Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

BAGAIMANA WANITA MENUNTUT ILMU?



BAGAIMANA WANITA MENUNTUT ILMU?



Tanya Jawab Bersama:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Semoga Alloh mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya dan mengampuni saudara-saudarinya 


Maktabah Abil 'Abbas Rohimahulloh
1434

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
يا أبا أحمد سددك الله!
Ana seorang akhwat tidak pergi ke masjid, tidak juga mengikuti ta'lim di masjid. Sedang ana tetap ta'lim namun dengan cara rilay dari seorang teman (ta'lim yang berasal dari Dammaj, ta'lim dari Abu Fairuz, juga sekarang mengikuti ta'lim Asy-Syaikh Abdulloh Al-Iryaniy),  juga ana belajar melalui buku buku aqidah yang shohih, juga risalah-risalah dari Dammaj. Hal ini  menurut ana itu lebih baik. Setahu ana yang seperti ini syar’y. Namun seorang akhwat mengatakan bahwa pendapat ana ini hawa semata.
Manakah yang benar? Setelah dapat perkataan, bahwa ana mengikuti hawa, ana jadi ragu. Mohon dijelaskan ilmunya. Apakah boleh  ana mempelajari buku aqidah yang shohih sendiri di rumah?.

Jawaban:
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Sudah sering kita singgung bahwa hukum asal bagi wanita adalah menetap di rumah-rumah mereka, mereka ke masjid untuk mengikuti ta'lim dengan seorang ustadz tentu juga keadaannya di balik hijab, ini sama bentuknya dengan dia mendengarkan dari rumahnya rekaman, lewat radio atau lewat telpon atau yang semisalnya.
Berbeda halnya kalau di masjid itu yang mengajar adalah sesama akhwat, di tempat khusus bagi mereka, maka tentu ini boleh baginya untuk hadir, karena ada beberapa bidang ilmu mengharuskannya untuk praktek langsung seperti gerakan atau posisi ketika sholat, wudhu, juga yang berkaitan dengan ilmu tajwid bagaimana makhroj huruf? dan ilmu faroidh atau yang semisalnya, semua itu tentu membutuhkan praktek langsung dengan pengajarnya.
Adapun bila pengajarnya seorang ustadz maka afdhol (lebih utama)nya dia mendengarkan dari rumahnya sendiri jika hal itu memungkinkan seperti kalau pengeras suara sampai ke rumahnya atau lewat radio FM atau lewat telpon atau lewat internet dan yang semisalnya, sebagaimana yang semisal ini pernah dilakukan oleh para wanita sholihah di zaman Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), dari Ummu Hisyam bintu Haritsah, dia berkata:
"لَقَدْ كَانَ تَنُّورُنَا وَتَنُّورُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاحِدًا سَنَتَيْنِ أَوْ سَنَةً وَبَعْضَ سَنَةٍ وَمَا أَخَذْتُ {ق، وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ}، إِلَّا عَلَى لِسَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ بِهَا كُلَّ يَوْمِ جُمُعَةٍ عَلَى الْمِنْبَرِ إِذَا خَطَبَ النَّاسَ".
"Dahulu dapur kami dan dapurnya Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) adalah satu, ini berlangsung selama dua tahun atau setahun lebih, dan tidaklah aku mengambil (menghafal surat) "Qoof dan Al-Qur'an yang mulia" melainkan dari lisan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) ketika beliau membacanya pada setiap hari Jum'at di atas mimbar, ketika beliau berkhutbah". Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Ashhabussunan kecuali At-Tirmidziy.
Atsar ini sangat jelas menunjukan bahwa Ummu Hisyam Rodhiyallohu 'anha mendengarkan dari luar masjid, bila ada yang menyatakan bahwa perbuatan ini adalah mengikuti hawa maka dia telah keliru dan salah.
Dan boleh bagi seseorang mempelajari buku aqidah dengan sendirian, dan kita sebagai kaum muslimin memiliki kebutuhan mendesak untuk belajar, baik belajar sendiri dengan banyak membaca, mengkaji dan membahas atau belajar dengan bimbingan dari para pengajar.
Adapun belajar dengan bimbingan ustadz atau pengajar, maka kita terkadang terbatas waktunya, oleh karena itu apa yang telah kita dapatkan dari setiap ustadz, kita terapkan sendiri dan kita kembangkan dengan belajar sendiri, bukan berarti kemudian kita tinggalkan belajar dengan ustadz, tetap kita mengikuti pelajaran dengan ustadz dan mengambil dasar-dasar ilmu darinya kemudian kita kembangkan sendiri.
Walaupun seandainya kita sudah mumpuni pada ilmu-ilmu dasar namun jangan kemudian membuat kita merasa enggan untuk terus duduk bermajelis dengan orang yang lebih berilmu dari kita, sungguh benar perkataan seseorang: "Mumpung ustadz kita masih ada maka kita manfaatkan, kita ambil ilmunya, nanti kalau dia sudah mati atau sudah sesat (menyimpang) Na'udzubillah maka kita akan tercegah mengambil ilmu darinya".
Dengan duduknya kita bersama orang yang lebih berilmu dari kita maka kita akan terus mendapatkan faedah ilmiyyah darinya.
Maka kami nasehatkan kepada saudari tersebut semoga Alloh menjaganya dan memudahkan urusannya untuk rajin-rajin belajar, baik dengan belajar sendiri dengan banyak membaca, mendengarkan kajian berupa rekaman atau yang semisalnya atau dengan menghadiri majelis ilmu jika memungkinkan baginya, jika tidak memungkinkan maka:
{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا} [الطلاق: 7]
"Tidaklah Alloh membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan apa yang diberikan-Nya". (Ath-Tholaq: 7).  

Pertanyaan:
Apakah benar bahwa tabligh akbar itu tidak ada dalam sunnah? Apakah acara tabliq akbar itu menyelisihi syar’i atau tidak? Ini termasuk alasan ana tidak ke masjid?.

Jawaban:
Tabligh akbar hanyalah suatu ungkapan atau istilah orang Indonesia, dan istilah ini sama dengan istilah atau bahasa keseharian, dan ini boleh-boleh saja diucapkan, karena pelaksanaanya sama dengan pelaksanaan dauroh atau muhadhoroh.
Jika seseorang melarang manusia untuk tidak hadir dalam kegiatan tersebut dengan alasan karena menggunakan istilah "tabligh akbar" maka dia telah keliru, bagaimana mereka mengingkari itu sedangkan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah menyeru manusia dengan menggunakan ungkapan:
«يَا صَبَاحَاهْ»
"Wahai pasukan bersiap siagalah".
Padahal kalimat ini hanya digunakan oleh komandan perang yang sedang mengomando prajuritnya, bagaimana bisa digunakan untuk berda'wah?, maka tentu penggunaan "tabligh akbar" dan "ya shobahah" adalah bertujuan untuk menarik simpati dan perhatian kepada manusia dengan itu mereka penasaran untuk menghadirinya.
Ketika Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) menyeru dengan istilah "ya shobahah":
"فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ، قَالُوا: مَا لَكَ؟ قَالَ: «أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ العَدُوَّ يُصَبِّحُكُمْ أَوْ يُمَسِّيكُمْ، أَمَا كُنْتُمْ تُصَدِّقُونِي؟» قَالُوا: بَلَى، قَالَ: «فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ» فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ: تَبًّا لَكَ، أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ} [المسد: 1]".
"Maka berkumpullah kepadanya orang-orang Qurosiy, mereka berkata: "Ada apa denganmu?", beliau berkata: "Apa pendapat kalian kalau aku beritakan kepada kalian bahwasanya musuh akan menyerang kalian, apakah kalian akan membenarkanku?", mereka berkata: "Tentu", beliau berkata: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian tentang azab yang pedih", Abu Lahab berkata: "Celakah kamu, apakah karena sebab ini kamu mengumpulkan kami?", lalu Alloh turunkan ayat: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abdulloh bin Abbas.
Dan kami nasehatkan kepada para panitia penyelenggara acara tersebut walaupun penggunaan istilah "tabgligh akbar" boleh-boleh saja akan tetapi hendaknya mereka menggunakan istilah yang biasa orang-orang Arob menggunakannya, seperti muhadhoroh, dauroh, khutbah, atau ijtima' atau ta'lim sehingga dengan itu manusia bisa mengenal bahasa atau istilah Arob dengan benar.

Pertanyaan:
Apa dibenarkan pendapat "Ana tidak akan belajar kepada ustadz yang tidak mandiri" yaitu ustadz yang dibiayai penghidupannya oleh para muhsinin?.

Jawaban:
Anggapan itu tidak bisa dibenarkan secara total, akan tetapi hendaknya dilihat ustadznya!, karena adakalanya seorang ustadz diundang di suatu tempat untuk berda'wah dengan jaminan dari para pengundang untuk biaya hidupnya ditanggung oleh mereka, bila keadaanya seperti ini maka tidak dibenarkan bagi seseorang kemudian mentahdzir darinya dengan alasan karena tidak mandiri atau tidak bekerja.
Berbeda halnya kalau ustadznya itu tidak ada jaminan dari para pendukungnya, yaitu dia membangun da'wah sendiri dan bersamaan dengan itu dia tidak mau bekerja untuk membiayai hidupnya namun dia menuntut atau mengharapkan dari mad'unya berupa pemberian iuran untuk biaya hidupnya atau dia meminta-minta kepada orang lain maka bila keadaannya seperti ini maka benar bagi seseorang untuk tidak belajar dengannya:
"إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ".
"Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah oleh kalian kepada siapa kalian mengambil agama kalian!".

Pertanyaan:
Suami ana tidak mengizinkan ta’lim ke masjid, tapi dia mengizinkannya agar tholabul ilmi-nya dengan rilay Hp, atau baca-baca buku di rumah. Ana mengikuti perintah suami. Apakah alasan ana tidak ke masjid itu syar’iy?, mohon ilmunya.
Jawaban:
Jika bentuknya seperti yang telah kami sebutkan yaitu ke masjid belajarnya dengan seorang ustadz yang tentunya di balik hijab maka sama keadaannya dengan belajar lewat Hp, rekaman atau mendengarkan lewat radio, bila seperti ini keadaannya maka afdhol (lebih utama)nya kamu mengikuti perintah suamimu yaitu belajar di rumah.
Namun apabila pengajarnya adalah dari kalangan wanita yang dia mengajar dengan sekaligus mempraktekkan langsung seperti gerakan atau posisi ketika sholat, wudhu, juga yang berkaitan dengan ilmu tajwid bagaimana makhroj huruf? dan ilmu faroidh atau yang semisalnya maka bila seperti ini keadaanya boleh bagimu untuk ke masjid selama tidak ada unsur kema'siatan ketika diperjalanan dan ketika di masjid.
Bila ta'lim itu bersama para wanita dan yang mengajar adalah wanita maka afdhol-nya mereka adakan di rumah-rumah, hal ini sebagaimana para pendahulu kita lakukan, yaitu mereka berbondong-bondong datang ke rumah Ummul Mu'minin Ash-Shiddiqah bintu Ash-Shiddiq untuk belajar dan menanyakan berbagai permasalahan agama, setelah selesai ta'lim atau selesai permasalahan yang ditanyakan mereka kembali ke rumah masing-masing, namun bila mereka mengadakannya di masjid khusus tempat wanita maka tidak mengapa, dan hukumnya boleh-boleh saja sebagaimana telah kami jelaskan permasalahan ini dalam tulisan kami yang lain.
Dan kami nasehatkan kepada para suami untuk mengizinkan istri-istri mereka jika ingin ke masjid, baik dalam rangka sholat atau menghadiri ta'lim bila keadaannya aman dari fitnah ketika di perjalanan atau ketika di masjid, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَمْنَعْهَا»
"Jika seorang wanita diantara kalian meminta izin maka janganlah mencegahnya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Salim bin Abdillah, dari bapaknya Ibnu 'Umar.

Pertanyaan:
Ana tidak ta'lim karena tidak punya mahrom, dan masjidnya jauh.
Jawaban:
Jika seperti itu keadaannya maka kamu diberi udzur, dan kamu mendapatkan pahala karena niatmu, akan tetapi hendaknya kamu tetap berusaha sebagaimana yang telah kami sebutkan, baik dengan mengikuti ta'lim lewat telpon, radio, rekaman atau yang semisalnya, dan hendaknya kamu tidak merasa cukup dengan itu namun kamu banyak membaca, membahas dan mengkaji sendiri.

Pertanyaan:
Ana ingin mempersatukan dua orang  bersahabat yang sedang bersengketa, jadi ana ana tidak ta'lim, apakah alasan ana ini syar’i?.

Jawaban:
Tentu itu termasuk alasan syar'iy, Alloh (تعالى) berkata:
{وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)} [العصر: 1 - 3]
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran". (Al-Ashr: 1-3).
Dan Alloh (تعالى) berkata:
{لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا} [النساء: 114]
"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia, dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhoan Alloh, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar". (An-Nisa': 114).
Dan untuk menyelesaikan persengkataan saudara-saudara kita tentu tidak membutuhkan atau tidak menguras semua waktu kita, namun persengketaan itu tentu memiliki waktu dan batasan waktu, jika sudah selesai dari persengketaan atau di sela-sela ada waktu untuk ta'lim maka manfaatkan waktunya. 
Demikian jawaban singkat ini, semoga Alloh memberi manfaat dengan jawaban ini untuk kami, untuk kedua orang tua kami dan untuk siapa saja yang menyebarkannya, mengambil faedah darinya dan menjaganya.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar