Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

TERPAKSA KARENA MENGINGAT JASA

TERPAKSA
KARENA MENGINGAT JASA
Pertanyaan : Ada pembicaraan terhadapmu karena bahwasanya kamu menjelekan seorang atau beberapa orang penduduk asli Dammaj yang padahal mereka telah berjasa besar pada da'wah?.

Jawaban:
بسم الله الرحمن الرحيم، وبه نستعين، وبعد:
Kita menjelaskan tentang keadaan seseorang atau sekelompok orang yang berbuat kejelekan adalah perkara boleh dan bahkan disyari'atkan bila diinginkan sebagai peringatan terhadap umat, Hathib Rodhiyallohu 'Anhu ketika mengirimkan surat untuk keluarganya di Makkah dalam rangka memberitakan rencana Rosululloh maka Umar Rodhiyallohu 'Anhu berkata:
"دعني يا رسول الله أضرب عنقه، فإنه منافق".
"Biarkan aku wahai Rosululloh memenggal lehernya, karena sesungguhnya dia adalah munafiq".
Rosululloh melarang Umar dari memenggalnya karena shohabat yang mulia tersebut adalah termasuk Ahlul Badr yang telah Alloh beri kebebasan untuk berbuat apa saja yang mereka inginkan.
Walaupun keadaannya seperti itu namun tetap perbuatannya tercatat di dalam kitab-kitab hadits.
Dalam menjelaskan kebatilan seseorang tidak perlu bagi yang menjelaskan menyebut kebaikannya, dalam perkara ini tidak mengenal manhaj muwazanah yaitu menimbang baik dan buruknya seseorang, akan tetapi cukup menjelaskan kejelekannya, seperti yang kita katakan: "Ada seseorang berkata demikian lalu berbuat demikian...", tidak perlu bagi kita membuat pertimbangan: "Tapi kan dia telah berjasa, maka jangan disebut atau jangan dijelekan".
Ketika beberapa shohabat hijroh ke Habasyah kemudian ada salah seorang dari mereka tertarik dengan agama Nashroni hingga memeluk agama tersebut apakah kemudian para shohabat diam dari menjelekannya?!, tidak demikian manhaj para shohabat?, bahkan para shohabat menjelaskan keadaan orang tersebut bahwasanya dia mati di atas agama Nashroni.
Bahkan Abu Tholib lebih dan sangat berjasa bila dibandingkan dengan para pengkhianat da'wah di zaman ini, namun putranya sendiri mengatakan kepada Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam:
"إن عمك شيخ ضال قد مات".
"Sesungguhnya pamanmu adalah syaikh yang sesat telah mati".
Aku berlindung kepada Alloh dari kejelekan orang-orang yang memaksakan kehendak mereka kepada orang lain:
"ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا".
"Wahai Robb kami janganlah engkau menyimpangkan hati-hati kami setelah Engkau memberikan hidayah kepada kami".
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar