Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

REBANA DIMAINKAN OLEH ORANG-ORANG KHUSUS DAN PADA WAKTU YANG KHUSUS

REBANA DIMAINKAN OLEH ORANG-ORANG KHUSUS DAN PADA WAKTU YANG KHUSUS
Pertanyaan:
Bagaimana tata pelaksanaan rebana dalam sunnah Nabi Muhammad (Shollallohu 'Alaihi wa Sallam)?.
Jawaban:
بسم الله الرحمن الرحيم، وبه نستعين، وبعد:
Dari pertanyaan nampak seakan-akan memainkan rebana termasuk dari sunnah Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam padahal tidak demikian,
Nabi Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah memainkan rebana, ketika para wanita memainkan rebana pada acara pernikahan maka beliau membiarkannya, ini menunjukan kebolehannya khusus bagi para wanita yang mereka memainkannya pada waktu khusus acara walimah, dan ini bukan termasuk sunnah beliau Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.
Ar-Robi' bintu Mu'awwidz mengisahkan tentang wanita di zaman Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam yang memukul atau memainkan rebana sambil melantunkan kata-kata:
"ﻭﻓﻴﻨﺎ ﻧﺒﻲ ﻳﻌﻠﻢ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻏﺪ".
"Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui apa-apa yang akan terjadi besok".
Ketika Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam mendengar lantunan kata-kata itu, beliau berkata:
"ﺩﻋﻲ ﻫﺬﻩ ﻭﻗﻮﻟﻲ ﺑﺎﻟﺬﻱ ﻛﻨﺖ ﺗﻘﻮﻟﻴﻦ".
"Tinggalkan ungkapan-ungkapan yang ini dan berkatalah kamu dengan perkataan (yang lain) yang akan kamu ucapkan".
Beliau tidak mengingkari memainkan rebana bagi wanita tersebut, hanyalah yang beliau ingkari adalah lantunan kata-kata yang menetapkan kalau beliau mengetahui perkara ghoib, padahal beliau tidak mengetahui perkara ghoib, karena yang mengetahui perkara ghoib hanyalah Alloh:
"وما تدري نفس ماذا تكسب غدا".
"Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakannya besok".
Kebolehan memainkan rebana bagi para wanita adalah umum untuk seluruh wanita, besar atau yang kecil, dan mereka memainkannya khusus pada acara pernikahan.
Sekali lagi bahwa ini boleh hukumnya dan meninggalkannya tentu lebih utama.
Berwudhunya wanita berambut Panjang
Pertanyaan:
Bagaimana berwudhunya seorang wanita yang berambut panjang?. Apakah dia harus melepas kondean (gelungan rambutnya)?.
Jika tidak melepasnya apakah jadi tidak sah wudhunya.
Jawaban:
Tidak perlu baginya untuk melepas gelungan rambutnya, karena Alloh Ta'ala perintahkan:
{ﻭاﻣﺴﺤﻮا ﺑﺮءﻭﺳﻜﻢ}.
"Dan usaplah oleh kalian kepala-kepala kalian".
Berbeda halnya kalau membasuh maka tentu diperintahkan untuk melepas gelungan kepala sehingga air merata ke seluruh rambut, namun yang ini adalah cukup mengusap di atas kepala dengan tanpa menyela-nyela atau membasuhnya, sebagaimana penjelasannya:
"ثم ﻳﻤﺴﺢ ﺭﺃﺳﻪ ﻣﻊ اﻷﺫﻧﻴﻦ ﻳﺒﺪﺃ ﺑﻴﺪﻳﻪ ﻣﻦ ﻣﻘﺪﻣﻪ ﺛﻢ ﻳﻤﺮﻫﻤﺎ ﺇﻟﻰ ﻗﻔﺎﻩ ﺛﻢ ﻳﺮﺩﻫﻤﺎ ﺇﻟﻰ ﻣﻘﺪﻣﻪ".
"Kemudian mengusap kepalanya bersama dengan kedua telinganya, dimulai mengusap dengan kedua tangannya dari depan kepalanya, lalu menjalankan usapan kedua tangannya ke belakangnya kemudian dikembalikan ke depannya".
Ini hukumnya sama bagi pria maupun wanita, Ibnul Musayyib Rohimahulloh berkata:
«اﻟﻤﺮﺃﺓ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ اﻟﺮﺟﻞ ﺗﻤﺴﺢ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻬﺎ».
"Seorang wanita kedudukannya seperti kedudukan laki-laki yang dia mengusap di atas kepalanya".
Wallohu A'lam wa Ahkam.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar