Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Peluang Hizbiyyah

Tanya: Afwan akhy, kaitannya dengan ustadzuna yang ente sebutkan, kedudukannya beliau itu supaya mempermudah proses dakwah dan pengontrolan dakwah ke tiap-tiap tempat….
Jawab: Kalau seperti itu prakteknya, maka justru inilah sirriyyah yang tercela, kenapa tidak sekalian bentuk lembaga atau organisasi sehingga dia lebih mudah mengontrol bawahannya dan supaya resmi sebagai pemimpin lembaga atau organisasi, yang dia bisa mengarahkan bawahannya ke sana kemari?!. Bukankah pemerintah telah membuka peluang ini?!.
Peluang hizbiy
Pemerintahan dan kepemimpinan telah terbentuk, mulai dari pusat hingga ke pedesaan bahkan ke dusun-dusun telah ada kepala dan ketua-ketua RT/RW, kita diperintah dalam perkara kebaikan oleh pemerintah atau jajarannya yang kita berada di dalam wilayahnya maka kita taati dan kita dengar mereka, sebagai bentuk dari perwujudan ketaatan kita kepada Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam: 
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ)
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Alloh dan taatilah Ar-Rosul serta pemerintah di antara kalian”.
Adapun kalau kita membentuk kepemimpinan di luar itu maka justru ini bentuk sirriyah yang pantas dicurigai.

Adapun da’wah kami Ahlussunnah maka kami telah membuat tanzhim (peraturan) yang syar’iy dalam proses da’wah, kami berda’wah kepada masyarakat supaya mereka melaksanakan kewajiban mereka, mentauhidkan Alloh, menjauhi kesyirikan, melaksanakan apa saja yang diperintah oleh syari’at dan menjauhi apa saja yang dilarangnya, bila kami memiliki masjid atau pondok pesantren maka kami berda’wah lewat itu, bila tidak ada maka kami berda’wah di rumah-rumah, atau dengan meminta izin kepada pemerintah setempat untuk mengadakan pengajian di masjid mereka, ini hakekat dari da’wah kami:
(قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ)
“Katakanlah: Ini adalah jalanku, aku menyeru kepada Alloh di atas ilmu, aku dan siapa saja yang mengikutiku, dan Maha Suci Alloh, aku tidak termasuk dari orang-orang musyrik”.
Peluang menyampaikan da’wah terbuka bagi siapa saja yang memiliki bekal ilmu, dan Alhamdulillah pemerintah tidak mengharuskan adanya da’wah lewat organisasi dan tidak pula lewat lembaga atau jam’iyyah.
Maka tidak alasan bagi anda untuk membentuk kepemimpinan karena pemerintah telah menetapkan masalah tersebut dan masalah pendidikan juga mereka telah tetapkan, bila membuat sekolah swasta atau pondok pesantren resmi maka harus ada jam’iyyahnya, di dalamnya akan dibentuk kepala atau mudir, adapun da’wah kami maka tidaklah kami menginginkan untuk kami dijadikan pemimpin dan tidak pula supaya mendapatkan penghasilan di balik itu, dan da’wah kami hanya menyeru kepada pemurniaan dan perealisasian kalimat tauhid serta kami menyeru kepada pengikutan kepada syari’at Alloh:
(ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ)
“Kemudian Kami menjadikanmu di atas syari’at dari suatu perkara maka ikutilah syari’at tersebut, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.
Da’wah kami adalah menyeru kepada pengikutan kepada syari’at, tidaklah mencegah kami untuk  membentuk da’wah seperti yang dimaukan oleh pemerintah melainkan karena ada padanya penyelisihan-penyelisihan terhadap syari’at, maka cukuplah kami berda’wah semampu kami dengan tanpa penyelisihan terhadap syari’at yang suci dan tanpa berma’siat kepada Robb semesta alam:
(قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ)
“Katakanlah: Sesungguhnya aku takut azab hari yang dahsyat (hari kiamat) jika aku berma’siat kepada Robbku”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (22/1/1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar