucunya diziarohi oleh keluarganya yang bermarga "Nurlete", ada yang dari kampung Kambelu, Luhu, Taniwel dan dan ada pula yang dari Lei Hitu dan Ambon, mereka sangat berbahagia karena bisa berjumpa dengan saudari mereka Khodijah yang berpisah sudah puluhan tahun. Ini adalah suatu kebudayaan orang-orang Maluku yang selalu berupaya menghubungkan hubungan kekerabatan mereka, diantara mereka selalu saling menziarohi, apa yang mereka lakukan tersebut adalah termasuk dari sunnah-sunnah NabiShollallohu 'Alaihi wa Sallam yang harus dijunjung tinggi, bila seseorang melakukannya maka dia akan meraih dua keutamaan:
Keutamaan pertama: Akan bertambah kasih sayang di antara mereka dan saling mencintai karena Alloh.
Keutamaan kedua: Alloh akan mencintai mereka, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
"إنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى، فَأَرْصَدَ اللهُ لَهُ، عَلَى مَدْرَجَتِهِ، مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ، قَالَ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ، قَالَ: هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا؟ قَالَ: لَا، غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ: فَإِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكَ، بِأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ".
"Sesungguhnya ada seseorang menziarohi saudaranya di suatu perkampungan yang lain, maka Alloh menundukan untuknya di atas jalan yang dia terdapat malaikat, tatkala dia datang kepadanya, malaikat bertanya: "Kemana hendak kamu (pergi)?", dia menjawab: "Aku ingin (pergi) ke saudaraku di kampung ini", malaikat bertanya lagi: "Apakah kamu memiliki dari suatu keni'matan untuk kamu berikan kepadanya?", dia menjawab: "Tidak, hanya saja aku mencintainya karena Alloh 'Azza wa Jalla", malaikat berkata: "Sesungguhnya aku adalah utusan Alloh untukmu, Sesungguhnya Alloh telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintainya karena Alloh". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Huroiroh.

KEBUDAYAAN DAN KEPERCAYAAN ORANG-ORANG BUTON
Orang-orang Buton menamakan Alloh dengan nama "Piompua", ini berasal dari bahasa Lihoko (Lipaco-Holimombo-Kondowa) yang dia memiliki dua ma'na yaitu: "Pi" yang berma'na "Pengadaan" dan "Ompu" berma'na "Nenek moyang" atau disebut pula "Kakek".
Dan ini tidak hanya dalam bentuk penamaan bahkan ada dari mereka meyakini bahwa Alloh Ta'ala memiliki anak, yang anak tersebut dilahirkan atau keluar dari bambu. Adapula dari mereka mengambarkan  bahwa Alloh menyusup ke dalam jiwa-jiwa setiap orang yang dilahirkan dan yang selain itu dari keyakinan-keyakinan yang mengharuskan mereka kafir.
Keyakinan seperti ini jelas tidak ada bedanya dengan keyakinan para penjajah Belanda, yang mereka datang di Tanah Air Indonesia dengan tujuan menjajah dan sekaligus menda'wahkan peribadahan kepada salib, dan menda'wahkan kepada keyakinan bahwa Alloh adalah tiga, keyakinan yang sangat sesat ini telah ada bantahannya di dalam Al-Qur'an:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [المائدة: 73].
"Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Alloh adalah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada sesembahan selain dari Sesembahan yang Satu. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih". (Al-Maidah: 73).
Alloh Ta'ala berkata:
{وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ} [النساء: 171]
"Dan janganlah kalian mengatakan: "(Alloh adalah) tiga", berhentilah (dari ucapan itu), (itu) lebih baik bagi kalian. Sesungguhnya Alloh adalah Sesembahan yang Satu". (An-Nisa': 171).

KESYIRIKAN YANG BERANEKA RAGAM
Bila anak keturuan dari suku Buton datang berkunjung ke Buton maka saudaranya yang memiliki hubungan kekerabatan menjemputnya dan mereka mengadakan acara sambutan dengan mengadakan tahlilan yang dalam bahasa mereka adalah "Polele sumanga ompu" yang berma'na pemberitaan kepada roh-roh para leluhur.
Mereka berkeyakinan bahwa bila acara penyambutan ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan malapetaka kepada saudara mereka yang datang berkunjung tersebut.
Ketika Abul 'Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy semoga Alloh merohmatinya datang dari pondok pesantren di Jawa dan beliau mampir ke Buton, maka keluarga nenek moyangnya melakukan penyambutan dan siap mengadakan acara tahlilan "polele sumanga ompu" untuknya, maka beliau semoga Alloh merohmatinya berkata kepada mereka: "Tidak perlu, saya bisa membaca tahlilan sendiri tanpa diadakan tahlilan seperti itu".
Beliau mengatakan seperti ini sebagai bentuk pengingkaran kepada mereka, karena setiap mu'min tentu bisa membaca kalimat tahlil yang tidak membutuhkan adanya acara yang dinamakan dengan "Polele sumanga ompu" yang banyak mengandung kesyirikan dan bid'ah.
Kemungkaran-kemungkaran pada acara "Polele sumanga ompu" diantaranya berbuat kesyirikan dengan membaca kalimat tahlil yang diikutkan dengan menyebut nama-nama "Ompu" (para leluhur) sambil membakar kemenyan, mereka berdoa kepada Alloh juga berdoa kepada roh-roh para leluhur tersebut, ini jelas adalah kesyirikan yang sangat nyata, Alloh Ta'ala berkata:
{وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ} [المؤمنون: 117]
"Dan barangsiapa menyeru bersama Alloh sesembahan yang lain, tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Robbnya. Sesungguhnya tidaklah beruntung orang-orang yang kafir". (Al-Mu'minun: 117).
Dan siapa saja melakukan perbuatan ini, maka Alloh Ta'ala mengancamnya dengan azab yang pedih, dan memasukannya ke dalam neraka Jahannam, Alloh Ta'ala berkata:
{فَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتَكُونَ مِنَ الْمُعَذَّبِين} [الشعراء: 213]
"Maka janganlah kamu menyeru bersama Alloh sesembahan yang lain, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diazab". (Asy-Syu'aro': 213). Alloh Ta'ala berkata:
{الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ} [ق: 26]
"Orang yang menjadikan bersama Alloh sesembahan yang lain maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat".(Qof: 26). Karena perbuatan ini termasuk kesyirikan yang terbesar maka mengaharuskan pelakunya kekal di dalam neraka, Alloh Ta'ala berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ} [البينة: 6]
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (mereka masuk) ke dalam neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya, mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk". (Al-Bayyinah: 6).

PENYELISIHAN SYARI'AT DAN KEBID'AHAN YANG BERANEKA RAGAM
Penyelisihan syari'at yang dilakukan oleh masyarakat yang bersuku Buton sangatlah banyak, diantaranya:
Mengeluarkan Zakat kepada Pengurus Masjid
Bila bulan Romadhon sudah mau berakhir maka mereka berbondong-bondong mengeluarkan zakatnya kepada imam masjid, kepada para khotib atau kepada pengurus masjid yang dikenal dengan nama "modim", zakat yang diserahkan ini kemudian mereka bagi-bagikan khusus untuk kalangan mereka dan mereka tidak menyerahkannya kepada fakir miskin, perbuatan seperti ini jelas harom dan sangat tercela, bahkan ancamannya adalah neraka, Alloh Ta'alaberkata:
{إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا} [النساء: 10]
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim dalam keadaan zholim, sebenarnya mereka itu memasukan api di dalam perut-perut mereka dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)".(An-Nisa': 10).
Orang-orang yang berhak menerima zakat adalah orang-orang yang telah Alloh Ta'ala sebutkan di dalam Al-Qur'an:
{إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ} [التوبة: 60]
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amil (pengurus-pengurus) zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya (supaya tetap di dalam agama Islam), untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Alloh dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan (yang kehabisan bekal), sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan oleh Alloh, dan Alloh adalah Al-'Alim (Maha mengetahui) lagi Al-Hakim (Maha Bijaksana)". (At-Taubah: 60).
Mereka para pengurus masjid baik imam, para khotib, dan para "modim" tidak masuk pada ayat tersebut, mereka terkadang menganggap diri bahwa mereka adalah amil zakat, maka ini juga keliru, karena amil zakat adalah orang yang tunjuk oleh pemerintah kaum muslimin untuk mengumpulkan zakat lalu mereka bagi-bagikan kepada faqir miskin, dan mereka mendapat pula bagian sebagai upah atau balas jasa atas usaha mereka dalam mengumpulkan zakat-zakat sekaligus membagikannya kepada para faqir miskin, Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Ibnu 'Abbas semoga Alloh meridhoinya, bahwa Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata kepada Mu'adz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman:
"إنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ".
"Sesungguhnya Alloh telah mewajibkan atas mereka sedekah (zakat), kamu mengambilnya dari orang-orang kaya mereka dan kamu berikan kepada orang-orang faqir mereka".
Pada hadits ini menjelaskan bahwa Mu'adz bin Jabal semoga Alloh meridhoinya kedudukannya sebagaiamil zakat, dan beliau diperintahkan supaya zakat tersebut diserahkan kepada para faqir miskin, bukan untuk disimpan untuknya atau dibagikan kepada para shohabatnya yang bukan faqir miskin.
Praktek Ilmu Sihir
Sudah sangat banyak kita mendengar terkhusus di Seram Barat yang mayoritas penduduknya bersuku Buton, bahwa ada wanita-wanita sering berjalan pada waktu tengah malam ketika ada bulan purnama, mereka mengelilingi kampung dalam keadaan telanjang bulat, rambutnya panjang. Apa yang mereka inginkan dari perbuatan itu? Tidak lain supaya memperoleh kesaktian, dan mendapatkan ilmu hitam dan supaya meraih cita-cita mereka, perbuatan ini adalah termasuk kekafiran yang nyata dan hukuman bagi pelakunya adalah dibunuh, pada hari pembebasan kota Makkah, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam mengutus Kholid bin Walid ke pohon Korma yang pada pohon tersebut ada Al-'Uzza (sesembahan kaum musyrikin):
"فَأَتَاهَا خَالِدٌ، فَإِذَا امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ نَاشِرَةٌ شَعْرَهَا تَحْثُوا التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا، فَعَمَّمَهَا بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا، ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ، قَالَ: «تِلْكَ الْعُزَّى»".
"Maka Kholid mendatanginya, ternyata dia (Al-'Uzza) tersebut adalah wanita yang telanjang yang pajang rambutnya, mereka (orang-orang musyrik) menyemburkan tanah di atas kepalanya maka beliau (Kholid bin Walid) menebasnya dengan pedang hingga membunuhnya, kemudian beliau kembali kepada Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam lalu memberitahukannya, maka Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata: "Itulah dia Al-'Uzza". Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dari hadits Abuth Thufail.
Diantara praktek ilmu sihir adalah seseorang bila ingin membunuh orang lain maka dia mengambil boneka atau patung atau gambar atau foto orang yang akan dibunuh lalu ditusuk dengan paku atau jarum atau yang semisalnya, orang yang melakukan praktek sihir ini tidak akan bisa melakukannya melainkan setelah dia mendalami ilmu sihir, adakalanya dia lakukan dengan cara bertapa atau berguru kepada para tukang sihir, atau menyerahkan anaknya kepada jin sehingga jin membantunya.
Orang yang mempraktekan ilmu sihir ini hukumannya juga adalah dibunuh, Umar Rodhiyallohu 'anhuberkata kepada para shohabatnya:
"اقْتُلُوا كُلَّ سَاحِرٍ".
"Bunuhlah oleh kalian semua tukang sihir". Diriwayatkan oleh Ahmad, Asy-Syafi'iy, Abu Dawud dan yang selain mereka.
Diantara praktek ilmu sihir juga adalah menjadi babi, dan praktek ilmu sihir sejenis ini kalau di pulau Jawa digunakan untuk mencuri uang di rumah-rumah orang, adapun di Limboro dan di sekitar Seram Barat maka pelakunya menggunakannya untuk mencuri makanan di kebunnya manusia dan adapula digunakan ilmu ini untuk merusak tanaman-tamanan manusia yang ada diperkebunan sebagai bentuk hasadnya, dan pernah juga pelakunya menggunakannya untuk mencium-cium wanita atau untuk memperkosanya, perbuatan ini hukumannya juga adalah dibunuh, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ».
"Hukuman bagi penyihir adalah ditebas dengan pedang (dibunuh)". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dan Al-Baihaqiy dari Jundub, walaupun hadits ini dhoif akan tetapi bisa diamalkan dengan adanya riwayat-riwayat lain yang menjelaskan bahwa para shohabat telah membunuh para tukang sihir.
Diantara praktek ilmu sihir juga adalah menjadi hantu; diantara jenis hantu itu adalah "Suangge" (dalam bahasa Makassar disebut "Popo"), yaitu seseorang menginginkan untuk memakan apa saja yang ada di dalam perut orang yang sakit, pelaku sihir ini duduk di rumahnya namun kepala bersama ususnya terbang menuju rumah orang yang sakit, kemudian dia mengisap semua yang ada di dalam kandungan perut orang yang sakit; baik itu hati, jantung maupun ususnya. Orang yang mempraktekan ilmu ini hukumnya juga dibunuh.
Dan masih sangat banyak lagi bentuk dari praktek ilmu sihir namun kami cukupkan dengan menyebutkan yang ini.

Praktek Perdukunan
Merupakan suatu keanehan yang sangat mengherankan di kalangan orang-orang Buton, bila ada dari anak-anak mereka yang bersendirian duduk lalu berbica-bicara sendiri, atau dia bangun pada waktu tengah malam lalu berbicara-bicara sendiri atau menampakan sikap seperti orang yang kesurupan maka mereka bergegas menganggapnya bawa roh-roh nenek moyang mereka telah menyusup ke dalam tubuhnya, merekapun menyiapkan untuk mereka tempat khusus seperti kamar atau yang mereka sebut dengan "kolunku" (kamar pusaka), di dalam kamar ini mereka meletakan daun kikir dan tembakau supaya dihisap oleh anak tersebut, namun pada zaman ini kebanyakan mereka tidak lagi menggunakan daun kikir bersama tembakau akan tetapi mereka menggantikannya dengan rokok gudang garam merah, mereka meyakini bahwa rokok tersebut adalah kesukaan roh-roh leluhur mereka, bila orang yang kesurupan mengisapnya maka mereka menganggap yang mengisap itu adalah roh-roh nenek moyang mereka yang sedang menyusup ke dalam tubuhnya.
Orang yang kesurupan tersebut kemudian berdiam di tempat itu, orang tuanya atau keluarganya menganggap bahwa anak tersebut akan sakti dan akan memiliki berbagai macam kelebihan dan keunggulan.
Orang yang mengerti tentang agama Islam bila melihat orang yang kesurupan seperti itu maka dia langsung menghukumi bahwa anak tersebut sedang kesurupan jin, karena salah satu cara jin dalam menipu anak manusia adalah dengan berbentuk rupa nenek moyang mereka, bila didapati orang kesurupan seperti ini maka perlu untuk diruqyah dengan dibacakan ayat Kursi, surat Al-Falaq, An-Nas dan dzikir-dzikir yang telah diajarkan oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam maka jinnya akan keluar dari tubuhnya.
Bila jinnya sudah berkembang biak di dalam tubuhnya dan tidak berpengaruh model ruqyah dengan bacaan-bacaan seperti itu maka boleh dibacakan bacaan-bacaan dan dzikir-dzikir tersebut lalu ditiupkan ke dalam air kemudian diminumkan kepada yang kesurupan itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Bazz dan selainnya dari para ulama Ahlissunnah, dan lebih bagus lagi adalah mengkompromikan antara menggunakan ruqyah dengan membekam sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnul Qoyyim Rohimahulloh.
Demikian pembahasan yang singkat ini, semoga bermanfaat.

ونسأل الله عز وجل أن يوفقنا وجميع المسلمين للهداية والسداد، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه.


سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
KISAHKU
KETIKA DI INDONEISIA TANAH AIRKU

Ditulis oleh: Khidhir Al-Mulki
-semoga Allah mengampuni dosa-dosanya-

بسم الله الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا. والصلاة والسلام على سيد الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه إلى يوم الدين.
أما بعد:
Di dalam “Ash-Shahihain” dari hadits Huzaifah Ibnul Yaman, beliau –Radhiyallahu’anhu- berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِى. فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِى جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ، فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ «نَعَمْ». قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ «نَعَمْ، وَفِيهِ دَخَنٌ». قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ «قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِى تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ». قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ «نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ، مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ «هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا، وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا» قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِى إِنْ أَدْرَكَنِى ذَلِكَ قَالَ «تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ». قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ «فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا، وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ».
“Dahulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kebaikan, dan aku ketika itu bertanya kepadanya tentang kejelekan (karena) takut akan menimpaku. Maka aku katakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami dahulu di zaman jahiliyyah (penuh) kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kepada kami kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan”. Beliau berkata: “Iya”. Aku berkata: “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau berkata: “Iya, dan padanya dakhan (kekaburan)”. Aku berkata: “Apa itu dakhan? Beliau berkata: “Suatu kaum yang mereka berpetunjuk dengan yang bukan petunjukku, kamu mengenal mereka dan kamu mengingkari”. Aku berkata: Apakah setalah itu ada kebaikan dari kejelakan? Beliau berkata: “Iya, ada da’i-da’i yang menyeru kepada pintu-pintu jahannam, barangsiapa memenuhi seruan itu maka akan terjerumus ke dalamnya”. Aku berkata: “Wahai Rasulullah sifatkanlah kepada kamu! Beliau berkata: “Mereka dari kalangan kita dan berbahasa dengan bahasa kita” Aku berkata: “Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku mendapatinya yang demikian itu? Beliau berkata: “Engkau komitmen dengan jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”. Aku berkata: “Bagaimana kalau tidak ada pada mereka jama’ah dan tidak pula ada imam? Beliau berkata: “Tinggalkan firqah (kelompok-kelompok) semuanya walaupun kamu menggigit akar kayu sampai kematian menjemputmu dan kamu dalam keadaan demikian itu”.

Pada hadits tersebut sangatlah jelas bahwa Hudzaifah Ibnul Yaman menyebutkan bahwa mereka dahulunya berada di atas kejelekan, dan bahkan yang lebih jelas lagi yang berkaitan dengan masalah ini adalah apa yang diceritakan oleh Ja’far bin Abdilmuthalib kepada Raja Najasyi, beliau Radhiyallahu’anhu berkata:
أيها الملك كنا قوما أهل جاهلية نعبد الأصنام و نأكل الميتة و نأتي الفواحش و نقطع الأرحام و نسيء الجوار و يأكل القوي منا الضعيف فكنا على ذلك حتى بعث الله إلينا رسولا منا نعرف نسبه و صدقه و أمانته و عفافه فدعانا إلى الله لتوحيده و لنعبده و نخلع ما كنا نعبد نحن و آباؤنا من دونه من الحجارة و الأوثان و أمرنا بصدق الحديث و أداء الأمانة و صلة الرحم و حسن الجوار و الكف عن المحارم و الدماء و نهانا عن الفواحش و قول الزور و أكل مال اليتيم و قذف المحصنة و أن نعبد الله لا نشرك به شيئا و أمرنا بالصلاة و الزكاة و الصيام
“Wahai Raja! Kami dulu adalah kaum ahli jahiliyyah, kami menyembah patung, memakan mayat, melakukan perbuatan keji, memutus silaturrahmi, jelek dalam bertetangga, yang kuat dari kami memakan yang lemah, kami dalam keadaan demikian itu sampai Allah mengutus kepada kami seorang Rasul dari kamu, kami mengenal nasab, kejujuran, amanah dan kewibawaannya, beliau menyeru kami kepada Allah, untuk mentauhidkan-Nya, beribadah kepada-Nya dan melepaskan apa-apa yang kami dan nenek moyang kami dulu beribadah kepada selain-Nya, baik dulu kami beribadah kepada batu-batu, patung-patung. Dan beliau memerintahkan kami untuk jujur dalam berkata, menunaikan amanah, silaturrahmi, berbaik dengan tetangga, berhenti dari perkara yang haram, menumpahkan darah. Beliau melarang kami dari perbuatan keji, perkataan dusta, memakan harta anak yatim, menuduh wanita mu’minah berzina dan memerintahkan kami untuk beribadah kepada Allah, tidak menyekutukan dengan-Nya sesuatu apapun, memerintahkan kami untuk menegakan shalat, menunaikan zakat dan berpuasa”. [HR. Ibnu Khuzaimah dari Ummu Salamah Radhiyallahu’anha).
Dengan dalil-dalil tersebut maka semakin jelaslah bagi kami tentang kebaikan dan kejelekan, adapun tentang kebaikan maka semoga Allah Ta’ala menguatkan dan mengokohkan kami untuk senantiasa melakukannya dan adapun tentang kejelekan semoga Allah Ta’ala menolong kami untuk menjauhinya. Berkata seorang penyair:
عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه  ومن لم يعرف الشر من الخير يقع فيه
Aku mengetahui kejelekan bukan untuk berbuat jelek akan tetapi untuk menjauhinya
Dan siapa yang tidak mengetahui kejelekan dari kebaikan maka akan terjatuh ke dalamnya.
Maka pada kesempatan ini kami sengaja menyebutkan sedikit masalah biografi kami, yang berkaitan dengan kebaikan tentang kami, maka kami syukuri dan terus kami jalankan dan bila ada kejelekan yang pernah kami menjumpainya maka kami jadikan itu sebagai pelajaran dan peringatan sehingga –dengan izin Allah- kami tidak sampai terjatuh ke dalamnya. Adapun tentang masalah seseorang mengisahkan dirinya sendiri sesuai dengan keadaan yang sebenarnya adalah termasuk dari perkara yang boleh dan bahkan teranggap sebagai penghibur, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Salman Al-Farisy, beliau Radhiyallahu’anhu mengisahkan perjalanan hidup yang pernah beliau lalui, kisah yang manis dan pahit yang beliau alami beliau kisahkan [kisah Salman Al-Farisy ini telah ada tulisan kami tentangnya yang berjudul “Kisah Salman Al-Farisy, Pelajaran dari Murid yang Bijak Terhadap Guru yang Tidak Beradab”].

Kami dulunya adalah termasuk dari kalangan orang awam, kami dilahirkan di desa Limaboro, kecamatan Seram Barat, kabupaten Seram Bagian Barat-Maluku, sesuai dengan yang tertulis di dalam akte kelahiran bahwa kami lahir pada 25 Januari 1985. Sedangkan asal usul nenek moyang kami adalah dari suku Buton yang berada di Sulawesi.
Penisbatan kami dengan Al-Mulki adalah suatu penisbatan kepada nenek moyang kami yang berasal dari keturunan para pembesar (semisal raja) atau yang disebut dengan “Parabela” di Holimombo yang sekarang berada di sekitar kawasan Pasarwajo-Buton. Ketika kami masih di SMU Muhammadiyyah Limboro ketika liburan bulan suci Ramadhan kami menyempatkan untuk menziarahi tanah leluhur tersebut. Ketika itu kami masih awam, kami menyaksikan banyak sekali bentuk peribadahan yang kami menganggapnya ketika itu bagus dan benar. Sekembalinya kami dari tanah leluhur tersebut kami mendapati di dekat kampung kami sebuah kegiatan berupa pendidikan agama Islam dalam menyongsong bulan suci Ramadhan yang ketika itu dinamakan dengan pesantren kilat, maka ketika itu kami ikut menghadiri pesantren tersebut, dipesantren tersebut kami mendapati pelajaran yang berkaitan dengan masalah adat istiadat yang menyelisihi syariat Islam, pemateri ketika itu adalah lulusan dari Pondok Pesantren Gontor di Jawa, pemateri menjelaskan tentang masalah keramat, jimat, hukum perdukunan, tahlilan dan berbagai macam khurafat, karena kami baru diperkenalkan masalah tersebut maka kami tidak terlalu memahami, lagi pula apa yang dijelaskan tersebut sangat bertolak belakang dengan adat istiadat kami.
Setelah selesai dari mengikuti pesantren kilat kami kembali di kampung kami dan masuk sekolah sebagaimana biasanya, dan kami menyempatkan membuka tempat belajar baca Al-Qur’an di rumah kami dan Al-Hamdulillah anak-anak di kampung kami sangat memberi respon hingga kami menampung anak-anak yang belajar baca Al-Qur’an bersama kami sekitar 60 orang atau lebih, ketika kakak kami pulang dari Ambon ke kampung kami yang beliau telah mengenal da’wah Ahlussunnah wal Jama’ah beliau membawakan kepada kami buku terjemahan “Hisnul Muslim”, kami sangat bergembira dengan adanya buku tersebut, kami akhirnya memperbaiki dzikir dan do’a-do’a kami, karena sebelumnya kami hanya bermodal menghafal dzikir dan do’a-do’a dari buku yang berjudul “Kunci Ibadah” yang tidak jelas sumber dzikir dan do’a-do’anya dari mana diambil, adapun buku terjemahan “Hisnul Muslim” kami respon karena jelas disebutkan rujukan-rujukannya sebagaimana pada footnote (catatan kaki)nya. Dengan kedatangan kakak kami tersebut kami mendapatkan banyak kebaikan, diantaranya kami diberi buku-buku terjemahan yang berkaitan dengan aqidah ahlussunnah, fiqih dan permasalahan agama yang sangat ilmiah, dengan sebab tersebut kami mulai memahami tauhid dan lawannya (syirik), sunnah dan lawannya (bid’ah), maka dengan kebaikan tersebut kami sangat bersyukur dan pantas kalau kami katakan “Inilah yang memisahkan antaraku dengan kesyirikan dan bid’ah”.
Setelah kami menyelesaikan sekolah di SMU Muhammadiyyah Limboro pada tahun 2006 kami ke Ambon untuk mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di Politeknik Kesehatan Ambon dan ketika itu kami memilih jurusan Teknik Elektromedik yang tempat kuliahnya di Surabaya. Ketika sudah selesai seleksi dan kami sudah menjadi calon mahasiswa baru di Politeknik Kesehatan Surabaya maka kami bergegas berangkat ke Surabaya dengan menumpang kapal laut, bila seseorang yang sudah pernah membaca atau menghafal surat Al-Kahfi maka ketika dia di atas kapal melewati kapal-kapal kecil yang para pemiliknya menggunakannya untuk bekerja di laut (mencari ikan atau membawa muatan dan penumpang) maka tentu dia akan teringat dengan perkataan Nabi Khidhir kepada kawannya (Musa) ‘Alaihimassalam:

أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا.
“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera”.
Sesampainya kami di Surabaya kami langsung menuju kampus yang kami tuju, di tengah perjalanan kami terheran-heran ketika mendengar orang-orang yang bernyanyi-nyanyi di masjid [atau dalam istilah NU (nahdatul ulama): Puji-pujian], kami berkata kepada kawan kami: Kami mengira Islam di Jawa ini lebih baik daripada di Maluku, karena banyak da’i-da’i yang berasal dari Jawa namun kenyataannya seperti ini?!.
Setelah kami menjadi mahasiswa baru, kami diangkat sebagai wakil dari SKI (seksi kerohanian Islam) di kampus. Di sela-sela kesibukan kuliah kami mewakili kerohanian Islam kampus mengikuti seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan masalah dan pendidikan agama Islam, dengan itu kemudian SKI (seksi kerohanian Islam) di kampus kami ikut termasuk sebagai anggota LDK (lembaga da’wah kampus) se-Jawa Timur. Dengan menjadi anggota LDK tersebut kami mulai memahami tentang beberapa kelompok dalam Islam seperti IM (Ikhwanul Muslimin), HT (Hizbuttahrir), LDII (lembaga da’wah Islam Indonesia), dan kelompok-kelompok lainnya.
Apabila kami sudah menyelesaikan tugas kuliah ada sedikit kelonggaran waktu maka kami menyempatkan mengunjungi toko-toko buku untuk mencari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan Islam, teringat ketika kami di Maluku menyaksikan banyak dari JT (Jama’ah Tabligh) memakai celana di atas mata kaki dan mereka memelihara jenggot, begitu pula kami menyaksikan gerombolan LJ (laskar jihad) memiliki cirri khas seperti JT: berjenggot, berjubah, celana di atas mata kaki dan memakai imamah, yang wanitanya berpakaian hitam plus cadar), karena ingin tahu tentang adanya ilmu tentang permasalahan itu maka kami mendatangi toko-toko buku, sesampainya kami di sebuah di toko Manyar Jaya-Surabaya langsung kami melihat dua buku terjemah yang tebal ternyata judulnya adalah “Riyadhus Shalihin” dari situlah kami mengenal pertama kali kitab tersebut, maka kami langsung membeli dan membacanya, ketika kami membacanya kami mendapati hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang masalah hukum menurunkan celana di bawah mata kaki, maka dari situ kami langsung memotong celana kami sehingga celana kami tidak lagi melebihi mata kaki, dengan membaca kitab terjemahan tersebut kami terus mengingat sebuah hadits dalam kitab tersebut bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
(( مَا أسْفَل مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإزْارِ فَفِي النار )).
Apa yang melebihi dari kedua mata kaki dari sarung maka tempatnya di neraka”. (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Dengan hanya bermodal membaca buku-buku terjemahan kami merasa sangat tidak cukup maka kami terus berupaya untuk bisa mendalami agama, maka pada suatu hari kami pergi ke masjid Al-Falah Surabaya, sesampainya di halaman masjid kami melihat di papan pengumuman atau mading tentang penerimaan santri baru bahwa ma’had Ukhuwah Islamiyyah Sukolilo dan ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq Jojoran membuka penerimaan santri baru, adapun dilembaran penerimaan santri baru ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq Jojoran di lembarannya tertulis hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَمَنْ سَلَكَ طَريقاً يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَريقاً إِلَى الجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh suatu jalan, dia mengharap dengannya ilmu maka Allah memudahkan baginya jalan ke jannah”. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Darda’). Dengan melihat selebaran yang berisikan hadits tersebut kami semakin termotivasi dan bertambah tekad untuk terus mendalami ilmu agama disamping kesibukan kuliah.
Setelah kami mendapati selebaran tersebut, kami berjumpa dengan salah seorang kawan kami yang sama-sama aktiv dalam LDK, kami menanyakan lokasi ma’had dan bagaimana sehingga kami bisa sampai ke alamatnya? Maka dia menjelaskan rute untuk ke m’had Ukhuwah Islamiyyah Sukolilo dan menperingatkan kami untuk tidak ke ma’had Abu Bakar Ash-Shidiq Jojoran karena ma’had tersebut sangat ekstrim. Dengan penjelasan tersebut kami langsung mendatangi ma’had Ukhuwah Islamiyyah Sukolilo dan langsung mendaftar sebagai calon santri dan kami memilih program bahasa Arob. Beberapa pertemuan kemudian kami mengetahui bahwa ternyata para pengajar dan pengelolah ma’had tersebut adalah orang-orangnya PKS (Partai Keadilan Sejahtra), maka kami teringat dengan pesan ibu tercinta Aiyyah bintu Hadiyyinah Al-Khatib –semoga Allah merahmati keduanya- untuk tidak ikut partai atau jangan sampai terpengaruh dengan partai, karena partai itu berkaitan dengan politik yang ujung-ujung menghalalkan segala cara, diantaranya ambisi untuk meraih kekuasaan yang akibatnya mereka melakukan pemberontakan sebagaimana PKI (Partai Komunis Indonesia) demikian pesannya maka kamipun mengikuti pesan tersebut yaitu bergegas keluar dari ma’had tersebut, dengan pesan tersebut maka pantas bagi kami untuk katakan: “Inilah perpisahan antaraku dengan orang-orang partai politik”. Diantara pesan ibu –Rahimahallah- pula yang memberikan manfaat kepada kami ketika di Maluku untuk berhati-hati dengan LJ (laskar jihad) karena pergerakan mereka sama dengan pergerakan Gerombolan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).
Karena panggilan kebenaran dan upaya mendapatkan kebenaran maka kami mencoba mendatangi ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq Jojoran, sekembalinya kami dari toko buku Manyar Jaya kami mengajak kawan kuliah untuk ke ma’had Abu Bakar Ash-Shiddiq Jojoran seusai shalat maghrib, karena kami baru dari toko buku dan ketika itu kami baru membeli dua buah majalah Islam yang bernama “As-Sunnah” dan “Elfata” dan kami membawanya ke ma’had tersebut, kami sampai di masjid ma’had tersebut para jama’ah baru selesai melaksanakan shalat maghrib, kami meletakan dua majalah tersebut di teras masjid dan kami pergi mengambil air wudhu ternyata pengurus masjid sekaligus sebagai ketua santri yang bernama Mahmud (asal Krian Surabaya) mengambil dua buah majalah kami tersebut dan menyimpannya dengan alasan itu majalah sururi, seusai wudhu kami mencari majalah tersebut dan menanyakan kepadanya, dia akhirnya mengembalikannya kepada kami.
Setelah kami masuk masjid tersebut maka kami mendapati ta’lim baru dimulai dengan pengajar salah seorang ustadznya yang bernama Zainul Arifin, dia mengajarkan kitab “Bulughul Maram”, malam berikutnya kami datang lagi bersama kawan kuliah yang lain dan ta’lim di masjid tersebut adalah kitab “Durusullughah” dengan pengajar ustadz yang lain, yang bernama Hariadi Lc., dan orang ini terlihat sangat pendiam dan tenang namun ternyata “diam-diam makan di dalam”, dia termasuk dari orang yang sangat ekstrim dan kaku dalam bersikap, akhir-akhir ini dia melarang mad’unya dari membaca dan mengajarkan kitab panduan/cara cepat baca Al-Qur’an yang berjudul “Iqra’ Qira’ati” dengan sebab karena penulisnya tidak bersama mereka dalam membela hizbiyyin.
Selain kami mengikuti ta’lim rutin di masjid (ma’had) Abu Bakar Ash-Shiddiq kami mengikuti kajian rutin pula di kampus-kampus diantara kajian rutin di masjid ITS (Insitut Teknologi Surabaya), kajian rutin sepekan tiga kali di Mushalla Graha IPTEKDOK FK UNAIR Surabaya. Dengan mengikuti ta’lim-ta’lim tersebut kami mulai mengenal sedikit tentang manhaj dan aqidah ahlussunnah wal jama’ah namun pada sebagian permasalahan masih sangat rancu bagi kami terutama yang kaitannya dengan prilaku da’i-da’i yang berda’wah di kampus-kampus, keberadaan mereka membuat perkara yang haram menjadi samar di hadapan kami, sekedar contoh: Haramnya ikhtilat (campur baur laki-laki dan wanita), namun da’i-da’i pemangsa harta minta-minta terus ikut aktiv mengisi kajian rutin di masjid-masjid kampus, padahal masuk ke lingkungan kampus harus menerobos hijab-hijab transparan artinya harus melewati para mahasiswi yang sebagian mereka duduk di emper-emper kampus dengan pasangan-pasangan maksiatnya (pacar-pacar), apalagi di Mushallah Graha IPTEKDOK si ustadz semisal Muhammad Irfan, Zainul Arifin, Muhammad Afifudin bin Husnunnuri As-Sidawi atau kakaknya (Agus Su’aidi bin Husnunnuri As-Sidawi) duduk mengisi ta’lim di depannya kurang lebih 10 (sepuluh) meter terdapat tempat tenis meja yang terkadang pemainnya para wanita, yang pintu Mushalla ke tempat tenis meja hanya kaca jadi sangat transparan, bila panita mengambil papan untuk menutupi pintu maka masih terdapat jendela-jendela di samping kanan dan kiri yang juga transparan, kalaupun Muhammad Afifudin bin Husnunnuri As-Sidawi atau kakaknya (Agus Su’aidi bin Husnunnuri As-Sidawi) mengatakan bahwa kalau mengajar mereka tidak melihat maka bagaimana ketika masuk dan keluar dari Mushalla apa yang dilihat? Gadis nasrani yang berselok jahiliyyah? Atau gadis gaul yang berpakaian serba mini?.
Dengan perbuatan dua pentolan ini maka cukup bagi orang yang masih bodoh akan beranggapan bahwa datangnya mereka ke lokasi yang transparan maksiatnya itu sebagai bukti kalau mereka membikin kekeruhan dalam dunia da’wah salafiyyah yang suci. Jika kedua pentolan itu mengatakan pengurus Mushallah yang mengundang kami maka kamipun menurutinya! Jika demikian alasannya maka jelas kalau mereka adalah paling bodohnya manusia yang mengaku-ngaku sebagai da’i!. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
لا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيةِ الخَالِقِ
Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam memaksiati Al-Khaliq”. (HR. Hakim dari hadits Imran bin Husain, Al-Khatib dari hadits Anas, Ath-Thabrani dari hadits Nawwas bin Sam’an, Ad-Dailami dari hadits Ibnu ‘Abbas, dan yang selain mereka).
Dengan upaya untuk bisa terselamatkan dari prangkap kerancuan dan kesamaran akan kebenaran yang hakiki, di tengah-tengah kesibukan menjalani kuliah tidaklah sedikitpun mematahkan niat dan tekad kami untuk terus mencari kebenaran, mengingat kehadiran untuk mengikuti kuliah itu harus 85 % (delapan puluh lima persen) tidak boleh kurang darinya maka kesempatan bagi kami 15 % (lima belas persen)nya kami gunakan sebagai peluang bolos, tujuan kami untuk mendatangi ma’had-ma’had (pesantren-pesantren) atau kami mendatangi daurah-daurah, ketika kami sudah selesai melanjutkan kuliah dan telah menerima ijazah kami sudah benar-benar mengokohkan niat dan tekad kami untuk mendalami ilmu agama di ma’had-ma’had, karena sebelum kami menerima ijazah kami sudah mengikuti seleksi di sebuah RS di Surabaya maka ketika kami sudah persiapan untuk ke ma’had tiba-tiba panggilan dari RS tersebut datang dan adanya pengabaran kepada kami bahwasanya kami sudah diterima sebagai tenaga kerja, Al-Hamdulillah dengan hidayah dan pertolongan dari Allah ‘Azza wa Jalla kami lebih memilih untuk meneruskan niat dan tekad kami. Dengan melihat fitnah yang terjadi di RS, sekolah dan kampus-kampus berupa ikhtilat yang sangat mengerikan itu maka sebelum kami ke ma’had kami menyempatkan menulis sebuah tulisan yang berjudul “Ikhtilat Wabah yang Mengerikan”, tulisan tersebut begitu pula ketidak pedulinya kami dengan panggilan pihak RS itu sebagai bukti yang jelas kalau kami telah taubat dan berlepas diri dari ikhtilat, Allah Ta’ala berkata dalam surat Al-Baqarah:
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka bagi mereka itulah Aku menerima taubatnya mereka dan Akulah At-Tawwab (Yang Maha menerima taubat) lagi Ar-rahiim (Yang Maha Penyayang)”.

MENCARI KETENANGAN DALAM MENIMBA ILMU
Kami menjelaskan masalah ini sebagai jawaban terhadap orang-orang yang merasa sebagai asatidz yang mengelolah ma’had-ma’had yang pernah kami lalui atau juga selain mereka yang memberikan komentar kepada kami bahwa kami di Indonesia belajarnya tidak tetap atau bahasa mereka “tidak benar belajarnya”, sampai-sampai ada yang mengutip perkataan Asasuddin ketika masih di ma’had Magetan, bahwa Asasudin berkata: “Pindah-pindah ma’had adalah alamat mati konyol”. Maka sekaligus kami katakan: Justru Asasudinlah yang mati konyol, dialah orangnya yang paling banyak pindah-pindah, baik itu pindah da’wah atau bahkan pindah manhaj!, dari manhaj Ahlussunah (ketika di Dammaj) kemudian pindah ke manhaj LJ (laskar jahat), dari manhaj LJ pindah ke manhaj Siluman (maksudnya bermanhaj bersama Luqman Ba’abduh), dari manhaj Siluman sekarang pindah ke manhaj mumayyi’ yang buta. Anehnya sudah seperti itu keadaannya ikut mengatakan bahwa kawan-kawan kami adalah hizbiyyun karena mereka saling berselisih, maka kami berikan pertanyaan kepada Asasudin dan yang memiliki pemikiran sama sepertinya: Apakah Ali dan Mu’awiyyah Radhiyallahu’anhuma adalah hizbi karena keduanya berselisih?.
Kemudian kami katakan pula kepada para da’i-da’i gadungan yang senangnya melarang-larang para santri untuk pindah agar bertaqwa kepada Allah Ta’ala, ketahuilah bahwa melarang-larang para santri untuk pindah ke ma’had lain itu bukanlah metode dan dakwah Ahlussunnah bahkan perbuatan melarang-larang itu jelas menyelisihi sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di dalam Shahih Al-Bukhari dijelaskan bahwa ada sekelompok para shahabat datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk belajar tidak lama kemudian mereka meminta izin untuk pulang ke keluarganya maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak melarang mereka namun beliau memberi wasiat:
( لو رجعتم إلى أهليكم صلوا صلاة كذا في حين كذا صلوا صلاة كذا في حين كذا فإذا حضرة الصلاة فليؤذن أحدكم وليؤمكم أكبركم )
Kalau kalian kembali ke keluarga kalian maka shalatlah kalian seperti shalat demikian pada waktu demikian, shalatlah kalian seperti shalat demikian pada waktu demikian. Jika telah masuk waktu shalat maka hendaklah salah seorang dari kalian azan dan seseorang yang akbar mengimami kalian”.
Akbarukum dijelaskan pada hadits yang lain yaitu yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya atau yang paling banyak mengetahui sunnah atau yang paling banyak ilmunya.

Setelah kami memurnikan niat dan tekad kami untuk mendalami ilmu agama ma’had yang pertama kami tuju adalah ma’had Al-Bayyinah Sedayu-Gresik yang diasuh oleh dua beradik kakak yang bernama Muhammad Afifudin bin Husnunnuri As-Sidawi dan kakaknya (Agus Su’aidi bin Husnunnuri As-Sidawi), karena melihat keduanya rutin mengisi ta’lim di Mushalla Graha IPTEKDOK UNAIR dan senang da’wah keliling-keliling yang akibatnya banyak santri merasa tidak puas belajar bersama keduanya maka kami merencanakan untuk mencari ma’had yang lain, ketika itu ada kawan memberitakan bahwa sekitar berapa bulan yang lalu ustadz-ustadz dari ma’had Umar bin Al-Khaththab Lamongan datang menjelaskan tentang perihal mereka bahwasanya mereka telah berlepas diri dengan ma’had Al-Furqan Gresik dan mereka memiliki ma’had tersendiri, maka besoknya setelah shalat ashar kami berangkat ke ma’had Umar di Sugihan Lamongan sampai di ma’had menjelang maghrib.
Selama dua pekan di ma’had Umar bin Al-Khaththab Sugihan Lamongan kami berkata kepada kawan kami, kami mau pindah ke ma’had lain, bersamaan dengan itu keluarga kami di Maluku meminta kami untuk pulang maka kami langsung pulang ke Maluku dan berniat setelah berjumpa dengan keluarga, kami akan berangkat ke ma’had As-Sunnah Bajirupa Makassar yang diasuh oleh Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi, pada tahun 2007 tepatnya pada awal Ramadhan kami ke ma’had tersebut, sekitar 5 (lima) atau 6 (enam) bulan kami di ma’had tersebut, sebelum kami pindah dari ma’had tersebut dengan pertolongan Allah Ta’ala kami sempat menulis terjemahan “Ushulussittah” yang kami sertai dengan beberapa tambahan keterangan pada footnote (catatan kaki) yang berisikan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tulisan tersebut pernah diterbitkan oleh maktabah Al-Ghuraba’ Solo.
Adapun sebab kami pindah dari ma’had tersebut karena banyak faktor diantaranya:
-          Ketidak sukaan kami terhadap Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi, yang dia tenar dengan mondar-mandirnya ke Saudi Arabia karena urusan harta, yang pada akhirnya terfitnah.
-          Melihat ada seorang ustadz (pengajar) ma’had yang bernama Mustamin, Lc. pada hari jum’at ikut olah raga lari pagi dengan memakai pakaian olah raga yang ketat seperti guru PENJASKES (pendidikan jasmani dan kesehatan).
-          Setiap ada yang mau pindah maka Khidhir bin Muhammad Sanusi melarangnya untuk pindah dengan berbagai alasan.
Dengan faktor-faktor tersebut yang kaitannya dengan ma’had, adapun dengan masalah pribadi ketika di Makassar adanya dari kawan-kawan kami yang terus menerus menghubungi kami supaya kami memanfaatkan ijazah kami dengan mengikuti seleksi PNS (pegawai negri sipil) atau bekerja di RS, karena menjaga hati jangan sampai terfitnah maka solusi terbaik bagi kami adalah pindah ma’had, berhubung ada dua kawan kami bersepakat dengan kami untuk pindah dan ma’had yang kami tuju adalah ma’had Umar Lamongan yang pernah kami ke sana, kami berkeinginan untuk kembali ke ma’had tersebut karena ada kawan kami mengabarkan bahwa ada seorang pengajar akan segera balik dari Dammaj, yang beliau di Dammaj sekitar 10 (sepuluh tahun) maka kami dan dua kawan kami langsung ke Jawa dengan tujuan ma’had tersebut, ketika kami sampai kami mengikuti pelajaran sebagaimana biasanya, dengan harapan menunggu seorang ustadz yang mau datang tersebut.
Sebelum kami pindah dari ma’had Umar Lamongan tersebut kami sempat menulis sebuah tulisan dengan judul “Mengenal Hawa Nafsu dan Akibat dari Mengikutinya”. Berhubung Khaliful Hadi orangnya licik dan pandai mempengaruhi, sesuai yang tampak padanya masih terlihat ada baiknya dan karena promosinya bahwa ustadz yang 10 (sepuluh) tahun di Dammaj itu kalau pulang akan menjadi pengajar di ma’had barunya maka kami mengikutinya ke ma’had barunya tersebut.
Ketika kami sudah mencapai 2 (dua) bulan di ma’had Umar Sugihan kami bertekad untuk pindah ke ma’had Darul Atsar Banyutengah Gresik yang diasuh oleh Khaliful Hadi maka kawan kami yang mengetahui bahwa kami belum memiliki uang untuk pindah, beliau memberitahukan bahwa ma’had baru yang diasuh oleh Khaliful Hadi membuka daurah nahwu dan membutuhkan orang yang mau memasak untuk peserta daurah maka kami berpesan kalau belum ada Insyaallah kami bersedia menjadi tukang masaknya, ternyata kawan kami langsung ke ma’had Darul Atsar dan menyampaikan ke Khaliful Hadi maka Khaliful Hadi langsung menelpon kami lalu kawan kami yang lain mengantar kami dengan sepeda motor ke ma’had tersebut.
Setelah selesai daurah nahwu kami berhenti dari menjadi tukang masak dan kami mengambil kesibukan lain di sela-sela pelajaran diantaranya memasang instalasi listrik ke asrama dan masjid serta kesibukan lain bersama kawan-kawan dalam bekerja membangun ma’had baru tersebut, bila hari jum’at kebanyakannya kami ke Surabaya dan di Surabaya kami mengisi waktu dengan menulis, diantara tulisan kami ketika itu adalah:
-          Siwak Pembersih Mulut yang Diridhai Allah.
-          Tiga Pilar Utama.
-          Terjemah Aqidah Thahawiyyah disertai penjelasan berupa catatan kaki.
-          Terjemah Atsarudz Dzunub wal Ma’ashi.
Waktu terus berjalan, tidak terasa ternyata kami sudah mencapai 5 (lima) atau 6 (enam) bulan di ma’had tersebut dengan waktu tersebut kami dapat mengenal sedikit kebobrokan dan kejelekan Khaliful Hadi dan permasalahan ini telah kami jelaskan dalam beberapa tulisan kami diantaranya tulisan kami yang berjudul “Mereka Adalah Hizbiyyun”.
Di ma’had tersebut kami sempat pula mengenal Abu Sa’id Yahya Al-Maidani, yang kemudian orang tersebut menjadi tangan kanan Khaliful Hadi, adapun orang tersebut begitu pula Khaliful Hadi keduanya telah kami jelaskan kebobrokannya dalam tulisan kami yang berjudul “Tembakan Jitu Terhadap Syubhat yang Berliku-liku” dan kami sebutkan pula dalam tulisan kami “Buronan Berbaju Kemunafiqan Belajar dari Abdullah bin Abdurrahman yang Bermanhaj Syaithan”.
Setelah jelas dengan gamblang tentang kebobrokan dan kelicikan Khaliful Hadi kami menyimpulkan untuk pindah ma’had, dan ma’had yang kami rencanakan untuk kami datangi adalah ma’had Dhiya’us Sunnah Cirebon yang diasuh oleh Muhammad Umar As-Sewed.
Jika seseorang telah memahami tentang penting dan mulianya  ilmu maka dia tidak akan pernah merasa puas dengan ilmu, hingga diapun berupaya untuk menjelajahi setiap penjuru untuk mencari ilmu, dia memahami akan perkataan Allah Ta’ala sebagaimana di dalam surat Yusuf:
وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ
“Dan di atas tiap-tiap orang yang berilmu itu ada lagi yang berilmu”.
Dengan memahami ayat tersebut kami mencoba mencari di setiap ma’had tentang orang-orang yang memang memiliki ilmu namun setiap ma’had yang kami lalui tidaklah memberi kepuasan dalam ilmu. Bahkan pada ma’had Dhiya’us Sunnah Cirebon ini tidaklah seperti yang kami harapkan bahkan justru kekecewaan yang ada. Ketika kamu sudah hampir mencapai 2 (dua) bulan di ma’had tersebut kami mendapati pelajaran yang sangat memilukan dari seorang ustadz yang bernama Muhammad As-Sewed, yang bila ditinjau di tengah-tengah masyarakat awam maka tentu tidak didapati sama sekali prilaku sepertinya, dan prilaku jeleknya tersebut menjadi sebab utama bagi kami untuk pindah.
Ketika itu kami sebagai santri di ma’had Dhiya’us Sunnah hanya 8 (delapan) atau 9 (Sembilan) orang, pada waktu itu As-Sewed mau menikahkan putrinya dengan Helmi atau Hilmi yang dikatakan alumni Dammaj, kami dan kawan-kawan digerakan oleh As-Sewed untuk bekerja sekitar 2 (dua) atau 3 (hari) di dekat rumahnya untuk persiapan acara pernikahan putrinya dengan tanpa diberi makan sampai kawan-kawan menyiapkan sendiri makanan dari ma’had, sangat dan patut dikasihani ada kawan kami naik sepeda motor harus membawa nampan dan setempat nasi untuk membantu kawan-kawannya yang banting tulang bekerja, karena kami baru pertama kali mendapat perlakuan sejelek itu maka kami bertanya kepada kawan-kawan kami apakah perlakuan seperti ini baru terjadi kali ini ataukah memang sudah menjadi prilaku jelek yang sudah berkesinambungan? Kawan-kawan kami mempersaksikan bahwa As-Sewed itu memang begitulah prilakunya. Dengan perlakuan jelek semisal itu maka ada dari kawan kami berkata: “Memang kalau keturunan Arab yang ada di tengah-tengah kita ini mereka merasa besar dan menjadikan kita ini seperti orang-orang rendahan, lihat dari sejak pertama yang dibesarkan orang-orang Arab semisal Ja’far Umar Thalib, Muhammad As-Sewed dan sekarang Luqman Ba’abduh padahal dari segi keilmuan masih ada selain keturuna Arab yang lebih berilmu”.
Apakah demikian perlakuan seorang guru kepada murid-muridnya? Tidakkah dia pernah membaca surat Al-Kahfi ketika nabi Musa mengajak muridnya –’Alaihimassalam- untuk mencari seorang guru yang lebih berilmu dari mereka berdua?:
{وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (60) فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا (61) } {فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (62) قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا (63)}
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaithan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali”.
Pada kisah tersebut sangat jelas tentang akhlaq seorang guru terhadap muridnya, mereka memiliki perbekalan, yang kemudian mereka ingin memakannya bersama-sama (makan jama’ah). Ingatlah pula pada kisah Salman Al-Farisi ketika beliau memberikan hadiah berupa korma kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka Rasulullah mengajak para murid-murid (shahabat)nya untuk makan bersama karena ketika itu mereka sedang sama-sama capek mengurus jenazah seorang shahabatnya? Maka dimanakah akhlaqmu wahai sang da’i?
Dari kejadian tersebut kami sudah memutuskan untuk pindah lagi, Walhamdulillah dengan rencana tersebut bertepatan dengan adanya pemberian kabar gembira dari kakak kami bahwa sudah ada dana untuk kami bisa berangkat menuntut ilmu di pangkuan para ulama di negri Yaman, kamipun sangat bergembira dan langsung berpamitan dengan kawan-kawan untuk ke Maluku mempersiapkan berkas-berkas dan perbekalan untuk ke negri Yaman.

PESAN DAN KESAN

Selama kami menjadi penuntut ilmu agama di negri kami Indonesia selama setahun lebih segudang pengalaman kami peroleh dan patut untuk kami syukuri karena benar kata orang “Pengalaman itu adalah guru yang terbaik” kalau pepatah Malaysia menyebutkannya “Pengalaman yang mengajarkan kita arti sebuah kehidupan”.
Sesungguhnya kepuasan itu tak kan pernah dirasa bila seseorang tak melakukan percobaan dan ketahuilah bahwa menuntut ilmu agama tidak ada penghujungnya dan tidak akan pernah puas bagi yang memang memiliki tekad dan niat yang tulus.

Seseorang bila telah merasa puas dari ilmu dan merasa cukup dengan ilmu yang ada pada dirinya serta tidak lagi membutuhkan ulama maka kepuasan dan sikap merasa cukupnya itu akan menenggelamkan dirinya di dalam kebuasan.

وبالله التوفيق

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar