Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Khutbah AL-MULK: Edisi 4 – Mengenang Jasa ibu Dengan senantiasa Mentaatinya Dalam Kebaikan

Khutbah AL-MULK Edisi: 4/Jum’at/9/4/1436
ibu2
KHUTBAH 4
Klik gambar untuk download PDF Khutbah Jum’at Al-Mulk ! 


Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy Ghofarohullohu wa Rodhiya ‘Anhu.
السّلَامُ عَلَيكُم وَرَحمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتهُ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ، نَحمَدُهُ وَنَستَعِينُهُ وَنَستَغفِرهُ، وَأَشهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلّا اللّهُ وَحدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشهدُ أَن مُحَمدًا عَبدُ اللهِ وَرَسُولُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً: أَمّا بَعدُ
فَإِِنّ خَيرَ الحَدِيثِ كِتَابُ اللّهِ، وَخَيرَ الهُدَى هُدَى مُحَمّدٍ صَلّى اللّهُ عَلَيهِ وَسَلّمَ وَشَرّ الُأمُورِ مُحدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحدَثَةٍ بِدعَةٌ، وَكُلّ بِدعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلّ ضَلَالَةٍ فِي النّار
Kaum muslimin Rohimakumulloh, sesungguhnya Alloh Ta’ala menciptakan anak-anak Adam di dalam rohim ibu mereka dengan berfase, Al-Imam Al-Bukhoriy dan Muslim meriwayatkan di dalam “Shohih” keduanya dari hadits Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallohu ‘Anhu, beliau berkata: 
حدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وهو الصَّادِقُ المصْدُوقُ: إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلِكَ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلِكَ، ثمَّ يُرْسَلُ إلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فيهِ الرُّوحَ
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menceritakan kepada kami, dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya diantara kalian telah dikumpulkan penciptaannya di dalam rohim ibunya 40 (empat puluh) hari sebagai saripati mani, kemudian dia menjadi segumpal daging yang semisal itu, kemudian menjadi tulang belulang yang semisal itu, kemudian diutuskan kepadanya malaikat lalu ditiupkan kepadanya roh”.
Alloh Ta’ala jelaskan pula di dalam Al-Qur’an:
(وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ * ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ * ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ)
“Dan sungguh benar-benar Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati dari tanah, kemudian Kami jadikan saripati itu air mani yang tersimpan di tempat yang kokoh, kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, kemudian tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain, Maha Suci Alloh Pencipta Yang Paling baik”.
Dan Alloh Ta’ala menentukan waktu pada janin berada di dalam rohim sesuai kehendak Alloh:
(وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى)
“Dan Kami tetapkan di dalam rohim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang telah ditentukan”.
Kemudian Alloh katakan:
(ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّىٰ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا)
“Kemudian Kami keluarkan kalian (dari rohim) sebagai bayi, kemudian (secara berangsung-angsung) kalian sampai kepada kedewasaan, dan diantara kalian ada yang diwafatkan dan diantara kalian ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai lanjut usia (pikun) supaya tidak mengetahui lagi sesuatu apapun yang dahulunya dia telah mengetahui(nya)”.
Dengan penjelasan tersebut maka kita mengetahui bahwa ternyata para ibu mengalami penderitaan yang luar biasa, mulai dari proses pembuahan yang terjadi di rohim, yang ditandai dengan masa ngidam, pada proses ini mereka tidak bisa menikmati makanan yang lezat, mereka susah makan, hari terus berganti hingga melewati bulan berganti bulan, rasa berat di dalam rohim terus bertambah, hal demikian karena janin di dalam rohim terus mengalami perubahan dan pembesaran, Alloh Ta’ala berkata:
(حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْن)
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah di atas kelemahan yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun”.
(حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا)
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula, mengandungnya sampai menyapihnya adalah 30 (tiga puluh) bulan”.
Dengan keadaan seperti itu maka Alloh dan Rosul-Nya mewajibkan bagi setiap anak untuk berbakti kepada ibu bapaknya, terkhusus ibu lebih dikepankan dalam berbakti, ketika ada salah seorang shohabat datang kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam lalu bertanya:
مَن أَحَقّ النّاسَ بِحُسنِ صَحَابَتِي؟
“Siapakah yang lebih berhak untuk aku berbuat baik (kepadanya)?”.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menjawab:
أُمّكَ ثُمّ أُمّكَ ثُمّ أُمّكَ ثُمّ أَبُوكَ
“Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu”.
Demikian itu menunjukan tentang keutamaan berbakti kepada ibu bapak, dan berbakti kepada ibu bapak termasuk pula amalan pendekatan diri kepada Alloh yang paling utama, yang dia menjadi penyebab terhapuskannya dosa-dosa, Abdulloh bin ‘Abbas Rodhiyallohu ‘Anhuma berkata:
إِنّي لَا أَعلَمُ عَمَلًا أَقرَبُ إِلَى اللّهِ عَزّ وَجَلّ مِن بِرّ الوَالِدَةِ
“Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu amalan yang lebih dekat kepada Alloh ‘Azza wa Jalla dari pada berbakti kepada ibu”.
Kaum muslimin Rohimakumulloh, sesungguhnya berbakti kepada ibu bapak dalam perkara kebaikan adalah termasuk amalan yang paling diridhoi oleh Alloh, oleh karena itu Alloh Ta’ala gandengkan penyebutannya dengan mentauhidkan-Nya:
(وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانا)
“Dan Robbmu telah mewajibkan supaya kalian tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan kepada kedua orang tua berbuat baiklah kalian”.
Maka dimanakah bakti kita kepada ibu bapak kita wahai manusia?!, padahal Alloh telah tegaskan di dalam Al-Qur’an hikmah dari semua itu:
(أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ)
“Supaya kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.

KHUTBAH 2

بِسمِ اللّهِ الرّحمَنِ الرّحِيمِ
الحَمدُ لِلّهِ وَحدَهُ، وَالصّلاَةُ وَالسّلاَمُ عَلَى مَن لَا نَبِيَ بَعدَهُ
أَمّا بَعدُ:
Kaum muslimin Rohimakumulloh, dengan melihat betapa berat dan susah payahnya para ibu ketika melahirkan maka seharusnya bagi para bapak benar-benar memperhatikan keadaan istri mereka di saat mengandung bayinya, lebih-lebih ketika akan melahirkan, karena banyak para ibu ketika melahirkan mereka terjatuh ke dalam penyelisihan terhadap syari’at Alloh bahkan sampai terjatuh kepada keyakinan-keyakinan yang batil, diantaranya yang berkaitan dengan plasenta (ari-ari).
Telah kami dapati pada umat ini terkhusus yang bersuku Holimombo dari Buton, mereka berlebih-lebihan dalam memuliakan plasenta ini, ketika seorang wanita akan melahirkan maka mereka menyiapkan satu buah kelapa, ketika wanita tersebut melahirkan maka kelapa tadi dikupas kulit luarnya dengan penuh ketelitian dan kerapian, kemudian tempurungnya dibelah dua, isi kelapa untuk dimakan oleh wanita yang melahirkan, kemudian plasenta dimasukan ke dalam tempurung lalu ditutup rapat kemudian kulit kelapa dililitkan ketempurung yang sudah berisi plasenta tadi, setelah itu diikat hingga berbentuk seperti kelapa yang masih utuh, kemudian diletakan di loteng atau ditanam dipinggir rumah, sekitar sepekan atau dua pekan tempat kelapa berisi plasenta tersebut dinyalakan pelita atau lentera. Sebagian mereka meyakini bahwa plasenta itu adalah kakak dari bayi atau dianggap sebagai saudara kembar, dan sebagian yang lain lagi menganggap bahwa itu yang akan menemaninya dikuburan nanti, bila tidak diurus dengan baik maka dia akan menyiksa bayi tersebut kalau sudah mati, dan berbagai macam anggapan batil lainnya.
Dengan melihat hal tersebut maka perlu kita ketahui tentang masalah plasenta ini, terkadang ada yang bertanya bagaimana cara mengubur ari-ari bayi atau ari-ari anak yang baru lahir sesuai sunnah?, maka jawabannya bahwa Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rohimahulloh telah berkata tentang plasenta ini:
الظّاهِرُ أَنّهَا مِن جِنسِ الَأظَافِر وَالشّعرِ وَاللّهُ أَعلَمُ
“Yang nampak bahwasanya plasenta ini termasuk sejenis dengan kuku-kuku atau rambut, Wallohu A’lam.
Ya’ni tidak mengapa untuk dibuang begitu saja, sebagaimana potongan-potongan kuku dan rambut dibuang begitu saja, Wallohu A’lam.
Namun yang terbaik dia ditanam di dalam tanah sehingga tidak dimakan oleh binatang atau hewan atau supaya tidak disantap oleh para tukang sihir dan jin dari kalangan syaithon.
Dan perlu kita ketahui bahwa para ibu dari para pendahulu kita yang sholih, tidak disebutkan di dalam riwayat-riwayat bahwa mereka memuliakan plasenta dan tidak pula menyimpannya seperti menyimpan benda pusaka, pada kisah Ummu Isa Maryam Ash-Shiddiqoh Rodhiyallohu ‘Anha, ia ketika melahirkan putranya dan datang ke rumahnya hanya membawa bayinya dan tidak disebutkan ikut pula membawa plasenta bayinya, Alloh Ta’ala berkata:
(فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ ۖ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا * يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا * فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ)
“Lalu datang Maryam dengan bayinya (yang baru dilahirkannya) dengan menggendongnya, kaumnya bertanya: Wahai Maryam sungguh benar-benar kamu telah melakukan perbuatan yang sangat mungkar, wahai saudari Harun tidaklah bapakmu sebagai pria yang jahat dan tidak pula ibumu sebagai pelacur, maka Maryam mengisyaratkan kepada bayinya”.
Ya’ni bertanyalah kalian kepada bayiku ini, kaumnya pun menjawab:
(كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا)
“Bagaimana kami akan berbicara dengan bayi yang masih di dalam ayunan?!”.
Pada kisah ini tidak dijelaskan bahwa Ummu ‘Isa memuliakan plasenta bayinya, karena keberadaan plasenta itu hanyalah semisal anggota dari tubuh seseorang yang lepas, kalau seseorang anggota tubuhnya lepas dan orang tersebut masih hidup maka tentu anggota tubuhnya yang lepas itu langsung dia timbun ke dalam bumi, tidak dituntut baginya untuk mengurusinya seperti mengurusi jenazah orang yang meninggal dunia, Wallohu A’lam.
Ketika bayi telah dilahirkan dengan selamat maka hendaknya bagi para bapak berupaya untuk menjadikannya sebagai anak yang sholih, yang nantinya akan giat beribadah kepada Alloh dan rajin berbakti kepada ibu bapaknya.
Lihatlah apa yang diucapkan oleh bayi yang dilahirkan oleh Maryam Ash-Shiddiqoh:
Pertama: Beliau menetapkan aqidah tauhid, bahwa beliau adalah hamba Alloh dan nabi-Nya:
(قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا)
“Dia berkata: Sesungguhnya aku adalah hamba Alloh, Dia telah memberikan kepadaku Al-Kitab dan telah menjadikanku sebagai nabi”.
Kedua: Beliau menetapkan konsekwensi dari tauhid adalah beramal sholih:
(وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا)
“Dan Alloh telah menjadikanku berberkah dimana pun aku berada, dan mewajibkan bagiku untuk menegakan sholat, mengeluarkan zakat selama aku masih hidup”.
Ketiga: Beliau menetapkan tentang kewajiban bagi anak untuk berbakti kepada ibu dalam perkara kebaikan:
(وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا)
“Dan Alloh menjadikanku berbakti kepada ibuku dan Alloh tidak menjadikanku sebagai orang yang sombong lagi celaka”.
Semoga Alloh Ta’ala menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang mengikuti jejak para pendahulu kita, baik dari kalangan para Nabi, Shiddiqin dan Syuhada’ serta Sholihin.
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
سُبحَانَكَ اللّهُمّ وَبِحَمدِكَ، أَشَهدُ أَن لاَ إِلَهَ إِلّا أَنتَ، أَستَغفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيك

Tidak ada komentar:

Posting Komentar