PACARAN
PASTI MERUSAK KEHORMATAN
Tanya Jawab Bersama:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim
Al-Limboriy
Semoga Alloh mengampuninya,
mengampuni kedua orang tuanya dan mengampuni saudara-saudarinya
Maktabah
Abil 'Abbas Rohimahulloh
http://assaabiquunalawwaluun.blogspot.com
1434
Pertanyaan:
Ustadz saya ini berislam seperti ibu bapakku berislam, saya
diberi kebebasan, saya pacaran ibu bapakku biarkan saja, karena keduanya juga
dulu pacaran, begitu juga teman-temanku, semuanya pacaran, kami semua
menganggap itu biasa-biasa saja, tapi ada seseorang dari temanku pacaran terus
dia baca tulisan ustadz bahwa pacaran harom, lalu dia menangis karena pernah
pacaran dan dia sadar bahwa itu adalah dosa, kemudian dia dilamar oleh seorang lelaki
yang rajin beribadah dan taat, dia menerima dengan senang hati, begitu juga
keluarganya merasa senang, dan terjadilah pernikahan, namun setelah berjalan kekeluargaannya
yang indah dan islami, tiba-tiba muncul mantan pacarnya yang dulu, dia menuntut
temanku tadi, dia becira kalau suaminya tidak berhak menikah dengannya karena
dia yang pertama maju, dia bawakan buktinya berupa surat-surat cintanya, bahwa
mereka ketika pacaran ada perjanjian setelah belajar baru nikah, laki-laki yang
mengaku sebagai pacarnya tadi mencari pendukung sampai dia bawakan ucapan ustadznya,
bahwa suami temanku tadi berdosa karena meminang pinangannya, sampai mantan
pacar tadi ingin menggerakan teman-temannya untuk memukul suami temanku tadi,
apa dibenar perbuatan demikian?.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya atas jawabannya!.
Wassalam.
Jawaban:
بِسم الله
الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Pria tersebut
tidak berhak untuk menggugat rumah tangga orang lain, bahkan dia telah salah
besar dan bertumpuk-tumpuk dosanya, karena beberapa perkara:
Pertama: Dia salah dalam bersikap, dia mendatangi ustadznya
yang bodoh, yang tidak bisa membedakan antara "meminang" dengan "menjalin
pacaran", maka di sini kami akan sebutkan tentang perbedaan keduanya,
sehingga pria dan ustadznya tersebut mengetahuinya.
Meminang tidak
akan terjadi melainkan wanita ditemani mahromnya, seorang pria ingin menikahi
wanita maka hendaknya dia mendatangi orang tua atau wali wanita tersebut, kemudian
orang tua atau walinya menyampaikan kepada wanita tersebut, yang kemudian
terjadilah kesepakatan diterima atau tidak?, jika diterima maka perkaranya
kembali kepada keduanya (pria dan wanita) tersebut, kapan mereka akan
mengadakan pernikahannya? Setelah belajar atau setelah mendapatkan pekerjaan?,
ini yang namanya meminang.
Adapun
menjalin pacaran maka jelas keharomannya, tidaklah seseorang menjalin pacaran melainkan
dia pasti akan rusak kehormatannya dan kewibawaanya, baik dia ditertawai orang,
diejek dan dipermainkan karena pacaran, lebih-lebih kalau dia sudah mengetahui
haromnya pacaran lalu dia pacaran maka semakin jelek dan rusak namanya di
hadapan manusia, atau Na'udzubillah keduanya (yang menjalin pacaran)
akan terjatuh ke dalam kenistaan berupa zina atau ma'siat yang keji.
Adapun
tindakan pria tersebut yaitu dengan menggerakan orang-orang untuk memukul suami
orang tersebut maka sungguh dia telah berbuat kezholiman, orang yang menikahi
wanita yang sudah dipinang oleh orang lain saja tidak boleh dilakukan tindak
kezholiman kepadanya, kita ketahui dia berdosa karena menikahi wanita yang
sedang dipinang oleh orang lain, namun tidak pantas untuk menzholiminya.
Dari Abdulloh
bin ‘Abbas –semoga Alloh meridhoinya- bahwasanya seseorang datang
kepadanya, lalu berkata:
"إِنِّي
خَطَبْتُ امْرَأَةً فَأَبَتْ أَنْ تَنْكِحَنِي وَخَطَبَهَا غَيْرِي فَأَحَبَّتْ
أَنْ تَنْكِحَهُ فَغِرْتُ عَلَيْهَا فَقَتَلْتُهَا فَهَلْ لِي مِنْ تَوْبَةٍ؟
قَالَ أُمُّكَ حَيَّةٌ؟ قَالَ: لَا، قَالَ تُبْ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
وَتَقَرَّبْ إِلَيْهِ مَا اسْتَطَعْتَ، فَذَهَبْتُ فَسَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ لِمَ
سَأَلْتَهُ عَنْ حَيَاةِ أُمِّهِ؟ فَقَالَ: (إِنِّي لَا أَعْلَمُ عَمَلًا أَقْرَبَ
إِلَى الله عز وجل من بر الوالدة".
"Sesungguhnya
aku meminang seorang wanita lalu dia enggan untuk menikah denganku dan seseorang
selainku meminangnya lalu dia menerima dan mau menikahinya maka aku pun cemburu
padanya lalu aku membunuhnya, maka apakah ada taubat untukku? Beliau berkata: "Apakah
ibumu masih hidup?". Dia berkata: "Tidak". Beliau berkata: "Bertaubatlah
kepada Alloh (عَزَّوَجَلَّ) dan
mendekatkanlah diri kepada-Nya semampumu". Lalu aku pergi dan aku bertanya
kepada Ibnu ‘Abbas: "Kenapa engkau bertanya kepadanya tentang
kehidupan ibunya?", maka beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak
mengetahui suatu amalan yang paling dekat kepada Alloh (عَزَّوَجَلَّ) dari pada
berbuat baik kepada ibu". Diriwayatkan oleh Al-Bukhory di dalam “Al-Adabul
Mufrod” dengan sanad shohih.
Demikian
keadaannya, lalu bagaimana kiranya dia marah karena hanya dasar cemburu karena
nafsu birahinya tidak tersalurkan maka tentu dia berada di atas dosa dan
kehinaan serta kenistaan.
Kedua: Pria tadi telah terjatuh ke dalam dosa besar, yaitu
dia membongkar aibnya sendiri, dan membongkar aibnya orang lain yang sudah
bertaubat dari dosanya, dan dia menutupi aibnya namun pria jahat tersebut
membongkarnya, maka pria tersebut telah terjatuh ke dalam dosa besar, nanti di
akhirat dia akan dibongkar aib-aib dan kejelekan-kejelekannya serta Alloh
menyusahkannya lantaran dia mempersusah orang lain, Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«المُسْلِمُ
أَخُو المُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ
أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً،
فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ»
"Seorang
muslim adalah saudara muslim (yang lainnya), dia tidak menzholiminya dan tidak
membiarkannya (dalam kezholiman), barang siapa yang dia memenuhi kebutuhan
saudaranya maka Alloh akan memenuhi kebutuhannya, dan barang siapa yang
melepaskan kesusahan kepada seorang muslim maka Alloh melepaskan kesusahan dari
kesusahan-kesusahannya pada hari kiamat, dan barang siapa yang menutupi (aib)
seorang muslim maka Alloh menutup (aib)nya pada hari kiamat". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Abdillah
bin Umar, dan pada suatu riwayat di dalam "Shohih Muslim"
dari hadits Abu Huroiroh, dan Muslim meriwayatkan pula dari hadits Abu
Huroiroh dengan lafadz:
«لَا
يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا، إِلَّا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ»
"Tidaklah
seorang hamba menutupi (aib) seorang (hamba yang lainnya) di dunia melainkan
Alloh akan menutup (aib)nya pada hari kiamat".
Dengan
demikian maka kami nasehatkan kepada pria tersebut untuk bertaubat kepada Alloh
(تعالى) karena dia
telah terjatuh ke dalam dosa dan kezholiman, Alloh (تعالى) berkata:
{فَمَنْ
تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [المائدة: 39]
"Maka
barang siapa bertaubat sesudah melakukan kezholiman dan melakukan perbaikan, maka
sesungguhnya Alloh menerima taubatnya. Sesungguhnya Alloh adalah Al-Ghofur (Maha
Pengampun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)". (Al-Maidah: 39).
Pertanyaan:
Ada seseorang
pergi belajar di pondok pesantren, karena tekanan keluarganya maka dia pun pulang
ke kampungnya, sampai di kampungnya dia disuruh untuk sekolah, dia pun sekolah,
selama sekolah dia gaul lalu pacaran dengan wanita, kemudian dia gagal dari
sekolah, akhirnya dia lari lagi ke pondok pesantren, apakah diterima taubatnya
karena dia sudah tahu hukum pacaran namun pacaran juga?.
Jawaban:
Alloh (تعالى) senantiasa menerima taubat setiap
hamba-Nya, selama nyawa belum sampai terputus atau selama matahari belum terbit
dari Barat, Alloh (تعالى) berkata:
{وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
ثُمَّ اهْتَدَى} [طه: 82]
"Dan sesungguhnya Aku adalah Al-Ghoffar (Yang
Maha Pengampun) bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal sholih, kemudian
tetap di jalan yang benar". (Thoha: 82).
Dan telah masyhur pada kisah pembunuh 100 (seratus jiwa) ketika dia
bertanya kepada orang yang berilmu maka dijawab:
"وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ
إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ
اللهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ، فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ".
"Dan
siapa yang menghalangi antaranya dan antara taubat, pergilah kamu ke negri itu
dan itu, karena sesungguhnya di negri tersebut terdapat sekelompok manusia yang
mereka beribadah kepada Alloh, maka beribadahlah kamu kepada Alloh bersama
mereka (beribadah juga kepada Alloh), dan janganlah kamu kembali ke negrimu
karena negrimu adalah negri yang rusak". Diriwayatkan oleh Muslim dari
Abu Sa'id Al-Khudriy dari Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Semoga dengan perginya orang tersebut ke pondok pesantren menjadi sebab
baginya untuk sadar dan semakin bertaubat kepada Alloh (تعالى) dengan sebenar-benar taubat.
Pertanyaan:
Saya punya ustadz, dia pernah belajar di Yaman, dan dia berda'wah di
daerahku di Jawa, dia tidak pacaran sama akhwat, namun orang yang melihatnya
menganggap kalau dia sedang pacaran, seperti kalau dia mengisi pengajian, pas
pulang dia ketemu sama akhwat yang ngaji sama dia, maka keduanya langsung ngobrol,
pernah ada akhwat yang ikut pengajiannya, akhwat tadi datang dari tempat jauh
dengan berkendaraan sepeda motor sendirian, ketika mau pulang bertemulah dengan
ustadz tadi, ustadz bertanya kepadanya: "Dari mana kamu?", dia
menyebutkan tempat tinggalnya yang jauh maka ustadz tadi bilang: "Kalau
begitu kamu jalan di depanku pelan-pelan, saya di belakangmu", ustadz tadi
mengikuti belangnya.
Apa boleh
berbuat seperti ustadz tadi?, sebenarnya ustadz ini masih banyak kasusnya
dengan para akhwat seperti telpon-telponan dan ngobrol-ngobrol namun hanya ini
yang saya sebutkan sebagai sample, bisa sadarkah dia atau tidak dengan
jawabanmu?
Jawaban:
Kami
berlindung kepada Alloh (تعالى) dari perbuatan seperti yang
dilakukan oleh ustadzmu tersebut, dengan perbuatannya itu membuat dia
terfitnah, anggaplah dia tidak terfitnah akan tetapi akhwat tersebut yang akan
terfitnah, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَا تَرَكْتُ
بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ»
"Tidaklah
aku meninggalkan setelahku
suatu fitnah yang lebih berbahaya atas para lelelaki dari pada wanita". Diriwayatkan oleh
Asy-Syaikhon dari Usamah bin Zaid.
Bagaimana ustadz tersebut merasa aman dari fitnah, seorang shohabat
yang mulia saja, yang beliau menjaga kehormatannya ketika mengantar Aisyah
pada kejadian Ifk langsung beliau dituduh berbuat zina, Aisyah berkata:
"وَكَانَ صَفْوَانُ بْنُ الْمُعَطَّلِ
السُّلَمِيُّ ثُمَّ الذَّكْوَانِيُّ قَدْ عَرَّسَ مِنْ وَرَاءِ الْجَيْشِ
فَادَّلَجَ، فَأَصْبَحَ عِنْدَ مَنْزِلِي فَرَأَى سَوَادَ إِنْسَانٍ نَائِمٍ،
فَأَتَانِي فَعَرَفَنِي حِينَ رَآنِي، وَقَدْ كَانَ يَرَانِي قَبْلَ أَنْ يُضْرَبَ
الْحِجَابُ عَلَيَّ، فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي،
فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي، وَوَاللهِ مَا يُكَلِّمُنِي كَلِمَةً وَلَا
سَمِعْتُ مِنْهُ كَلِمَةً غَيْرَ اسْتِرْجَاعِه".
"Dan dahulu Shofwan Ibnul Mu'aththol
As-Sulamiy Adz-Dzakwaniy beranjak di belakang prajurit pada akhir malam,
pada pagi harinya beliau sampai di tempat (beristrahat)ku, beliau melihat sosok
manusia sedang tidur, lalu beliau mendatangiku, maka beliau mengenalku ketika
beliau melihatku. Dan ketika beliau melihatku maka belum aku tutupkan hijab
atasku, lalu aku bangun dengan kaget, maka aku tutupi wajahku dengan jilbabku,
demi Alloh tidaklah dia mengajakku bicara dengan sekata pun dan tidak pula aku
mendengarkan darinya sekata pun selain ucapan istirja' (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ)". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dan ini adalah lafadz
Muslim.
Maka hendaknya
ustadz tersebut bertaubat kepada Alloh (تعالى) dengan
sebenar-benar taubat dan memperbaiki keadaanya, karena perbuatannya sangat
memalukan, kalau dia sebelum ke Yaman untuk belajar agama mungkin masih bisa dima'lumi
karena masih bodoh, namun yang menjadi permasalahan sudah berilmu namun masih
seperti itu, maka tidak lain itu karena hawa nafsu semata.
Pertanyaan:
Apa boleh
memberi ta'lim di tempat-tempat kuliahan? Karena kami melihat banyak dari
ustadz-ustadz yang termasuk teman-temannya Luqman Ba'abduh semarak mengadakan
pengajian-pengajian di kampus-kampus, padahal itu tempat pacaran.
Mereka
beralasan bahwa boleh menda'wahi mereka sebagaimana para Nabi menda'wahi pelaku
ma'siat.
Jawaban:
Alasan mereka
itu adalah alasan yang batil, tidak ada yang melandasi mereka dalam berucap
melainkan hanya hawa nafsu semata.
Benar para
Nabi menda'wahi para pelaku ma'siat namun mereka tidak terjun atau cemplung
dalam kema'siatan, adapun para ustadz yang kamu sebutkan justru mengorbankan
diri-diri mereka dalam ikhtilath atau memandang para wanita yang berlogo "you
can see", mereka mengenakan pakaian yang serba mini dan serba tipis, lalu
para ustadz itu berpapasan dengan mereka ketika menuju masjid kampus atau ketika
masuk ke lokasi kampus.
Kami khawatir
mereka itu akan berbuat seperti Mubarok Ba Mu'allim, awalnya hanya sekedar
mengisi pengajian di kampus-kampus, tidak lama kemudian mencoba masuk menjadi
mahasiswa berjenggot lagi bercelana di atas mata kaki, dengan tanpa malu dia
duduk satu ruangan dengan Laila dan Fulanah di kampus IAIN Surabaya, mana
kewibawaannya sebagai da'i?, bagaimana dia dan kawan-kawannya dahulu
mengingkari kemungkaran dan mentahdzir umat manusia dari fitnah wanita namun
ternyata mereka sekarang mencoba-coba cemplung:
«يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ، فَيَدُورُ بِهَا كَمَا
يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى، فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ،
فَيَقُولُونَ: يَا فُلَانُ مَا لَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ،
وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: بَلَى، قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ
وَلَا آتِيهِ، وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ»
"Didatangkan
seorang lelaki pada hari kiamat, lalu dilemparkan ke dalam neraka, maka
keluarlah usus (atau sesuatu dari isi) perutnya, dia berputar padanya
sebagaimana berputarnya keledai pada tali pengikatnya, maka penduduk neraka
berkumpul kepadanya, mereka berkata: Wahai Fulan ada apa denganmu? Bukankah
dahulu kamu memerintahkan kepada kebaikan, dan melarang dari kemungkaran? Dia
pun berkata: "Tentu, dahulu aku memerintahkan kepada kebaikan namun aku
tidak melakukan (kebaikan itu), dan aku melarang dari kemungkaran namun aku
melakukannya". Diriwayatkan oleh Muslim
dari Usamah bin Zaid dari Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) .
Para Nabi
dahulu mereka hanya menda'wahi umat dan mereka tidak tertipu dengan umatnya,
mereka tidak diseret oleh umatnya untuk berma'siat, adapun da'i-da'i hizbiyyun
itu maka mereka diseret ke dalam kema'siatan.
Sebagian mereka
beralasan bahwa kalau tanpa adanya da'wah di kampus-kampus maka para mahasiswa
tidak akan sampai da'wah kepada mereka, kita katakan bahwa alasan ini adalah
alasan murahan, para mahasiswa mengenal internet, mereka juga bisa membaca dan
bisa bertanya, dan sungguh betapa banyak mahasiswa mendapat hidayah dengan
sebab berkunjung ke situs-situs Ahlissunnah.
Maka kami
nasehatkan kepada mereka para da'i tersebut kalau ingin menjadi da'i benaran
maka janganlah bermain-main dengan syari'at ini, jangan sampai nanti di akhirat
lisan-lisan mereka hangus, Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
berkata:
«ليلة أسري بي رأيت قوما تقرض ألسنتهم بمقاريض من نار - أو قال: من
حديد - قلت: من هؤلاء يا جبريل؟ قال: خطباء من أمتك».
“Ketika aku di-isra (dinaikan ke
langit) aku melihat suatu kaum di parut lidah-lidah mereka dengan parutan dari
api –atau dia berkata-: “Parutan dari besi” Maka aku bertanya: “Siapa mereka
wahai Jibril?” Jibril menjawab: Para khotib dari umatmu”. Diriwayatkan oleh Ahmad dari Anas bin Malik.
Demikian
jawaban kami, semoga bermanfaat bagi kami dan bagi siapa saja yang menginginkan
kebaikan dan kebenaran.
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar