Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Mengajari Ibu Bapak Adalah Kewajiban

Mengajari Ibu Bapak Adalah Kewajiban
TANYA: Assalaamualaikum... Ustadz, manakah yang lebih di dahulukan antara menuntut ilmu atau mengajarkan orang tua tentang rukun-rukun Islam?. Karena orang tua kami masih awam sekali, sehingga butuh bimbingan. Lalu manakah yang harus didahulukan antara permintaan orang tua untuk tinggal bersamanya di masa tuanya atau kita pergi menuntut ilmu dengan istri kita?. Dalam keadaan orang tua kita tersebut tidak memusuhi dakwah ini, namun orang tua tersebut hanya ingin dekat dengan anak-anaknya di masa tuanya. Jazaakumullaahu khoiron.

JAWAB:  Wa'alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokatuh.
Dari konteks pertanyaan menunjukan bahwa penanya sudah memiliki dasar-dasar ilmu, kalau seperti itu keadaannya maka menuntut ilmu di atas tingkatan ilmu yang dia peroleh atau biasa dikatakan "memperdalam ilmu" sudah tidak fardhu 'ain lagi baginya namun dia adalah fardhu kifayah baginya, bila seperti itu maka wajib baginya untuk mengajari orang tuanya tentang ilmu yang hukumnya adalah fardhu 'ain, semisal rukun-rukun Islam tersebut.
Sungguh itu adalah kesempatan berharga dan peluang terbesar untuk masuk Jannah, bila dia tetap bersikeras pergi menuntut ilmu untuk memperdalam ilmu agamanya dalam keadaan meninggalkan peluang berharga dan kesempatan masuk Jannah ini maka dikhawatirkan dia akan termasuk ke dalam perkataan Jibril 'Alaihissholatu Wassalam: 
رغم أنف عبد أدرك أبويه أو أحدهما لم يدخله الجنة
"Kehinaan lagi kerendahan bagi seorang hamba yang dia mendapati kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya namun tidak (menjadi sebab) masuknya dia ke dalam Jannah". 
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy (17/7/1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar