Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Membuatku Kecewa

Membuatku kecewa
Keluhan: Saya baru awal-awal ngaji bersama ustadz dari lulusan Madinah, setelah beberapa lama saya ngaji, saya diperkenalkan dengan pengajian di salah satu pondok ustadz lulusan Yaman (saya tidak ingin menyebut namanya), saya melihat pengajiannya sama dengan pengajian ustadzku lulusan Madinah, kitab yang dikaji juga sama, namun membuat saya terheran ketika saya ditanya “Sebelumnya belajar sama siapa?”, sayapun sebutkan nama ustadzku, terus dikatakan tentang ustadzku: “Dia itu surury”.
Awalnya saya senang dengan penyebutan itu, karena yang saya tahu “surur” artinya senang, namun ketika saya mendapati tulisan bahwa surury yang disebutkan itu maksudnya ahlu bid’ah, sayapun marah sekali sama yang bilang tadi, saya jadi benci dan tidak mau lagi ke pondoknya.
Pada saat saya mendengar bahwa ustadz Abu Ahmad Al-Limbory Hafizhahullah sudah kasih penjelasan tentang surury maka saya berkeinginan untuk memberi tahukan ustadz Limbory Hafizhahullah untuk menjawab masalah saya ini, supaya saya tidak salah dalam menyikapi.

Allahu Yujzika khaira.
Tanggapan: بسم الله الرحمن الرحيم  Semoga Alloh merahmatimu, tetaplah berusaha dalam mencari ilmu, banyak-banyaklah berdoa. Bukanlah yang pertama kali kita dituduh dengan berbagai tuduhan namun orang yang paling terbaik dari kita juga tertuduh, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dituduh oleh orang-orang kafir sebagai “kazzab” (pendusta) dan “majnun” (gila).
Tuduhan “sururiy” kalau tidak dibangun di atas hujjah dan bukti maka tidak mengenai orang yang dituduh, bahkan yang menuduh itu terhujati dengan hafalan Al-Qur’annya sendiri:
ولا تقف ما ليس لك به علم
“Janganlah kamu berucap terhadap apa-apa yang tidak ada bagimu ilmu tentangnya”.
Orang yang afdhol dari kita, tidak lepas dari tuduhan mereka, Syaikhuna Yahya Al-Hajuriy dikatakan “Haddadiy”, Asy-Syaikh Abdurrozzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad dikatakan “La’ab”.
Yang mengatakan inipun kemudian ditaqlidi dan diikuti apa saja yang dikatakannya, dan bahkan dibela mati-matian, ketika berbicara tentang Jam’iyyah Ihyat Turots mereka beramai-ramai ikut membicarakan tentang Ihyat Turots, dalam keadaan mereka juga memiliki jam’iyyah, yang disebut sururiy menurut mereka diantara cirinya memiliki hubungan dengan Ihyaut Turots, ketika berbicara tentang perkara muhdats dalam agama maka mereka juga mengikutinya, siapa yang memiliki kemuhdatsatan dikatakan hizbiy sementara mereka juga memiliki perkara muhdats dalam agama namun mereka masih saja berani mentazkiyah diri mereka sendiri:
فلا تزكوا أنفسكم، هو أعلم بمن اتقى
“Maka janganlah kalian mentazkiyah diri-diri kalian, Dia (Alloh) adalah A’lam (Paling Mengetahui) siapa yang bertaqwa”.
Supaya kamu tidak salah dalam bersikap maka pelajarilah “iman”, terutama yang berkaitan dengan “al-wala’ wal baro'” (berloyalitas dan berlepas diri), dan “hubbu fillah wal bughdhu fillah” (cinta karena Alloh dan benci karena Alloh).
Jika kamu memahami perkara penting ini maka kamu akan mengetahui hakekat kebenaran yang terkandung di dalam keimanan.
Wabillahittaufiq.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (13 Dzulqo’ah 1435).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar