Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Buletin Jum'at 30 : Permasalahan Seputar Bulan Sya'ban

30
Buletin AL-AMIN Edisi : 30/Jum’at/12/Sya’ban/1436
PERMASALAHAN SEPUTAR BULAN SYA'BAN
بسم الله الرحمن الرحيم
 :الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده أما بعد
Dalam menyambut bulan Sya'ban banyak dari umat manusia melakukan berbagai perbuatan yang menyelisihi tuntutan Islam, sudah banyak penjelasan dan keterangan yang berkaitan dengan itu, dan perkara yang perlu untuk kami jelaskan pada kesempatan ini diantaranya adalah memajukan puasa Romadhon di akhir-akhir bulan Sya'ban, dahulu sering kita dengarkan ada dari tokoh-tokoh masyarakat Buton yang mukim di Limboro-Seram, tiga atau dua hari sebelum masuknya tanggal satu Romadhon mereka melakukan puasa Romadhon, alasannya karena mereka adalah pemuka masyarakat yang selalu terdepan maka dengan itu mereka kedepankan puasa Romadhon pada akhir-akhir Sya'ban, ini merupakan penyelisihan yang nyata terhadap petunjuk Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.

Petunjuk beliau Shollallohu 'Alaihi wa Sallam adalah berpuasa di bulan Sya'ban bagi yang mau kemudian melanjutkan puasa Romadhon, dari Ummu Salamah Rodhiyallohu 'Anha, ia mengatakan: 
أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ
“Bahwasanya Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Romadhon". 
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’iy. Ya'ni beliau Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berpuasa di bulan Sya'ban khusus puasa Sya'ban kemudian beliau melanjutkan puasa Romadhon ketika telah masuk Romadhon, dan hadits tersebut diperjelas pula dengan hadits Aisyah Rodhiyallohu 'Anha, ia mengatakan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُفَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Romadhon. Dan aku tidak pula melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dan Muslim.
Dan ‘Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha  juga mengatakan:
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Tidaklah keberadaan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Karena sesungguhnya beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dan Muslim. Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha mengatakan:
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Beliau berpuasa Sya'ban kecuali sedikit hari saja (beliau tidak puasa)". Diriwayatkan Muslim.
Demikianlah sifat puasa beliau Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, siapa saja yang menyelisihi metode dan bimbingannya dalam berpuasa yaitu dengan cara memajukan Romadhon ke akhir-akhir Sya'ban maka sungguh dia telah berada dalam ancaman, Alloh Ta'ala berkata:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka hendaklah takut orang-orang yang menyelisihi perkaranya akan ditimpakan kepada mereka fitnah atau ditimpakan kepada mereka azab yang pedih". 

KEUTAMAAN BULAN SYA'BAN 

Dari Usamah bin Zaid Rodhiyallohu 'Anhuma, beliau berkata: “Wahai Rosululloh, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulan selain di bulan Sya’ban?, Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Demikian adalah Sya’ban, manusia lalai darinya, antara bulan Rojab dan Romadhon, dia adalah bulan dinaikkan padanya amalan-amalan kepada Robb semesta alam, aku senang untuk diangkat amalanku dan aku berpuasa". Diriwayatkan oleh An-Nasa'iy.
Orang yang melakukan perbuatan ini maka dia termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsiy:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika dia memohon perlindungan, maka pasti Aku akan melindunginya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy.
TANYA: Ustadz... apa hukum datang ke tukang urut bayi?, kebanyakan tukang urut bayi baca-baca sesuatu. Jazakallahu khoiro. (Pertanyaan dari Cikarang). 
JAWAB: Terkadang tukang urut membaca doa yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, dia menggabungkan antara meruqyah dengan memijit, bila seperti ini keberadaannya maka ini adalah boleh, bahkan ini memiliki asal, Nabiulloh Ibrohim membacakan doa kepada kedua putranya Isma'il dan Ishaq, Rosululloh Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam membacakan doa kepada kedua cucunya Al-Hasan dan Al-Husain, begitu pula Ibu kita Aisyah Rodhiyallohu 'Anha membacakan kepada suaminya Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, dengan itu maka boleh bagi tukang pijit melakukannya, dan yang datang kepadanya hendaknya dengan niat meminta dipijit, bukan meminta untuk dibacakan sehingga dia tidak termasuk dari orang yang meminta ruqyah.
Adapun kalau tukang pijitnya diketahui menggunakan bacaan bukan dari Al-Qur'an dan As-Sunnah tapi dari mantra-mantra maka seperti ini hendaknya dijauhi, karena orang tersebut telah terjatuh ke dalam praktek ilmu perdukunan, dengan itu tidak boleh mendatanginya, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata: 
«ومن أتى كاهنًا فصدقه بما يقول، فقد كفر بما أنزل على محمد» 
"Dan barang siapa mendatangi dukun lalu dia membenarkan terhadap apa yang dia katakan, maka sungguh dia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam"
Ditulis oleh Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Aafaahullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar