Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Hukum Mengabarkan Berita Perang

Pertanyaan:

Hukum menyampaikan berita perang, apakah ada contohnya dari salaf?, karena ada yang bilang pemberitaan tidak boleh, karena hanya cari tenar dan riya.

Jawaban:

Orang yang pernah membaca Siroh Salaf (kisah perjalanan hidup orang terdahulu) tidak akan mengingkari ini, betapa banyak hadits shohih yang para perowi menyebutkan keadaan para shohabat baik dalam bertempur, membuat khondaq atau ketika terluka dan terbunuh.
Ketika Musailamah Al-Kadzdzab terbunuh, maka seseorang berkata:


'أناقتلته".

"Aku yang membunuhnya". Yang lainnya berkata semisal itu, yang lainnya lagi menyatakan bahwa yang membunuhnya adalah bekas budak hitam.
Dan bahkan para shohabat banyak mengisahkan kisah jihadnya mereka, ada yang menyebutkan kisah manisnya dan adapula mengenang kisah pahitnya, maka semua ini tidak bisa kemudian dikatakan riya atau biar dikenal, masalah hati adalah urusannya kepada pemilik hati dan Robb yang menciptakan hati, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang yang di dalam hati.


اللهم من أراد بي أو بدعوتي  سوءا أو مكرا فاجعل صدره ضيقا، ولا تفتح له أبواب الخير.

Oleh : Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al Limbory

Tidak ada komentar:

Posting Komentar