Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Buletin Jum’at : Edisi 10/Jum’at 1/Rabiul Awal/1436H – Hakekat Tauhid Adalah Melaksanakan Perintah Dan Menjauhi Larangan

Buletin 10
HAKEKAT TAUHID ADALAH MELAKSANAKAN PERINTAH DAN MENJAUHI LARANGAN
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، وأشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا عبد الله ورسوله
أما بعد:
Alloh Ta’ala mengangkat para Nabi dan mengutus para Rosul supaya menampakan hakekat agama-Nya, Alloh Ta’ala berkata kepada penutup Nabi dan Rosul-Nya Muhammad ‘Alaihishsholatu Wassalam:
(كَذَٰلِكَ أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهَا أُمَمٌ لِتَتْلُوَ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَٰنِ ۚ قُلْ هُوَ رَبِّي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ مَتَابِ)
“Demikianlah Kami telah mengutusmu pada umat, sungguh telah berlalu dari sebelumnya umat-umat, supaya kamu membacakan kepada mereka (Al-Qur’an) yang telah Kami turunkan kepadamu, padahal mereka telah kafir kepada Ar-Rohman, katakanlah: Dia (Ar-Rohman) adalah Robbku, tidak ada sesembahan yang benar kecuali Dia, aku bertawakkal hanya kepada-Nya, dan hanya kepada-Nya pula aku bertaubat”.
Pada ayat yang mulia ini Alloh menjelaskan kepada kita tentang hakekat agama-Nya, yaitu mentauhidkan-Nya.

Alloh telah mengutus para Nabi dan Rosul dengan maksud untuk menyeru umat supaya mereka mentauhidkan-Nya, Alloh Ta’ala berkata:
(إِذْ جَاءَتْهُمُ الرُّسُلُ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ)
“Ketika datang kepada mereka para Rosul dari depan mereka dan dari belakang mereka (dengan menyerukan): “Janganlah kalian menyembah selain Alloh”.
Pada ayat ini terdapat perintah dan larangan yaitu perintah untuk beribadah kepada Alloh semata dan larangan dari beribadah kepada selain-Nya. Perintah dan larangan tersebut adalah suatu perwujudan dan perealisasian terhadap ma’na kalimat tauhid “La Ilaha Illalloh” (tidak ada sesembahan yang benar melainkan Alloh), dengan itu ketika para Nabi dan Rosul menyeru umat-umat mereka untuk mengatakannya maka mereka enggan, Alloh Ta’ala berkata:
(إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ)
“Sesungguhnya mereka, jika dikatakan kepada mereka “La Ilaha Illalloh” mereka menyombongkan diri”.
Demikianlah keberadaan umat-umat terdahulu, bila kita melihat kepada kebanyakan umat dizaman ini maka sungguh mereka sangat gampang mengucapkan “La Ilaha Illalloh” namun mereka terus menerus tenggelam dalam kesyirikan, kebid’ahan dan kema’siatan. Bahkan kebanyakan umat ini menampakan penyelisihan yang nyata kepada ma’na “La Ilaha Illalloh”, di saat kaya maupun di saat miskin, di saat senang maupun di saat susah mereka tetap berbuat kesyirikan, berdoa kepada roh-roh, meminta pertolongan kepada makhluk ghoib, kepada jimat-jimat, keris pusaka dan berdoa kepada para wali yang sudah meninggal. Berbeda dengan umat terdahulu, kalau mereka mendapatkan kesusahan dan penderitaan yang sangat atau petaka sudah di depan mata mereka maka mereka bergegas kembali kepada Alloh, berdoa kepada-Nya dengan penuh keikhlasan, Alloh Ta’ala berkata:
(وَإِذَا غَشِيَهُمْ مَوْجٌ كَالظُّلَلِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ)
“Apabila ombak besar seperti gunung menghantam mereka maka mereka berdoa kepada Alloh dalam keadaan mengikhlaskan doa kepada-Nya, maka tatkala Alloh selamatkan mereka sampai ke daratan, lalu diantara mereka ada yang tetap menempuh jalan yang lurus”.
Sebagian mereka ketika sudah selamat sampai di daratan maka mereka kembali menyekutukan Alloh, berdoa kepada makhluk ghoib, roh-roh nenek moyang, berhala-berhala, patung-patung dan benda-benda yang dipusakakan, Alloh Ta’ala berkata:
(فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ)
“Ketika mereka menaiki kapal maka mereka berdoa kepada Alloh dalam keadaan mengikhlaskan doa hanya kepada-Nya, maka tatkala Dia menyelamatkan mereka sampai ke daratan mereka pun kembali berbuat kesyirikan”.
Kebanyakan pada umat sekarang ini, ketika waktu luang mereka atau pada hari raya mereka datang ke tempat-tempat yang dikeramatkan lalu berdoa kepada apa yang dikeramatkan, ada yang kekuburan lalu berdoa dan meminta kebutuhan kepada penghuni kubur serta kepada roh-roh para wali, padahal Alloh Ta’ala telah berkata di dalam Al-Qur’an:
(إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ)
“Jika kalian berdoa kepada mereka maka mereka tidak mendengar doa-doa kalian, dan kalaulah mereka mendengar maka tentu mereka tidak mampu mengabulkan doa kalian”.
TANYA: Apa boleh membuat perantara atau penengah dalam beribadah, dalam artian berdoa ke orang sholih yang sudah meninggal supaya dia sampaikan kepada Alloh?.
JAWAB: Perbuatan ini tidak dibolehkan di dalam agama Islam ini, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah berkata:
(ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ)
“Berdoalah kalian kepada-Ku maka Aku akan kabulkan (doa) kalian”.
Siapa saja yang ingin berdoa maka langsung dia berdoa kepada Alloh, pada kelanjutan ayat tersebut Alloh berkata:
(إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ)
“Sesungguhnya orang-orang yang congkak dari berdoa (beribadah) kepada-Ku maka mereka akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.
Alloh telah membuka peluang untuk berdoa langsung kepada-Nya maka tidak boleh untuk membuat perantara dalam berdoa kepada-Nya, Syaikhuna Abu Abdirrozzaq Riyadh bin Muhammad Ar-Rodfaniy Rohimahulloh wa Rodhiya ‘Anhu berkata:
فهو المعبود وحده لا شريك له، ولا يحتاج إلى واسطة في عبادته كما يفعله المشركون، قال الله تعالى: (أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ) فكذبهم الله وكفرهم.
“Dia (Alloh) adalah Yang disembah satu-satu-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Dia tidak membutuhkan kepada perantara (penengah) dalam beribadah kepada-Nya sebagaimana orang-orang musyrik melakukannya, Alloh Ta’ala berkata: “Ingatlah hanya bagi Alloh agama yang murni (dari syirik), dan mereka yang menjadikan dari selain-Nya sebagai wali-wali (para perantara) mengatakan: “Kami tidak menyembah mereka, melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya, sesungguhnya Alloh akan memutuskan di antara mereka terhadap apa yang mereka perselisihkan tentangnya, sesungguhnya Alloh tidak akan memberi petunjuk kepada para pendusta dan orang-orang kafir”. Alloh mendustakan mereka dan mengkafirkan mereka”.
TANYA: Bagaimana pandangan Islam tentang “mencari berkah”?.
JAWAB: Perlu diketahui bahwa mencari berkah ada dua bentuk:
Pertama: Mencari berkah ke diri seseorang berupa mengalap berkah pada bekas-bekasnya. Bentuk ini dikhususkan pada diri Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, ketika perjanjian Hudaibiyyah para pembesar dan orang-orang mulia dari para shohabat sangat banyak, seperti Abu Bakr Ash-Shiddiq, Umar Al-Faruq dan para shohabat lainnya, namun para shohabat yang mengambil dan mencari berkah hanya kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, sampai seorang musyrik menceritakan:
وإذا توضأ كادوا يقتتلون على وضوئه
“Dan jika beliau berwudhu maka hampir-hampir mereka bertabrak-tabrakan lantaran (memperebutkan bekas-bekas) air wudhunya”.
Dan para shohabat tidak melakukan ini kepada selain Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dan orang musyrik tadi berkata pula:
والله لقد وفدت على الملوك، ووفدت على قيصر وكسرى والنجاشي، والله إن رأيت ملكا قط يعظمه أصحابه ما يعظم أصحاب محمد [صلى الله عليه وسلم] محمدا [صلى الله عليه وسلم]
“Demi Alloh, sungguh aku benar-benar telah berjumpa dengan para raja, dan aku telah bertemu dengan Kaisar, Kisro dan Najasyiy, demi Alloh tidaklah aku melihat seorang raja pun diagungkan sebagaimana para shohabat Muhammad [Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam] mengagungkan Muhammad [Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam]. Kisah ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy di dalam “Shohih”nya.
Dari kisah tersebut menunjukan bahwa mencari berkah pada bekas-bekas manusia itu dikhususkan kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, setelah beliau meninggal dunia maka tidak ada lagi yang mencari berkah pada bekas-bekas seseorang pun, dan tidak ada satu dalil pun menerangkan bahwa mereka mencari berkah pada bekas-bekas Abu Bakr Ash-Shiddiq, Umar Al-Faruq, Utsman dan Ali bin Abi Tholib serta para raja-raja dari kaum muslimin di zaman Tabi’in, namun kemudian dimunculkan oleh suatu kaum dari sekte Shufiy, mereka sangat ghuluw (melampui batas) dalam masalah ini, oleh karena itu Syaikhuna Al-Mujahid Abu Usamah ‘Adil As-Siyaghiy Rohimahulloh wa Rodhiya ‘Anhu berkata:
التبرك غير جائز إلا فيما نص عليه الدليل، وقد توسعت الصوفية فيه فهلكوا
“Mencari berkah (kepada orang-orang) tidaklah boleh, kecuali terhadap apa yang telah disebutkan padanya dalil, dan sungguh orang-orang shufiy telah melampui padanya maka mereka pun binasa”. Ya’ni binasa di dalam kesesatan karena perbuatan mereka tanpa di dasari dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.”
Kedua: Mencari berkah kepada apa yang dibolehkan dan dianjurkan oleh syari’at Islam, sebagaimana mencari berkah pada air zam-zam atau makan berjama’ah dalam sepiring atau menghadiri majelis ilmu dan yang semisal itu, yang memang benar ada dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menerangkan ada padanya berkah.
MUTIARA SALAF
* Ustadzuna Abul ‘Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh wa  Rodhiya ‘Anhu mengatakan:
حقيقة الدين امتثال الأوامر واجتناب النواهي
“Hakekat agama adalah melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan”.
* Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrohman bin Nashir As-Sa’diy Rohimahulloh wa Rodhiya ‘Anhu mengatakan:
حقيقة الشرك بالله: أن يعبد المخلوق كما يعبد الله، أو يعظم كما يعظم الله
“Hakekat berbuat syirik kepada Alloh adalah diibadahi makhluk sebagaimana diibadahi Alloh, atau diagungkan sebagaimana diagungkan Alloh”.
* Syaikhul Islam Al-Imam Abul Hasan Muhammad An-Najdiy Rohimahulloh wa Rodhiya ‘Anhu berkata:
إن مشركي زماننا أغلظ شركا من الأولين، لأن الأولين يشركون في الرخاء ويخلصون في الشدة، ومشركو زماننا شركهم دائم في الرخاء والشدة
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kesyirikan pada zaman kita ini lebih dahsyat kesyirikan mereka dari pada orang-orang terdahulu, karena orang-orang terdahulu mereka berbuat kesyirikan pada masa luang dan mereka berbuat keikhlasan pada masa genting (bahaya), sedangkan orang-orang yang berbuat kesyirikan pada zaman kita ini maka kesyirikan mereka terus menerus pada masa luang dan masa genting”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar