Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

MATA WANITA Membuat Para Pria Terpesona (Tanya-Jawab)

anigif tanya jawab
MATA WANITA  MEMBUAT PARA PRIA TERPESONA
TANYA: Ustadz saya mau bertanya apakah mata bagi wanita itu juga termasuk aurat?.(Pertanyaan dari Bondowoso-Jatim).

JAWAB: Para ulama berbeda pendapat, dan yang rojih (kuat) adalah dia termasuk dari aurat, dengan keumuman dalil:
المرأة عورة، فإذا خرجت استشرفها الشيطان
“Wanita adalah aurat, jika ia keluar (dari rumahnya) maka syaithon menghiasinya”. Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari hadits Abdulloh bin Mas’ud dari Nabi kita Muhammad ‘Alaihishsholatu Wassalam. 
Fitnah yang pertama kali terbetik di dalam hati pria adalah berawal dari pandangan mata wanita kepadanya, lebih-lebih kalau saling membalas pandangan maka ini jelas-jelas sebagai sumber fitnah, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah memperjelas masalah ini pada perkataannya:
«زنا العين النظر، وزنا اللسان النطق، والنفس تمنى وتشتهي، والفرج يصدق ذلك أو يكذبه»
“Zina mata adalah memandang, dan zina lisan adalah mengucapkan, dan jiwa mengangan-angankan dan merangsangkan, sedangkan kemaluan membenarkan demikian itu atau mendustakannya”.
Wallohu A’lam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hafizhohulloh di Durrah Salalah-Oman pada (18/6/1436).19:03

MENJAWAB AZAN DARI REKAMAN

TANYA: Apakah boleh kita menjawab adzan yang dikumandangkan di HP/radio yang merupakan rekaman? Atau adzan yang boleh dijawab hanyalah adzan yang langsung dikumandangkan oleh mu’adzin di masjid yang kita dengar saja?. (Pertanyaan dari Jakarta).
JAWAB: Yang masuk dalam perintah adalah ketika mendengarkan muadzinnya yang azan langsung, dengan dalil perkataan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam: 
إذا سمعتم المؤذن فقولوا مثل ما يقول
“Jika kalian mendengarkan muadzin (sedang azan) maka ucapkanlah oleh kalian seperti yang dia ucapkan”.
Adapun azan berbentuk rekaman maka tidak perlu dijawab, karena penyebutan pada hadits tersebut adalah “al-muadzin” yaitu sudah jelas orangnya, bukan samaran atau rekaman. Wallohu A’lam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hafizhohulloh di Durrah Salalah-Oman pada (18/6/1436).19:0

MENYENTUH LANTAI DENGAN KEDUA TANGAN LEBIH DI DAHULUKAN DARI PADA DENGAN KEDUA LUTUT

TANYA: Pada saat sholat sebenarnya mana yang duluan menyentuh lantai sebelum sujud itu, lutut atau tangan dulu?.(Pertanyaan dari Buton).
JAWAB: Perkara ini ada keluasan, karena dalil yang dijadikan pegangan pada masalah ini memiliki ‘illah (cacat), dalil yang diperbincangkan di sini adalah:
إذا سجد أحدكم فلا يبرك كما يبرك البعير، وليضع يديه قبل ركبتيه
“Jika salah seorang di antara kalian sujud maka janganlah dia turun seperti turunnya onta, dan hendaknya dia meletakan kedua tangannya sebelum ke dua lututnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’iy dan selain keduanya dari Abu Huroiroh, dan hadits ini memiliki beberapa ‘illah (cacat) diantaranya:
* Pada sanad: Ada Muhammad Ibnul Hasan, dan Al-Imam Al-Bukhoriy telah menjarh-nya, beliau katakan tentangnya:
لا يتابع عليه
“Tidak diikuti padanya”.
Walaupun ada penta’dil-an dari selain beliau namun apa yang dikatakan oleh beliau ini sudah cukup untuk menghukuminya.
Sebagian ulama menganggap hadits ini shohih dengan adanya penguat yaitu dikuatkan dengan hadits Abdulloh bin Umar, namun ini juga tidak bisa dijadikan sebagai penguat karena di dalam sanadnya ada Ad-Darowardiy, beliau ini diperbincangkan pula, ada yang menjarh-nya dan ada pula yang menta’dilnya namun yang benar tentang beliau adalah jarhnya Al-Imam An-Nasa’iy kepadanya, ketika dia (Ad-Darowardiy) meriwayatkan dari Ubaidillah Al-Umariy maka riwayatnya tidak diterima.
* Pada matan hadits:
Al-Imam Ibnul Qoyyim Rohimahulloh menganggap hadits ini memiliki ‘illah (kecacatan), dan beliau menjelaskan tentang hakekat turunnya onta, begitu pula Asy-Syaikh Ibnul Utsaimin telah menjelaskan hakekat bagaimana onta ketika turun?. Maka dengan itu yang menjadi pokok pembicaraan adalah pada lafazh:
إذا سجد أحدكم فلا يبرك كما يبرك البعير
“Jika salah seorang di antara kalian sujud maka janganlah dia turun seperti turunnya onta”.
Para ulama berbeda pendapat tentang masalah menyelisihi onta ketika turun, ada yang mengatakan memulai dengan kedua tangannya, ada pula yang menganggap memulai dengan lututnya, namun dengan adanya keterangan yang telah disebutkan jelaslah bahwa hadits tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dalil, Wallohu A’lam.
Kalaupun ada yang berdalil dengan suatu hadits dari hadits-hadits tentang masalah tersebut dan dia berpendapat tentang shohihnya maka Al-Imam An-Nawawiy Rohimahulloh telah mengatakan:
ولا يظهر ترجيح أحد المذهبين من حيث السنة
“Dan tidak tampak peng-rojih-an (penguatan pendapat) satu dari dua pendapat dari sisi sunnah”.
Dengan penjelasan tersebut nampaklah bahwa pendapat yang benar adalah adanya keluasaan, bagi yang memudahkan baginya ketika turun dari sujud dengan mendahulukan kedua tangan maka dia lakukan hal tersebut, dan bila mendahulukan lutut lebih memudahkannya maka dia dahulukan lulutnya.
Wallohu A’lam wa Ahkam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hafizhohulloh di Durrah Salalah-Oman pada (17/6/1436).

MAHAR HANYA UNTUK WANITA YANG DINIKAHI, BUKAN MILIK BERSAMA

TANYA: Kepada Ustadz Abu Ahmad Muhammad Salim Al-Limboriy. Semoga Allah menjaganya. Berikut pertanyaan yang ingin kami sampaikan…..
Seorang umahat sedang menghadapi badai dalam bahtera rumah tangganya…Karena ketidak cocokan dengan suami, istri meminta cerai, namun suami tidak mau menceraikannya.Istri ingin Khulu’ dengan mengembalikan maskawin yang telah diberikan suami. Maskawin yang diberi suami adalah 30 gram emas. Sang istri tidak sanggup mengembalikan maskawin (mahar) karena sudah dijual untuk keperluan bersama dalam rumah tangga.
Sekarang anaknya pun sudah banyak.Bagaimana cara mengembalikan maskawin yang telah dipakai untuk keperluan bersama?. Karena suami juga ikut menggunakan mahar yang diberikan untuk istri?. Apakah bisa khulu’ tanpa mengembalikan mahar karena udzur tersebut?. Mohon ilmunya ustadz… Jazakumullahukhoiro. (Pertanyaan dari jawabarat).
JAWABAN: Dikembalikan kepada keridhoan suaminya, kalau suaminya meridhoi ya’ni tidak mempermasalahkan karena dia ikut meni’mati mahar tersebut maka tidak mengapa bagi istrinya melakukan khulu’nya. Lihat kembali jawaban kami tentang menjadikan hafalan Al-Qur’an sebagai mahar.
Dan merupakan suatu kesalahan kalau mahar dipergunakan untuk kebutuhan bersama, karena yang namanya mahar khusus untuk wanita yang dinikahi bukan pada yang selainnya, dan tidaklah dijadikan mahar itu sebagai milik bersama namun khusus milik wanita yang dinikahi, dengan dalil hadits Sahl bin Sa’d yang diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon, bahwa seorang lelaki ketika diperintahkan oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam untuk mencari mahar, dia berkata:
ما أجد إلا إزاري
“Aku tidak mendapati kecuali hanya sarungku”.
Maka Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«ماذا يكون إزارك، إن أعطيتها لم يكن عليك شيء، وإن أخذته فليس عليها شيء»
“Apa adanya sarungmu?!, kalau kamu memberikannya (sebagai mahar) maka tidak ada bagimu sesuatu apapun, dan jika kamu mengambilnya maka ia tidak memiliki sesuatu apapun”.
Kalaulah mahar dikatakan sebagai milik bersama maka tentu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam akan memberikan kemudahan, tidak mengapa digunakan secara bergantian, namun karena mahar merupakan hak khusus wanita yang akan dinikahi maka beliau memberikan mahar yang berbentuk lain. Wallohu A’lam.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hafizhohulloh di Durrah Salalah-Oman pada (18/6/1436).19:03

Tidak ada komentar:

Posting Komentar