Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Diantara Kaedah Dalam Jual Beli

بسم الله الرحمن الرحيم
 الحمد لله وحده، والصلاة والسلام على من لا نبي بعده ,أما بعد
Dengan kemudahan yang Alloh limpahkan kepada kami, pada tahun yang lalu ketika kami masih di markiz As-Sunnah Sa’awan Sana’a kami menulis “Muqoddimah Kitabil Buyu'”, yang kami tulis untuk menjelaskan tentang apa yang kami pegang tentang tidak bolehnya menjualkan barang-barang kepada siapa saja yang menggunakannya kepada perkara harom, sama saja menggunakannya kepada perkara kesyirikan, kebid’ahan dan kema’siatan.
Pada tulisan tersebut telah kami sebutkan tentang suatu kaedah ilmiyyah:
فكل بيع وكل عقد لم يأت به دليل على تحريمه فهو حلال
“Setiap jual beli dan setiap transaksi yang tidak datang padanya dalil atas keharomannya maka dia adalah halal”.
Di bawah kaedah ini kami sebutkan: 
والبيوع المحرمة تنقسم إلى ثمانية أقسام
“Dan jual beli yang harom terbagi kepada delapan bagian”.
Diantara yang kami sebutkan dari pembagian tersebut adalah:

السابع: محرم لأنه يأدي إلى محرم
Yang ketujuh: Jual beli yang harom, karena sesungguhnya dia mengantarkan kepada yang harom.
Ini masuk pada setiap jual beli yang asalnya halal namun bila dijualkan kepada orang yang menggunakannya kepada perkara harom maka tidak boleh untuk dijualkan kepadanya, dengan dalil yang telah kami sebutkan pada surat At-Taubah ayat 2:
(وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ)
“Dan janganlah kalian tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, dan bertaqwalah kalian, sesungguhnya Alloh pedih siksaan(Nya)”.
Dan kami telah jelaskan pula dalam tulisan tersebut dan kami menyebutkan salah satu contohnya:
التعامل قد يكون أساسه حلالا، لكن يأدي إلى محرم، كمن يبيع الحرير لمن يلبسها ممن حرم عليه
“Bermuamalah terkadang asasnya halal, akan tetapi dia mengantarkan kepada yang harom, seperti menjual kain sutera kepada orang yang dia memakainya sedangkan dia termasuk dari orang-orang yang diharomkan padanya”.
Memakai sutera bagi pria adalah harom, bila seseorang menjualkannya kepada laki-laki yang akan dia pakai maka ini tidak boleh dijualkan kepadanya, berbeda kalau dijualkan kepadanya dan dia membelinya untuk dipakaikan kepada istrinya atau putrinya maka boleh dijualkan kepadanya.
Dan pada tulisan tersebut kami bawakan keterangan Al-Imam Ibnul Qoyyim Rohimahulloh, beliau berkata di dalam “Zadul Ma’ad” (5/763):
وكذلك ثياب الحرير إذا بيعت لمن يلبسها ممن يحرم عليه، حرم أكل ثمنه، بخلاف بيعها ممن يحل له لبسها
“Dan demikian pula pakaian sutera jika dijualkan kepada orang yang memakainya sedangkan dia termasuk dari orang-orang yang harom baginya, maka harom memakan harganya, berbeda dengan menjualkannya kepada orang yang boleh baginya memakainya”.
Alhamdulillah dengan sebab tulisan kami tersebut Alloh Ta’ala nampakan hakekat pengekor kebatilan, yang muncul dengan menyamarkan indentitas dirinya dalam rangka membela kebatilan, dengan cara memunculkan pendapat kami yang keliru yang sudah kami hapus, dengan tanpa melihat tulisan kami yang telah kami tetapkan tersebut.
Sungguh kasihan dengan tanpa rasa takut kepada Alloh dan tanpa malu terhadap dirinya berani menyelisihi apa yang pernah diingkari oleh orang-orang yang dia bela, diapun menjadikan dirinya termasuk dari orang-orang majhul:
(رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ)
Disampaikan oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy ‘Afahullohu (6/4/1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar