Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Hukum Bangkai (Daging dan Kulitnya)

Bangkai Daging dan Kulitnya
بسم الله الرحمن الرحيم 
:الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده , أما بعد
Setiap manusia pasti akan salah sebagaimana disebutkan di dalam suatu hadits:
كل بني آدم خطاء
"Setiap anak Adam adalah salah".
Namun tidak sekedar hanya menyadari kalau salah namun dituntut baginya untuk menjelaskan yang benar dari yang salahnya dengan bertekad meninggalkan yang salah tersebut, dan inilah jalan kebaikan dan keselamatan, pada kelanjutan hadits tersebut dengan lafazh:
وخير الخطائين التوابون
"Dan sebaik-baik orang-orang yang salah adalah orang-orang yang bertaubat".
Walaupun dikemudian hari para pembenci akan berbicara, mengangkatnya atau mengungkitnya kembali namun tidaklah memudhorotkan melainkan hanya gangguan saja.

Dan Alhamdulillah kami selalu berupaya untuk selalu di atas dalil, dan kalaulah kami mengetahui ternyata pada kami terdapat suatu kesalahan maka kami akan bergegas menjelaskan kalau itu adalah kesalahan, dan kami bergegas meninggalkannya lalu kami mengambil kebenaran tersebut, dan inilah prinsip kami, karena kebenaran adalah sesuatu yang paling berharga bagi kami, dimana saja kami mendapatinya maka kami akan mengambilnya.
Sebelumnya telah kami dapati penjelasan tentang masalah hukum-hukum seputar bangkai ini pada kajian fiqih pada kitab Umdatul Ahkam, Bulughul Marom dan Al-Muntaqa selama di Dammaj namun tanpa kami sadari telah menganggap ada bangkai hewan yang tidak najis seperti bangkai ayam dan kambing, dan ini tentu kesalahan yang nyata, dengan itu kami pun jelaskan pada kesempatan ini.
Dan bangkai hewan dapat tergolongkan menjadi tiga:
Pertama: Kulitnya.
Yaitu bila daging hewan tersebut suci maka kulitnyapun suci dan bila dia najis maka kulitnyapun najis, dan ini kita dapati pada hewan yang hidup di laut, diperjelas dengan perkataan Alloh Ta'ala:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ
“Dihalalkan bagi kalian binatang buruan laut dan makanan (yang berasal dari)nya sebagai makanan yang lezat bagi kalian".
Abdulloh bin Abbas Rodhiyallohu 'Anhuma mengatakan: "shoidul bahri” adalah yang diambil hidup-hidup dan “wa tho’amuhu” adalah yang diambil sudah mati, kulitnyapun suci.
Kedua: Yang ada diluar kulit, seperti bulu dan rambutnya serta sejenisnya, ini hukumnya adalah suci dan tidak najis, dengan dalil perkataan Alloh Ta'ala:
وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَىٰ حِينٍ
“Dan (dijadikannya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kalian gunakan) sampai waktunya”.
Ayat ini bersifat umum, mencakup hewan yang disembelih dan yang tidak disembelih, diperjelas pula dengan perkataan Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam:
إذا دبغ الإهاب فقد طهر
"Apabila kulit disamak maka sucilah dia".
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdulloh bin Abbas Rodhiyallohu 'Anhuma, dan di dalam riwayat-riwayat Ahlussunan dengan lafazh:
أيهما إهاب دبغ
"Apa saja kulit yang disamak maka sungguh dia telah suci".
Ketiga: Bagian bawah kulitnya seperti daging dan lemak, hukumnya najis berdasarkan ijma' dan tidak dapat disucikan dengan disamak, dengan dalil perkataan Alloh Ta'ala:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharomkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang disembelih atas nama selain Alloh".
Dan diperkecualikan tentang masalah bangkai ini sebagai runcian pula tentangnya adalah:
Pertama: Bangkai ikan dan belalang, dengan dalil perkataan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
أُحِلَّتْ لَكُمْ مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati (lever) dan limpa". Diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
Kedua: Bangkai hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti semut, lebah dan lalat serta yang sejenisnya, ini berdasarkan perkataan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالْأُخْرَى شِفَاءً
“Apabila seekor lalat hinggap di minuman salah seorang kalian, maka hendaknya ia menenggelamkannya kemudian membuangnya, karena sesungguhnya pada salah satu dari kedua sayapnya terdapat penyakit dan pada (sayap) yang lainnya terdapat obatnya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy.
Ketiga: Tulang, tanduk dan kuku bangkai, semua ini adalah suci sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy dari Az-Zuhriy secara mu'allaq yang berkaitan dengan tulang bangkai semisal gajah dan yang selainnya. Al-Imam Az-Zuhriy menyebutkan bahwasanya beliau menjumpai sejumlah orang dari ulama salaf menggunakannya sebagai sisir dan berminyak dengannya, dan mereka memperbolehkannya”.
Keempat: Bangkai manusia, dengan dalil perkataan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam kepada Abu Huroiroh Rodhiyallohu Anhu:
سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ
“Maha suci Alloh sesungguhnya seorang muslim itu tidak najis”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy.
Orang muslim, baik semasa hidupnya atau ketika sudah menjadi mayyit maka tidaklah dia najis, dan ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Al-Bukhoriy, Abul Abbas Al-Harroniy dan yang selain mereka, dan inilah pendapat yang benar. Wallohu A'lam.
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy 'Ayyadahullohu
di Limboro, Kecamatan Huamual, Kabupaten SBB
pada hari Jum'at 13 Dzulqo'dah 1436.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar