Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Perbedaan Antara Nasyid Dengan Zamil

cooltext1932937332
Afwan apa perbedaan nasyid dan zawamil?. (Pertayaan dari Limboro).
JAWABAN: Perbedaan antara keduanya sangat jelas, orang-orang awamm dari kalangan Arob mengetahui masalah ini, sehingga mereka menggatakan:
الأناشيد والأغاني تجتمع في نظمها
“Nasyid-nasyid dan nyanyian-nyanyian terkumpul pada susunan (rangkaian)nya”.
Dan Nasyid-nasyid ini disenandungkan sebagaimana nyanyian-nyanyian, dan bahkan diikutkan dengan musik-musikan, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin dan ini sudah menjadi syi’ar-syi’ar mereka.
Nasyid-nasyid yang mereka rancang sedemikian rupa dengan tujuan menyebar da’wah mereka, membuat banyak orang terlena dan terbawa angan-angan hingga terkadang mereka lebih senang mendengarkannya dari pada mendengarkan Al-Qur’an. 

Adapun zawamil maka tidak ada padanya nyanyian yang diikutkan dengan musik-musikan, dan ini yang diakui oleh oleh orang-orang Arob, sehingga mereka mengatakan:
الزوامل شعر شعبي يأتي على سليقة العرب
“Zawamil adalah sya’ir rakyat, dia datang di atas intuisi Arob”.
Mereka katakan pula tentang zawamil ini beserta tujuannya:
وليس فيها غناء وإنما هو شعر نمطي عربي يحض على الشجاعة والرجولة
“Dan tidak ada padanya nyanyian-nyanyian dan hanya saja dia adalah sya’ir mode Arob, memotivasi kepada keberanian dan kejantanan”.
Ahlussunnah wal Jama’ah tidak berlebihan dalam masalah zawamil ini, dan mereka meninggalkannya dan tidak mau mendengarkannya bila melalaikan dari Al-Qur’an dan menununtut ilmu, dan mereka gunakan zawamil pada waktu perang, memotivasi untuk perang atau dilakukan pada waktu-waktu tertentu sebagai sampingan, dengan ketentuan tidak sampai melalaikan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tidak pula sampai melalaikan dari membaca keduanya, mendengarkan keduanya dan mempelajari keduanya, karena sungguh keduanya adalah syi’ar Islam:
(ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ)
“Demikianlah, dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Alloh maka sesungguhnya dia termasuk dari ketaqwaan hati”.
Dijawab oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Hafizhohulloh (2/5/1436).
Dikuti dari-Akhbar As-Salafiyyah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar