Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Tanya-Jawab InsyaAllah Bermanfaat (Ahad, 12 Dzul-Qaedah 1435 H)

Tanya jawab Bermanfaat Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori 4
KAFIRNYA ORANG-ORANG YANG MEMAKAN KEDUA ORANG TUA MEREKA
Tanya: Di dekat Kalimantan ada suatu pulau, penduduknya memiliki adat tersendiri, bila orang tua mereka sudah lanjut usia, sebelum meninggal mereka mengadakan acara besar-besaran, seluruh anak cucu dari orang tua tersebut berkumpul lalu mereka menyembelih orang tua mereka yang sudah lanjut usia tersebut, setelah itu mereka memasaknya lalu mereka makan bersama-sama, mereka meyakini bahwa daging dan roh orang tua mereka itu akan menyatu dengan tubuh-tubuh mereka, yang kemudian mereka akan lahirkan kembali. Apakah hukum mereka ini?.

Jawab: بسم الله الرحمن الرحيم
Tidak diragukan lagi bahwa mereka telah kafir dengan kekafiran yang nyata:
Pertama: Menghalalkan membunuh orang tua mereka dan sekaligus menghalalkan memakan jenazah orang tua mereka, Alloh Ta’ala berkata:
قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله ولا باليوم الأخر، ولا يحرمون ما حرم الله ورسوله، ولا يدينون دين الحق
“Perangilah oleh kalian orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan tidak pula (beriman) kepada hari akhir, tidak pula mengharomkan apa-apa yang telah Alloh dan Rosul-Nya haromkan, serta tidak pula beragama dengan agama yang haq”.
Kedua: Adanya keyakinan kufur, yaitu keyakinan bahwa roh orang yang sudah mati menyatu dengan orang yang masih hidup, yang nantinya akan menolong mereka Alloh Ta’ala berkata:
أفحسب الذين كفروا أن يتخذوا عبادي من دوني أولياء
“Apakah orang-orang yang telah kafir mengira bahwa mereka dapat mengambil hamba-hamba-Ku sebagai wali-wali (penolong-penolong) selain-Ku”.
Mereka itu lebih kafir dari pada kaum musyrikin Arob di zaman Nab Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (12 Dzulqo’dah 1435).
***
MENGUCAPKAN BISMILLAH KETIKA NAIK KENDARAAN
Tanya: Adakah doanya kalau naik pesawat terbang atau naik kapal laut?.
Jawab: Ketika seseorang mau masuk di pintu pesawat atau kapal maka hendaknya dia mengucapkan:
بسم الله
“Dengan nama Alloh”.
Dalilnya adalah perkataan Nuh ‘Alaihis Salam:
اركبوا فيها بسم الله مجرىها ومرساها
“Naiklah kalian di dalamnya dengan (menyebut) nama Alloh di waktu berlayarnya dan berlabuhnya”.
Dengan ayat ini menunjukan pula ketika sudah berlabuh dan hendak turun maka mengucapkan “Bismillah” juga.
Dan Nabi Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam juga mengucapkan “Bismillah” ketika hendak naik kendaraan.
Ketika beliau sudah duduk di atas kendaraannya maka beliau membaca:
الحمد لله
“Segala puji bagi Alloh”.
Lalu bertakbir tiga kali:
الله أكبر
“Alloh adalah Akbar (Maha Besar)”.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (12 Dzulqo’dah 1435).
***
METODE DALAM MENAFSIRKAN MIMPI
Tanya: Apakah menta’bir mimpi bisa sembarang orang?, adakah caranya?.
Jawab: بسم الله الرحمن الرحيم
Orang-orang yang menafsirkan mimpi terbagi kepada dua kelompok:
Kelompok pertama: Mereka yang menafsirkan dengan metode melihat kepada adat kebiasaan, yang disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman, ini yang biasa digunakan oleh tokoh-tokoh adat yang jauh dari bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah, terkadang mereka merujuk kepada buku primbon, atau kalau mereka sudah mengenal da’wah Islam maka mereka merujuk kepada kitab tafsir mimpi yang dinisbatkan penulisnya adalah Ibnu Sirin Rohimahulloh.
Pada kelompok ini akan terlihat kesalahan dalam menafsirkan mimpi manakalah yang datang kepadanya dua orang yang sama-sama bermimpi, dan mimpi keduanya adalah sama, misalnya yang satunya melihat dalam mimpinya menangkap burung, yang satunya lagi melihat seperti itu.
Kelompok kedua: Mereka menafsirkan dengan melihat keadaan orang yang mimpi disertai dengan pengamatan terhadap realita yang terjadi, disertai dengan bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pada kelompok kedua ini jarang meleset tafsirannya, terkadang penafsirannya benar sebagian dan keliru sebagiannya, sebagaimana ketika Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallohu ‘anhu menafsirkan mimpi di depan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, maka beliau mengatakan kepadanya bahwa tafsirannya telah benar sebagiannya dan telah salah sebagiannya.
Terkadang orang yang menafsirkan dengan metode ini benar secara globalnya, sebagaimana dahulu, ketika ada yang mimpi bahwa Ahlussunnah Dammaj naik kapal laut, dan kaum kafir Rofidhoh terus menghujani kapal tersebut dengan tembakan-tembakan dahsyat namun kapal tersebut tidak tergoncang sedikitpun, bila keadaannya seperti ini maka ditafsirkan sebagai keselamatan dan kekokohan di atas al-haq serta tidak memudhoratkan mereka makarnya Rofidhoh, walaupun tidak jelas dimana kapal tersebut akan berlabuh dan kemana badai akan membawanya, dengan berdalil perkataan Nuh ‘Alaihis Salam:
اركبوا فيها بسم الله مجرىها ومرساها
“Naiklah kalian di dalamnya dengan (menyebut) nama Alloh di waktu berlayarnya dan berlabuhnya”.
Dengan dahsyatnya serangan dan siasat sesat kaum Rofidhoh yang didukung sepenuhnya oleh para penjahat politikus maka Ahlussunnah Dammaj terpaksa berlayar (pergi berhijroh) dan akhirnya berlabuh di Sana’a.
Dan terkadang orang yang menafsirkan mimpi terpeleset tafsirannya karena beberapa sebab, diantaranya:
- Orang yang bertanya menggambarkan mimpinya dengan gambaran yang bersifat global atau merinci namun ada yang tidak disebutkan salah satu alur cerita pada mimpinya baik karena lupa atau karena ragu maka yang menafsirkanpun tidak tepat.
- Orang yang menafsirkan di tengah-tengah kesibukan atau rasa lelah yang sangat, bila dia dimintai untuk menafsirkan mimpi maka keadaan seperti ini akan menjadikannya tidak bisa berpikir dan kalaupun menafsirkan maka sudah tidak melihat kepada dalil lagi.
- Orang yang menafsirkan mimpi kurang percaya kepada orang yang mengisahkan mimpinya, dan menyangka bahwa orang yang mimpi itu hanya terbawa kepada bunga-bunga mimpi atau dipermainkan oleh Syaithon. Ini pernah terjadi, ketika ada seseorang datang mengisahkan mimpinya kepada seorang Syaikh (yang Syaikh tersebut sekarang sudah bersama Hizbiyyin), dia berkata kepadanya:
“Saya melihat bahwa Rofidhoh menyerang Dammaj dengan mortir-mortir yang berjatuhan di atas masjid Dammaj”, maka Syaikh tersebut tanpa berpikir panjang langsung katakan:
إنما ذلكم الشيطان يخوف أولياءه
“Hanyalah yang demikian itu adalah syaithon, menakut-nakuti wali-wali-Nya”.
Kesimpulan pada masalah ini, bahwasanya dalam menafsirkan mimpi membutuhkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dijawab oleh:  Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu (12 Dzulqo’dah 1435).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar