Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Buletin Jum’at 16 : MENGENAL TAUHID

Buletin AL-AMIN
Edisi: 16/Jum’at/23/4/1436

MENGENAL TAUHID


(Klik gambar untuk download PDF)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله رب العالمين, والعاقبة للمتقين, وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُ الله ورَسُولُه. أما بعد
Pembahasan ini kami ringkas dari buku “URGENSI TAUHID DALAM PENEGAKAN SYARI’AT ISLAM” yang ditulis oleh saudara kami Al-Ustadz Abul Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh, semoga tulisan ini memberikan manfaat untuk penulis Rohimahulloh, yang meringkasnya dan siapa saja yang mengutip serta yang membacanya.
PENGERTIAN TAUHID
* Dari Segi Bahasa.
Tauhid secara bahasa adalah “wahhada, yuwahhidu, tauhidan”.
Ar-Roghib Al-Ashfahaniy mengemukakan pengertian tauhid secara bahasa adalah al-wahdu yang berarti menyendiri, yang berma’na sesuatu yang tidak bisa dibagi atau dipisahkan. Apabila disandarkan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala maka berarti yang tidak boleh adanya pemisahan atau terbilang”.
* Dari Segi Istilah.
Terdapat beberapa defenisi tentang pengertian tauhid dari segi istilah, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian yang dimaksud.
Al-Imam  Abul Hasan Muhammad At-Tamimiy Rohimahulloh mengatakan tauhid adalah memurnikan ibadah hanya untuk Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata-mata.
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh mengatakan bahwa tauhid adalah mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam hal yang merupakan kekhususan bagi-Nya, dari Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ wa Shifat.
Al-Imam Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Bazz Rohimahulloh mengatakan bahwa tauhid adalah mengesakan Alloh di dalam Rububiyyah-Nya, Uluhiyyah-Nya, Asma’ dan Shifat-Nya serta hukum-Nya.
- Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh menjelaskan defenisi tauhid yang dikemukakan oleh Al-Imam Abul Hasan Muhammad At-Tamimiy Rohimahulloh bahwa “tauhid adalah mengesakan Alloh dalam beribadah” maksudnya adalah hendaknya kamu menyembah Alloh semata dan jangan menyekutukan-Nya dengan nabi yang diutus, malaikat yang dekat dengan Alloh, pemimpin, raja atau siapa pun dari jenis makhluk, akan tetapi hendaknya kamu mengesakan-Nya semata-mata dalam beribadah dengan penuh cinta dan pengagungan, rasa harap dan takut”.
Dari keseluruhan pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pengertian tauhid dari segi istilah adalah memurnikan ibadah hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata-mata dan menolak segala macam kesyirikan, serta mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala di dalam Rububiyyah-Nya, Uluhiyah-Nya dan Aswa’ wa Shifat-Nya”.

PEMBAGIAN TAUHID

Tauhid terbagi kepada tiga bagian:
- Tauhid Rububiyyah, yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam kepemilikan atau kekuasaan.
- Tauhid Uluhiyyah atau disebut dengan tauhid ibadah, yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadah.
- Tauhid Asma’ wa Shifat, yaitu mengesakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam nama-nama dan shifat-shifat bagi Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Dalil dari apa yang disebutkan sangatlah banyak, dan dalil yang mencakup semuanya adalah termaktub di dalam surat Al-Fatihah.
Surat Al-Fatihah ini juga dinamakan Ummul Qur’an karena mengandung seluruh isi Al-Qur’an, sehingga dapat dikatakan bahwa surat ini mengandung tauhid, hak-hak dan balasannya, kesyirikan dan balasannya.
TANYA JAWAB BERSAMA ABU AHMAD MUHAMMAD AL-LIMBORIY
TANYA: Bolehkan memakai gamis Pakistan stelan?.
JAWAB: Gamis Pakistan yang kita kenal panjangnya sampai lutut, dan sampingnya terkadang ada model sobekan, hingga terkadang terlihat bentuk pahanya. Bila keberadaannya seperti ini maka hendaknya celana yang dikenakannya adalah yang lebar, yang tidak menampakan bentuk tubuh, yang panjangnya sampai pertengahan betis atau sampai di atas mata kaki. Kalau celananya tidak lebar maka hendaknya dilapisi dengan sarung sehingga gamisnya berada di luar sarung.
TANYA: Mana yang lebih utama memakai jubah atau gamis?
JAWAB: Kalau gamis panjangnya setengah lutut, namun dengan mengenakan sarung maka ini juga utama, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengenakan jubah, gamis dan sarung, yang terpenting jangan sampai terdapat penyelisihan syari’at baik menampakan bentuk tubuh atau melebihi mata kaki, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«من جر ثوبه من الخيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة»
“Barang siapa menurunkan bajunya karena congkak maka Alloh tidak akan melihatnya pada hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Abdulloh bin Abbas Rodhiyallohu ‘Anhuma.”
Penyebutan “bajunya” ini mencakup jubah dan gamis serta sarung, dalam suatu riwayat dengan lafazh:
«من جر إزاره»
“Barang siapa yang menurunkan sarungnya”.
Dan lebih jelas lagi apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa’iy:
«الإسبال في الإزار والقميص والعمامة، من جر شيئًا خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة»
“Isbal (menurunkan melebihi mata kaki) pada sarung dan gamis serta imamah, barang siapa memanjangkan sesuatu (dari pakaiannya) karena congkak maka Alloh tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat”.
Bila semua itu (jubah, gamis dan sarung) dipakai dengan niat untuk mencontoh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam maka itu lebih utama.
TANYA: Bagaimana dengan gamis Afganistan stelan?, karena kami mendengar ada yang tidak membolehkannya.
JAWAB: Gamis Afganistan yang kami lihat, dia lebih panjang daripada gamis Pakistan, dan dia sudah sepasang dengan celananya, dan ini boleh, yang mengatakan tentang tidak bolehnya maka sesungguhnya mereka tidak memiliki dalil, melainkan hanya alasan karena tasyabbuh (menyerupai) Al-Qedah, dan alasan seperti ini tidak teranggap, Alloh Ta’ala berkata:
(قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ)
“Katakanlah: Siapakah yang mengharomkan perhiasan Alloh yang Dia keluarkan untuk hamba-hamba-Nya da kebaikan-kebaikan dari rezqi”.
Selama celananya tidak ketat, tidak menampakan bentuk tubuh dan tidak melebihi mata kaki maka boleh memakainya.

PERMATA SALAF

* Al-Ustadz Abul Abbas Harmin bin Salim Al-Limboriy Rohimahulloh berkata:
عقيدة التوحيد هي التوقيفية، لا يجوز إثباتها إلا بالدليل الشرعي
“Aqidah tauhid adalah tauqifiyyah, tidak boleh menetapkannya kecuali dengan dalil yang syar’iy (dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah)”.
* Al-Imam Ibnul Qoyyim Rohimahulloh berkata:
وبالجملة فأساس الشرك وقاعدته التي بني عليها التعلق بغير الله، ولصاحبه الذم والخذلان، كما قال تعالى: (وَلَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتُلْقَىٰ فِي جَهَنَّمَ مَلُومًا مَدْحُورًا) [اﻹسراء: 39]، مذموما لا حامد لك، مخذولا لا ناصر لك
“Secara globalnya asas syirik dan landasannya yang dibangun padanya kebergantungan kepada selain Alloh, dan bagi pelakunya adalah tercela dan tertinggalkan sebagaimana perkataan Alloh Ta’ala: “Janganlah kamu menjadikan bersama Alloh sesembahan yang lain, supaya kamu tidak menjadi tercela dan tidak pula ditinggkan”. Tercela yaitu tidak ada pujian bagimu, ditinggalkan yaitu tidak ada pertolongan bagimu”.
* Al-Hafizh Ibnu Hajar Rohimahulloh berkata:
من تعاطى ما نهي عنه يصير مظلم القلب
“Barang siapa bersimpati kepada apa yang dilarang darinya maka menjadilah gelap pada hati(nya)”.
Ditulis oleh :
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar