Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Luqman Ba’abduh Ikut Campur terhadap Masjid Kami

ikut campur
Tanya: Setelah ana dan kawan-kawan mengenal da’wah Salaf, kami bersepakat untuk bangun masjid, setelah masjid selesai dibangun terjadilah fitnah, sebagian kawan merespon baik da’wah Luqman Ba’abduh, setelah itu mereka putuskan bahwa masjid kami itu dibawa tanggung jawab Luqman Ba’abduh karena dia sudah mendapat tazkiyyah dari DR. Robi’ dan Ubaid Al-Jabiry, dan kata mereka Luqman Ba’abduh sudah disyaikhkan dan dia pemegang da’wah di Indonesia, dengan itu da’i bawahan Luqman Ba’abduh ditugaskan memegang masjid kami, mohon tanggapan antum dalam masalah kami ini!.
Jawab: Orang zholim semisal Luqman Ba’abduh dan orang semisalnya tidak memiliki wewenang untuk itu, masjid adalah masjid kalian, bukan masjid Luqman Ba’abduh, dalam masalah masjid ini Luqman Ba’abduh telah berbuat sewenang-wenang dan menzholimi sebagian pihak yang ikut memiliki masjid itu.

Keadaan mereka dimana-mana seperti itu, memperebutkan masjid karena mereka menganggap itu lahan da’wah, malu-maluin saja.
Lebih baik berda’wah di masjid umum, membuka ta’lim dan mengadakan muhadhoroh di sana, dari pada merampas atau berupaya untuk menguasai masjid suatu kaum.
Dan lebih baik lagi adalah membangun masjid sendiri dengan semampunya, memiliki masjid beratapkan daun sagu dan beralaskan daun tikar itu lebih baik dari pada berda’wah di masjid yang dipersengketakan diantara jama’ah.
Orang-orang semisal Luqman Ba’abduh dan jaringannya diberikan masalah seperti itu?!!!, masalah berbicara tentang Dammaj dan perkara selainnya dari perkara-perkara agama saja sudah banyak dusta dan sikapnya sudah banyak zholim, lalu bagaimana dengan urusan seperti itu?:
من ولي القضاء فقد ذبح بغير سكين
“Barang siapa mengurus (menguasai) qodho’ maka sungguh dia telah menyembelih dengan tanpa (menggunakan) pisau”.
Sangat memalukan, seorang pengangguran dan da’i gelandangan, yang sudah sangat jauh dari majelis ulama kemudian tiba-tiba diangkat sebagai “syaikh”, lalu merasa dirinya sebagai qodhiy, memberi banyak keputusan dengan menzholimi dan menenggelamkan hak milik orang lain.
Ketika sudah dianggap keadaannya seperti itu, diapun semakin tenar dan dijadikan rujukan utama, Dzulakmal dengan penuh perendahan mengakuinya sebagai “syaikh”.
Karena sudah merasa seakan-seakan syaikh qobilah atau syaikh suku di kalangan firqohnya, diapun berbuat sewenang-wenang, mengungguli pemerintah kaum muslimin. Pemerintah kaum muslimin menghargai hak rakyatnya, berbeda dengan syaikh rakitan atau tokoh menyimpang semisal Luqman Ba’abduh ini, orang semisal dia masih juga berani mencoba mengulangi kejelekannya?!, jangan-jangan kemunculan Luqman Ba’abduh ini salah satu tanda dari tanda-tanda kiamat:
إذا أسند الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة
“Jika disandarkan (diserahkan) perkara kepada selain ahlinya maka tunggulah kiamat”.
Demikianlah keadaan mereka, menjadikan da’wah mereka seperti siasat para politikus, bagaimana caranya mendapat pendukung?, dan bagaimana bisa menyatukan orang dengan penanggung jawabnya dan bagaimana bisa merangkul pengikut?, lisan mereka mengingkari kaedah Hasan Albanna “tolong menolong terhadap perkara yang kita sepakati dan saling memberi udzur terhadap apa yang kita perselisihkan” namun prilaku mereka telah menerapkan kaedah tersebut.
Ditanggapi oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (28 Dzulqo’dah 1435).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar