Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

BIOGRAPHI : Mengenang Syaikh Abdulloh Bin Muzahim Rahimahulloh

Syaikh Abdullah Muzahim rahimahullo
Ketika terjadi pengepungan pertama terhadap Dammaj pada tahun 1433, yang dilakukan oleh kaum kafir Rofidhoh Qotalahumulloh, maka kaum muslimin dan beberapa tokoh qobilah dari beberapa daerah di Yaman menyambut panggilan jihad yang diserukan oleh para ulama, para du’at dan tholabatul ‘ilmi Ahlissunnah wal Jama’ah.
Diantara tokoh qobilah yang menyambut seruan jihad itu adalah Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh, beliau membawa pasukannya menuju medan jihad di Kitaf.
Setelah pengepungan pertama Dammaj selesai maka Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh bersama orang-orang qobilahnya menziarohi Dammaj, beliau datang dengan dikawal oleh pengawalnya yang disebut dengan “teropong malam”, pengawalnya ini memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, dari pembawaannya sejak kecil dia bisa melihat di tengah gelapnya malam, kehidupan dalam kesehariannya adalah mencari ikan di laut, dia memilih pekerjaan ini karena dia bisa melihat kedalaman laut, dan bisa melihat ikan-ikan dari perahunya.

Beliau menjadi pengawal Asy-Syaikh Abdulloh Muzahim Rohimahulloh ketika jihad di Kitaf, dengan keberadaan pengawal Asy-Syaikh Abdulloh Muzahim tersebut membuat pasukan Asy-Syaikh Abdulloh Muzahim tidak membutuhkan “teropong malam”, karena pengawalnya tersebut bisa melihat di tengah gelapnya gulita pada malam hari, setiap Rofidhoh bergerak maka beliau langsung memberitau para penembak untuk menembak ke arah Rofidhoh yang beliau lihat.
Ketika Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh ke Dammaj, pengawalnya tersebut mengikutinya, Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh memiliki beberapa pengawal diantaranya beliau dan Ma’in Al-Abyaniy Rohimahulloh, adapun Ma’in Al-Abyaniy Rohimahulloh terbunuh di benteng Indonesia di pertahanan Alu Manna’.
AWAL KEDATANGAN ASY-SYAIKH ABDULLOH BIN MUZAHIM DI DARUL HADITS DAMMAJ
Setelah pengepungan pertama terhadap Dammaj dibuka maka Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh bersama qobilahnya datang ke Dammaj dengan niat ziaroh, salah seorang da’i Ahlissunnah dari qobilahnya dipersilahkan untuk menyampaikan muhadhoroh di masjid Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy, sebelum beliau menyampaikan muhadhoroh terlebih dahulu Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh, beliau maju ke meja Syaikhuna Al-Hajuriy dengan ditemani seorang pengawalnya, lalu beliau memberikan nasehat dan mengungkapkan rasa cintanya kepada As-Sunnah dan para Ahlussunnah, beliau berjihad ke Kitaf kemudian datang ke Dammaj karena kecintaan beliau kepada As-Sunnah dan kepada Ahlusunnah, beliau mencintai mereka karena Alloh, kemudian beliau membacakan dalil-dalil tentang keutamaan saling mencintai karena Alloh, ketika membaca satu dalil dari As-Sunnah beliau lupa lafazhnya lalu beliau balik menghadapkan mukanya ke Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy, lalu Syaikhuna membacakannya hadits yang beliau lupa tersebut.
Setelah itu beliau menjelaskan keadaannya bahwa beliau bukan penuntut ilmu namun beliau termasuk orang awwam, kemudian Alloh Ta’ala beri hidayah dengan adanya jihad melawan kaum kafir Rofidhoh.
Dengan kisah ini menunjukan kepada kita tentang kebenaran dari perkataan Alloh Ta’ala:
{وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ}
“Dan orang-orang yang mereka berjihad untuk Kami, maka sungguh Kami akan benar-benar memberikan hidayah kepada mereka ke jalan Kami, dan sesungguhnya Alloh benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan”.
Setelah beliau melihat keadaan di Dammaj, beliaupun bertekad untuk tinggal di Dammaj supaya bisa menuntut ilmu dan bisa berkumpul dengan Ahlussunnah yang beliau cintai karena Alloh Ta’ala.
KEBERADAAN BELIAU SELAMA DI DAMMAJ
Setelah berdatangan para penziaroh ke Dammaj, yang mereka datang dari berbagai propinsi di Yaman, kaum kafir Rofidhoh terus menerus membuat makar dan upaya untuk memulai makar, Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh bersama pasukannya bertambah sibuk mengamalkan perkataan Alloh Ta’ala:
{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ}
 “Persiapkanlah oleh kalian apa-apa yang kalian mampui dari kekuatan untuk melawan mereka, dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, (dengan sebab itu) kalian menggentarkan musuh Alloh  dan musuh kalian”.  
Beberapa hari kemudian terjadilah tragedi di kampung Thulul, sehingga beliau mengomando pasukannya untuk melakukan pembelaan terhadap kaum muslimin di kampung Thulul yang sedang dizholimi oleh kaum kafir Rofidhoh.
Beberapa kawan diantaranya Al-Ustadz Hamzah Al-Jazairiy Rohimahulloh ikut dalam pembelaan terhadap kaum muslimin di kampung Thulul tersebut, Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh mulai mengomando pasukannya menuju Thulul, beberapa orang dari pasukannya luka-luka dan Al-Ustadz Hamzah Al-Jazairiy Rohimahulloh terbunuh, dan para Rofidhoh merusak jenazahnya serta diminumkan jenazahnya dengan cairan perusak dan pembesar perut.
Tidak lama dari tragedi Thulul itu, kemudian terjadilah pengepungan terhadap Dammaj, maka Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh bertambah sibuk, ketika kaum kafir Rofidhoh mengerahkan seluruh kekuatan mereka dan melakukan penyerangan besar-besaran terhadap pemukiman Masaddir, hingga mereka berhasil membunuh Syaikhuna Abu Abdillah Kamal bin Tsabit Al-Adniy dan beberapa kawan kami Rohimahumulloh, kaum kafir Rofidhoh terus maju menuju pemukiman Alu Manna’, maka Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh memimpin langsung pasukannya terjun di medan jihad di pemukiman Alu Manna’.
Beliau bersama pengawalnya Ma’in Al-Abyaniy Rohimahulloh terus menerus mengontrol pasukan-pasukannya yang berada di setiap benteng, selama beberapa pekan di Alu Manna’ beliau jaga dan mengontrol pasukannya.
Ketika Al-Ustadz Muhammad Rofi’y Al-Andunisiy Rohimahulloh sudah tidak bisa lagi ke tempat jaga di Masaddir, karena sudah dikuasai oleh kaum kafir Rofidhoh maka beliau bergabung dengan pasukan Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim, bila beliau ke kamarnya di samping markiz Darul Hadits Dammaj untuk beristrahat semalam saja, maka Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim selalu menanyakan kami tentang beliau, apalagi kalau waktu-waktu sudah gawat, beliau mesti bertanya ke kami: “Waina shohibuk, shohibul hawwon” (dimana kawanmu, pemegang mortir?”.
Pada suatu hari, Rofidhoh melakukan serangan ke arah masjid Alu Manna’, beliau berteriak: “Aina shohibu hawwon?”, dan ketika itu Al-Ustadz Muhammad Rofi’i Rohimahulloh sedang istrahat di kamarnya dekat markiz Darul Hadits Dammaj, beliau menelponnya untuk segera datang, lalu Al-Ustadz Muhammad Rofi’i Rohimahulloh menelpon kami untuk ke Alu Manna’ membawa mortar kecil yang biasa beliau bawa, ketika beliau tahu bahwa kami bersama Al-Ustadz Amin Al-Hudaidiy Rohimahulloh sedang berada di kebun anggur, sebrang wadi dari bawah Masyrohah dan kami tidak bisa keluar dari kebun karena jarak kami dengan Rofidhoh hanya lima meter dan kami bisa keluar dari tempat tersebut pada malam hari saja, beliaupun akhirnya balik lagi ke Alu Manna’.
       Hari demi hari, pertempuran semakin bertambah dahsyat, pada hari Senin tanggal 1 Muharrom 1434 ditengah-tengah menegakan sholat maghrib di teras rumah di pemukiman Alu Manna’, tiba-tiba Rofidhoh menembakan mortir hingga jatuh di pinggir rumah, dan percikannya mengenai kepala Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh, beliaupun terluka dengan luka yang tidak terlalu parah, namun kemudian datang seorang mata-mata Rofidhoh yang bernama Sulaiman ingin mengobatinya, dan terlihat keanehannya, ketika dia menyuntik Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim pada perutnya, sementara luka di kepalanya, setelah terkena suntikan itu, Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim Rohimahulloh langsung meninggal dunia.
Sulaiman mata-mata Rofidhoh kemudian diperiksa, didapatilah pada Handpone-nya berisikan sms, memberi laporan kepada Abdul Malik Al-Hutsiy Qotalahulloh, bahwa dia telah berhasil membunuh seorang qo’id (komandan) yang bernama Abdulloh bin Muzahim.
Sulaiman mata-mata Rofidhoh ini kemudian dimasukan di dalam kurungan dan dijatuhkan hukuman mati, empat hari sebelum Ahlussunnah meninggalkan Dammaj, mata-mata Rofidhoh tersebut diberi pelajaran, belum dibunuh sudah langsung mati karena jantungan, diapun mati bersama dua kawannya, yang satunya mengaku dengan nama Abu Mu’awiyyah, tiga dari mata-mata Rofidhoh tersebut dibunuh adapun yang lainnya dilepaskan karena tidak ada bukti yang kuat kalau mereka adalah mata-mata Rofidhoh.
    Semoga Alloh Ta’ala menjadikan kami dan Asy-Syaikh Abdulloh bin Muzahim dan seluruh kawan-kawan kami yang terbunuh termasuk dari para syuhada’.
Ditulis oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu
Di Darul Hadits Sana’a (23 Dzulqo’dah 1435).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar