Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Tanya Jawab (2)

Tanya: Bismillah, afwan Ustadz... ini ada pertanyaan titipan hukumnya ibu hamil konsumsi susu hamil bagaimana ? Apa sama dengan bayi yang dikasih susu formula
Jawab: Kami tidak mengetahui ada dalil melarang bagi ibu hamil untuk mengkonsumsi susu hamil, dalam masalah hukumnya sama bagi bayi yang diberi susu formula, boleh bagi bayi diminumkan susu formula, begitu pula ibu hamil boleh mengkonsumsi susu hamil.Wallohu A'lam.

Tanya: Benarkah Adzan 2 x (adzan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum) di masa Rosululloh hanya terjadi di Romadhon saja?.
Jawab: Tidak khusus di Romadhon, namun di selain Romadhon juga adzan tersebut dikumandangkan, dengan keumuman riwayat Aisyah Rodhiyallohu 'anha :
ان بلالا يؤذن بليل فكلوا واشربو حتى يؤذن ابن ام مكتوم
Sesungguhnya Bilal adzan pada malam hari ( sebelum masuk fajar ) maka makan dan minumlah kalian sampai adzan Ibnu Ummi Maktum. Kalau melihat konteks perkataan ini, maka tampak beliau mengucapkannya di waktu-waktu manusia berpuasa, dan pengkhabaran beliau tentang keadaan adzan kedua shohabatnya itu sudah dilakukan pada masa yang sudah berlalu. Dan yang dilalui adalah bulan-bulan selain Romadhon, maka ini sudah cukup sebagai penjelasan bahwa adzan dua kali bukan hanya Romadhon.
Tanya: Dan apakah benar Lafadz "Ashsholatu Khoirum Minannaum" diucapkan pada adzan yang ada iqomahnya (setelah masuk waktu subuh ).
Jawab: Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, dan itu salah satu pendapat yang ada, namun yang benar dia berada pada adzan pertama sebelum masuk waktu fajar, dengan dalil hadits Abdillah bin Umar Rodhiyallohu 'Anhuma, beliau mengatakan:
كان في الأذان الأول بعد الفلاح: "الصلاة خير من النوم".
"Pada azan awal setelah "Al-Falah" (ya'ni Hayya 'Alal Falah) adalah "Ashholatu Khoirum Minannaum".Diriwayatkan oleh Ath-Thohawiy dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Rohimahulloh
Bila ada yang mengatakan adzan pertama adalah adzan masuknya waktu sholat dan adzan kedua adalah iqomah maka ini masih dikatakan pada penamaan satu adzan, adapun yang dua adzan seperti yang ditanyakan maka adzan pertama sebelum masuknya waktu dan satu adzan lagi pada saat masuknya waktu, dengan itu adzan bid'ah pada hari Jum'at sebelum masuknya waktu itu dikatakan pula sebagai adzan pertama sedangkan adzan pada masuknya waktu itu dikatakan sebagai adzan kedua, dan ini sesuai tujuannya, adzan sebelum masuknya fajar tujuannya supaya orang tidur bangun untuk sholat, sedangkan tujuan adzan bid'ah sebelum masuknya waktu Jum'at supaya orang meninggalkan kesibukan mereka dengan bergegas mendatangi Jum'atan. Wallohu A'lam.
Tanya: Apakah dibolehkan menggabungkan niat puasa bidh senin kamis sama syawwal. Jazaakumullaahu khoiron.
Jawab: Kalau dia menginginkan puasa syawwal maka dia niatkan hanya puasa syawwal. Adapun puasa tiga hari setiap bulan  atau puasa senin dan kamis yang biasa dia lakukan maka terikutkan baginya pahalanya karena kebiasaan melakukannya sebagaimana dinyatakan dalam hadits Abi Musa Al-Asy’ariy Rodhiyallohu ‘Anhu bahwa Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau safar maka dia tetap dicatat mendapatkan pahala sebagaimana amalan yang dia lakukan ketika mukim (tidak safar) atau ketika sehat".
Ibnu Hajar Rohimahulloh mengatakan:
وَهُوَ فِي حَقّ مَنْ كَانَ يَعْمَل طَاعَة فمُنِع مِنْهَا، وَكَانَتْ نِيَّته، لَوْلَا الْمَانِع، أَنْ يَدُوم عَلَيْهَا
“Dan dia berlaku untuk orang yang biasa melakukan ketaatan, lalu dia terhalangi untuk melakukannya, dan keberadaan niatnya itu kalau tidak ada penghalang maka dia akan kontinyu padanya".
(Dijawab oleh Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy hafidzahulloh pada Sabtu 8 Syawwal 1436, di Sungai Ayak-Pontianak).
Tanya: Bismillah.. afwan mau tanya ustadz. Bagaimana derajat hadits ini: Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda: sesungguhnya apabila seorang hamba berdiri untuk sholat maka diletakkan semua dosa-dosanya diatas kepala dan kedua bahunya. Setiap kali ia rukuk atau sujud akan berjatuhanlah dosa-dosanya itu. HR. At-Thabrani. JazaakAllaahu khoiron.
Jawab: Hadits tersebut adalah shohih, diriwayatkan oleh Ath-Thobroniy di dalam "Al-Kabir", Abu Nu'aim di dalam "Al-Hilyah" dan Al-Baihaqiy di dalam "As-Sunan" dari hadits Abdillah bin Umar Rodhiyallohu 'Anhuma, dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, yang lafazhnya adalah
(إن العبد إذا قام يصلى أتى بذنوبه كلها فوضعت على رأسه وعاتقيه فكلما ركع أو سجد تساقطت عنه)
"Sesungguhnya seorang hamba apabila berdiri untuk sholat maka dia datang dengan dosa-dosanya semuanya lalu diletakan di atas kepala dan kedua bahunya, setiap kali dia rukuk atau sujud maka berjatuhanlah dosa-dosa tersebut darinya".
Dijawab oleh Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy hafidzahulloh (Sungai Ayak -Kalimantan Barat, Sabtu 8 Syawwal 1436).
Tanya: Baru-baru ini di tempat saya terjadi masalah dalam dakwah salafiyah, karena ada 2 kajian terpisah yang tadinya bersatu dalam kajian, mengingat ustadz yang satunya dari ahlul bid'ah, saya lebih bingung lagi berarti saya hanya punya satu pilihan ngaji sama ustadz satunya lagi, namun ustadz yang satunya ini ternyata telah ditahdzir pula oleh Abu Ahmad, bagaimana kamu melihat masalah ini sungguh saya lagi bingung, saya mesti bagaimana?, jujur sejak ada masalah tersebut saya jadi tidak pernah taklim lagi, harapan saya masalah cepat selesai biar saya bisa taklim lagi seperti dahulu dalam bingkai Ahlussunah, mohon nasehat dari ustadz. (Pertanyaan dari majenang)
Jawab: Jika kamu tidak mendapati da'i Ahlissunnah yang terpercaya untuk kamu belajar dengannya di tempatmu atau di daerahmu maka cukupkanlah bagimu dengan mengambil faedah lewat rekaman yaitu mengikuti ta'lim lewat rekaman dan membaca tulisan dari da'i yang terpercaya, Insya Alloh itu lebih baik dari pada kamu mengikuti ta'lim da'i yang menyimpang. 
Ketika kita sudah mengetahui tentang penyimpangan, sama saja penyimpangan itu pada kelompok-kelompok atau pada seorang da'i atau orang tertentu maka kita dituntut untuk menjauhinya sebagaimana nasehat Rosululloh 'Alaihishsholatu Wassalam:
«فاعتزل تلك الفرق كلها، ولو أن تعض على أصل شجرة».
"Maka jauhilah kamu kelompok-kelompok itu semuanya, walaupun kamu harus menggigit akar kayu".
Demikian nasehat dari kami, semoga Alloh menjaga kami dan anda sekalian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar