Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Hukum Menikahi Wanita Hamil

tj
TANYA: Ustadz ana mau tanya, apa hukumnya seorang wanita sudah berbadan badan, padahal wanita tersebut belum sah untuk digauli… kapan wanita tersebut bisa dinikahi, apa sebelum anak lahir ataukah sesudah anak tersebut lahir?. Dan bagaimana status anak tersebut dalam keluarga tersebut. Jazakallah khaira

JAWAB: Boleh dinikahi ketika ia sudah melahirkan kandungannya, dengan dalil perkataan Alloh Ta’ala:
(وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ)
“Dan perempuan-perempuan yang hamil maka waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan kandungannya”.
Para ulama diantaranya Ibnu Katsir dan Ibnu Qudamah telah menyebutkan bahwa orang yang menikah dalam keadaan hamil tidak sah pernikahan mereka.
Ini bagi mereka yang sudah mengetahui hukumnya, adapun yang pernah menjalani pernikahan seperti itu dan bahkan ada yang sudah berketurunan dalam keadaan mereka tidak mengetahui hukumnya maka mereka diberi udzur: 
(عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ ۚ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ)
“Alloh mema’afkan terhadap apa-apa yang telah lewat, dan barang siapa kembali (melakukannya) maka Alloh akan menyiksanya, dan Alloh adalah Al-Aziz lagi Memiliki Kekuatan untuk menyiksa”.
Dan status anak tersebut kalau dia dihamili oleh seseorang kemudian ada orang lain menikahinya maka anak tersebut tidak boleh dikatakan sebagai anak dari salah satu keduanya atau anak dari kedua-duanya, namun anak tersebut masuk dalam penamaan “anak dari zina”.
Dengan melihat rendahnya anak dari hasil zina maka ada suatu nukilan menyebutkan bahwa Al-Imam Asy-Syafi’iy Rohimahulloh membolehkan bagi seorang bapak menikahi anak prempuannya dari hasil zina, gambarannya seperti yang kami sebutkan yaitu seorang berzina dengan wanita lalu wanitanya hamil, kemudian melahirkan, dan jadilah ia sebagai ibu dari anak zina tersebut, anak yang dilahirkan tersebut boleh bagi laki-laki yang menghamili ibunya untuk menikahi anak dari hasil perzinaannya, ini menurut pendapat yang disandarkan kepada Al-Imam Asy-Syafi’iy, namun pendapat ini sangatlah batil dan bertentangan dengan dalil, Alloh Ta’ala berkata:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ
“Diharomkan bagi kalian ibu-ibu kalian dan putri-putri kalian”.
Walaupun ia dikatakan sebagai anak zina namun ia tetap anak dari ibunya, bagaimana mungkin seseorang boleh menikahi wanita bersamaan pula menikahi putri wanita tersebut?!.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hafizhohulloh di Bandara Juanda Sidoarjo-Surabaya pada (19/6/1436).21:34
HUKUM HUTANG DENGAN PERSYARATAN DIBAYAR KETIKA SUDAH KERJA
TANYA: Bagaimana hukumnya, apabila berhutang terus mengembalikannya kalau si dia sudah kerja, tapi tiba-tiba si dia menghilangkan diri tanpa ada sepatah kata, disaat saya mendapatkan kembli no. HP-nya dia tidak pernah mau membalas tidak mau mengangkat, bahkan dia pernah buat kata-kata tidak peduli sama saya juga keluarga saya, padahal dia sudah kerja dengan gaji melebihi hutangnya ke saya. Dia juga sudah sering jalan-jalan keluar negeri, tapi sama sekali tak menolehpun saya seperti sampah yang sudah tidak dibutuhkan lagi, padahal saat butuh merengek-rengek… Sebagai manusia biasa saya tidak sanggup dengan masalah ini, SYUKRON.
JAWAB: Meminjam uang atau hutang dengan ketentuan bekerja baru bayar maka ini hukumnya adalah boleh:
المؤمنون عند شروطهم
“Orang-orang yang beriman di atas syarat-syarat mereka”.
Bila mempersyaratkan seperti itu, ketika yang hutang sudah bekerja dan telah mendapatkan harta yang mencukupi maka wajib baginya untuk membayar hutangnya, Alloh Ta’ala berkata:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ)
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah oleh kalian akad-akad kalian”.
Ketika dia dalam keadaan seperti itu memperlakukan orang yang pernah berjasa kepadanya maka dia sadari ataupun dia tidak sadari telah mengundang bala’, karena itu adalah satu bentuk dari kezholiman dan penggelapan terhadap perkara:
واتق دعوة المظلوم فإنه ليس بينها وبين الله حجاب
“Dan takutlah kamu terhadap doanya orang yang dizholimi, karena sesungguhnya tidak ada di antaranya dan di antara Alloh penghalang”. 
Ini Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam katakan kepada seorang shohabatnya yang beliau utus ke kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashroni) di Yaman, walaupun keberadaan mereka sudah kafir namun kalau mereka dizholimi dengan tanpa kebenaran maka doa mereka terkabulkan, lalu bagaimana dengan doa orang mu’min maka tentu lebih terkabulkan.
Dengan itu kita nasehatkan kepada orang tersebut supaya hendaklah dia memperbaiki keadaannya dan menjelaskan hakekat dirinya berbuat seperti itu, sehingga orang yang dia perlakukan itu bisa tenang dan ridho.
Dan kita nasehatkan pula kepada orang yang meminjamkan kepadanya untuk bersabar, niatkan apa yang pernah dilakukan sebagai amalan kebaikan, berharaplah ganjaran pahala dari Alloh atas hal tersebut, kalau orang yang dipinjamkan belum menyadari perbuatannya di atas kesalahan maka nanti akan memudhorotkan dirinya sendiri, dia akan termasuk orang yang bangkrut di hari kiamat nanti.
Allohul Musta’an.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hafizhohulloh di Markiz Al-Amin Batu Merah Ambon pada Jum’at Malam (21/6/1436).23:04 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar