Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

WALIMAHLAH WALAUPUN TIDAK MEWAH


limbor





WALIMAHLAH
WALAUPUN TIDAK MEWAH



Penulis:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy


www.assaabiquunalawwaluun.blogspot.com 



Maktabah Abil Abbas Rohimahulloh
LIMBORO
1434




Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Apakah orang yang walimah itu harus memotong kambing? Ataukah boleh acara walimahnya dengan menyajikan kepada para undangan buah-buahan yang bermacam-macam semisal pisang, pepayah atau sejenis itu, karena kalau kita mengikuti kebiasaan orang kota itu harus pakai nasi dan daging serta kue-kue, sedangkan kita di Limboro miliki selain itu, apakah tidak mengapa kita adakan acara walimah seperti itu walaupun tidak mewah?

Jawaban:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Orang yang mengadakan walimah disesuaikan dengan kemampuannya, Alloh (تعالى) berkata:
{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ} [التغابن: 16]
"Maka bertaqwalah kalian kepada Alloh semampu kalian". (At-Taghobun: 16).
Bila kemampuannya hanya dengan buah-buahan maka tidak mengapa, bila dia kemampuannya hanya sangkola (soami) dan colo-colo dengan ikan bakar maka tidak mengapa (bahkan itu sudah teranggap istimewa).
Dan hendaknya bagi para keluarga yang mau mengadakan walimah atau saudara-saudaranya Ahlussunnah membantunya, sebagai bentuk pencontohan kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya, Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik tentang pernikahan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dengan Shofiyyah bin Huyaiy menjelang acara walimahnya beliau berkata:
«مَنْ كَانَ عِنْدَهُ شَيْءٌ فَلْيَجِئْ بِهِ»
"Barang siapa ada padanya sesuatu maka hendaknya dia datangkan".
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) meminta seperti ini bukan berarti sebagai dalil tentang bolehnya meminta-minta, kita sebagai umat Islam tidak dibolehkan untuk meminta-minta, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ».
“Barang siapa meminta-minta bukan karena faqir maka seakan-akan dia memakan bara api”. Hadits ini adalah hasan diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Hubsyi bin Junadah.
Para Rosul boleh untuk meminta para shohabat mereka, karena kedudukan mereka di sisi para shohabat mereka seperti kedudukan bapak terhadap anak-anaknya, apa yang dimiliki oleh anak-anak maka itu adalah miliknya bapak, Al-Imam Ibnu Majah meriwayatkan dari hadits Jabir bin Abdillah bahwasanya ada seseorang berkata: "Wahai Rosululloh sesungguhnya saya memiliki harta dan seorang anak, dan sesungguhnya bapakku ingin mengambil hartaku, maka Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ»
"Kamu dan hartamu milik bapakmu!".
Dan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) meminta para shohabatnya untuk mendatangkan atas apa yang mereka miliki supaya diselenggarakannya acara walimah itu bertujuan pula sebagai bentuk pemberian contoh untuk umatnya, jika mereka melihat ada saudaranya mau mengadakan walimah maka hendaknya mereka membantunya.
Maka kami nasehatkan kepada saudara-saudari kami Ahlussunnah secara umum dan yang terkhusus mereka yang berada di Limboro untuk mencontoh perbuatan para shohabat yang mulia tersebut, bila ada yang menikah dari saudara kita maka bantulah!, Alhamdulillah di Limboro telah Alloh (تعالى) rezkikan dengan beraneka macam buah-buahan; ada pisang, duren, mangga, langsat, pepayah, pateka (semangka), nenas, buah malaka (giawas), coklat, ndanga (nangka), sukun, rambutan, lemon (jeruk), kelapa muda (degan), nam-nam, jagung muda, tebu, dan yang selain itu, maka datangkanlah dari yang kalian miliki, jika masing-masing membawa apa yang dia miliki tentu itu sangat banyak yang melebihi keistimewaan yang ada di kota-kota. Apalagi kalau ada yang membawa sesuatu yang diperoleh dari air laut dan air sungai semisal cumi-cumi, ikan-ikan dan udang-udang maka tentu lebih istimewa, begitu pula sayur-sayuran yang begitu banyaknya, sungguh benar-benar kenikmatan:
{وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ} [النحل: 53]
"Dan apa saja yang ada pada kalian dari suatu nikmat maka itu (datangnya) dari Alloh". (An-Naml: 53).

Pertanyaan:

Bagaimana hukum mengadakan pesta pernikahan (walimah) seorang salafy, apakah harus hanya mengundang salafy saja? seperti tetangga, teman abi dan umi atau orang tua yang tidak salafy, karena saya lihat seorang salafy menikah, hanya mengundang yang salafy saja, karena halnya seperti seorang ikhwah yang pulang dari Dammaj dia menikah hanya mengundang salafy saja (saat itu salafy hanya 4 orang), dan tidak mengundang tetangga sebelah seperti nenek-kakek bibi dan lain lainnya dan mengakibatkan warga ribut (demo), dan ada yang mengira akhwat tersebut menikah diam-diam dan berzina, pacaran dan lain lainnya.
Bagaimana Hukum mengundang yang bukan salafy (orang awam)? Karena banyak yang berpendapat, tidak boleh mengundang kucuali yang salafy saja.
Jazakumullohu Khairon.

Jawaban:
Agama Islam adalah agama yang penuh dengan rohmat, dan dia adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur bagaimana bermuamalah dengan keluarga, antara sesama, tetangga, masyarakat dan umat manusia.
Islam telah memberikan bimbingan kepada pemeluknya untuk memuliakan orang-orang yang pantas dimuliakan, diantara mereka adalah para tamu, tetangga dan kerabat serta kawan-kawan.
Seseorang bila mengadakan acara walimah (pernikahan) maka termasuk adab dan etika yang islamiy adalah mengundang mereka, jika tidak memiliki kemampuan karena kekurangan biaya misalnya, maka dilihat yang terdekat dari mereka siapa?, keluarga mereka serohim itu lebih dikedepankan, apalagi kalau mereka sekaligus bertetangga maka lebih diutamakan dan dikedepankan. Kemudian setelah mereka, tidak perlu jauh-jauh yang ada di samping rumah (para tetangga) itu yang lebih berhak pula, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata kepada Abu Dzarr:
«إِذَا طَبَخْتَ قَدْرًا، فَأَكْثِرْ مَرَقَهَا، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانَكَ، فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ»
"Jika kamu memasak sekadar (sedikit) maka perbanyaklah kuahnya, kemudian lihatlah kepada penghuni rumah dari para tetanggamu, lalu kamu berikan kepada mereka dengan cara yang baik". Diriwayatkan oleh Muslim.
Kita diperintah untuk berbuat baik kepada para tetangga karena kedudukan mereka seakan-akan saudara kita serohim atau sekerabat, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ»
"Senantiasa Jibril mewasiatkanku tentang tetangga, sampai aku menyangka bahwasanya dia akan mewariskannya".
Bila mampu untuk menambah jumlah para undangan maka setelah mereka yang berjauhan rumah dengan kita, semisal kawan-kawan atau saudara-saudara Ahlissunnah.
Dan hendaknya bagi mereka (para Ahlussunnah) saling berta'awun, bila ada dari saudara mereka menikah dan ingin mengadakan walimah maka hendaknya mereka membantunya semampu mereka, hal ini sebagai bentuk pencontohan kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) sebagaimana telah kami sebutkan dalam jawaban atas pertanyaan sebelum ini, sehingga dengan itu yang diundang pun merata, para tetangga, keluarga, kawan-kawan dan saudara-saudara Ahlissunnah merasakan bersama.
Adapun anggapan sebagian orang bahwa yang diundang hanya khusus saudaranya yang Ahlussunnah maka ini adalah anggapan yang salah, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الوَلِيمَةِ، يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الفُقَرَاءُ»
"Sejelek-jeleknya makanan adalah makanan walimah, yang diundang kepadanya adalah orang-orang kaya, dan meninggalkan orang-orang miskin". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Huroiroh.
Pada hadits ini berlafadz umum "al-fuqoro'", masuk di dalamnya orang badui maupun Ahlussunnah.
Dan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) ketika mengadakan walimah yang diundang sangat banyak, sampai ada dari para undangan ketika sudah selesai makan-makan mereka tidak pergi dari rumah Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) namun mereka terus berbincang-bincang sampai Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) keluar masuk supaya mereka memahami maksudnya namun mereka tidak juga memahami, Anas bin Malik berkata:
"فَانْطَلَقْتُ فَجِئْتُ فَأَخْبَرْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ قَدِ انْطَلَقُوا، فَجَاءَ حَتَّى دَخَلَ فَذَهَبْتُ أَدْخُلُ، فَأَلْقَى الحِجَابَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ} الآيَةَ".
"Aku pergi, lalu aku mendatangi Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bahwasanya mereka (para undangan walimah) telah pergi, lalu beliau datang sampai masuk (di dalam rumahnya), aku datang untuk masuk (bersamanya), lalu beliau memasang hijab antaraku dan antaranya, maka Alloh turunkan (wahyu): "Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian masuk ke dalam rumah-rumah Nabi". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Anas bin Malik.
Dengan hadits tersebut menunjukan bahwa Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak mengkhususkan dalam mengundang dan kita ketahui bahwa di zaman Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) yang hidup di lingkungannya (di Madinah) tidak hanya para shohabatnya namun ada orang-orang jahat (orang-orang munafiq dan yang semisal mereka), ini diperjelas dengan perkataan Umar kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
«يَا رَسُولَ اللَّهِ يَدْخُلُ عَلَيْكَ البَرُّ وَالفَاجِرُ، فَلَوْ أَمَرْتَ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ بِالحِجَابِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ الحِجَابِ»
"Wahai Rosululloh, yang masuk padamu ada yang baik dan ada yang jahat, kalau kamu perintahkan Ummahat Al-Mu'minin (sitri-istrimu) untuk berhijab!".
Demikian jawaban ini semoga bermanfaat.
وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar