Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Tanya-Jawab InsyaAllah Bermanfaat (Sabtu, 11 Dzul-Qaedah 1435 H)

Tanya jawab Bermanfaat Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori 4
DA’WAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH DA’WAH PENUH HIKMAH
Tanya: Aku pernah mengikuti ajakan masku untuk ikuti pengajian yang diisi kiayi dari Yaman, aku tanya aliran kiayi itu, masku bilang murid syekh Hajuri, aku bandingkan dengan pengajian dari teman-teman kuliahku dari PKS, jauh beda, dari pendiri aliran kiyai Yaman dengan PKS sudah beda, pemimpin juga beda, dari Yaman pimpinannya Hajuri dari PKS imam Hasan Albanna, aku baru sekali lihat pengajian aliran kiyai Yaman kayaknya keras, baru yang hadir semua pakaiannya beda dari yang lain, aku kira yang hadir di situ orang-orang khusus dari pengikut aliran kiyai Yaman………..

Tanggapan: بسم الله الرحمن الرحيم
Semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kami dan anda.
Subhanallahu anda telah melakukan selangkah untuk mengetahui kebenaran -semoga Alloh menambahkan keinginan anda supaya terus melangkah-.
Apa yang anda katakan perlu untuk kami luruskan, Alhamdulillah da’wah Ahlissunnah wal Jama’ah atau nama lainnya da’wah Salafiyyah adalah da’wah terbuka untuk umat, da’wah mereka dibangun di atas pengikutan dan peneladanan terhadap da’wah Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan para shohabatnya, Alloh Ta’ala berkata tentang mereka:
….كنتم خير أمة أخرجت للناس
“Kalian adalah paling baiknya umat, dikeluarkan untuk manusia…..”.
Da’wah Ahlissunnah wal Jama’ah adalah terbuka untuk umat, tidak bersifat khusus namun sifatnya umum, pintu-pintu masjid Ahlissunnah terbuka lebar bagi siapa yang mau menghadiri pengajian, sekadar contoh adalah markiz Daril Hadits di masjid Al-Fath Sana’a Yaman, Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy Hafizhohulloh mengisi pengajian yang dihadiri oleh ribuan kaum muslimin, ada dari kalangan para siswa, mahasiswa, para pegawai, bahkan terkadang ada dari aparat, para pedagang dan yang semisal mereka, semua bebas masuk di dalam masjid, mereka menghadiri pengajian umum yang diisi oleh Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy dan pengajian-pengajian khusus yang diisi oleh para masyayikh dan para penuntut ilmu, terkadang juga mereka ikuti.
Kalaupun bila didapati ada dari orang-orang mengaku sebagai penuntut ilmu atau da’i namun menampakan akhlaq tidak bagus, kasar atau keras dengan orang-orang baru, yang berlatar belakang seperti yang kami sebutkan maka bukanlah da’wah Ahlissunnah wal Jama’ah yang harus disalahkan, akan tetapi kepribadian atau orang-orang tertentu itu yang bermasalah, dan banyaknya manusia yang hadir di masjid, terkadang tidak bisa dibedakan mana penuntut ilmu atau da’i yang sebenarnya, dan mana yang hanya sekedar pengakuan sebagai penuntut ilmu atau da’i, -semoga Alloh memperbaiki keadaan hamba-hamba-Nya yang beriman-.
Adapun yang berkaitan dengan Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu maka keberadaan beliau adalah hanya sebagai manusia biasa, sama seperti kita, namun Alloh Ta’ala telah memberinya keutamaan dengan dijadikan sebagai salah satu ulama besar Ahlissunnah wal Jama’ah di zaman ini, beliau bukan pemimpin suatu aliran dan bukan pula beliau mendirikan aliran atau sekte, namun beliau adalah penerus da’wah Ahlissunnah wal Jama’ah yang pernah dijalani oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan para shohabatnya:
قل هذه سبيلي أدعوا إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني
“Katakanlah ini adalah jalanku, aku menda’wahkan kepada Alloh di atas ilmu, aku dan orang-orang yang bersamaku”.
Keberadaan Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuriy sama dengan saudara-saudaranya para ulama Ahlisunnah wal Jama’ah di kerajaan Saudi Arobia semisal Asy-Syaikh Abu Abdirrozzaq ‘Abdul Muhsin ‘Abbad Hafizhohumulloh, da’wah mereka adalah satu, yaitu da’wah Ahlissunnah wal Jama’ah atau disebut pula dengan da’wah Salafiyyah.
Berbeda dengan aliran Ikhwanul Muslimin maka da’wah mereka kepada aliran mereka dan kepada demokrasi, mereka mendirikan partai, di negara kita partai mereka dikenal dengan PKS (Partai Keadilan Sejahtera), prinsip dan metode da’wah mereka adalah mengikuti pendiri aliran mereka yaitu Hasan Albanna, pria inilah yang mendirikan firqoh (aliran) Ikhwanul Muslimin.
Adapun Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy dan saudara-saudaranya, para ulama Ahlissunnah wal Jama’ah maka mereka bukanlah pendiri suatu aliran dan bukan pula mereka sebagai pemimpin suatu aliran, namun mereka adalah para ulama yang termasuk rujukan umat.  Allohul musta’an.
Ditanggapi oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu di Sakan A’la Daril Hadits Sana’a (11 Dzulqo’dah 1435).
TERUS MENERUSLAH BERUSAHA PASTI ALLAH AKAN MENOLONGMU
Tanya: Assalamualaikum.. . Kenapakah hari seterusnya selepas saya berusaha untuk bertaubat, nafsu yang menyebabkan dosa itu kembali lagi?. Bagaimanakah caranya untuk meninggalkan nafsu-nafsu yang tersirat dalam hati?. 
Setiap kali saya melakukan sesuatu dosa saya ingat bahawa itu perbuatan yang salah, tetapi kenapakah saya masih meneruskannya juga?.  Adakah syaitan yang menguasai diri saya atau diri saya sendiri?
Jawab: وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Diantara cara-cara untuk meninggalkan nafsu-nafsu yang tersirat di dalam dada adalah:
Pertama: Kembali kepada Yang Maha Membolak-balikan hati yaitu Alloh Ta’ala, berdoa kepada-Nya, merendahkan diri kepada-Nya dan memperbanyak dzikir kepada-Nya, karena tidak ada jalan untuk membendung munculnya nafsu-nafsu melainkan hanya dengan memohon kasih sayang dari Yang Maha Membolak balikan hati, dengan pertolongan dan kasih sayang-Nya seseorang dapat menahan nafsu-nafsunya:
إن النفس لأمارة بالسوء، إلا ما رحم ربي، إنّ ربي غفور رحيم
“Sesungguhnya nafsu (jiwa) itu selalu memerintahkan kepada kejelekan, kecuali yang dirohmati Robbku, sesungguhnya Robbku adalah Al-Ghofur (Maha Pengampun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)”.
Kedua: Terus melakukan pendekatan kepada Alloh dengan melakukan segala macam ketaatan kepada-Nya, dengan terus bersungguh-sungguh, Alloh Ta’ala berkata:
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا، وإن الله لمع المحسنين
“Dan orang-orang yang mereka berjihad di (jalan) Kami maka sungguh Kami akan benar-benar menunjuki mereka ke jalan Kami, dan sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang berbuat kebaikan”.
Ibnul Qoyyim Rohimahulloh menganggap bahwa melawan hawa nafsu termasuk jihad di jalan Alloh.
Ketiga: Berlindung kepada Alloh Ta’ala dari godaan syaithon yang terla’nat, karena syaithon adalah sumber dari sumber kejelekan dan asal dari asal kejahatan, oleh karena itu kita diperintah untuk berlindung darinya dan dari bisikan-bisikannya, sebagaimana yang termaktub di dalam surat An-Nas.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (11 Dzulqo’dah 1435).
TINGGALKAN YANG MERAGUKAN
Tanya: Seorang ikhwah bercerita: Ketika kami mau pindah keluar Jawa, seorang tetangga yang baru kenal salaf datang ke rumah dan memberi hadiah kenang-kenangan berupa kamus Munawwir dan kue-kue. Kami terima pemberian tersebut. Adapun tetanggaku itu masih bekerja sebagai pemusik (belum keluar kerja waktu itu). Kue-kue tidak kita makan, sedang kamus tetap saya simpan, dan sering saya pakai sampai sekarang. Yang saya tanyakan: Bagaimana status barang tersebut?. Apakah bisa digolongkan termasuk barang yang tidak boleh dimanfaatkan/haram (karena kemungkinan besar dibeli dari hasil kerja sebagai pemusik) sebagaimana kue yang tidak saya makan?. Bagaimana mensikapi kamus tersebut?. Mengharap jawabannya. Jazaakallahukhoiro.
Jawab: بسم الله الرحمن الرحيم
Bila pemberian itu dia berikan setelah dia bertaubat dan dia sudah tinggalkan pekerjaannya maka hukumnya semisal hukum pada si pemberi, ya’ni kalau si pemberi sudah bertaubat dari pekerjaannya maka harta yang dia peroleh dari pekerjaannya yang dahulu, boleh untuk dia gunakan dan dia manfaatkan setelah taubatnya, karena Alloh Ta’ala telah berkata:
عفا الله عما سلف، ومن عاد  فينتقم الله منه
“Semoga Alloh mengampuni apa-apa yang telah lewat, dan barang siapa yang mengulangi (perbuatan/pekerjaannya) maka Alloh akan menyiksanya”.
Para shohabat sebelum Islam keadaan mereka seperti yang disebutkan oleh Ja’far bin Abi Tholib Rodhiyallohu ‘anhu bahwa yang kuat memakan yang lemah, dan berbagai kejelekan mereka lakukan, ketika mereka sudah masuk Islam maka apa yang mereka peroleh dari hasil-hasil yang harom, tidak diperintahkan untuk dibuang atau dihancurkan seperti rumah-rumah atau harta-harta mereka yang lainnya. Wallohu A’lam.
Dan kalau dia diberi pemberian, dan si pemberi masih bekerja pada pekerjaannya yang harom itu, bila diketahui dengan pasti bahwa pemberian itu murni dari gaji kerjanya sebagai pemusik maka tidak boleh menggunakan barang pemberiannya, sama saja itu berbentuk makanan, pakaian atau yang semisalnya.
Adapun kalau hanya dibangun di atas kemungkinan maka bisa jadi dia memperolehnya dari jalan lain, akan tetapi bila terus meragukan maka sebaiknya ditinggalkan, tidak digunakan dan tidak pula dimanfaatkan:
دع ما يريبك إلى ما يريبك
“Tinggalkan terhadap apa-apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu”.
Bila keberadaannya seperti kamus atau buku maka diserahkan kepada maktabah (perpustakaan) umum, yang bisa dimanfaatkan oleh kaum muslimin, kalau berbentuk makanan maka diberikan kepada binatang-binatang yang tidak boleh dimakan seperti kucing atau yang semisalnya.
Wallohu A’lam.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hadahullohu wa ‘Afahu (10 Dzulqo’dah 1435).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar