Tanya: Bagaimana kalau kita disuruh pasang bendera oleh RT dan RW setempat yang apabila kita tidak melaksanakannya kita akan dipersulit jika minta surat keterangan ataupun surat pengantar dari RT/RW?. Apa yang harus kita lakukan?.
Jawab : Disampaikan alasan dan nasehat kepada mereka terlebih dahulu, dan dikatakan bahwa tidak ada masalah bagi yang tidak mengibarkan bendera, banyak masyarakat dan rakyat Indonesia tidak mengibarkan bendera di halaman-halaman rumah mereka, dan itu juga tidak dipermasalahkan, dan yang penting untuk disampaikan bahwa di dalam Islam tidak ada tuntunannya dalam masalah tersebut, kita dalam mentaati pemerintah dan ketetapan mereka dalam perkara kebaikan, teladan kita Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam mengatakan:
لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق
"Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam mema'siati Al-Kholiq (ya'ni Alloh)".
Kalau sudah disampaikan namun kemudian mereka tetap bersikeras harus pasang atau kibarkan bendera, maka hendaknya kamu melihat kalau kamu memang benar-benar membutuhkan surat-surat pengantar atau surat-surat keterangan dari mereka dan ini kalau sampai pada darurot maka kamu sudah memiliki udzur, kamu pasang dalam keadaan benci dan tidak ridho, namun kalau bukan keharusan yang darurot maka jangan sampai kamu mengibarkan bendera atau memasangnya, biarkan kamu tidak mendapatkan surat dari mereka, itu lebih baik dari pada kamu mema'siati Robbmu.
Wallohu A'lam.
******
Tanya : Bagaimana cara wanita bercadar ketika berwudhu jika tidak mendapati tempat wudhu yang tertutup, apakah membasuh wajahnya serperti mengusap khauf atau cadarnya dibuka. Jazakumulloh khoir.
Jawab : Ia mengambil airnya lalu ke tempat yang tertutup, Alhamdulillah di tempat-tempat umum tersedia WC dan yang semisalnya, ia bisa berwudhu di tempat tersebut, wajib baginya untuk membasuh wajahnya, Alloh Ta'ala berkata:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ)
"Wahai orang-orang yang beriman jika kalian hendak untuk sholat maka basuhlah wajah-wajah kalian".
Membasuh tidaklah sama dengan mengusap, karena membasuh atau mencuci harus melepas apa saja yang menutupinya.Bila dia mengusap di atas cadarnya maka ini adalah amalan bid'ah yang sesat, tidak kita dapati ada dari salaf melakukannya. Wallohu A'lam.
******
Tanya : Afwan Ustadz...Bolehkan ana minta tolong haditsnya tentang nasyid.
Jawab: Nyanyian atau musik-musikan adalah harom, walaupun namanya diganti dengan nama yang Islamiy seperti nasyid atau yang semisalnya, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِى الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتَ
“Sungguh benar-benar akan ada orang-orang dari umatku yang meminum khamr, mereka menamakannya dengan selain namanya, mereka dihibur dengan musik dan alunan suara biduanita”.
Nabi kita Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam juga berkata:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khomr, dan alat musik”.
Dari Nafi’ –bekas budak Ibnu ‘Umar-, beliau berkata:
سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ صَوْتَ زَمَّارَةِ رَاعٍ فَوَضَعَ إِصْبَعَيْهِ فِى أُذُنَيْهِ وَعَدَلَ رَاحِلَتَهُ عَنِ الطَّرِيقِ وَهُوَ يَقُولُ يَا نَافِعُ أَتَسْمَعُ فَأَقُولُ نَعَمْ. قَالَ فَيَمْضِى حَتَّى قُلْتُ لاَ. قَالَ فَوَضَعَ يَدَيْهِ وَأَعَادَ الرَّاحِلَةَ إِلَى الطَّرِيقِ وَقَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَسَمِعَ صَوْتَ زَمَّارَةِ رَاعٍ فَصَنَعَ مِثْلَ هَذَا
Ibnu ‘Umar pernah mendengar suara seruling dari seorang pengembala, lalu beliau meletakan kedua jarinya ke ke kedua telinganya, sambil beliau pindah ke jalan yang lain. Lalu beliau berkata: “Wahai Nafi’, apakah kamu masih mendengar suara tadi?” Aku (Nafi’) berkata: “Iya, aku masih mendengarnya", Kemudian Ibnu ‘Umar terus berjalan. Lalu, aku berkata: “Aku tidak mendengarnya lagi", barulah setelah itu Ibnu ‘Umar melepaskan tangannya dari telinganya dan kembali ke jalan itu lalu berkata: “Beginilah aku melihat Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika mendengar suara seruling dari seorang pengembala, beliau melakukannya seperti ini”.
Itu diantara dalil-dalil yang saling menguatkan tentang terlarangnya nasyid, dan masih sangat banyak dalil yang berkaitan dengan terlarangnya masalah tersebut.
******
Tanya: Apakah boleh kita menitipkan barang seperti cengkeh atau coklat atau yang semisalnya ke toko orang yang membeli barang-barang tersebut, dan kita katakan kepadanya: "Ini saya titipkan nanti kalau saya sudah membutuhkan uang baru saya datang ke toko mengambil uangnya", dan harga di sini disesuaikan dengan harga pasaran, kalau dia pergi ambil itu harga barang naik maka dia ambil harga seperti itu, kalau dia akan ambil di saat harga turun maka dia ambil seperti harga itu, apakah ini boleh?.
Jawab: Jual beli dengan cara seperti ini hendaknya dijauhi, ini bertolak belakang dengan dalil-dalil, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam telah menetapkan transaksi seperti ini agar dilakukan dengan:
كيل معلوم، ووزن معلوم، إلى أجل معلوم
"Ukuran yang sudah diketahui, berat (sesuai timbangannya) sudah diketahui hingga waktu yang diketahui pula".
Model transaksi yang disebutkan penanya tersebut tidak memperjelas, bagaimana kalau sewaktu-waktu pembeli sudah memerlukannya untuk dijual atau sudah diminta oleh pihak lain untuk membelinya karena sudah sangat membutuhkannya, namun karena orang yang menitipkannya belum menginginkan untuk menjualnya maka dia tentu telah berbuat salah, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
لا يحتكر إلا خاطئ
"Tidaklah menahan melainkan hanya orang yang berbuat salah". Diriwayatkan oleh Muslim dari Ma'mar bin Abdillah. Perkataannya: "Yahtakir yaitu menahan makanan atau sesuatu yang semisalnya dari menjualnya karena menunggu waktu naiknya harga, bersamaan dengan itu merasa cukupnya dia dengannya artinya dia belum membutuhkannya sementara manusia membutuhkannya, namun dia belum mau menjualnya.
Dan metode transaksi yang disebutkan oleh penanya ini tentu juga akan merugikan pihak yang dititipkan (pembeli), bagaimana kalau dia menginginkan mengambil harganya di saat pembeli itu kehabisan uang atau di saat bangkrut usahanya maka tentu dia tidak akan bisa membayarkannya, dengan itu diketahuilah bahwa metode transaksi yang ditanyakan di sini adalah salah karena bertentangan pula dengan hadits:
«لا ضرر ولا ضرار»
"Tidak boleh memudhorotkan (membahayakan) dan tidak boleh pula saling merugikan".
******
Dijawab oleh : Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al- Limboriy
(Batam, 4 Dzuqo'dah 1436).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar