Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Buletin Jum'at 32: Syarat Diterimanya Amal

32Klik Gambar untuk Download BULETIN AL-AMIN Edisi: 32/Jum'at/26/Sya'ban/1436

SYARAT DITERIMANYA AMALAN



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 :الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ. أَمَّا بَعْدُ
Berkata Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab Rohimahulloh:
اعْلَم رَحِمَكَ اللهُ أَنَّ التَّوْحِيدَ هُوَ إِفْرَادُ اللهِ سُبحَانَه وَتَعَالَى بِالعِبَادَةِ
"Ketahuilah -semoga Alloh merohmati anda- bahwasanya tauhid adalah mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta'ala dengan ibadah".
Alloh 'Azza wa Jalla berkata:
{وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada(Ku)".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh berkata:
الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
"Ibadah adalah nama yang mencakup setiap apa-apa yang dicintai oleh Alloh dan yang Dia meridhoinya, baik berupa perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang tersembunyi dan yang tampak".
Seseorang yang beramal tidak akan bisa dikatakan sebagai orang yang beribadah kecuali harus terpenuhi tiga syarat, yaitu:
Pertama: Muslim.
Alloh Ta'ala berkata:
{وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ}
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk dari orang-orang yang merugi".
Kedua: Ikhlash.
Alloh 'Azza wa Jalla berkata: {قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي}
"Katakanlah: Hanya kepada Alloh aku beribadah dalam keadaan mengikhlashkan ibadahku kepada-Nya".
Juga perkataan-Nya:
{قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ}
"Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk beribadah kepada Alloh dalam keadaan mengikhlashkan ibadah hanya untuk-Nya".
Dan perkataan-Nya:
{وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ}
"Padahal mereka tidaklah diperintah kecuali supaya mereka menyembah Alloh dengan mengikhlashkan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka menegakkan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus".
Ketiga: Sesuai Syari'at.
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa melakukan suatu amalan yang dia bukan dari perkara kami maka dia tertolak".
Juga beliau Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa mengada-adakan di dalam perkara kami ini sesuatu yang bukan bagian darinya maka dia tertolak".
Catatan: Ketiga syarat tersebut berlaku bagi setiap orang, dan apabila bagi yang sudah memenuhi syarat pertama ya'ni sudah muslim maka hanya dua syarat yang berlaku baginya yaitu ikhlash dan mengikuti syari'at.
Setiap muslim harus terpenuhi dua syarat tersebut, apabila seorang muslim hanya ikhlash namun amalannya tidak sesuai syari'at maka amalannya tidak akan diterima dan dia tidak akan mendapatkan kebaikan (pahala) dari amalannya sedikitpun, Alloh 'Azza wa Jalla berkata:
{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا}
"Dan Kami hadapkan kepada apa yang telah mereka kerjakan dari suatu amalan lalu Kami menjadikannya bagaikan debu yang berterbangan".
Berkata Al-Imam Fudhoil bin 'Iyadh Rohimahulloh dalam mentafsirkan perkataan Alloh 'Azza wa Jalla:
{لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا}
"Supaya Dia menguji mereka, siapakah diantara mereka yang paling baik amalannya?", yaitu:
أَخَلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ
"Yang paling ikhlashnya dan paling benarnya".
Dengan itu beliau ditanya:
يَا أَبَا عَلِيٍّ مَا أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ؟
Wahai Aba Ali, apa (yang dimaksud dengan) paling ikhlashnya dan paling benarnya?.
Beliau menjawab:
إنَّ الْعَمَلَ إذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ، وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ؛ حَتَّى يَكُونَ خَالِصًا صَوَابًا، وَالْخَالِصُ أَنْ يَكُونَ لِلَّهِ، وَالصَّوَابُ أَنْ يَكُونَ عَلَى السُّنَّةِ.
"Sesungguhnya amalan jika dia ikhlash namun dia tidak benar maka dia tidak akan diterima, dan jika dia adalah benar namun dia tidak ikhlash maka dia (juga) tidak diterima, sampai keberadaannya adalah ikhlash lagi benar, dan ikhlash keberadaannya adalah karena Alloh, dan benar keberadaannya adalah di atas sunnah".
Dan kedua syarat bagi setiap muslim tersebut telah Alloh 'Azza wa Jalla nyatakan di dalam Al-Qur'an:
{فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا}
"Maka barang siapa yang dia mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaknya diaberamal dengan amalan sholih (kebaikan) dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Robbnya".
Berkata Al-Imam Ibnul Qoyyim Rohimahulloh: "Manusia dalam segi keikhlasan dan mengikuti syari'at terbagi kepada empat bagian:
Pertama: Orang yang mengumpulkan antara keikhlashan dan mengikuti syari'at.
Kedua: Orang yang tidak memiliki keikhlashan dan tidak mengikuti syari'at.
Ketiga: Orang yang mengikhlashkan amalannya akan tetapi tidak mengikuti syari'at.
Keempat: Orang yang amalannya mengikuti syari'at namun tidak ikhlash karena Alloh.
KesimpulanSesungguhnya amalan yang diterima dan dikatakan sebagai ibadah oleh Alloh 'Azza wa Jalla adalah amalan yang apabila padanya terkumpul antara keislaman (muslim), keikhlashan dan ittiba' (mengikuti) syari'at, Alloh 'Azza wa Jalla berkata:
{وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا}
"Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlash menyerahkan dirinya kepada Alloh, dan dia adalah muhsin (mengerjakan kebaikan), dan dia mengikuti agama Ibrohim yang lurus?, dan Alloh menjadikan Ibrohim sebagai kholil-Nya".
(Dikutip dari buku "TIGA PILAR UTAMA" pada Muqoddimah halaman 3-7, cetakan pertama, tahun 1428/2008, karya Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy).
TANYA: Apakah boleh sholat berjama'ah dengan anak kecil?
JAWAB:Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama.
Pendapat pertama: Bahwa Al-Imam Asy-Syafi'iy dan yang lainnya berpendapat kepada bolehnya sholat berjama'ah dengan anak kecil yang belum baligh dan sholatnya sah, dan tidak ada perbedaan pada sholat wajib dan sholat sunnah.
Pendapat kedua: Bahwa Abu Hanifah dan Al-Imam Malik dalam suatu riwayat berpendapat kepada bolehnya berjama'ah dengan anak kecil pada sholat sunnah, dan pada riwayat yang lain dari Abu Hanifah adalah tidak boleh.
Dan pendapat yang rojih (benar) adalah pendapat yang pertama berdasarkan hadits Abdillah bin Abbas Rodhiyallohu 'Anhuma, beliau berkata:
بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ فَقُمْتُ أُصَلِّي مَعَهُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَأَخَذَ بِرَأْسِي فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ
"Aku bermalam di rumah bibiku Maimunah, kemudian Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berdiri untuk sholat malam, lalu aku berdiri untuk sholat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, maka beliau memegang kepalaku lalu memberdirikanku ke sebelah kanan beliau".
(Dijawab oleh Abul Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh Warodhiya 'Anhu sebagaimana di dalam tulisannya "Kitabush Sholah").
Ditulis oleh :
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy hafidzahullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar