Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Mati Syahid Atau Hidup Mulia Di Atas Tauhid

MATI SYAHID ATAU HIDUP MULIA DI ATAS TAUHID
Bismillaahirrohmaanirrohiim. Wabihi Nasta'in. Alloohu Akbar Walillahil Hamd.
Ammaa Ba'd:
Ditengah-tengah rasa lemah dan lelah ketika kami bersama kawan-kawan memperbaiki dan memperkokoh benteng Indofi'i berdasarkan ide Abu Yahya Al-Makassariy Hafizhohullah sekaligus beliau ikut membantu bekerja, terdengarlah kepada kami ceramah dari masjid Assunnah dengan suara yang besar dan lantang, mengobarkan semangat jihad, tidak seorangpun yang masih memiliki hati mendengarnya melainkan akan terdorong dan bangkit untuk berjihad. Kawan-kawan yang bersama kami di benteng Indofi'i bertanya-tanya: "Suara Syaikh siapa itu? kujawab: "Itu adalah suara Asy-Syaikh 'Abdu Robbih Abu Usamah Hafizhohulloh". Masya Alloh beliau sudah berumur 40 tahun lebih
tapi memiliki semangat seakan-akan anak muda, beliau dua hari yang lalu berjumpa denganku di perbatasan Alu Manna', beliau berkata kepadaku:"Aku dari tragedi Muharrom (1433) dulu hingga perang ini sudah ingin mati syahid, namun syahid tak kunjung datang, semoga aku menjadi orangyang mati syahid". Demikianlah orang yang berperangai baik selalu  menginginkan mati syahid, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam danpara shohabatnya paling pemberani di dalam pertempuran, tidaklah membuat mereka berbuat seperti itu melainkan mereka berangan-angan untuk meraih kemulian "mati syahid atau hidup mulia di atas tauhid". Dengan melihat mulianya mati syahid maka Umar Ibnul Khoththob ketika sudah diangkat sebagai kholifah tetap berkeinginan untuk memimpin langsung kaum muslimin dalam memperluas da'wah melalui jihad fii Sabiilillah,  dan beliau selalu berdoa: "Ya Alloh rezqikanlah aku mati syahid di jalan-Mu", dalam doa beliau yang lain dengan lafazh: "Ya Alloh rezqikanlah aku mati syahid di negri Nabi-Mu", ya'ni mati syahid di Madinah. Maka tidak ada pilihan yang terbaik bagi seorang mu'min melainkan "mati syahid atau hidup mulia di atas tauhid", Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata: "Barang siapa meminta (kepada Alloh) dengan penuh keikhlasan untuk mati syahid maka dia berkedudukan seperti orang yang mati syahid walaupun dia mati di atas kasur (tempat perbaringan)nya".
Ditulis oleh Abu Ahmad Muhammad Al-Khidr di ruang peristrahatan benteng Indofi'i Alu Manna' Dammaj.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar