Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Berguru dengan Bekas Dai yang Menyimpang

Berguru dengan Bekas Dai yang Menyimpang
Pertanyaan:
Apa benar persyaratan bagi para da'i yang pernah menyimpang ketika bertaubat tidak boleh berda'wah kecuali belajar lagi?.
Jawaban:
بسم الله الرحمن الرحيم.
الحمد لله، وبعد:
Persyaratan itu pernah kami dengarkan disebutkan oleh para hizbiyyun yang sejaringan dengan Luqman bin Muhammad Ba'abduh, diantara mereka menegaskan bahwa kalau Ja'far Umar Tholib atau para sururiyyun bertaubat maka harus belajar dulu, padahal kalau mereka memahami pentingnya ilmu tentu mereka tidak akan berkata dengan perkataan itu, karena mereka dikenai perintah pula untuk terus belajar:
"فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك".
"Maka ilmuilah bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar melainkan Alloh dan minta ampunlah terhadap dosamu".
Belajar ilmu agama tidak khusus bagi yang pemula atau yang baru bertaubat dari dosanya, akan tetapi perintah itu bersifat umum, mencakup seluruh jin dan manusia, karena dia adalah termasuk paling mulianya ibadah, Alloh Ta'ala berkata:
"وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون".
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (kepada-Ku)".
Orang yang telah bertaubat dari penyimpangannya tetap berkewajiban untuk menda'wahkan ilmunya, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
"بلغوا عني ولو آية".
"Sampaikan dariku walau seayat".
Dalil ini juga bersifat umum, kalaulah para hizbiyyun semisal Luqman dan jaringannya bertaubat dari penyimpangan mereka maka mereka tetap terkena perintah untuk menyampaikan ilmu.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy.
Pertanyaan:
Apa termasuk sebagai syarat para da'i harus tidak pernah berbuat dosa besar?.
Jawaban:
Bila dipersyaratkan "tidak pernah berbuat dosa besar" maka tidak akan bisa kita dapati seorangpun menjadi da'i karena semua anak Adam tidak terjaga dari berbuat dosa kecuali para nabi yang mereka telah Alloh jaga dari berbuat dosa. Para shohabat mayoritas mereka masuk Islam ketika sudah baligh, dan tentu sebelumnya mereka adalah musyrikun, namun tidaklah perbuatan dosa semisal syirik dan perbuatan dosa lainnya mencegah mereka dari berda'wah.
Maka siapa yang pernah berbuat dosa kemudian bangkit menjadi da'i, lalu ada yang mengungkit perbuatan dosanya itu maka tidaklah memudhorotkannya selama dia tetap berusaha menutup aibnya dengan tanpa menyebutkan dosanya, dan orang yang mengetahui aibnya tidak boleh membongkarnya:
"من ستر مسلما ستره الله يوم القيامة".
"Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim maka Alloh menutup (aib)nya pada hari kiamat".
Berbeda halnya kalau seorang da'i bermudah-mudahan berbuat dosa besar maka seperti ini kita jauhi, dan kita tidak mengambil ilmunya kecuali setelah dia bertaubat:
"إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم".
"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah oleh kalian kepada siapa kalian mengambil agama kalian".
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy.
Tulisan Ilmiyyah Lainnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar