Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Sikap Para Penuntut Imu Terhadap Ahli Ilmi

Books Flying Through Nature
Tanya: Apa pendapat antum dengan turunnya Syekhuna Abdurrazzak Al-Badry di markiz-markiz milik kawan-kawan Firanda?, apa beliau salah?. Dan bagaimana dengan tazkiyyah beliau kepada Firanda dan kawan-kawannya?.
Jawab: بسم الله الرحمن الرحيم
Untuk menyatakan bahwa beliau (Asy-Syaikh Abdurrozzaq Hafizhohulloh) adalah salah, maka kami tidak menyatakan hal ini, karena kami tidak memiliki alasan.
Turunnya beliau ke tempat-tempat seperti yang kita ketahui itu sebatas yang beliau kenal, beliau memiliki murid-murid dari Indonesia di Madinah, mereka itu yang beliau kenal, dan tentu ketika mereka memintanya untuk turun ke tempat mereka maka beliau akan penuhi.

Adapun tentang penyimpangan dan penyelisihan yang terjadi pada murid-murid beliau mungkin ketidak tahuan beliau.
Dan apakah orang yang pemberani menyalahkan beliau sudah menyampaikan hujjah dan penjelasan kepada beliau tentang keadaan murid-murid beliau?.
Sungguh masih teringat dengan kedatangan Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy ‘Afallohu ‘anhu di Dammaj, ketika ada tanya jawab, lalu beliau ditanyakan tentang da’wah salafiyyah di Indonesia, beliapun memuji dan kagum terhadap da’wah di Indonesia, kemudian beliau sebutkan beberapa da’i, ternyata para da’i yang beliau sebutkan adalah hizbiyyun, itu karena sepengatahuan beliau kepada mereka, dan secara otomatis beliau telah memberi tazkiyyah kepada mereka sesuai yang beliau dapati dari mereka, berbeda kalau beliau melihat penyimpangan atau mendengarkan langsung, kemudian membiarkan atau bahkan mendukungnya maka harus kita salahkan, sebagaimana keadaan Abdulloh bin Abdirrohim Al-Bukhoriy, mendengarkan fitnah dari Usamah Faishol Mahri kemudian ia tanggapi dengan menambah fitnah yaitu berani berbicara tentang Al-Imam Al-Wadi’iy Rohimahulloh dan mensifatinya dengan sifat khowarij.
Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy ‘Afallohu ‘anhu ketika di Dammaj sempat menyebutkan Ja’far Umar Tholib dengan sebutan jarh (celaan), karena beliau sudah mengetahui kejelekannya, berbeda dengan sebelumnya, beliau masih mengakui Ja’far dan memenuhi undangannya namun ketika Ja’far terjatuh beliaupun tidak lagi menoleh kepadanya.
Adapun kalau masyayikh Ahlissunnah semisal Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy, Asy-Syaikh Abdurrozzaq dan para masyayikh lainnya yang istiqomah di atas As-Sunnah keluar da’wah ke tempat-tempat yang kita ketahui tempat-tempat tersebut milik hizbiyyun atau milik orang masih memiliki perkara muhdats dalam agama, maka jangan tergesa-gesa bagi anda menyalahkan masyayikhnya, akan tetapi hendaknya anda bertanya:
1. Apakah masyayikh itu sudah mengetahui keadaan orang yang mereka turun ke tempatnya?.
2. Apa sebabnya masyayikh itu turun ke tempatnya?.
Dan kita bisa menyalahkan masyayikh tersebut kalau kita sudah menghubungi mereka, kita sebutkan bahwa kita salafiyyun dari murid-murid Darul Hadits Dammaj menginginkan supaya mereka keluar da’wah ke tempat kita, dan jangan ke murid-murid mereka karena hizbiyyun, akan tetapi mereka tetap tidak mau ke tempat kita, malah mereka pergi ke tempat hizbiyyun itu, bila seperti ini keadaan mereka maka perkaranya telah jelas, dan tidak mengapa untuk kita salahkan mereka.
Adapun kalau belum pernah kenalan, belum pernah ada hubungan serta belum pernah memberikan keterangan tentang hizbiyyun lalu kemudian berani menyalahkan para masyayikh yang turun ke tempat hizbiyyun itu maka ini terlalu melampui dalam menyikapi. As’alullaha As-Salamata wal Karomah.
Adapun masalah tazkiyyah maka ini juga sesuai yang mereka ketahui, Umar Ibnul Khoththab Rodhiyallohu ‘anhu memberi tazkiyyah kepada Abdurrohman Muljam dan bahkan beliau mengutusnya keluar da’wah di Mesir, apakah Umar mengetahui apa yang disembunyikan oleh Abdurrohman?, dan apakah Umar mengetahui keadaan tempat da’wah di Mesir?.
Bila kemudian terjadi apa yang terjadi, maka bukanlah Umar Rodhiyallohu ‘anhu yang perlu disalahkan, namun yang disalahkan adalah orang yang menyelisihi da’wah Umar tersebut.
Begitu pula Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu memberikan tazkiyyah terhadap murid-muridnya sebagaimana dalam “Thobaqot”, ternyata banyak yang menyimpang dan tergelincir, dengan disaksikan langsung oleh Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy ‘Afallohu ‘anhu:
رب اشرح لي صدري ويسر لي أمري واحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي
“Wahai Robbku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku dan lepaskanlah kekakuan dari lisanku supaya mereka memahami perkataanku”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu Di Darul Hadits Sana’a (1 Dzulhijjah 1433).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar