Pembahasan Yang Berkaitan dengan DUSTA
بسم الله الرحمن الرحيم، وبه أستعين، أما بعد
Sesungguhnya dusta
adalah suatu perkara yang terlihat seakan-akan menyenangkan
dan menguntungkan, padahal hakekatnya membinasakan.
PENGERTIAN DUSTA
Dusta
adalah suatu prilaku yang berbentuk ucapan atau perbuatan, baik yang
tampak atau yang tersembunyi, yang bertentangan dengan syari’at dan
fithroh yang suci.
PEMBAGIAN DUSTA
Dusta terbagi kepada dua bagian, yaitu:
Pertama: Dusta yang disengaja.
Dusta
yang masuk pada bagian ini hukumnya berbeda-beda, terkadang menjadikan
seseorang kafir, keluar dari agama Islam, yaitu dusta dalam bentuk
pengingkaran, sebagaimana pengingkaran ahlul kitab dan kaum musyrikin
kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.
Diantara bentuk
yang lain adalah dusta penisbatan, yaitu membuat suatu
kedustaan kemudian disandarkan kepada syari’at Alloh atau kepada pembawa
syari’at, kedustaan seperti ini ancaman bagi pelakunya adalah neraka,
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaknya dia menyiapkan tempat duduknya di dalam neraka”.
Kedua: Dusta yang tidak disengaja.
Dusta pada bagian ini terkadang menyerupai keterpaksaan.
Diantara bentuk
yang terpaksa ini adalah apa yang pernah dilakukan oleh
Al-Kholil Ibrohim ‘Alaihis Salam, ketika beliau berkata kepada istrinya
untuk mengatakan bahwa beliau adalah saudaranya, dan ini adalah membawa
suatu bentuk yang sebenarnya kepada bentuk yang mendekati kepada keadaan
yang sebenarnya, karena perkataanya “saudaraku” adalah dibawa kepada
maksud yang lain, yaitu saudara seiman, Alloh berkata:
إنما المؤمنون إخوة
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah bersaudara”.
Bentuk seperti
yang kita sebutkan ini khusus bagi yang terpaksa atau
darurot sebagaimana Al-Kholil ‘Alaihis Salam, kalau beliau berterus
terang ya’ni dengan terang-terangan menyatakan sebagai “istrinya” atau
istrinya menyatakan “sebagai “suaminya” maka Al-Kholil akan dibunuh
dan istrinya akan dirampas oleh raja.
Merupakan suatu kesalahan bila orang melakukan hal ini dengan tanpa adanya unsur darurot atau keterpaksaan.
AKIBAT DARI BERBUAT DUSTA
Orang
yang suka berdusta kalau dia tidak bertaubat dari perbuatannya yang
suka berdusta itu maka kejelekannya akan menghiasi dirinya, syaithon
akan terus menyertainya.
Tidaklah kita
melihat para pendusta yang terus menerus larut di dalam sifat
dustanya melainkan dia akan tersesat dan menyimpang dari kebenaran, hal
demikian itu karena kecondongannya kepada berbuat dusta maka Alloh pun
memalingkannya kepada apa yang dia condongi dari berbuat dusta itu:
فلما زاغوا أزاغ الله قلوبهم
“Maka tatkala mereka berpaling maka Alloh pun palingkan hati-hati mereka”.
DUSTA TERMASUK PERBUATAN RENDAH YANG TIDAK DISUKAI OLEH ORANG-ORANG, SEKALIPUN ORANG MUSYRIK TIDAK MENYUKAINYA
Al-Bukhoriy dan
Muslim meriwatkan di dalam “Shohih” keduanya, tentang kisah Abu Sufyan
ketika ditanya oleh Hiraql Raja Romawiy, maka dia berkata:
فوالله لولا الحياء من أن يأثروا علي كذبا لكذبت عنه
“Demi Alloh,
kalaulah bukan rasa malu dari kutipan perkataan mereka atasku berdusta
maka sungguh aku akan berdusta tentangnya (ya’ni tentang Rosululloh)”.
Maka
sungguh termasuk suatu kerendahan dan kehinaan bila kemudian kita
mendapati orang-orang yang ditokohkan dan dibesarkan namanya melakukan
suatu kedustaan, betapa banyak kita dapati orang-orang mengaku sebagai
pemberi nasehat dan pembawa nama da’wah namun sering-sering berdusta.
BENTUK-BENTUK DUSTA
Sesungguhnya dusta memiliki dua bentuk
Pertama: Dusta dengan lisan, ini yang terkenal dan banyak didapati.
Kedua:
Dusta dengan perbuatan, ini yang sangat sulit untuk diketahui, dan
pelaku kedustaan ini telah berpengalaman dalam kedustaan secara lisan,
diantara contoh kedustaan ini adalah menyembunyikan jati diri, baik
dengan nama samaran atau menggunakan kuniyah yang tidak dikenal.
Ini
adalah bentuk dari suatu kedustaan yang tidak diridhoi, dan dia adalah
salah satu bentuk dari penyelisihan kepada para salafush sholih, ketika
Ali bin Abi Tholib memiliki suatu permasalahan dan beliau malu untuk
bertanya langsung kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam karena
kedudukannya sebagai menantu maka beliau mengutus salah seorang
shahabatnya untuk bertanya langsung, adapun orang-orang di zaman ini
menyelisihi hal tersebut, bila malu bertanya atau bila menginginkan
suatu fitnah maka dia memakai nama samaran atau kuniyah yang
tidak dikenal, lalu menghubungi orang yang akan ditanya, perbuatan ini
walaupun memberi manfaat untuk orang lain namun tidak akan bermanfaat
untuk dirinya sendiri, walaupun dia niatkan untuk kebaikan namun tidak
teranggap baginya:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
“Barang siapa yang mengadakan sesuatu di dalam perkara (agama) kami ini yang dia bukan bagian darinya maka dia tertolak”.
CARA-CARA SUPAYA TERBEBASKAN DARI SIFAT DUSTA
1. Menghiasi diri dengan rasa malu.
Bila seseorang memiliki rasa malu maka dia tidak akan berdusta karena takut akan dipermalukan oleh orang lain.
2. Memperbanyak dzikir kepada Alloh Ta’ala.
3. Merasa selalu di awasi. Alloh Ta’ala berkata :
ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد
“Tidaklah terlafazhkan dari suatu ucapan melainkan ada di dekatnya malaikat yang hadir yang selalu mengawasi”.
4. Berdoa kepada Alloh Ta’ala untuk dihilangkan sifat tercela ini.
5. Berkawan dengan orang yang jujur, Alloh Ta’ala berkata:
وكونوا مع الصادقين
“Dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur”.
6. Memperbanyak sholat sunnah, terkhusus sholat lail, Alloh Ta’ala berkata:
إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر
“Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”.
Pembahasan tentang
masalah ini sebenarnya sangat panjang dan meluas namun mengingat
waktu sangat sempit dan terbatas maka kami cukupkan dengan pembahasan
yang sederhana ini.
Demikian yang bisa kami sampaikan.
والحمد لله رب العالمين
Ditulis oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afallohu ‘anhu
TANYA – JAWAB TENTANG DUSTA DAN BAHAYANYA
Tanya: Bismillah…, bolehkah mengambil ilmu tajwid dari pengajar yang sering berdusta?. tolong ditanyakan ke Abu Ahmad Muhammad Limboro Hafidzhohulloh.
Jawab:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dusta adalah termasuk dari dosa-dosa besar, dengan berbuat dusta maka seseorang akan terseret ke dalam kehinaan, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
وإن الكذب يهدي إلى الفجور، وإن الفجور يهدي إلى النار
“Dan sesungguhnya dusta mengantarkan kepada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan akan mengantarkan ke dalam neraka”.
Terkadang
orang bermudah-mudahan dalam berdusta dengan alasan ada
kemaslahatannya, namun dia tidak menyadari kalau perbuatan
“bermudah-mudahan” itu akan mengantarkannya ke dalam tumpukan dosa.
Dalam kelanjutan pada hadits tadi Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
وإن الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا
“Dan sungguh seseorang akan benar-benar berdusta hingga dicatat di sisi Alloh sebagai pendusta”.
Terkadang kita dapati para da’i berdusta dengan tujuan supaya mendapatkan banyak pengikut atau supaya terangkat nama mereka, padahal mereka tidak menyadari kalau demikian itu adalah kehinaan, karena sesungguhnya da’i yang menjauhi kedustaan itu lebih baik dan lebih mulia walaupun dia tidak memiliki murid atau tidak terkenal, karena dusta adalah termasuk salah satu perangai dan sifat orang-orang munafiq, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata tentang sifat-sifat orang munafiq diantaranya:
وإذا حدث كذب
“Dan jika dia berkata maka dia berdusta”.
Adapun hukum belajar kepada pendusta maka tidak boleh, dengan ketentuan orang tertuduh tersebut benar-benar pendusta, bukan sekedar dugaan belaka kalau dia pendusta.
Tidak
dibolehkannya bagi kita untuk belajar dari para pendusta karena para
pendusta sangat sulit untuk meninggalkan sifat dustanya, kapan dia
memiliki kesempatan untuk berdusta maka dia akan berdusta, karena sifat
dusta ini bila sudah tertancap di dalam dada maka sulit untuk dicabut,
dan dia akan terus membuahkan keragu-raguan, Rosululloh Shollallohu
‘Alaihi wa Sallam berkata:
والكذب ريبة
“Dan dusta adalah keraguan-keraguan”.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
http://ashhabulhadits.wordpress.com/2014/04/25/dusta-dan-pembahasan-yang-berkait-dengannya/#more-7108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar