Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Buletin Jum’at : Edisi 12/Jum’at 4/Rabiul Awal/1436H –Berlepas Diri Dari Syirik, Bid’ah dan Maksiyat Termasuk Dari Konsekwensi Tauhid

buletin 12
BERLEPAS DIRI DARI SYIRIK, BID’AH DAN MA’SIAT TERMASUK DARI KONSEKWENSI TAUHID


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، وأشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدا عبد الله ورسوله
أما بعد:
Bertauhid tidak hanya sekedar mengucapkan dua kalimat syahadat, namun dituntut untuk melaksanakan konsekwensinya, diantara konsekwensinya adalah baro’ (berlepas diri) dari kesyirikan, kebid’ahan dan kema’siatan serta para pelakunya, hal ini sebagaimana yang telah diamalkan oleh Abu Isma’il Ibrohim ‘Alaihimashsholatu Wassalam, dan Alloh ‘Azza wa Jalla telah terangkan di dalam Al-Qur’an:
(قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ)
“Sungguh telah ada pada kalian teladan yang baik pada Ibrohim dan orang-orang yang bersamanya, tatkala mereka berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami adalah berlepas diri dari kalian dan dari apa-apa yang kalian sembah dari selain Alloh, kami kufuri terhadap kalian dan telah nyata antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya, sampai kalian beriman (beribadah) hanya kepada Alloh saja kecuali perkataan Ibrohim kepada bapaknya: Sungguh aku benar-benar akan memintakan ampun untukmu, dan aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun dari Alloh untukmu”.
PENJELASAN AYAT:
* Perkataan-Nya:  (أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ)
“Teladan yang baik”. Alloh Ta’ala telah menjadikan Ibrohim ‘Alaihishsholatu Wassalam sebagai contoh dan teladan bagi setiap orang yang beriman sebagaimana Dia telah menjadikan pula Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam sebagai contoh dan teladan:
(لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا)
“Sungguh telah ada bagi kalian pada Rosululloh teladan yang baik bagi siapa saja yang mengharapkan Alloh dan hari akhir, dan dia banyak berdzikir kepada Alloh”.
Keberadaan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah patokan untuk menilai seseorang sebagai pengikutnya ataukah bukan?!, Alloh Ta’ala telah berkata:
(قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ)
“Katakanlah: Jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku oleh kalian, niscaya Alloh akan mencintai kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian, dan Alloh adalah Al-Ghofur lagi Ar-Rohim”.
Ketika Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melihat orang-orang pada hari kiamat seperti ciri-ciri pengikut beliau maka beliau berkata:
أمتي، -وفي رواية- أصحابي
“Mereka adalah umatku” -dan di dalam riwayat- “Mereka adalah para pengikutku”-. Maka dikatakan kepada beliau:
إنهم قد بدلوا بعدك
“Sesungguhnya mereka telah mengganti (sunnahmu) setelah (wafat)mu”.Ketika beliau mengetahui bahwa ternyata mereka mengadakan perkara baru di dalam agama sepeninggal beliau maka beliau berkata:
سحقا، سحقا
“Jauhkan, jauhkan (dari telagaku)”.
Ketika mereka berpaling dari As-Sunnah menuju kepada bid’ah maka mereka pun tersesat.
Demikianlah keadaan orang yang mengada-adakan suatu perkara di dalam agama yang tidak ada contohnya, bahkan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan secara umum ancaman bagi mereka yang mengadakan kebid’ahan di dalam agama:
«كل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار»
“Setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka”.
* Perkataan-Nya: (إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ)
“Sesungguhnya kami adalah berlepas diri dari kalian dan dari apa-apa yang kalian sembah dari selain Alloh”.
Dari ayat ini memberikan kejelasan kepada kita bahwa baro (berlepas diri) ada dua bentuk:
Pertama: Berlepas diri dari perbuatan, dan Alloh sebutkan pula pada ayat lain:
(وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ)
“Dan ketika Ibrohim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: Sesungguhnya aku adalah berlepas dari apa-apa yang kalian sembah”.
Kedua: Berlepas diri dari orang yang melakukan perbuatan, sebagaimana perkataan Abdulloh bin Umar Rodhiyallohu ‘Anhuma atas orang-orang yang mengingkari taqdir:
فإذا لقيت أولئك فأخبرهم أني بريء منهم، وأنهم براء مني
“Jika kamu berjumpa dengan mereka maka kabarkanlah kepada mereka bahwasanya aku berlepas diri dari mereka dan bahwasanya mereka berlepas diri dariku”. Diriwayatkan oleh Muslim.
* Perkataan-Nya: (إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ)
“Kecuali perkataan Ibrohim kepada bapaknya sungguh aku benar-benar akan memintakan ampun untukmu”. Alloh Ta’ala perjelas lagi pada perkataannya dalam ayat yang lain:
(وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ)
“Dan tidaklah permohonan ampun Ibrohim untuk bapaknya melainkan karena janji yang telah dijanjikannya kepada bapaknya, maka tatkala telah jelas baginya bahwa bapaknya adalah musuh Alloh maka dia pun berlepas diri darinya, sesungguhnya Ibrohim adalah orang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”.
Ketika beliau berjumpa dengan bapaknya pada hari kiamat nanti maka beliau menyebutkan janjinya ini, diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Abu Huroiroh Rodhiyallohu ‘Anhu bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
يلقى إبراهيم أباه آزر يوم القيامة، وعلى وجه آزر قترة وغبرة
“Ibrohim berjumpa dengan bapaknya Azar pada hari kiamat, dan di atas wajah Azar ada noda dan debu”. Maka Ibrohim berkata kepada bapaknya:
ألم أقل لا تعصيني؟
“Bukankah aku berkata: Jangan kamu berma’siat kepadaku?”. Maka bapaknya berkata:
فاليوم لا أعصيك
“Pada hari ini aku tidak akan berma’siat kepadamu”. Ibrohim berkata:
يا ربي إنك وعدتني أن لا تخزيني يوم يبعثون، فأي خزي أخزى من أبي الأبعد؟
“Wahai Robbku, sesungguhnya Engkau telah menjanjikanku bahwa Engkau tidak menghinakanku pada hari mereka dibangkitkan, maka manakah kehinaan yang lebih hina dari bapakku?”. Maka Alloh berkata:
إني حرمت الجنة على الكافرين
“Sesungguhnya aku telah mengharomkan Jannah bagi orang-orang kafir”.Kemudian dikatakan:
يا إبراهيم، ما تحت رجلك؟، فينظر، فإذا هو بذيخ ملتطخ، فيؤخذ بقوائمه فيلقى في النار”.
“Wahai Ibrohim, apa yang ada di bawah kakimu?, ketika beliau melihat, ternyata dia dengan sejenis binatang buas yang melemuri, lalu dipegang kaki bapaknya lalu dilemparkan ke dalam neraka”.
PERTANYAAN:
Apakah benar di Hadromaut-Yaman ada kuburan Nabi?.
JAWABAN: Kami tidak mengetahui ada satu dalilpun menyebutkan ada seorang Nabi dikubur di sana. Para ulama Ahlissunnah telah menetapkan bahwa tidak satu pun kuburan para Nabi diketahui dengan pasti kecuali kuburan Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, kuburan beliau diketahui dengan pasti berada di rumah Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha, ketika terjadi perluasan masjid, maka kuburan tersebut dimasukan ke dalam masjid, kemudian para ulama meminta para umaro untuk membuatkan lapisan tembok pada kuburan tersebut supaya orang yang sholat di masjid Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak teranggap sholat menghadap ke kuburan beliau. Dan kuburan beliau ini diketahui dengan pasti berada di dalam rumah Aisyah di dalam masjid Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam di Madinah-KSA.
Adapun kuburan selain beliau dari kuburan para Nabi dan Rosul maka tidak diketahui di mana letaknya, walaupun disebutkan tempatnya semisal di Palestina atau di Mesir atau di tempat lainnya namun untuk memastikan keberadaannya maka tidaklah diketahui.
Di zaman pemerintahan Amirul Mu’minin Umar Ibnul Khoththob Rodhiyallohu ‘Anhu didapati ada seorang Nabi dari kalangan Bani Isroil yang bernama Daniel ‘Alaihishsholatu Wassalam di sampingnya ada lembaran-lembaran kitab, dan beliau sudah meninggal dunia beratus-ratus tahun yang lalu namun jenazahnya masih utuh, ketika sampai beritanya kepada Amirul Mu’minin Umar Ibnul Khoththob Rodhiyallohu ‘Anhu maka beliau memerintahkan untuk digalikan puluhan kuburan, lalu Nabi yang mulia tersebut -pada malam harinya- di masukan ke dalam salah satu kuburan, setelah itu semua kuburan ditimbun, pada pagi harinya manusia tidak mengetahui di kuburan manakah beliau ditimbun, dengan sebab itu mereka pun tidak mengetahui kuburannya yang mana?.
Tujuan dari perbuatan tersebut supaya manusia tidak mengagungkan kuburannya, karena Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah berkata:
«لعن الله اليهود والنصارى، اتَّخذُوا قبور أنبيائهم مساجد».
“La’nat Alloh atas orang-orang Yahudi dan Nasroni, mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid”.
Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha berkata:
«ولولا ذلك لأُبْرِزَ قبرهُ، غير أني أخشى أن يُتَّخَذَ مسجدًا».
“Kalaulah bukan karena demikian itu maka tentu aku akan menampakan kuburan beliau (Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam), melainkan karena aku khawatir akan dijadikan sebagai kuburan”.
Dengan sebab itu Aisyah Rodhiyallohu ‘Anha menjadikan kuburan beliau di tempat tertutup yaitu di dalam rumah di dalam kamarnya.
Dengan adanya kuburan-kuburan yang dikatakan sebagai kuburan para Nabi seperti ini, membuat banyak orang tersesat, terkadang mereka dari negara jauh datang ke Hadromaut hanya dalam rangka untuk ziaroh kubur, padahal Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah berkata:
«لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد: مسجدي هذا، والمسجد الحرم، ومسجد الأقصى»
“Jangan kamu menempuh perjalanan (jauh untuk ziaroh) kecuali kepada tiga masjid: Masjidku ini, masjid Harom dan masjid Aqsa”.
Ketika seseorang melakukan ziaroh ke masjid Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka tentu dia akan menziarohi pula kuburan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, karena kuburan beliau sekarang sudah di dalam masjid, yang dikelilingi tembok berlapis.
MUTIARA SALAF:
* Al-Imam Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah Rohimahulloh berkata:
فلا يجتمع في دين الإسلام مسجد وقبر، بل أيهما طرأ على الآخر منع منه، وكان الحكم للسابق
“Maka tidaklah berkumpul di dalam agama Islam masjid dan kuburan, bahkan mana saja dari keduanya terletak atas yang lain maka terlarang darinya, dan hukum adalah bagi yang mendahului”.
* Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ahmad Al-Harroniy Rohimahulloh berkata:
إن القلوب إذا اشتغلت بالبدع أعرضت عن السنة
“Sesungguhnya hati jika dia tersibukan dengan bid’ah maka dia akan berpaling dari As-Sunnah”.
* Ustadzuna Abul Abbas Harmin bin Salim Rohimahulloh berkata:
إن أول انحراف الأمة الإسلامية هو الإعراض عن القرآن والسنة
“Sesungguhnya awal penyimpangan umat Islam adalah berpaling dari Al-Qur’an dan As-Sunnah”.
Ditulis oleh :
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar