Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Hukum Ta’ziah Kepada Saudara Dari Ahlu Bid’ah

Hukum Ta'ziyyah Kepada Saudara Ahlul Bid'ahTanya: Pertanyaan dari ummi ana sebagai berikut: Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarokaatuh… Ana mau bertanya, Apakah wajib bagi seorang muslim berta’ziah jika salah satu saudaranya ada yang meninggal dunia, walaupun saudaranya tersebut adalah ahlul bid’ah? Jazaakumullohukhoiron.
Jawab: Wa’alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokatuh.
Tidak wajib, karena ta’ziah hukumnya adalah dianjurkan saja di dalam syari’at kita, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ketika diberitahukan bahwa keluarga Ja’far bin Abi Tholib sedang menangisi kematian Ja’far Rodhiyallohu ‘anhu pada hari yang ketiga setelah kematiannya, maka beliau bergegas mendatangi mereka dengan berkata:

لا تبكوا على أخي بعد اليوم
“Janganlah kalian menangisi atas saudaraku setelah hari ini”.
Pada hadits ini kita bisa mengambil faedah bahwa ta’ziah tidaklah wajib, karena Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi mereka dengan sebab disampaikan kepada beliau bahwa mereka menangisi Ja’far bin Abi Tholib Rodhiyallohu ‘anhu.
Dan Rosululloh ‘Alaihishsholatu Wassallam menta’ziah mereka pada hari yang ketiga, kalaulah seandainya menta’ziah adalah wajib maka tentu beliau akan menta’ziah pada hari pertama karena yang namanya wajib pelaksanaannya adalah disegerakan.
Dengan hal tersebut maka tidak mengapa untuk tidak berta’ziah, lebih-lebih kalau yang meninggal adalah ahlul bid’ah, berbeda dengan pengurusan jenazahnya, mensholatkannya hingga menguburkannya, karena ini hukumnya adalah fardhu kifayah, bila tidak ada dari saudara lainnya melainkan kamu maka wajib ‘ain bagimu untuk mengurusinya, ketika Abu Tholib meninggal dunia dalam keadaan musyrik maka Ali bin Abi Tholib berkata kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam:
إن عمك الشيخ الضال قد مات
“Sesungguhnya pamanmu syaikh yang sesat telah mati”.
Dalam mengurusinya dibedakan dengan pengurusan jenazah kaum muslimin, karena Abu Tholib meninggal dalam keadaan kafir, tidak didoakan dan tidak pula dimintakan ampun kepada Alloh untuknya.
Adapun saudaramu yang termasuk dari ahlul bid’ah tersebut di lihat keadaan keluarganya yang ditinggalkannya, kalau mereka masih muslim maka diberikan haknya sebagai muslim dan kekeluargaan, bila kamu ingin berta’ziah kepada mereka yang dia tinggalkan tersebut maka lakukanlah, sebatas yang diperlukan. Wallohu A’lam.
Abu Ahmad Al-Limboriy Ghofarahulloh Warodhiya ‘anhu (27/2/1436).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar