Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Rofidhoh Dari Zaman Ke Zaman Selalu DiPerbodoh

rofidhoh diperbodoh
Tanya: Ada berita di Shon’a sudah dikuasai Rofidhoh?, apa benar?.
Jawab: Yang terjadi di Sana’a bukanlah kejadiannya seperti di Dammaj, di Dammaj dahulu kita murni berjihad melawan Rofidhoh karena membela diri, membela Islam dan kaum muslimin.
Adapun yang terjadi di Sana’a maka tidaklah keberadaannya seperti yang di Dammaj, yang terjadi di Sana’a adalah siasat politik, kaum kafir Rofidhoh hanyalah diperalat, mereka diperbodoh dalam keadaan mereka tidak menyadari.
Dahulu Ali Abdulloh Sholih pada awal-awal menjadi presiden, para Rofidhoh itu yang dia peralat, digelari dengan “syabab al-mu’min”, ketika itu mereka digerakan untuk melawan musuh-musuh Ali Abdulloh Sholih.

Setelah Ali Abdulloh Sholih kokoh di atas jabatannya, beberapa tahun kemudian Rofidhoh membantai kaum muslimin di propinsi Sho’dah maka Ali Abdulloh Sholih melarang mereka, mereka menentang dan menantang, Ali Abdulloh Sholih pun memerangi Rofidhoh dengan menggunakan tentara nasional Yaman, hingga Rofidhoh dikejar-kejar sampai ke Wathon Dammaj, karena Rofidhoh menyikat pula kaum muslimin di Dammaj, dan kaum muslimin Dammaj membela diri melawan Rofidhoh, Ali Abdulloh Sholih kemudian mendukung kaum muslimin Dammaj dengan diberi bantuan, dan ini terjadi pada harbussadisah (perang keenam).
Ketika musuh-musuh politik Ali Abdulloh Sholih menginginkan supaya dia lengser dari jabatannya sebagai presiden, dan berhasil dilukai oleh pemberontak, hingga dia turun dari kursinya, disaat itu dia menanam dendam, dan mulai menyusun kekuatan baru.
Ketika Rofidhoh mulai lagi menzholimi kaum muslimin Dammaj dan berhasil mengepung Dammaj, Husain Ahmar menampakan pembelaan terhadap Dammaj, sedangkan Husain Ahmar ini termasuk salah satu target Ali Abdulloh Sholih, Husain Ahmar teranggap sebagai salah seorang penyebab lengsernya dia dari kursinya, dengan itu diapun berupaya membinasakan Husain Ahmar dan kelompoknya, karena Husain Ahmar juga memiliki kekuatan, maka Ali Abdulloh Sholih mulai lagi memanfaatkan Rofidhoh, tentu dengan adanya syarat-syarat dan jaminan-jaminan, diantaranya membantu memerangi Dammaj terlebih Dahulu karena dibela oleh Husain Ahmar dan yang selainnya, yang dianggap sebagai musuh-musuh siasat Ali Abdulloh Sholih.
Dengan siasat itu, yang menjadi korban adalah kaum muslimin yang ada di Dammaj, dan Alhamdulillah dibukakan pintu untuk hijroh setelah merasakan ni’matnya berjihad melawan kaum kafir Rofidhoh:
الذين آمنوا وهاجروا وجاهدوا في سبيل الله بأموالهم وأنفسهم أعظم درجة عند الله وألئك هم الفائزون
“Oang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijroh serta yang berjihad di jalan Alloh dengan harta-harta mereka dan jiwa-jiwa mereka adalah paling besar derajatnya di sisi Alloh, dan mereka itulah orang-orang yang meraih kemenangan”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (27 Dzulqo’dah 1435).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar