Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Membedah kerancuan melalui bimbingan al-quran



MEDAN
MEMBEDAH KERANCUAN
MELALUI BIMBINGAN AL-QUR’AN


Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
-semoga Allah menguatkan dan mengokohkannya-


www.assaabiquunalawwaluun.blogspot.com
Maktabah Abil 'Abbas Rohimahulloh
1434


KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} [آل عمران: 102] .
{يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} [النساء: 1] .
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا} [الأحزاب: 70، 71].
أما بعد: {إِنَّ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم-، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَ{إِنَّ مَا تُوعَدُونَ لَآَتٍ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ}  [الأنعام: 134].
            Mengingat banyaknya al-mardho' (orang-orang yang berpenyakit) baik yang sudah sukses menjadi hizbiy atau yang masih mencoba-coba melakukan pendekatan dengan hizbiyyin, yang mereka semuanya telah banyak mengeluhkan penyakit yang sedang mereka derita maka kami mencoba melakukan peninjauan dan penelitian terhadap apa yang mereka keluhkan?. Apa yang menyebabkan mereka terjangkiti penyakit yang mereka keluhkan?. Dan bagaimana solusi dan upaya pembebasan dari penyakit?. Serta bagaimana cara menanggulangi tersebarnya penyakit tersebut?.
            Salah satu upaya untuk mengantisipasi tertularnya wabah tersebut kepada lapisan masyarakat maka perlunya diadakan penyuluhan kesehatan dengan petunjuk dan bimbingan Al-Qur’an, yang mana Alloh (تعالى) telah berkata di dalam Al-Qur’an pada surat Al-Isra’ ayat 82:
{وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا}. الآية.
“Dan Kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rohmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim kecuali kerugian”.
            Dengan melihat betapa pentingnya Al-Qur’an dan peranannya dalam kehidupan sangat dibutuhkan maka pada pembahasan ini kami menjadikan Al-Qur’an sebagai salah satu patokan dan sumber dari sumber dalam berhukum, karena Al-Qur’an adalah suatu hukum yang tidak ada kebimbangan dan keraguan padanya, Alloh (تعالى) berkata dalam surat Al-Baqoroh ayat 2:
{ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ}. الآية.
“Kitab (Al-Qur’an) itu tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa”.
            Dan hukum yang terkandung di dalamnya sangatlah tepat, siapa yang berhukum dengannya serta mengambil keputusan dengannya maka dia akan berjalan di atas keadilan, Alloh (تعالى) berkata dalam surat At-Tiin ayat 8:
{أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ}. الآية.
 “Bukankah Alloh adalah hakim yang seadil-adilnya?”.
            Semoga apa yang kami paparkan dalam tulisan ini dapat memberi manfaat khususnya bagi kami dan masyarakat pada umumnya. 
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم, والحمد لله رب العالمين.
            Ditulis oleh hamba yang faqir atas ampunan Robbnya Abu Ahmad Salim Al-Limboriy –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- pada Sabtu Dhuha di Masjid As-Sunnah Darul Hadits Dammaj-Yaman, 14 Muharrom 1432 Hijriyyah.


UCAPAN TERIMA KASIH

          Berkata Abul ‘Abbas dalam muqaddimah “An-Ni’matus Saniyyah”: “Tanbih: Berkata Al-Imam Abu Dawud (no. 4813): Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrohim, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi’ bin Muslim dari Muhammad bin Ziyad dari Abu Huroiroh dari Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
«لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ».
“Tidak bersyukur kepada Allah siapa yang tidak bersyukur kepada manusia”. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidziy (no. 2081) dan beliau berkata: “Ini adalah hadits hasan shohih”.
            Maka aku bersyukur kepada syaikh kami An-Nashihul Amin Abu Abdirrohman Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy –semoga Alloh menjaganya- yang beliau telah mengajari dan membimbing kami.
            Kemudian kami bersyukur kepada siapa saja yang telah membantu kami, menyertai kami dalam membela al-haq dan yang mencintai kami karena Alloh dimanapun mereka berada –semoga Alloh menjaga kami dan mereka semuanya-.


MOTTO
           
Perjuangan belum berakhir! Raihlah kemulian dengan:
«احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ».
“Bersemangatlah terhadap apa-apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan kepada Alloh dan jangan melemah. Dan bila engkau ditimpa sesuatu musibah (kegagalan) maka janganlah kamu mengatakan seandainya aku melakukan demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah: “Alloh menakdirkan apa yang dia kehendaki untuk Dia lakukan”.
            Bila ada kesulitan maka ketahuilah:
{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا}.
“Maka sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan”.
            Apabila menyangkut perkara amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran) maka:
«لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُولَ فِى حَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ أَوْ سَمِعَهُ».
"Janganlah salah seorang dari kalian tercegah karena (perasaan) segan kepada manusia untuk mengatakan kebenaran bila dia melihatnya, menyaksikannya atau mendengarnya ".
Apabila menyangkut masalah kefaqiran atau kemiskinan maka:
«انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ».
“Lihatlah kalian kepada yang lebih rendah dari kalian dan jangan kalian melihat orang yang di atas kalian karena dengan itu pantas untuk kalian tidak kecewa terhadap nikmat Alloh”.
            Apabila menyangkut masalah kefaqihan dan keilmuan maka:
«فَخِيَارُكُمْ فِى الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِى الإِسْلاَمِ إِذَا فَقِهُوا».
“Sebaik-sebaik kalian di zaman jahiliyyah adalah sebaik-baik kalian di zaman Islam jika kalian mempelajari (ilmu agama)”.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seiring dengan perubahan zaman didapati pula kebanyakan manusia berbeda segi pandang terhadap suatu permasalahan yang dihadapi dalam urusan dunia mereka, dan perkara seperti ini wajar karena kaitannya hanya permasalahan dunia, namun sangat disayangkan kemudian muncul segolongan dari umat manusia ingin mengandalkan dan berupaya mengunggulkan pemikirannya di atas dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, walaupun sudah sangat jelas tentang hukum suatu permasalahan karena tidak merasa puas dengan hukum itu, mereka pun akhirnya mencari dan mengadakan hukum tandingan baik itu dengan fatwa ulama mereka yang sesat atau dari akal-akal pikiran mereka, sekadar contoh dengan munculnya segerombolan hizbiyyin yang dengan seenak hawa nafsunya mereka mengeluarkan keputusan dan pendapat yang sangat bertentangan dengan nushuus (dalil-dalil) dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantara mereka adalah Saifulloh asal Kuningan yang sekarang dia mukim di Ambon, dia berkata: “Boleh menerima khabar orang majhul dengan dalil hadits Abu Huroiroh ketika menangkap setan”.
Dan masih banyak pemikiran sesatnya yang lain namun cukup kami bawakan hanya yang berkaitan dengan hadits tersebut, kemudian kami jelaskan hadits tersebut. Apabila pada faedah hadits tersebut memiliki keterkaitan dengan pemikirannya yang lain maka kami sebutkan, begitu pula pemikiran-pemikiran kawan-kawannya kami ikutkan dalam kajian kali ini.
Dan salah satu sebab yang memacu kami untuk mengangkat dan menulis permasalahan ini adalah adanya saran dan masukan dari saudara-saudara kami di jazirah Maluku dan mereka meminta kami untuk membantu mendiagnosa penyakit-penyakit para pasien hizbiyyin yang diantara pasien itu adalah Saifulloh, Abu Bakr Ahmad Al-Jakartiy, Ismail dan Abdussalam serta kawan-kawan mereka yang berpemikiran sama yang mereka bernaung di bawah jam'iyyah Abi Bakr Ash-Shiddiq Ambon.
Ketika mereka mengeluhkan dan mendemokan kerancuan-kerancuan pemikiran mereka di majelis-majelis ta'lim maka saudara kami yang mulia Abu Sa’id Al-Maidaniy –semoga Alloh menjaganya- mengirimkan kerancuan-kerancuan pemikiran tersebut ke e-mail kawan kami Abu Zaid Syahir Al-Malaziy –semoga Alloh menjaganya-.
Ketika diberitahukan kepada kami tentang permasalahan itu maka kami bertanya siapa yang mengirimkan? Kawan kami menjawab: Abu Sa’id Al-Maidaniy. Kami bertanya pula tentang permasalahan apa? Kawan kami menjawab: Tentang syubhat (kerancuan). Ketika kami sudah tahu tentang permasalahan tersebut kami pun merencanakan pada tulisan kali ini Insyalloh dengan judul “MEDAN” karena yang menyampaikan kepada kami adalah saudara kami yang berasal dari Medan, lagi pula permasalahannya adalah permasalahan perang pemikiran dengan para pembuat kerancuan-kerancuan dari kalangan hizbiyyin dan yang semisal mereka, dan tentunya setiap peperangan atau pertempuran tentu membutuhkan adanya “medan” atau disebut dengan “kancah” atau “lapangan”.
Ketika kami melihat isi permasalahannya berkaitan dengan masalah syubhat (kerancuan) maka tentunya membutuhkan adanya pelurusan, bantahan dan uraian secara mendeteil yang dalam istilah kedokteran “pembedahan”, dengan melihat permasalahannya seperti itu kami mulai menentukan judul tambahannya “MEMBEDAH KERANCUAN” sebagai kepanjangan dari kata “MEDAN”.
Karena salah satu patokan atau landasan kami dalam mendudukan permasalahan adalah dengan Al-Qur’an maka kami beri tambahan judul dengan “MELALUI BIMBINGAN AL-QUR’AN”, jadi judul tulisan kami ini adalah “MEDAN, MEMBEDAH KERANCUAN MELALUI BIMBINGAN AL-QUR’AN”.

1.2  Maksud dan Tujuan
Tidaklah kami menulis permasalahan ini melainkan dengan maksud untuk membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan, bila dia dari orang yang sakit maka kami berupaya memberikan kepadanya solusi, baik itu dengan memberikan obat-obatan atau kalau sakitnya itu sangat parah yang berkaitan dengan organ tubuh atau berkaitan dengan penyakit dalam yang mereka ingin operasi maka kami akan melakukan operasi dengan melakukan pembedahan atau dengan tindakan-tindakan yang perlu untuk dilakukan, karena sudah merupakan tugas bagi setiap muslim bila ada yang membutuhkan bantuan kepadanya dan dia memiliki kemampuan maka hendaklah dia membantunya, begitu pula bila umat dilanda kebodohan dan kemungkaran yang merajalela di mana-mana maka kewajiban bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan ilmu untuk keluar berda'wah dan menegakan amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana perkataan Alloh (تعالى) di dalam surat Ali Imron ayat 110:
{كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ}. الآية.
 “Kalian adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan kalian beriman kepada Alloh”.
            Dan dalam merealisasikan apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam "Shohih”nya dari hadits Abu Sa'id Al-Khudriysemoga Alloh meridhoinya-, bahwa Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُغَيَّرَهُ بِيَدِهِ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَان».
"Barang siapa melihat suatu kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya, jika tidak sanggup merubah dengan tangannya maka dengan lisannya, bila tidak sanggup maka dengan hatinya, dan demikian itu selemah-lemahnya iman".
Berkata Abul ‘Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- ketika memberikan pengantar kepada tulisan Abu Ayub Muhammad Al-Malaziy yang berjudul “Nasehat yang Lurus Agar Mengikuti Jalan yang Lurus”: “Allah (تعالى) berkata dalam surat An-Nisa ayat 114:
{لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا}.الآية.
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali (bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, berbuat kebaikan dan mendamaikan di antara manusia. Dan siapasaja yang berbuat demikian dengan maksud mencari keridhoan Alloh, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala yang amat besar”.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhariy dari hadits Jabir bin Abdillah –semoga Alloh meridhoi keduanya- dan Al-Imam Muslim dari hadits Hudzaifah Ibnul Yaman –semoga Alloh meridhoinya-, Rosulullah (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ».
“Setiap kebaikan adalah sedekah”.   
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari hadits Abu Dzarr –semoga Alloh meridhoinya- dari Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bahwasanya beliau (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ».
“Dan memerintah kepada kebaikan adalah sedekah dan melarang dari kemungkaran adalah sedekah”.  
Dari dalil-dalil tersebut kita ketahui bahwa amar ma’ruf nahi munkar (memerintah kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran) adalah suatu perkara yang sangat dituntut dalam syari’at Islam, dan kami telah mendengar syaikh kami yang mulia An-Nashih Al-Amin Yahya bin Ali Al-Hajuri –semoga Alloh menjaganya- ketika ditanya apakah mengingkari kemungkaran itu dikhususnya hanya orang-orang besar dan orang-orang yang memiliki keilmuan? Maka beliau –semoga Alloh menjaganya- berkata: “Mengingkari kemungkaran tidak khusus orang-orang besar atau orang yang memiliki keilmuan saja, namun siapa saja yang mengetahui suatu kemungkaran maka wajib baginya untuk mengingkarinya sesuai dengan kesanggupannya sebagaimana ditunjukan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudriy –semoga Alloh meridhoinya- bahwa Raosulullah (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِك أَضْعَفُ الْإِيمَانِ».
“Barangsiapa dari kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya jika dia tidak sanggup maka dengan lisannya, jika dia tidak sanggup (pula) maka dengan hatinya, dan yang demikian itu selemah-lemahnya iman”.
            Maka sudah selayaknya bagi setiap individu untuk meninggalkan segala macam kemungkaran yang selama ini dia kerjakan, Alloh (تعالى) berkata dalam surat At-Taubah ayat 71:
{وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ}. الآية.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain; mereka menyuruh berbuat kebaikan, dan melarang dari  berbuat kemungkaran”.
            Dan Alloh (تعالى) berkata dalam surat Ali Imran ayat 114:
{يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ}. الآية.
“Mereka beriman kepada Alloh dan hari akhirat, dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, dan melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji), dan mereka bersegera pula mengerjakan berbagai kebaikan, mereka (yang demikian sifatnya) adalah termasuk dari orang-orang yang shalih”.
Dan merupakan ciri Ahlussunnah adalah menerima nasihat dan menerima kebenaran serta bersegera kembali kepada kebenaran dengan tidak meremehkan orang yang menasihatinya, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari hadits Abu Dzarr –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata: Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata kepadaku:
«لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ».
Janganlah kamu meremehkan sesuatupun dari kebaikan walau kamu berjumpa dengan saudaramu dengan wajah yang ceria”.
Bila perkara tersebut dilakukan oleh setiap individu maka terlihatlah dengan sangat jelas perbedaan antaranya dengan orang-orang munafiq, Alloh (تعالى) berkata dalam surat At-Taubah ayat 67 sampai 68:
{الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ. وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ}. الآية.
Orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah sama dengan sebagian yang lain; mereka masing-masing menyuruh keada perbuatan yang jahat, dan melarang dari perbuatan yang baik, dan mereka pula menggenggam tangannya (bakhil). Mereka telah melupakan (tidak menghindahkan perintah) Alloh dan Alloh juga melupakan (tidak menghiraukan) mereka. Sesungguhnya orang-orang munafiq itu, merekalah orang-orang yang fasiq. Alloh menjanjikan orang-orang munafiq lelaki dan perempuan serta orang-orang kafir dengan (neraka) Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu menjadi balasan mereka; dan Alloh mela'nat mereka, dan bagi mereka azab yang kekal”.
            Kami memohon kepada Alloh (تعالى) semoga tujuan kami dari penulisan ini adalah untuk mengantarkan umat dari kegelapan menuju keterangan yang terang benderang, Alloh (تعالى) berkata sebagaimana dalam surat Al-Baqoroh ayat 257:
{اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}.الآية.
"Alloh adalah pelindung bagi orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah syaithon, yang mengeluarkan mereka dari  cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya".
            Semoga tulisan ini termasuk dari salah satu sebab bagi orang-orang yang menginginkan kebenaran untuk mendapatkan kebenaran lalu mengikuti dan mengamalkannya, dan semoga tulisan ini menjadikan pula orang yang hidup di atas kebenaran semakin bertambah hidupnya dan menjadikan orang yang binasa dalam kebatilan semakin bertambah kebinasaannya, Alloh (تعالى) berkata dalam surat Al-Anfal ayat 42:
{لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ}. الآية.
“Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula)”

1.3  Saran dan Kritik
Sebagai bentuk dari pembenaran terhadap perkataan orang-orang cerdas yang mereka memiliki akal pikiran yang jernih dan memiliki wawasan yang luas bahwa tidak ada satu pun kitab yang selamat dari kesalahan kecuali Kitabulloh (Al-Qur'an), yang mana Alloh (تعالى) telah mengatakannya di dalam Al-Qur’an sebagaimana dalam surat An-Nisa’ ayat 82:
{أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا}.الآية
“Apakah mereka tidak merenungi Al-Qur’an, kalaulah Al-Qur’an itu bukan dari sisi Alloh tentulah mereka akan mendapati di dalamnya pertentangan yang banyak”.
            Berkata Abul Abbas dalam terjemahan “Mabadiul Mufidah” pada “Pengantar Cetakan Kedua”:
Apa yang kita kerjakan ini semoga Alloh beri pahala dan upah
Aku memohon ampun kepada Alloh karena sering berbuat salah
Aku minta maaf kepada pembaca kalau ada dan pernah buat salah
Maka kami sampaikan kepada para pembaca: Bila didapati kesalahan atau kekeliruan maka saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca kami harapkan.


BAB 2
PENJELASAN RINGKAS TERHADAP HADITS ABU HUROIROH

          Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat An-Nahl ayat 44:
{وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ}. الآية.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.
            Sebelum melakukan pembedahan terhadap penyakit yang dikeluhkan oleh pasien yang bernama Saifulloh ini, maka terlebih dahulu perlu diberikan resep atau dibacakan petunjuk penggunaan obat-obat yang akan membantu meringankan penyakitnya, berkata Al-Imam Al-Bukhoriy di dalam “Ash-Shohih” (no. 2311): Telah berkata kepada kami Utsman Ibnul Haitsam Abu ‘Amr, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami ‘Auf dari Muhammad bin Sirin dari Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata:
"وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ، فَأَتَانِى آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ، فَأَخَذْتُهُ، وَقُلْتُ وَاللَّهِ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ إِنِّى مُحْتَاجٌ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ، وَلِى حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ . قَالَ فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- «يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ». قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً فَرَحِمْتُهُ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ «أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ». فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّهُ سَيَعُودُ. فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. قَالَ دَعْنِى فَإِنِّى مُحْتَاجٌ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ لاَ أَعُودُ ، فَرَحِمْتُهُ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ «أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ». فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-، وَهَذَا آخِرُ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لاَ تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ. قَالَ دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا. قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ (اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ. فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ، يَنْفَعُنِى اللَّهُ بِهَا، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ «مَا هِىَ». قُلْتُ قَالَ لِى إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ (اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ، وَكَانُوا أَحْرَصَ شَىْءٍ عَلَى الْخَيْرِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- «أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ». قَالَ: لاَ. قَالَ: «ذَاكَ شَيْطَانٌ".
 “Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) mewakilkan (menugaskan)ku untuk menjaga zakat Romadhon, maka (tiba-tiba) datang kepadaku seseorang, lalu mencuri sebagian dari makanan (zakat) maka aku menangkapnya dan aku katakan kepadanya: “Sungguh aku akan angkat (seret) kamu ke Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), lalu dia berkata: “Sesungguhnya aku membutuhkan, atasku kefaqiran dan bagiku hajat yang sangat” Lalu (Abu Huroiroh) melepaskan darinya. Maka ketika sudah pagi hari Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Wahai Abu Huroiroh apa yang dilakukan tawananmu tadi (malam)?” Berkata (Abu Huroiroh): “Wahai Rosululloh, dia mengeluh (karena) memiliki hajat yang sangat dan dia faqir maka aku kasihan, lalu aku melepaskannya. Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Adapun sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu, dia akan kembali (mencuri)”. Ketika aku tahu bahwa dia akan kembali (mencuri) sebagaimana yang dikatakan oleh Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ): “Sesungguhnya dia akan kembali”, maka aku pun mengintainya. (Tiba-tiba) dia datang mencuri (lagi) dari makanan, maka aku menangkapnya dan mengatakan: “Sungguh aku akan seret kamu ke Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)” Diapun berkata: “Biarkan aku, karena sesungguhnya aku punya kebutuhan dan aku di atas kefaqiran, aku tidak akan mengulangi (mencuri)”, aku (Abu Huroiroh) kasihan kepadanya, lalu aku melepaskannya. Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Adapun dia sungguh telah berdusta kepadamu, dan dia akan kembali (mencuri)”. Akupun mengintainya yang kedua kalinya, tiba-tiba datang lagi untuk mencuri makanan maka aku menangkapnya dan aku mengatakan: “Sungguh aku akan seret kamu ke Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), dan ini yang ketiga kalinya dan  kamu telah bertekad bahwa tidak akan mengulanginya kemudian kamu mengulanginya! Diapun berkata: “Biarkanlah aku! Aku akan ajarkan kamu dengan kalimat-kalimat yang Alloh akan memberimu manfaat dengannya” Aku berkata: “Apa itu?” Dia berkata: “Jika kamu hendak berbaring ke kasurmu maka bacalah ayat Kursiy: “Dia adalah Alloh yang tidak ada sesembahan (yang berhaq disembah) kecuali Dia yang Al-Hayyu (Maha Hidup)lagi Al-Qayyum (Maha Terus Menerus)” sampai penutupan ayat. Maka sesungguhnya kami akan senantiasa di atas penjagaan dari Alloh, dan syaithon tidak akan mendekatimu sampai pagi”. Lalu aku melepaskannya. Katika sudah pagi hari Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata kepadaku: “Apa yang dilakukan oleh tawananmu tadi (malam)?”Aku mengatakan: “Wahai Rosululloh, sesungguhnya dia bertekad untuk mengajariku kalimat-kalimat yang Alloh akan memberiku manfaat dengan kalimat-kalimat tersebut lalu aku melepaskannya”. Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Apa kalimat-kalimat tersebut?” Aku berkata: “Dia berkata kepadaku: “Jika kamu hendak berbaring ke kasurmu maka bacalah ayat Kursiy dari awal sampai akhirnya: “Dia adalah Alloh yang tidak ada sesembahan (yang berhaq disembah) kecuali Dia yang Al-Hayyu (Maha Hidup) lagi Al-Qayyum (Maha Terus Menerus)” Dia berkata kepadaku: “Akan senantiasa atasku penjagaan dari Alloh dan syaithon tidak akan mendekatiku sampai pagi hari –dan mereka (para shohabat) adalah orang-orang yang paling bersemangat tentang sesuatu dari kebaikan- Maka Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Adapun dia sesungguhnya telah jujur kepadamu padahal dia itu adalah pendusta, tahukah kamu siapa yang mengajakmu bicara dari sejak 3 (tiga) malam (berturut-turut) itu wahai Abu Huroiroh?” Dia menjawab: “Tidak”. Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Dia adalah syaithon”.      
            Dari hadits tersebut dapat diambil beberapa faedah, diantaranya:


BAB 3
MENYERAHKAN URUSAN KEPADA ORANG YANG AMANAH, JUJUR DAN TERPERCAYA

Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Yusuf ayat 54 sampai 55:
{وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ. قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ}. الآية.
“Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang dekan kepadaku". Maka tatkala raja telah berbincang-bincang dengannya, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami. Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Berkata Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-: “Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) mewakilkan (menugaskan)ku untuk menjaga zakat Romadhon”.
Dari perkataan Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- tersebut dapat dipetik beberapa faedah, diantaranya:
              Pertama: Bolehnya mengangkat atau menjadikan seseorang sebagai penjaga, baik dia itu penjaga harta, penjaga orang-orang tertentu atau yang semisalnya sebagaimana dalam “Ash-Shahihah” pada “Bab Al-Aazan Ba’da Dzahabil Wakti” (no. 595) dari hadits Abu Qotadah –semoga Alloh meridhoinya-, beliau –semoga Alloh meridhoinya- berkata:
"سِرْنَا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ «أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنِ الصَّلاَةِ». قَالَ بِلاَلٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ. فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلاَلٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ، فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ، فَاسْتَيْقَظَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ «يَا بِلاَلُ أَيْنَ مَا قُلْتَ». قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَىَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ".
“Kami melakukan perjalanan bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu malam, maka berkatalah sebagian orang: “Kalau engkau membiarkan kami turun (dari kendaraan maka tentu akan memudahkan kami wahai Rasulullah!” Rasulullah berkata: “Aku khawatir kalian akan tidur dari shalat”. Berkata Bilal: “Aku akan bangunkan kalian”. Maka tidurlah mereka dan Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraannya, (ternyata) ngantuk mungalahkannya dia pun tertidur. Kemudian Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bangun dan sungguh matahari telah terbit. Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Wahai Bilal! Mana? apa yang kamu katakan itu?” Bilal menjawab: “Tidaklah ditimpakan atasku sedikitpun tidur semisal tidurku pada kali ini”.
Hadits tersebut sebagai bantahan terhadap para hizbiyyin yang ada di Darul Hadits Fuyus –semoga Alloh tidak memberkahi mereka-, yang mereka mengejek Asy-Syaikh An-Nashihul Amin Yahya bin Ali Al-Hajuriy –semoga Alloh menjaganya- karena dijaga oleh hurras (para penjaga/pengawal) dan mereka mengatakan bahwa syaikh mereka (Abdurrahman Al-Adniy) dijaga oleh Alloh adapun Asy-Syaikh Yahya dijaga oleh hurras.   
Kedua: Penyerahan zakat atau sedekah harus kepada orang-orang yang amanah, jujur dan terpercaya, yang mereka memang ditugaskan untuk menjaga harta tersebut, yang kemudian mereka serahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dan tidak dibenarkan bila zakat atau sedekah diserahkan ke jam’iyyah (yayasan), yang kemudian yayasan serahkan kepada para pegawai yayasannya atau yayasan kemudian bagi-bagikan zakat dan sedekah tersebut kepada ustadz-ustadz yayasan sebagai upah atau gaji karena mereka mengabdi kepada yayasan. 
Dengan melihat agenda dan program kerja yayasan seperti itu, maka tidak heran kalau kemudian ada dari kalangan hizbiyyin membela mati-matian yayasan, bagaimana tidak? mereka telah dihidupkan dengan sebab yayasan, mereka bisa makan dan minum serta berasik-asikan dengan keluarganya karena mendapatkan saluran dana dari yayasan, maka ketika telah merasakan nikmatnya mengalap berkah yayasan, maka merekapun membela yayasan seakan-akan membela syar’iat Alloh, sampai-sampai Abdussalam As-Safiih menegaskan bahwa yayasan mereka adalah yayasan salafiyah, pernyataannya ini sama dengan pernyataan senior mereka Hani Buro'i yang dia tampil membela yayasan mati-matian.
Berkata Abul ‘Abbas di dalam footnoteTerjemah Mukhtashar Al-Bayan” (hal. 199): Dan ini persis dengan bualan Asykari bin Jamal Al-Bugisy dan Muhammad Ihsan dan pentolan-pentolan mereka, dimana mereka mati-matian membela yayasan dengan alasan ini, yang Asykari menandai pembelaannya dengan menulis buku kecil yang penuh istihsanat dengan tanpa malu menunjukan kerakusannya terhadap yayasan yang dia namai “Mendulang Berkah dengan Mendirikan Yayasan Salafiyyah” lebih tepatnya diberi judul “Membuang Berkah dengan Sebab Berdirinya Yayasan yang Penuh Bid’ah”.
Berkata Abul ‘Abbas dalam “Akhlaq Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dalam Pengarahan dan Kritikan”: Asykari bin Jamal Al-Bugisiy dengan penuh percaya diri mengatakan: “Mendulang berkah dengan membikin yayasan salafiyyah”, (maka Abul ‘Abbas katakan): Terus apa yang didulang dari yayasan? Tidak lain adalah harta, sebagaimana dia (Asykari) sebutkan sendiri: “Supaya mendatangkan masyayikh ke Indonesia!” Kami katakan: Iya itu salah satunya! Diantaranya pula supaya bisa umroh atau keliling ke Saudi-Yaman atas (nama) dakwah, terus diri mana itu semua kalau bukan dari proposal (minta-minta) atas nama yayasan?”.
Akhir-akhir ini para hizbiyyin di kota Ambon ikut menyuarakan pembelaan mereka terhadap yayasan diantara mereka adalah Saifulloh, Abdussalam dan Ismail serta para ruwaibidhoh lainnya, maka Abul Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- berkata dalam “Bingkisan Berharga Buat Paman-paman dan para Tetangga”:
Dai-da’i hizbiyyah bangkit menebarkan kerancuan
Diantaranya Luqman Ba’abduh yang bikin keonaran
Di Ambon ada Abdussalam yang sudah kecanduan
Dia kecanduan karena menguras harta-harta yayasan
Da’i gadungan bernama Ismail Buton ikut bela yayasan
Di Dammaj dia berposisi sebagai thulaib gelandangan
Duduknya ketika ta'lim di sisi Abu Abayah Batman
Dia termasuk kawan Batman yang suka pengangguran
Dikalangan hizbiyyin dijadikan ustadz lalu ditenarkan
Dasar hizbiyyin yang bego yang tak punya akal pikiran
Dari mereka sering mengemis ke orang dermawan
Datang mengemis dengan bahasa yang menyedihkan
Realita telah membuktikan bahwa yayasan itu bisa memberi kesejahteraan kepada para pegawai atau para ustadznya, bisa membuat mereka bisa pergi umroh, bisa ziarah ke markiz-markiz di Timur Tengah, dan bisa meraih kehidupan yang serba mewah, maka tidak heran kalau kemudian Zaid Al-Buthoniy membuat pernyataan bahwa siapa saja yang tidak membolehkan yayasan maka dia akan mengusirnya dari dusun Hanunu! Cukup apa yang dikatakan oleh Abul Abbas dalam sebuah tulisannya “Hizbiyyah Berlagak Jahiliyyah” dalam menyikapi mereka:
Saat-saat ini mereka tampak dengan akal yang super tidak sehat
Siapa saja yang tidak sama mereka langsung diancam dan dicegat
Seseorang yang beda dengan mereka diusir secara licik dan jahat
Salafiy diusir dengan lembaran tanpa amplop yang sudah tercatat
Surat pengusiran sampai dengan cap dan lembaran yang cacat
Saudara si Bencong Abu Abayah adalah Abu Salwa yang jahat
Sebenarnya kuniyahnya Abu Salwa tidak cocok kecuali Abu Jagat
Seluruh jagat Hanunu kepingin dikuasai supaya puas berbuat jahat
Semoga kebinasaan atas orang yang terlibat dalam perbuatan jahat
            Faedah ketiga: Kesetiaan seseorang kepada sahabatnya adalah cermin tentang bagusnya akhlaknya, lihatlah kisah dalam hadits Abu Huroiroh –semoga Alloh menjaganya- tersebut, beliau tidak sedikitpun mengkhianati Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dalam memegang amanah. Begitu pula Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tampak dengan akhlaq yang sangat mulia, walaupun beliau adalah atasan namun beliau menyempatkan diri untuk menjenguk atau mengunjungi Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- dan beliau (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak sama sekali merendahkan Abu Huroiroh bahkan ditengah-tengah penjagaan tersebut beliau menyempatkan memberikan faedah hadits dengan menjelaskan siapa tawanan Abu Huroiroh –semoga Alloh menjaganya- yang mendatanginya berturut-turut selama tiga malam.
            Berikut ini kami kutipkan perkataan Abul Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- menyangkut persahabatan, dengan judul:
TAMAN
Tulisan Abul ‘Abbas Khidhir Menyangkut Persahabatan
Tak lupa pujian dan syukur kepada Robb Yang Maha Menciptakan
Tak lupa sholawat dan salam untuk Ar-Rosul yang memberi teladan
Tak lupa pula ucapan terima kasih kepada semua kawan-kawan
            Tulisan ini adalah nasehat untuk yang menjalin persahabatan
            Tema yang kuberikan adalah “TAMAN” sebagai tempat hiburan
            Taman-taman di dunia sangat banyak namun banyak kekurangan
Taman-taman di akhirat itulah yang terindah dan menyenangkan
Taman-tamannya ada pepohonan yang memiliki buah-buahan
Terlihat pada taman itu keindahan belum pernah diperlihatkan
Telaga Ar-Rosul bila diminum maka tidak akan pernah kehausan
Telaga itu hanya dikhususkan untuk orang-orang yang beriman
Tampaknya manusia bila diberi hiburan akan menyenangkan
Tulisan ini semoga cukup sebagai kabar gembira dan hiburan
Tapi perlu diketahui bahwa tidak semua hiburan diperbolehkan
Tentang hiburan mencocoki syari’at maka tentu diperbolehkan
Tentang hiburan menyelisihi syari’at maka tentu diharamkan
            Tahukah kamu sebab terputusnya jalinan persahabatan
            Telah dikabarkan oleh Ar-Rasul masalah yang disebutkan
            Tidak adanya kejujuran sebab musnahnya persahabatan
            Timbulnya prasangka jelek sebab utama adanya kebencian
            Tidak adanya kepercayaan menimbulkan pengkhianatan
            Tinggal dengan orang jelek pemicu adanya perpecahan
            Tidakkah kamu ingat Ja’far yang dulunya jadi pimpinan
            Tidak lain jatuhnya karena mengkhianati persahabatan
            Telah diberi kepercayaan namun dia mengikuti perasaan
            Timbul padanya angan-angan akibatnya berbuat tak karuan
Terimalah nasehat supaya kamu meraih keselamatan
Tepatilah janji supaya senantiasa di atas keridhoan
Tunaikanlah hak-hak dan jangan menebar kezholiman
Taatilah syariat dengan itu kamu selalu di atas penjagaan
Taubatlah dengan segera bila kamu berbuat kesalahan
Taatlah Alloh dan Rosul-Nya kamu akan meraih kemuliaan
Tebarkan salam antara sesama kamu akan dimuliakan
Tidak ada perangai terbaik daripada kelemahlembutan
Tameng terkokoh bagi setiap muslim adalah ketawakkalan
            Tentara syaithon terus membuat makar dan permusuhan
            Tapi muslim yang baik takkan pernah lalai dari ketaqwaan
            Terus bertaqwa kepada Robbnya dan meminta perlindungan
            Teriakan dan bisikan syaithon tidak pernah memudharatkan
            Tanda dan alamat kebahagiaan adalah menebarkan senyuman
            Teman yang baik adalah paling suka memberi senyuman
            Teman yang terakrab adalah paling banyak perhatian
            Teman yang tercinta adalah suka memberi wejangan
            Terkumpulnya semua sifat itulah teman yang didambakan
            Tabah dan sabar dalam berbuat kebaikan adalah keharusan
            Tidaklah Alloh menyia-nyiakan suatu amalan dari kebaikan
             Tapi justru Alloh balas dengan kebaikan berkesinambungan
Titipan pesan agar kamu selalu di atas ketaqwaan
Tinggalkanlah semua yang menimbulkan keragu-raguan
Tenangkanlah dirimu dengan dzikir bila muncul godaan
Tentara syaithon senantiasa menggoda sampai titik penghabisan
Tanamkanlah benih-benih keimanan agar memiliki kekokohan
Tamballah segala aib dan cacat supaya meraih kesempurnaan
Terangkanlah kepada teman baikmu bila ada permasalahan
Tentu dia akan memberimu solusi terbaik yang menenangkan
            Teror dan provokasi adalah penyebab perpecahan
            Tindak kriminal penyebab adanya kesengsaraan
            Timbulnya demonstrasi karena ada kezholiman
            Tapi muslim baik akan senantiasa di atas kesabaran
            Taati penguasa muslim dalam kebaikan adalah kewajiban
            Tinggalkan dan keluar dari ketaatan adalah kemaksiatan
            Tempuhlah jalan salafush shalih yang telah diselamatkan
            Tentu dengan sebab-sebab itu kamu akan diselamatkan
            Tabah dan sabar di atas ketaatan adalah suatu keharusan
Terakhir sholawat dan salam untuk penutup kerosulan
Tulisan ini kugoreskan pada Sembilan Dzulhijjah di Yaman
Para hizbiyyin menjalin persahabatan karena atas dasar dunia, bila persahabatannya tidak menghasilkan dunia atau tidak menguntungkan mereka maka persahabatannya pun cepat putus, atau mereka juga menjadikan persahabatan supaya bisa ditenarkan, hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammad Afifuddin bin Husnunnuri As-Sidawiy menjalin persahabatan dengan Abu Umamah Abdullah Al-Jahdariy Al-Yamaniy –semoga Alloh menjaganya-, namun persahabatannya kemudian dia khianati dengan memberikan kedustaan kepada Abu Umamah Abdullah Al-Jahdariy. Dalam suratnya kepada Abu Umamah Abdullah Al-Jahdariy dia berkata: Aku sekarang sudah memiliki murid-murid jumlah keseluruhannya tiga ratus lebih, dan sudah jadi markazku tiga lantai dengan tanpa yayasan dan tanpa minta-minta. Demikian hizbiy yang pendusta itu berkata, maka cukuplah untuk dijadikan sebagai renungan apa yang dikatakan oleh Abul Abbas –semoga Alloh memberkahi ilmunya-:
JASA KAWAN
Jadikan persahabatanmu karena mengharap wajah Ar-Rohman
Jelaskanlah ini wasiat dari Khidhir buat kawan-kawan
Jadikanlah rasa cinta kepada kawan karena Ar-Rohman
Jika cintamu karena Ar-Rohman itu yang diharapkan
Jika cintamu karena dunia maka itu alamat kebinasaan
Jangan seperti bunglon bersahabat karena kepentingan
Jangan seperti bunglon bersahabat karena menguntungkan
Jika ingin keridhoan Ar-Rohman maka ikutilah peringatan
Jejak Ar-Rosul dan shahabatnya patut diikuti dan diterapkan
Jelas mereka mencintai dan membenci karena Ar-Rohman
Jarh mereka terhadap si muka dua cukup sebagai peringatan
Jauhilah si muka dua walaupun dulunya sebagai kawan
Jangan berdialog karena dia akan menanamkan keraguan
Jannah diharamkan untuk si muka dua dan penolak kebenaran
Jelas sekali permasalahan ini di dalam Kitab Al-Qur’an
Jika kamu katakan teman dulumu berjasa dan punya kebaikan
Jawabanku Alloh tidak terhitung jasa-Nya dalam memberi kebaikan
Jadi pilihlah mana yang cocok bagimu biar semakin jelas keputusan
Jika kamu memilih teman jelekmu maka kamu akan ditinggalkan
Jika kamu memilih Ar-Rohman maka itu adalah kebaikan
Jadi intinya kamu banyak memohon kepada-Nya kebaikan
Jadikanlah hidupmu untuk beribadah dan berbuat kebaikan
Jembatanilah pergaulanmu dengan bimbingan Al-Qur’an
Jagat raya dan semua perhiasannya pasti engkau tinggalkan
Jadikan hidupmu sebagai sarana menuju ke negri penantian
Jam aktivitas dan ibadahmu sangat perlu kamu perhatikan
Jangan sampai waktu belajar dan ibdahamu terlalaikan
Jinten hitam obat pilihan untuk keberlangsungan
Jambu merah buahnya menghasilkan kesehatan
Jambu mete memiliki kualitas yang memuaskan
Jadikan nikmat itu untuk beribadah kepada Ar-Rohman
Jember kabupaten ada markaz hizbinya Luqman
Jakarta ibu kota, yang hizbiyyin di sana ada jaringan
Ja’far Shalih pernah bermusuhan sekarang jadi kawan
Jaka Abu Dzulkifli diusir karena berbuat kejahatan
Jaringan mereka ada diberbagai tempat dan pemukiman
Jawa adalah pulau yang tempat mereka melakukan pergerakan
Jambi termasuk kota yang jadi incaran dan target kegiatan
Jokjakarta kota yang menjadi pusat membuat perencanaan
Jawa Timur Luqman Ba’abduh bergerak mencari dukungan
Jawa Barat Muhammad Umar As-Sewwed bangkit ikut-ikutan
Jawa Tengah Ayip Syafruddin biang keladi fitnah dan kejelakan
Jojoran Surabaya Abu Ahmad ikut membuat makar dan kerancuan
Jayapura Syafruddin ikut menyebarkan fitnah dan menyuarakan
Ja’far Umar Thalib dulu dijadikan rujukan dan pimpinan
Ja’farpun mereka lengserkan bergegas Luqman dinaikan
Jagoan dan laskar hizbiyyin terus bikin onar dan kejahatan
Janji Alloh atas kehinaan mereka adalah suatu kepastian
Jabatan mereka di dunia memang ada dan menggiurkan
Jilatan terhadap harta minta-minta memang mengerikan
Jagalah diri dan keluargamu karena mereka melakukan penipuan
Jejakilah al-haq pasti kamu tahu mereka dan berbagai kejelekan
Jemputlah al-haq dan amalkan karena itu sebab kesuksesan
Jelaskan bahwa ini nasehat Khidhir untuk kawan dan lawan              


BAB 4
MENGEMBALIKAN PROBLEMATIKA UMAT KEPADA ULIL AMRI (UMARA’ DAN ULAMA’)

Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat An-Nisa’ ayat 83:
{وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا}. الآية.
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, lalu mereka menyiarkannya, dan kalaulah mereka menyerahkannya kepada Ar-Rosul dan ulil Amri (umara’ dan ulama’) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Ar-Rosul dan ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rohmat Alloh kepada kalian, tentulah kalian mengikut syaithon, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian)”.
                Berkata Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-: “Sungguh aku akan angkat (seret) kamu ke Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)”.
Dari perkataan Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- tersebut dapat dipetik beberapa faedah, diantaranya:
Pertama: Bolehnya melaporkan para pelaku maksiat atau pembuat kerusakan kepada pihak berwenang (aparat pemerintah), contohnya: Bila pada suatu tempat ada seorang teroris atau ada segerombolan teroris hendak melakukan teror, atau ada para pelaku maksiat semisal pecandu narkotik, penjudi, dan yang semisalnya maka boleh bagi seseorang untuk melaporkan mereka kepada pihak yang berwenang, bahkan hal ini bisa wajib bila masuk pada bab inkaril munkar (bab pengingkaran terhadap kemungkaran) karena bila mereka dibiarkan terus di atas kemaksiatan tersebut maka akan memberikan madhorat kepada masyarakat, maka atas dasar ini wajib bagi setiap orang untuk mengingkari setiap kemungkaran yang ada, Alloh (تعالى) di dalam surat Ali Imran ayat 104:
﴿وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ الآية.
"Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung".
Begitu pula boleh bagi seseorang murid melaporkan gurunya yang melakukan kesesatan kepada para ulama sehingga mereka menghukuminya sekadar contoh Saifulloh, Abu Bakr Ahmad, Ismail dan Abdussalam serta kawan-kawan mereka, mereka menggantungkan hidupnya kepada yayasan dan mereka membela yayasan mati-matian maka ada dari mantan muridnya melaporkan kepada Abul Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- lalu Abul Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- sampaikan kepada masyayiknya di Darul Hadits Dammaj tentang perbuatan mereka seperti itu, dan disampaikan pula bahwa disamping pembelaan mereka terhadap yayasan ada juga pembelaan mereka terhadap hizbiyyin dan para pecandu dosa serta mereka telah mengumumkan permusuhan kepada Ahlussunnah maka masyayikhnya menghukumi bahwa “Mereka adalah Hizbiyyun”.
            Kedua: Anjuran untuk bersikap tegas, bila tidak diindahkan maka langkah berikutnya dengan sikap keras, Alloh (تعالى) berkata di dalam surat At-Taubah ayat 65 sampai 65:
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ. لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ}. الآية.
“Dan jika kalian tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah terhadap Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rosul-Nya kalian selalu berolok-olok?,“Tidak perlu kalian minta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kalian, niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”.
            Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dan Ibnu Abi Hatim yang dishahihkan oleh Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merahmati mereka semuanya- di dalam “Ash-Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul” (Hal. 126) dari hadits Abdullah bin ‘Umar, beliau –semoga Allah meridhoinya- berkata: “Berkata seseorang pada perang tabuk di tempat-tempat duduk mereka: Tidaklah aku melihat pembaca kita daripada mereka ini, yang paling besar perutnya, paling dusta lisannya dan paling penakut ketika bertemu musuh! Berkata seseorang di dalam masjid: “Kamu telah berdusta dan akan tetapi kamu adalah munafiq, sungguh aku akan kabarkan kepada Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Lalu sampailah kepada Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan Al-Qur’an turun. Berkata Abdulloh bin ‘Umar –semoga Alloh meridhoinya-: “Dan aku melihatnya bergantung di sisi kendaraan Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) sampai tertabrak dengan batu, sambil berkata: Wahai Rosululloh, sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja! Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
{أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ. لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ}.
"Apakah terhadap Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rosul-Nya kalian selalu berolok-olok? “Tidak perlu kalian minta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman”.

BAB 5
PERLUNYA UNTUK MENGETAHUI ALASAN DARI ORANG-ORANG YANG TERGUGAT

          Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Al-Hujr ayat 32 sampai 40:
{قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا لَكَ أَلَّا تَكُونَ مَعَ السَّاجِدِينَ. قَالَ لَمْ أَكُنْ لِأَسْجُدَ لِبَشَرٍ خَلَقْتَهُ مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ. قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ. وَإِنَّ عَلَيْكَ اللَّعْنَةَ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ. قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ. إِلَى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ. قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ}. الآية.
“Alloh berkata: "Wahai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?" Iblis berkata: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat yang kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk!" Alloh berkata: "Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat". Iblis berkata: "Ya Robbku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan, Alloh berkata: "(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan. Iblis berkata: "Ya Robbku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka".
Berkata orang yang mencuri zakat kepada Abu Huroiroh: “Biarkan aku, karena sesungguhnya aku punya kebutuhan dan di atas kefaqiran, aku tidak akan mengulangi (mencuri)”.
Dari perkataan kisah tersebut dapat dipetik beberapa faedah, diantaranya:
Pertama: Bolehnya memberi udzur kepada orang yang tergugat (terpidana) dengan ketentuan dia memiliki alasan kuat yang bisa dipertanggung jawabkan dan dengan adanya perjanjian.
Kedua: Bolehnya menyebutkan keadaan diri semisal: Aku lapar, aku sakit atau yang selain itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Berbeda dengan para hizbiyyin mereka meminta-minta kepada manusia dengan mengeluhkan keadaan mereka dengan niat supaya diberi, sebagaimana yang pernah kami dengarkan keluhan dari da’i-da’i hizbiyyin: Kita ini faqir ya ikhwah! oleh karena itu kami membutuhkan ta’awun dari kalian, dakwah kita membutuhkan dana sekian dan sekian untuk muhadhoroh para masyayikh di Jogjakarta atau untuk telpon para masyayikh.
Dan telah terjadi muhadhoroh di Jogjakarta dengan mengundang tokoh-tokoh besar hizbiyyin semisal Abdulloh Al-Mar’iy, Abdurrohman Al-Adniy dan Abdulloh Al-Bukhoriy. Dan pernah terjadi pula konsultasi dan tanya jawab Usamah Faishol Mahri dengan Abdulloh Al-Bukhoriy lewat telpon yang hasilnya adalah kezhaliman dan perbuatan dosa, maka kewajiban bagi setiap muslim untuk tidak membantu dan tidak bekerja sama dengan mereka, karena Alloh (تعالى) berkata di dalam surat Al-Maidah ayat ke 2:
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ}. الآية.
“Dan tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan taqwa dan janganlah kalian tolong menolong di atas dosa dan permusuhan”.
            Dan siapa saja yang membantu, menolong, melindungi dan membela para hizbiyyin maka dikhowatirkan mereka akan terkena la'nat dari Alloh (تعالى), Al-Imam Al-Bukhoriy –semoga Alloh merahmatinya- di dalam “Ash-Shohih” membuat bab khusus “Bab Itsmi Man Aawa Muhditsa, Rawahu ‘Ali ‘Anin Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)”. Di dalam “Shohih Muslim” dan “Al-Adabul Mufrod Lil Imam Al-Bukhoriy” dari hadits ‘Ali bin Abi Tholib –semoga Alloh meridhoinya-, bahwa Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا». 
“Semoga la'nat Alloh atas siapa saja yang melindungi ahli bid’ah (ahlu ma'siat)”.
            Ketiga: Bolehnya mengemukan tentang jati diri atau gelar kepada orang lain bila orang lain tersebut tidak percaya tentang dirinya, Alloh (تعالى) berkata dalam surat Al-A’raf ayat 68:
{أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ}. الآية.
“Aku menyampaikan kepada kalian amanat-amanat Robbku dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagi kalian".
            Ayat tersebut adalah bantahan terhadap para hizbiyyin diantara mereka (para hizbiyyun itu) adalah Luqman bin Muhammad Ba’abduh, dan seorang pembebeknya yang bernama Abdul Ghafur Al-Malangiy yang mereka mengejek gelar An-Nashihul Amin pada Syaikh kami Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuriy –semoga Alloh menjaganya-, padahal gelar tersebut adalah pemberian dari Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merahmatinya- sebagaimana termaktub dalam wasiatnya. Dan permasalahan gelar An-Nashihul Amin ini Alhamdulillah telah kami singgung dalam buku kami yang berjudul “MEREKA ADALAH HIZBIYYUN Sebagai Sumbangsih Positif dalam Mengikis kedustaan dari Lisan Luqman bin Muhammad Ba’abduh”. 

BAB 6
PERTANYAAN SEPUTAR KEJADIAN YANG ADA

Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Al-Qoshshosh ayat 23:
{وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِير}. الآية.
“Dan tatkala dia (Musa) sampai di sumber air negeri Madyan dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksud kalian berdua (dengan berbuat begitu)?" kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut usia".
            Berkata Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-: “Ketika sudah pagi hari Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Wahai Abu Huroiroh apa yang dilakukan tawananmu tadi (malam)?”
Dari perkataan Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- tersebut dapat dipetik beberapa faedah, diantaranya:
Pertama: Bolehnya menanyakan tentang apa yang diperbuat oleh seseorang yang aneh dan mencurigakan, sebagaimana pertanyaan sebagian salafiyyin: Apa yang diperbuat oleh Saifulloh ketika di Dammaj? Maka tidak mengapa dijawab sebagaimana realitanya: “Saifulloh ketika di Dammaj sangat singkat waktunya, ditambah lagi sibuk kerja bangunan dan membuat tanah bata, karena mungkin sangat sibuk sehingga dia tidak pernah mendengar fatwa Al-Imam Al-Wadiy –semoga Alloh merahmatinya- tentang yayasan”.
            Saifulloh berkata: “Orang-orang yang duduk bersama Syaikh Muqbil lebih faham mauqif beliau dan selama kami belajar (di Dammaj) tidak pernah mendengar kalau Syaikh Muqbil mengharamkan yayasan”.
            Maka kami katakan: Bagaimana Saifulloh bisa mendengar fatwa Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merahmatinya- atau bagaimana bisa mengetahui sikap Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merahmatinya- sementara dia sibuk mengumulkan harta (kerja bangunan)?!
            Teringat ketika kami masih di Ambon (sebulan sebelum pemberangkatan ke Yaman) kami mendengar Saifulloh ini mengajar kitab “Syarhu Masaililil Jahiliyyah” di masjid kampung Kisar-Ambon, dia berkata: "Adapun masuknya da'wah Islam di Indonesia itu dibawa oleh para pedagang, yang mereka tidak mempelajar ilmu atau mereka tidak memiliki ilmu, mereka berdagang sambil berda'wah maka tidak heran kalau kemudian muncul banyak kesyirikan dan kejelekan".
            Maka dari perkataan Saifulloh tersebut kami katakan pula: "Adapun masuknya da'wah salafiyyah di Indonesia itu dibawa oleh para gelandangan yang mengaku sebagai penuntut ilmu dan para pekerja yang tinggal di markaz-markaz ilmu, yang mereka tidak mempelajari ilmu syar’iy dengan benar atau mereka tidak memiliki ilmu syar’iy karena sebab kelalaian dan kesibukan mereka mengumpulkan harta, jadi tidak heran kalau kemudian dengan sebab da'wahnya mereka bukan di atas ilmu menimbulkan fitnah dan kejelekan serta melahirkan faham hizbiyyah yang mengerikan".
            Adapun perkataan Saifulloh: “….selama kami belajar (di Dammaj) tidak pernah mendengar kalau Syaikh Muqbil mengharamkan yayasan”, maka kami katakan lagi: "Ketika Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merohmatinya- mengeluarkan fatwanya tentang yayasan mungkin Saifulloh lagi bolos dars (tidak mengikuti pelajaran) karena mungkin sibuk membangun bangunan jadi tidak mendengarnya? Atau ketika Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merohmatinya- mengeluarkan fatwanya tentang yayasan Saifulloh hadir dars tapi karena capek, karena setelah bekerja bangunan jadi ketika dars tertidur-tidur atau tidak tidur tapi keberadaannya di majlis bagaikan tidak ada karena pikiran bagaimana membangun bangunan, bagaimana menata dan bagaimana!.
            Karena kami merasa kasihan kepada Saifulloh yang sedang sakit hatinya maka ini kami bawakan satu fatwa dari fatwa-fatwa Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merohmatinya-, semoga bisa membantu meringankan derita dalam hati Saifulloh.
Al-Imam Abu Abdirrohman Muqbil bin Hadiy Al-Wadi’iy –semoga Alloh merohmatinya-  berkata sebagaimana dalam “Kaset”nya:
"جمعيات هذه يا إخوان هي وسيلة، وكذا الصندوق أي، نعم، الطريق إلى حزبية والوسيلة إلى الحزبية".
“Yayasan ini wahai saudara-saudara dia adalah wasilah, demikian pula kotak infaq, yaitu: Ya, dia adalah jalan kepada hizbiyyah dan wasilah kepada hizbiyyah”.
            Adapun perkataan Saifulloh: “Orang-orang yang duduk bersama Asy-Syaikh Muqbil lebih faham mauqif beliau”. Maka kami tanyakan: Orang-orang siapa yang Saifulloh maksud? Kalau yang Saifulloh maksud adalah Saifulloh sendiri karena pernah duduk bersama Al-Imam Al-Wadi’iy?! Atau yang Saifulloh maksud adalah Luqman Ba’abduh?! Kalau yang Saifulloh maksud adalah Saifullah sendiri maka aib besar! Kalau yang Saifulloh maksud adalah Luqman Ba’abduh tentu tidak ada bedanya dengan Saifulloh!.
            Kedua: Menjawab pertanyaan tentang apa yang diperbuat oleh pelaku ma'siat bukanlah termasuk keharoman dan menjelaskan perbuatan mereka bukan termasuk dosa, hal tersebut disebabkan karena mereka terus menerus dalam kema'siatan, berbeda halnya bila mereka telah bertaubat maka tidak perlu untuk menjelaskannya. Wallahu A’la wa A’lam. (Lihat permasalahan ini dalam kitab “Riyadhush Sholihin” tentang masalah ghibah).


BAB 7
PERLUNYA PENJELASAN TENTANG PERIHAL (KEADAAN) SETIAP INDIVIDU ATAU KELOMPOK

          Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Al-Masad ayat 1 sampai 5:
{تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ. مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ. سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ. وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ. فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ}.
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa, tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut”.
            Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata kepada Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- bahwa pencuri yang datang itu adalah pendusta!.
            Faedah yang dapat dipetik dari kisah tersebut diantaranya:
Pentingnya ilmu jarh wat ta’dil. Dalam hadits tersebut Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) langsung men-jarh orang yang datang mencuri makanan dengan dikatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta). Maka sangatlah tepat kalau para ulama’ men-jarh Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan memvonisnya dengan hizbiy yang pendusta sebagaimana perkataan  Syaikh kami An-Nashihul Amin Yahya bin ‘Ali Al-Hajuriy, Muhammad bin ‘Ali bin Hizam dan Asy-Syaikh Muhammad bin Mani’ –semoga Alloh menjaga mereka semuanya-.
            Atau jarh-nya para ulama tentang hizbiynya Abdurrohman Al-Adniy, diantara mereka dari masyayikh kami di Darul Hadits Dammaj adalah:
-          Asy-Syaikh An-Nashihul Amin Yahya bin Ali Al-Hajuriy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Bilal Kholid Al-Hadromiy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu ‘Amr Abdul Karim Al-Hajuriy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Muhammad Abdul Wahhab Asy-Syamiriy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Hizam –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Abdillah Kamal –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Abdirrozzaq Riyadh Al-Adniy –semoga Allah mengampuni dan merohmatinya-.
-          Asy-Syaikh Abdul Kholiq Al-'Adniy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Fathul Qodasiy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Husain Al-Hathibiy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abdulloh Al-Khoulaniy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Zakariya' Al-Yafi'iy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abul Yaman Adnan –semoga Alloh menjaganya-.
Adapun selain mereka yang telah bersepakat tentang kehizbiyahannya Abdurrahman diantaranya:
-          Asy-Syaikh Ahmad Al-Washabiy (imam masjid As-Sunnah Darul Hadits Dammaj) –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Ibrahim Muhammad bin Mani’ Al-Ansiy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Abdirrohman Abdullah Al-Iryaniy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Hamzah Al-‘Amudiy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Hatim Sa’id bin Da’as Al-Yaafi’iy –semoga Alloh merohmatinya-.
-          Asy-Syaikh Abu Abdirrohman Jamil Ash-Shilwiy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu Abdillah Zaid Al-Washabiy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abu ‘Amr Yasir Adh-Dhuba’iy –semoga Allah menjaganya-.
-          Asy-Syaikh 'Abdurroqib Al-Kaukabaniy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Muhib Adh-Dholi'iy –semoga Alloh menjaganya-.
-          Asy-Syaikh Abdurrazzaq An-Nahmiy –semoga Allah menjaganya-, dan yang selain mereka –semoga Alloh menjaga mereka semuanya-.
            Berkata Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-: Berkata Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) kepadaku: “Sesungguhnya dia akan kembali”, maka aku pun mengintainya”.
            Dari perkataan tersebut adanya anjuran untuk memberi peringatan kepada setiap individu atau kelompok pada khususnya dan memberi peringatan dari fitnah dan kejelekan pada umumnya, sehingga orang yang diperingati pun bersiap siaga dan berhati-hati dari fintah-fitnah tersebut, sebagaimana di dalam “Ash-Shohih” (no. 3606) dan “Shohih Muslim” (no. 4890) dari hadits Hudzaifah Ibnul Yaman, beliau –semoga Alloh meridhoinya- berkata:
"كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِى. فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِى جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ، فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ «نَعَمْ». قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ «نَعَمْ، وَفِيهِ دَخَنٌ». قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ «قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِى تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ». قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ «نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ، مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ «هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا، وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا» قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِى إِنْ أَدْرَكَنِى ذَلِكَ قَالَ «تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ». قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ «فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا، وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ»".
“Dahulu orang-orang bertanya kepada Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tentang kebaikan, dan aku ketika itu bertanya kepadanya tentang kejelekan (karena) khowatirakan menimpaku. Maka aku katakan: “Wahai Rosululloh sesungguhnya kami dahulu di zaman jahiliyyah (penuh) kejelekan, kemudian Alloh mendatangkan kepada kami kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan”. Beliau berkata: “Iya”. Aku berkata: “Apakah setelah kejelekan itu ada kebaikan?” Beliau berkata: “Iya, dan padanya dakhon (kekaburan)”. Aku berkata: “Apa itu dakhon? Beliau berkata: “Suatu kaum yang mereka berpetunjuk dengan yang bukan petunjukku, kamu mengenal mereka dan kamu mengingkari”. Aku berkata: Apakah setalah itu ada kebaikan dari kejelakan? Beliau berkata: “Iya, ada da’i-da’i yang menyeru kepada pintu-pintu jahannam, barangsiapa memenuhi seruan itu maka dia akan terjerumus ke dalamnya”. Aku berkata: “Wahai Rosululloh sifatkanlah kepada kami! Beliau berkata: “Mereka dari kalangan kita dan berbahasa dengan bahasa kita” Aku berkata: “Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku mendapati yang demikian itu? Beliau berkata: “Engkau komitmen dengan jama’ah kaum muslimin dan imam mereka”. Aku berkata: “Bagaimana kalau tidak ada pada mereka jama’ah dan tidak pula ada imam? Beliau berkata: “Tinggalkan firqah (kelompok-kelompok) semuanya walaupun kamu menggigit akar kayu sampai kematian menjemputmu dan kamu dalam keadaan demikian itu”.  
            Dan berkata seorang penyair:
عرفت الشر لا للشر لكن لتوقيه    ومن لم يعرف الشر من الخير يقع فيه
Aku mengetahui kejelekan bukan untuk berbuat jelek akan tetapi untuk menjauhinya
Dan siapa yang tidak mengetahui kejelekan dari kebaikan maka akan terjatuh ke dalamnya.


BAB 8
PERASAAN KASIHAN ADALAH TABIAT MANUSIA

                  Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Al-Qoshshosh ayat 9:
{وَقَالَتِ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ قُرَّةُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}. الآية.
“Dan berkatalah isteri Fir'aun: "(dia) adalah penyejuk mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita menjadikannya sebagai anak (angkat)", sedang mereka tidak menyadari”.
                  Berkata (Abu Huroiroh): “Wahai Rosululloh, dia mengeluh (karena) memiliki hajat yang sangat dan dia faqir maka aku kasihan, lalu aku melepaskannya”.
                  Rasa kasihan atau kasih sayang merupakan tabiat manusia, bahkan orang-orang yang kafir sekalipun terkadang memiliki rasa kasihan dan kasih sayang, berbeda dengan sebagian hizbiyyin yang tidak punya rasa kasihan, bahkan seringkali mereka melakukan tindak kriminal, penganiayaan, pemukulan dan bentuk kezholiman lainnya, berkata Abul ‘Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- dalam “BEKAL Bingkisan Emas untuk Kawan-kawan Al-Mulkiy yang Berakal”:
Bapak ketua hizbiyyin Luqman Ba'abduh penjahat nakal
Bila berkata dusta dan terasa kecut tercampur sambel
Bala tentaranya banyak mantan-mantan LJ yang jahil
Banyak mereka termakan rayuan pak ketua yang gombal
Bicaranya membuat LJ banyak merintih dan gatal-gatal
Bangkit dari majelisnya langsung mereka main pukul
            Berkata Abul Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- dalam “Akhlaq Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dalam Pengarahan dan Kritikan”: “Adapun Luqman Ba’abduh sangat cocok menyandang gelar penjahat dakwah karena dengan kejahatannya yang ada, dari sejak dia menjabat sebagai wakil panglima laskar jihad dan bertugas di Ambon tampak sekali kejahatannya terhadap kaum muslimin dan penguasa serta dengan mudah menghalalkan darah yang haram untuk ditumpahkan. Begitu pula penganiayaan, pemukulan dan kezholiman dilakukan, baik itu dia lakukan sendiri atau melalui para pengikutnya. Maka cukuplah untuk Luqman Ba’abduh menyandang gelar itu. Begitu pula makarnya terhadap Darul Hadits Dammaj yang dia termasuk salah satu keluaran darinya, yang kemudian menampakan permusuhan dengan hinaan dan celaan serta kedustaan dan pemutar balikan fakta dia lakukan terhadap Darul Hadits Dammaj dan masyayikhnya, maka itu bagian dari kejahatannya juga!".
            Berkata Abul ‘Abbas  –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkannya- dalam “BEKAL Bingkisan Emas untuk Kawan-kawan Al-Mulkiy yang Berakal”:
Bila mereka kalah hujjah maka langsung main pukul
Begitu pula para hizbiyyin sukanya main pukul
Benar apa yang dikatakan syaikhku Kholid Abu Bilal
Bahwa mereka orang jahat dan kejam yang tidak pernah adil
Bersikapnya mereka seperti sikapnya para Dajjal
Betul kalau mereka penjahat yang paling handal
Bila berargumen mereka gunakan akalnya yang dangkal
Bahasa dan keterangan mereka tidak memiliki asal
Berupaya cari pengikut walau dari orang besar atau kecil
Bila dilihat pengikut mereka banyak orang aneh dan ganjil
Baju dan pakaian mereka sangat ketat dan kecil
Bantalon celana khos mereka lagi pula musbil
Botak mereka ditutupi dengan topi bertitel
Begonya mereka dalam berpikir seperti kancil
Bos dan pengikut mereka perlu dikurung dan diborgol
Biar mereka tidak leluasa berbuat aniaya dan berbuat nihil


BAB 9
PEMASTIAN BERITA

          Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Al-Hujarot ayat 6:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ}. الآية.
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu”.
          Berkata orang yang datang mencuri makanan: “Biarkanlah aku! Aku akan ajarkan kamu dengan kalimat-kalimat yang Alloh akan memberimu manfaat dengannya” Aku berkata: “Apa itu?”
            Demikianlah cara syaithon ketika sudah terjepit, diapun siap mencari jalan keluar untuk bisa hidup berkesinambungan, begitu pula para ustadz-ustadz hizbiyyin mereka mau mengajar atau mengisi ta'lim bila diberi upah, bila hal ini dikritik maka mereka akan berlasan dengan berbagai macam alasan, sebagaimana yang dikampanyekan oleh salah satu gembong hizbiyyin di kota Ambon yang bernama Abu Bakar Ahmad Al-Jakartiy dengan menukilkan dari perkataan Asy-Syaikh Al-Utsaimin –semoga Alloh merohmatinya- bahwa beliau –semoga Alloh merohmatinya- mengatakan: “Sesuatu yang paling berhak untuk diambil upah darinya adalah Al-Qur’an, ini bukan termasuk menjual ayat Alloh”.
            Kami katakan bahwa kami tidak menyatakan haram bagi siapa saja yang mengajarkan Al-Qur’an kemudian mengambil darinya upah sebagaimana kami juga tidak menyalahkan syaithon ketika menjadikan ayat Kursi sebagai penyebab supaya dia lepas dari tawanan Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-!, namun yang menjadi titik permasalahan di sini adalah sumber upah itu dari mana diperoleh? Apakah dari kotak infaq atau dari yayasan atau dari minta-minta yang model lain? Kalau mereka para pengajar hizbiyyin itu mau benar-benar mencari keutamaan dan fadhilah menjadi pengajar Al-Qur’an maka tentu dituntut bagi mereka untuk mengamalkan Al-Qur’an pula, karena Al-Imam Al-Bukhoriy berkata di dalam “Ash-Shohih” (no. 5028): Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari ‘Alqamah bin Martsad dari Abu Abdirrohman As-Sulamiy dari Utsman bin ‘Affan, beliau –semoga Alloh meridhoinya- berkata: Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ».
“Sesungguhnya yang paling afdholnya kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkannya”.
            Dan di dalam “Ash-Shohih” juga dengan lafazh yang berbeda, bahwa Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ».
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengamalkannya”.
Dan diantara bentuk pengamalan terhadap Al-Qur’an adalah menjauhi segala macam larangan, semisal larangan dari meminta-minta, larangan menempuh jalan atau wasilah kepada hizbiyyah dan larangan-larang yang lainnya.
            Sekarang yang jadi pertanyaan: Bisakah Abu Bakar Ahmad dan komplotannya mengajar dengan tanpa upah? Maka tentu jawabannya: Perlu ditinjau lagi, karena pertimbangan ekonomi!. Dan upah yang mereka dapatkan itu sumbernya dari yayasan maka tidak heran kalau mereka bangkit beramai-ramai membela yayasan. Mereka membela dan mempertahankan yayasan supaya apa? Supaya terus dapat tunjangan (gaji) walau terus mengemis atau terus memakan upah dari hasil pengemisan bukankah begitu? Atau supaya nanti jadi alasan inikan formal ada cap yayasan! Atau paling tidak bisa datang ke dermawan dengan alasan hutang atas nama yayasan, karena sudah tahu orang dermawan sering mengatakan tidak perlu dibayar hutangnya mereka pun terus datang untuk hutang, maka tidakkah mereka mau melihat apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy dalam “Ash-Shohih” dari hadits Abdillah bin ‘Umar –semoga Alloh meridhoi keduanya-:
«مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ».
“Senantiasa seseorang meminta-minta kepada manusia sampai dia datang pada hari kiamat dengan tidak memiliki daging pada wajahnya”.
            Berkata Al-Khoththobiy –semoga Alloh merohmatinya- sebagaimana dalam “Fathul Bariy Libni Hajar” (Juz 5/hal. 95): Bahwasanya orang tersebut datang dalam keadaan merangkak, yang dia tidak memiliki kemampuan dan kekuatan atau dia diazab pada wajahnya sampai berguguran dagingnya karena beratnya siksaan”.
            Adapun masalah minta-minta maka hukumnya telah jelas harom, bahkan Al-Imam Ibnu Hajar –semoga Alloh merohmatinya- dalam “Fathul Bariy” (Juz 17/hal. 98) telah menukilkan dari Al-Imam An-Nawawiy –semoga Alloh merohmatinya- tentang kesepakatan haromnya minta-minta, beliau berkata: "Akan tetapi telah berkata Al-Imam An-Nawawiy dalam “Syarhu Muslim”: “Telah sepakat ulama tentang larangan dari meminta-minta yang selain darurat”.
              Sedangkan pertanyaan Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- kepada maling yang menawarkan untuk mengajarinya Al-Qur’an: “Apa itu?” maka ini sebagai bantahan atas Saifulloh yang dengan kebodohannya berkata: “Boleh menerima khobar orang majhul (tidak dikenal) dengan dalil hadits Abu Huroiroh ketika menangkap syaithon”.
              Dari alasannya Saifulloh ini sudah tampak jelas kalau dia miskin dan bodoh dalam pendalilan, kalau seandainya dia hafal hadits lalu kemudian dia bacakan ketika dita'limnya itu maka tentu apa yang dia baca akan menjadi bumerang atasnya, namun yang dia bisa hanya menyebutkan hadits Abu Huroiroh ketika menangkap syaithon.
            Maka kebetulan ada argumennya seperti itu maka sedikit kami singgung lagi masalah yayasan karena dia berkata: “Masalah yayasan adalah masalah ijtihady bukan qat’y”.
Juga perkataannya: “Syaikh Yahya sendiri tidak mengharomkan yayasan dan pernyataan beliau yang ditandatangani oleh beliau”.
              Kalaulah Saifulloh ini mau menerima dari dua pihak yaitu mau menerima khobar dari kawan-kawannya yang sudah sukses jadi hizbiyyun dan juga mau menerima khobar dari Salafiyyin maka tentu dia tidak akan muncul kerancuannya yang rendah itu, karena masalah yayasan ijtihady atau pengharoman yayasan dari Asy-Syaikh Yahya –semoga Alloh menjaganya- telah ada dan tersebar, diantaranya di dalam kitab “Jam’iyyah Harakah bila Barokah” atau di dalam makalah-makalah dari Darul Hadits Dammaj, namun karena fanatik dan sikap kebodohan yang mendominasinya dia pun hanya mau menerima khobar dan bayan dari syaithon dan jaringannya dan dia enggan, congkak dan sombong dengan tidak mau menerima khobar atau bayan dari Ahlussunnah.
Dengan prilakunya itu –dia sadari atau tidak- telah berupaya untuk mengeluarkan umat dari keterangan dan berupaya memasukannya ke dalam kegelapan, dia ingin menjadikan syaithon sebagai wali dan rujukan dalam menghadapi problema maka tidakkah pernah dia membaca perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Al-Baqoroh ayat 257:
{اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون}. الآية.
“Alloh adalah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman), dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah syaithon, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
            Dengan perbuatannya seperti itu mungkin dia merasa di atas petunjuk! Belumkah dia membaca perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Al-A’rof ayat 30:
{إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ}. الآية.
Sesungguhnya mereka menjadikan syaithon-syaithon sebagai pelindung (mereka) selain Alloh, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”.
              Karena Saifulloh ini begitu pula kawan-kawannya dari kalaangan hizbiyyin hanya mau menerima khobar dan penjelasan dari syaithon dan anak buahnya maka syaithon pun menguasai mereka, Alloh (تعالى) menyebutkan surat At-Taubah ayat 37 tentang trik-trik liciknya Syaithon dalam memperbudak mereka: 
{فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ}. الآية.
“Maka mereka menghalalkan apa yang diharomkan Alloh. (syaithon) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu, dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.
            Jadi argumen Saifulloh yang mengkampenyakan untuk menerima khobar dan penjelasan dari kawan-kawannya baik itu dari kalangan syaithon atau orang-orang majhul (tidak dikenal) telah terbantah dengan surat Al-Hujarot ayat 6, juga terbantah dengan pembenaran Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) terhadap perkataan syaithon, Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata: “Adapun dia sesungguhnya telah jujur kepadamu padahal dia itu adalah pendusta”.
              Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- tidak langsung menerima atau mengamalkan khobar syaithon tapi beliau sampaikan kepada kepada Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) ternyata Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) membenarkan, adapun berita dari syaithon atau orang majhul yang disampaikan ke Saifulloh dan komplotannya dari kalangan hizbiyyin siapa yang membenarkan? Ternyata Saifulloh tidak mau tahu, yang penting ada suara bisikan yang datang dengan memberitakan khobar tentang Dammaj dan masyayikhnya diapun dengan semangat buta menebarkannya.
            Adapun Saifulloh maka sangatlah cocok dan pantas untuk dijadikan pelajaran bagi yang sedang duduk belajar di markaz-markaz untuk memanfaatkan peluang dan waktunya mempelajari dasar-dasar ilmu syar’iy sehingga tidak senonoh dan serampangan semisal orang bodoh semisal Saifulloh ini, dari prilaku dan ucapannya itu tampak kalau dia tidak faham masalah beragama dengan benar jadi seenaknya membuat keputusan –kita berlindung kepada Alloh dari kebodohannya-.
              Maka pada kesempatan ini sedikit kami paparkan tentang tafsir secara global terhadap perkataan Alloh dalam surat Al-Hujarot ayat 6 sekaligus sebagai bantahan atas apa yang dikampanyekan oleh Saifulloh:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ}. الآية.
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah oleh kalian dengan teliti agar kalian tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kalian menyesal atas perbuatan kalian itu”.
              Metode kami dalam penafsiran secara global pada ayat tersebut adalah:
Pertama: Penafsiran dengan Mengaitkan ayat tersebut dengan ayat yang lain.
              Alloh (تعالى) berkata dalam surat An-Nahl ayat 43 dan Al-Anbiya’ ayat 7:
{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}. الآية.
“Maka bertanyalah kalian kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui”.
              Pada ayat tersebut jelas sekali perintah untuk bertanya kepada ahli ilmu tentang perkara atau problematika yang dihadapi, perintah Alloh (تعالى) sangat jelas yaitu bertanya kepada ahli ilmu bukan kepada orang bodoh dan bukan pula kepada orang yang tidak dikenal, lebih-lebih bukan kepada syaithon!, hal ini sebagaimana pada perkataan Alloh (تعالى) dalam surat An-Nisa’ ayat 83:
{وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا}. الآية.
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalaulah mereka menyerahkannya kepada Ar-Rosul dan ulil Amri (umara’ dan ulama’) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Ar-Rosul dan ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rohmat Alloh kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithon, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian)”.
            Pada ayat ini juga jelas yaitu mengembalikan perkara kepada ulil amri bukan kepada syaithon, bukan kepada orang jahil dan bukan pula kepada orang yang tidak dikenal semisal Abdullah bin Robi’, Abu Mahfudz Ali bin Adam, Ummu Abdillah Fulanah, Abdullah bin Abdirrohman dan Abu Umar bin Abdul Hamid serta kawan-kawan majhul mereka –semoga Alloh tenggelamkan mereka semuanya-.
Dan petunjuk pada ayat ini justru diselisihi oleh hizbiyyun, ketika terjadi fitnah langsung mereka sebarkan, karena mereka takut berbuat terang-terangan dengan menampakan diri, merekapun mengikuti jejak syaithonnya dengan menyembunyikan indentitas dengan memakai nama samaran atau kata pepatah Indonesia “lempar batu sembunyi tangan”. Perbuatan jelek dan terla'nat itu kemudian direspon oleh para hizbiyyin yang bodoh semisal Saifulloh ini. 
Lebih anehnya lagi Saifulloh ini berkata: “Sedikit-sedikit masalah kecil tanya syaikh, cuma mau dengar ulama Yaman saja”.
              Tanggapan: Bertanya kepada ahli ilmu baik itu yang sudah syaikh atau masih tholib maka termasuk sesuatu yang dituntut di dalam syari’at yang suci ini, Alloh (تعالى) berkata dalam surat An-Nahl ayat 43 dan Al-Anbiya’ ayat 7:
{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}. الآية.
“Maka bertanyalah kalian kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui”.
Demikian keberadaan orang yang mengerti kadar dan kemampuan dirinya, jadi mereka menyerahkan kepada ahlinya, adapun Saifulloh mungkin karena merasa diri setingkat ulama jadi mau main hakim sendiri, atau kalau dia masih punya perasaan merasa tidak tahu baru kemudian dia bertanya, dan bertanyanya pun kepada orang yang tidak pantas untuk ditanya, sekadar contoh Luqman bin Muhammad Ba’abduh yang begitu jahilnya, Saifulloh bertanya kepadanya tentang wanita-wanita mereka dalam merayakan ‘id (hari raya) dengan main tarik tambang atau lari karung atau yang semisalnya! Luqman Ba’abduh dengan kejahilannya pun menfatwakan boleh dengan dalil Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) lomba lari dengan Aisyah –semoga Alloh meridhoinya-, dari sini tampak keduanya memang termasuk orang-orang jahil atau istilah gaulnya “jeruk minum jeruk” yaitu si jahil bertanya kepada si jahil.

 Kedua: Penafsiran dengan Atsar.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam "Muqoddimah Shohihnya" berkata: Ibnu Sirin –semoga Alloh merohmatinya-:
"إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ".
"Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah oleh kalian dari siapa kalian mengambil agama kalian".
            Beliau –semoga Alloh merohmatinya- berkata pula sebagaimana dalam "Muqoddimah Shohih Muslim":
"لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ".
“Dahulu mereka (Ahli hadits) tidak bertanya tentang sanad-sanad, namun ketika telah terjadi fitnah, mereka berkata: "Sebutkan kepada kami rijal (para perowi) kalian! Bila dilihat (rijal-nya) dari kalangan Ahlussunnah maka diambil hadits mereka dan bila dilihat dari Ahlu bid’ah maka tidak diambil hadits mereka”.

Ketiga: Penafsiran dengan Perkataan Ulama’.
              Berkata Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Muhammad –semoga Alloh merahmatinya- di dalam “Dhowabith Al-Jarhi wat Ta’dil” (hal. 16): “Bahwasanya ayat (6 pada surat Al-Hujarot) adalah nash tentang wajibnya tabayyun (mengecek) dan tatsabbut (pemastian) tentang kebenaran khobarnya orang fasiq”.
              Berkata Al-Imam Ibnu Katsir –semoga Alloh merohmatinya- di dalam “Tafsir”nya (Juz 7/hal. 283): “Sekelompok dari kalangan ulama melarang menerima riwayat dari orang yang tidak dikenal jati dirinya”.
              Inti dari pembelaan mereka (para hizbiyyin) ini supaya mereka terus mengalap dan menguras harta yayasan, bukan main enaknya hanya dengan duduk tiba-tiba datang selembar amplop yang berisi “fulus”.
              Ada pula pembelaan dengan model baru yang diprakarsai oleh Muhammad bin Umar As-Sewwed dengan serius mengatakan: "Masak gara-gara yayasan kita berpecah……. Masak gara-gara ada yang bikin markaz baru dituduh hizbiy….masak…..".
              As-Sewwed ini memang lidahnya perlu dikikis sebagaimana kawannya yang bernama Luqman bin Muhammad Ba’abduh, mereka itu memang para khotib yang pandai berorator, diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Ya’la dalam “Musnad”nya (no. 4069) dengan sanad shohih, dari hadits Anas bin Malik –semoga Alloh meridhoinya- bahwasanya Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«ليلة أسري بي رأيت قوما تقرض ألسنتهم بمقاريض من نار - أو قال : من حديد - قلت : من هؤلاء يا جبريل ؟ قال : خطباء من أمتك». 
“Ketika aku di-isra (dinaikan ke langit) aku melihat suatu kaum di parut lidah-lidah mereka dengan parutan dari api –atau dia berkata-: “Parutan dari besi” Maka aku bertanya: “Siapa mereka wahai Jibril?” Jibril menjawab: Para khotib dari umatmu”.  


BAB 10
HIZBIY TERIAK HIZBIY
                 
Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat Thohaa ayat 120:
{فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آَدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى}. الآية.
“Kemudian syaithon membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Wahai Adam, maukah saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?".
            Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-: “Dia berkata kepadaku: “Akan senantiasa atasku penjagaan dari Alloh dan syaithon tidak akan mendekatiku sampai pagi hari”.
Penjelasan: Syaithon berpenampilan sebagaimana penasehat yang bersengaja memberitahu Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- dan memperingatkannya agar mengantisipasi adanya makar syaithon di malam hari, padahal dia sendiri syaithonnya, begitu sebaliknya hizbiyyun bergaya salafiyyun yang memperingatkan dari hizbiyyin sementara mereka sendiri hizbiyyunnya, hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh pentolan hizbiyyin yang bernama Muhammad Afifudin yang dia mengatakan bahwa orang yang bersama Asy-Syaikh An-Nashihul Amin adalah hizbiyyun kemudian seruannya seperti itu diestafetkan oleh da’i gadungan Muhammad Irfan, dia ikut sebarkan seperti yang diserukan oleh pembesarnya Muhammad Afifuddin As-Sidawiy.
            Begitu pula Abdussalam ketika dikatakan bahwa yayasan mereka adalah yayasan hizbiyyah diapun menegaskan bahwa yayasan mereka adalah yayasan salafiyyah dan orang menyatakan bahwa yayasan mereka adalah yayasan hizbiyyah mereka itu hizbiyyun, dan Abdussalam berkata: “Fatwa Syaikh Robi’ dan Syaikh Muqbil khusus kepada Ihyaut Turots dan Abdurrohman Abdul Kholiq!”.
Demikian cara berpikirnya orang yang bodoh ini, terus Jam’iyyah Haramain, Al-Sofwa Jakarta dan Jam’iyyah Al-Hikmah Shon’ah, Jam’iyyah Asy-Syari’ah Jogjakarta dan Jam’iyyah Abu Bakar Ash-Shiddiq Ambon tidak masuk karena melihat kekhususan begitu?!.
            Adapun Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merohmatinya- telah mengeluarkan fatwa yang sifatnya umum bukan pengkhususan, beliau berkata:
"جمعيات هذه يا إخوان هي وسيلة، وكذا الصندوق أي، نعم، الطريق إلى حزبية والوسيلة إلى الحزبية".
“Yayasan ini wahai saudara-saudara dia adalah wasilah, demikian pula kotak infaq, yaitu, ya, dia adalah jalan kepada hizbiyyah dan wasilah kepada hizbiyyah”.
            Dari fatwa Al-Imam Al-Wadi’iy –semoga Alloh merohmatinya- yang umum itu maka kita coba terapkan kaidah:
"العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب".
“Pelajaran itu dengan keumuman lafazh bukan dengan kekhususan sebab”.
Para pengamat telah tahu bahwa diantara program dan agenda kerja yayasan adalah:
1.            Minta-minta baik dengan berbentuk proposal (sebagaimana Usamah Mahri dan Ahmad Khodim mengajukan proposal ke seorang Ahlussunnah yang dianggap demawan yang namanya Feri penduduk Malang) atau kotak infaq (sebagaimana yang ada di masjid Ma’had Dhiya’us Sunnah Cirebon miliki Muhammad Umar As-Sewwed) atau telpon dan sms (sebagaimana yang dijalankan oleh Agus Su’aidi dan adeknya yang bernama Muhammad Afifuddin).
2.            Mengadakan kerja sama dengan pihak yang tidak jelas prinsipnya dalam beragama. Dengan hasil kerja samanya tersebut kemudian mereka mengadakan acara yang disandarkan kepada da'wah berupa muhadhoroh dengan ulama, yang ulamanya ternyata dari orang-orang yang rusak manhajnya yaitu dari kalangan hizbiyyin.
3.            Adanya loyalitas dengan kebatilan dan ahlinya, dan membuat keputusan yang tidak didasari dengan hukum Islam, sebagaimana bila ada yang mengkritik aturan yayasan maka langsung diusir atau dianggap menyimpang.
4.            Penyalahgunaan harta yang diberikan oleh orang-orang dermawan.
5.            Mengunggulkan hukum yang dibuat Syaithon daripada hukum syari’at.
                  Mereka tetap tidak mau mengindahkan peringatan akan madhorot yayasan dan telah dimaklumi bahwa penyelisihan syari’at pada yayasan sangat mendominasi namun mereka tetap bersikeras mempertahankannya dan membelanya mati-matian maka sangat dikhowatirkan mereka telah terjatuh dalam pengolok-olokan terhadap syari’at, mengolok-olok sunnah (semisal siwak) saja sudah sangat besar akibatnya, lalu bagaimana kiranya membolehkan wasilah-wasilah kepada kerusakan dan dosa, semisal yayasan dengan alasan da"wah?! Atau bagaimana kiranya dengan mengolok-olok dan menentang dalil-dalil yang jelas tentang suatu keharoman seperti haromanya minta-minta?! Mengolok-olok sunnah semisal siwak saja sudah berbahaya!.
Berkata Abul ‘Abbas –semoga Alloh memberinya kefaqihan- dalam “Ahkamus Siwak” pada bab “Bahayanya mengolok-olok siwak”, dengan dalil perkataan Alloh (تعالى) dalam surat An-Nuur ayat 63:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ}.
“Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”.
          Dan perkataan Alloh (تعالى) dalam surat At-Taubah 65 sampai 66:
{وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ. لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ}. الآية.
 “Dan jika kalian tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya dan Rosul-Nya kalian memperolok-olok?" Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kalian (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”.
            Kisah orang yang mengolok-olok siwak:
            Al-Imam Ibnu Katsir –semoga Alloh merohmatinya- berkata di dalam “Al-Bidayah wan Nihayah” (Juz 13/Hal. 289): Ibnu Kholkan mengisahkan apa yang dinukil dari tulisan Asy-Syaikh Qathbuddin Al-Yunaniy, dia berkata: Telah menyampaikan kepada kami bahwa seorang laki-laki yang disebut dengan Abu Salamah dari pinggiran Basroh, dia adalah orang yang suka ngelantur dan senda gurau, disebutkan di sisinya tentang siwak dan keutamaan siwak, maka dia berkata: Wallahi aku tidak akan bersiwak kecuali pada saluran pengeluaran –yaitu duburnya-, lalu dia mengambil siwak dan memasukannya ke dalam duburnya kemudian mengeluarkannya, selama 9 (Sembilan) bulan dia melahirkan anak bermodel tikus padanya 4 (empat) kaki, kepalanya seperti kepala ikan dan padanya dubur seperti dubur kelinci. Maka tatkala sudah melahirkannya, hewan tersebut menjerit dengan tiga kali jeritan, maka berdirilah putri orang yang melahirkan tersebut lalu memecahkan kepala (hewan) tersebut hingga mati. Dan laki-laki mengeluh kesakitan selama 2 (dua hari) setelah dia melahirkan hewan tersebut dan meninggal pada hari yang ketiga. Dan sebelum mati dia berkata: Hewan ini telah membunuhku dan telah memutus usus-ususku. Dan sungguh telah menyaksikan kejadian tersebut penduduk pada pinggiran Basroh dan para khotib tempat tersebut. Sebagian mereka melihat hewan tersebut ketika masih hidup dan sebagian yang lain melihatnya ketika sudah mati".

PERBEDAAN MALING DARI SYAITHON DENGAN MALING DARI MANUSIA
                  Maling teriak maling itu merupakan salah satu dari siasat syaithon, Alloh (تعالى) berkata dalam surat Al-Baqoroh ayat 168 sampai 169:
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}. الآية.
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithon; karena sesungguhnya syaithon itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya syaithon itu hanya menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Alloh apa yang tidak kalian ketahui”.
                  Adapun maling teriak maling telah ada pertanyaan yang menyangkut masalah itu, maka berikut ini kami kutipkan dari tulisan kami yang berjudul “Menebar Ilmu Melalui Pertanyaan dari Maluku”:
Pertanyaan:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Apakah benar bahwa adanya pencurian terhadap karya/tulisan orang lain kemudian diedit dan diganti dengan namanya adalah suatu yang bukan kejadian baru tapi sudah pernah terjadi di zaman dahulu, namun para pencuri di zaman ini sangat mengherankan karena kepiwaian mereka dalam bergerak sampai diistilahkan “maling teriak maling”. Bagaimana mengetahui ciri-ciri dan sifat-sifat “maling teriak maling”? Dan bagaimana cara menyikapinya?
Jawaban:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الحمد لله رب العالمين وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه و سلم تسليما كثيرا. أما بعد:
Pencuarian terhadap karya tulis orang lain bukanlah perkara baru tapi sudah terjadi dari zaman dahulu, walaupun mereka melakukan pencurian dengan cara licik  baik itu berupa “maling teriak maling” atau yang semisalnya, namun pasti mereka akan diketahui sebagaimana kata pepatah Indonesia: “Sepandai-pandainya tupai meloncat pasti akan jatuh”.
Kalaulah para maling itu tidak ketahuan dari mencuri karya tulis orang lain, maka pasti dia tidak akan lepas dari hukuman Alloh (تعالى) dan tentu si maling itu juga akan terkena doa jelek dari pemilik karya tulis tersebut sebagaimana yang dikisahkan oleh Al-Imam Al-Baihaqiy, beliau Rohimahulloh berkata: “Aku mendengar Abu Abdillah Al-Hafizh berkata: Aku mendengar Ash-Shoffar dia berdoa di dalam masjidnya dengan mengangkat ke dua telapak tangannya ke langit sambil berdoa: “Ya Robb-ku sesungguhnya Engkau mengetahui bahwasanya Abul ‘Abbas Al-Mishriy telah menzholimiku dan mencuri dariku lebih banyak dari 500 (lima ratus) juz dari “Ushuul”ku. Ya Alloh janganlah Engkau beri manfaat kepadanya dengan (tulisan “Ushuul”ku) itu, dan seluruh apa-apa yang telah dia mengumpulkannya dari hadits-hadits, dan janganlah diberkahi untuknya dengan itu semua”. Berkata Al-Imam Al-Baihaqiy atau Abu Abdillah Al-Hafidz: “Dan ketika itu Abu Abdillah Ash-Shoffar terkabulkan doanya”.
Dan para maling sekarang ini ketika mencuri karya tulis orang lain mereka menggunakan banyak metode, diantaranya:
1.      Pemalsuan: Dan metode ini sering kali dilakukan oleh orang-orang bodoh yang belajarnya hanya bermodal semangat D3 (datang, duduk dan dengar), dan ini kebanyakan dari mereka hanya datang menghadiri kajian/ta’lim umum dan terkadang hanya bermodal belajar agama dengan sistem privat (terbang-terbang). Dan ada dari orang yang semisal ini kemudian bangkit dan tampil berbicara tentang agama dan bahkan ikut bantah sana dan bantah sini dengan modal mengutip tulisan terjemahan baik diambil dari ustadz-ustadz mereka atau mencuri dari tulisan orang-orang sholih kemudian dipalsukan dengan menganti nama penulis dan diganti dengan namanya. Para salafush sholih telah memperingatkan umat akan perbuatan seperti ini sebagaimana di dalam “Al-Jami’ Liakhlaqir Rowiy” bahwa Al-Imam Az-Zuhriy Rohimahulloh berkata kepada muridnya (Yunus bin Yazid): Wahai Yunus hati-hati kamu dari memalsukan tulisan? Lalu Yunus bertanya: Apa maksud dari memalsukan tulisan? Az-Zuhriy berkata: "Menahan (tidak menyandarkan) kepenulisnya”.
Para maling melakukan perbuatan tersebut mungkin mereka merasa bakalan tidak akan diketahui oleh manusia, kalaulah manusia tidak mengetahui maka tentu Robb manusia lebih tahu, sungguh Robb kita (عز وجل) telah berkata sebagaimana dalam surat An-Nisa’:
{َسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا}. الآية.
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Alloh, padahal Alloh beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Alloh tidak ridhoi, dan adalah Alloh Al-Muhith (Maha meliputi ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan”.
               
  1. Mengutip Disertai dengan Adanya Perubahan:
Hal ini terjadi pada orang-orang yang ingin popularitas dan tenar, karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk menulis atau menerjemahkan dari kitab sumber aslinya akhirnya dia mencoba mengutip, bila sumber kutipan tersebut –misalnya- menyebutkan ayat atau hadits dengan tanpa disertai nomor ayat atau nomor hadits maka dia kemudian lengkapi dengan penomoran. Dan bila sumber kutipan itu dengan menyebutkan rujukan kitab dengan tanpa menyebutkan jilid, halaman dan penerbit kitab, dia pun kemudian tambahkan dengan rujukan tersebut supaya tidak diketahui kalau dia sedang melakukan pencurian atau supaya dinilai “ilmiyah”. Atau kalau sumber kutipan si penulisnya menyebutkan secara lengkap dengan rujukan dan nomor-nomor maka dia pun menempuh metode lain yaitu dengan merubah bahasa baik itu pada kata atau kalimat, misalnya di dalam kutipan si penulis mengatakan: “Alloh (تعالى) berkata” maka si pencuri kemudian merubahnya dengan: “Allah (تعالى) befirman” atau kalau si penulis mengatakan: “Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata” diapun merubah dengan: “Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bersabda”, dia tidak merubah nama Alloh dengan Ar-Rohman, juga tidak merubah nama Rosululloh dengan Nabi karena akan ketahuan maka dari situ dia merubah dari segi kata yang memiliki ma'na yang sama.  
Bila penulis memberikan muqaddimah (pengantar) pada tulisannya atau pada terjemahannya maka dia akan menghapus muqaddimah tersebut dan kemudian membuat muqaddimah sendiri dengan bahasa yang seakan-akan dialah penulis atau penerjemahnya.
Dan maling pada zaman ini lebih canggih lagi, mungkin karena seiring dengan perubahan zaman jadi mereka pun ikut berubah cara pandangnya dalam mencuri, jadi tidak heran kalau kemudian muncul orang yang kebodohannya sudah mencapai puncak dari kebodohan yang dia sebenarnya maling, kemudian menebarkan fitnah dan dusta bahwa si Fulan mencuri tulisan orang ini, si Anu mencuri tulisan orang itu! Padahal dia sendiri maling yang sering mencuri tulisan orang lain.    



BAB 11
JAM’IYYAH DI BANGUN DI ATAS HUKUM THOGHUT?

Patokan dan landasan hukum kami dalam penentuan bab ini adalah perkataan Alloh (تعالى) dalam surat An-Nahl ayat 36:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ}. الآية.
"Dan sungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah thoghut".
Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata kepada Abu Huroiroh tentang pencuri makanan: “Dia adalah syaithon”.
Berkata Abdussalam: “Ulama siapa yang mengatakan kalau ada yayasan di bangun di atas hukum thoghut?!”.
Kami jawab: Maka perlu Abdussalam ini dipaparkan tentang ma'na thoghut, berkata Al-Imam Abdurrohman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab –semoga Alloh merohmatinya- di dalam “Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid” (Juz 1/hal. 112): “Sesungguhnya thoghut terkadang dari jin dan terkadang dari manusia”.
Maka kami katakan: "Kalau dari kalangan jin tentu sudah jelas syaithon masuk di dalamnya, sedangkan dari kalangan manusia maka tentu masuk di dalamnya siapa saja yang sengaja menghalalkan apa-apa yang telah Alloh haromkan seperti menghalalkan minta-minta dan yang semisalnya, dan Al-Imam Abdurrohman As-Sa’diy –semoga Alloh merohmatinya- berkata di dalam “Taisir Kariimirrohmaan” (Juz 1/hal. 187):
"{وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ} الذي هو الشيطان".
“Dan orang-orang yang kafir yang mereka berperang di jalan thoghut”. Yang dia adalah syaithon.
Telah terbukti bahwasanya para hizbiyyin mengumumkan permusuhan dan bara’ (berlepas diri) dari salafiyyin lantaran perjuangan mereka dalam membela yayasan, sekadar contoh Abu Salwa Zaid Al-Buthoniy membuat keputusan bahwa siapa saja yang berkeyakinan tentang tidak bolehnya yayasan dalam da'wah maka dia akan mengusirnya dari dusun Hanunu. Yang jadi pertanyaan terus kalau mereka diusir maka hartanya semisal rumah dan tanah dikemanakan? Tentu Zaid dan kawan-kawannya akan mengambilnya atau kalau mereka masih punya rasa malu tentu mereka akan serahkan harta tersebut ke yayasan atau ke yang lainnya atas nama dakwah. Maka model seperti ini jelas berhukum dengan hukum yang bukan dari hukum Alloh (تعالى) tapi berhukum dengan hukum jin baik jin dari kalangan syaithon atau dari kalangan manusia.
            Yang lebih tampak lagi kalau mereka menjadikan yayasan ini seolah-olah syari’at yang suci, mereka rela berperang dan menebarkan permusuhan lantaran pembelaannya terhadap yayasan ini, sekedar contoh Kholil preman yang termasuk salah seorang thulaib gelandangan di Darul Hadits Dammaj, ketika dars umum Syaikh kami An-Nashihul Amin membaca hadits dalam “Ash-Shohihul Musnad”:
"لاَ تَضْرِبُوا الْمُسْلِمِينَ".
 “Jangan kalian memukul kaum muslimin”. Maka saudara kami Irham Purworejo –semoga Alloh menjaga dan mengokohkannya- ketika bertemu dengan seorang Indonesia yang pemalas yang bernama Zakariya alias Jaka dikatakan kepadanya: “Lebih baik kamu itu menghafal hadits yang dibaca syaikh tadi!”, Diapun memegang Irham dan membawanya ke Kholil sambil berkata: “Irham ini mau mengatakan sesuatu kepadamu!”. Saudara kami Irham pun mengatakan sebagaimana yang beliau katakan kepada Jaka. Setelah itu Kholil datang ke masjid menemui Irham dan mengatakan: “Boleh saya akan menghafal haditsnya tapi jangan sekali-kali membicarakan yayasan dan jangan membicarakan ustadz-ustadz di Indonesia!”.
Demikian terlihat pada Kholil ini sifat kebodohan, lantaran pembelahannya terhadap yayasan dan ustadz-ustadz semisal ustadznya Muhammad Afifuddin As-Sidawiy dan yayasannya maka Kholil pun rela mengumumkan permusuhan dan kebencian. 
Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab –semoga Alloh merohmatinya- berkata sebagaimana dalam “Fathul Majid” (Juz 1/hal. 30): “Sesungguhnya thoghut itu umum (mencakup) setiap apa-apa yang disembah selain Alloh”.
Abul Abbas –semoga Alloh menguatkan dan mengokohkanya- berkata di dalam footnoteTerjemah Mabadiul Mufidah”: Berkata Al-Imam Ibnul Qayyim –semoga Alloh merohmatinya-: Ath-Thoghut sangat banyak dan pemimpin (pentolan)nya ada 5 (lima): Iblis La'natulloh, orang yang disembah dan dia ridho, orang yang mengajak manusia untuk menyembahnya, orang yang mengaku mengetahui ilmu ghoib, dan orang yang berhukum dengan hukum yang bukan hukum Alloh".
Dari jawaban tersebut maka kami bertanya pula: Apakah yayasan menggunakan hukum Alloh dalam setiap agenda kerjanya? Tentu jawabannya: Tidak, akan tetapi dia menggunakan hukum yang datangnya dari syaithon, lihat apa argumen Saifulloh! “Boleh menerima berita dari orang majhul dalilnya adalah syaithon”, dari argumen tersebut kemudian mereka berhukum dengannya, syaithon datang dengan membawa berita bahwa ada ulama membolehkan yayasan dan membolehkan minta-minta, mereka pun bergegas dengan serentak mendirikan yayasan dan melakukan pengemisan.
Asy-Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Sa’diy –semoga Alloh merohmatinya- berkata di dalam “Taisir Karimirrohman” (Juz 1/hal. 184): “Setiap orang yang berhukum dengan hukum yang bukan dari hukum Alloh maka itu adalah thoghut”.
Bila mereka menganggap syaithon itu adalah thoghut maka tentu mereka juga harus memikirkan: "Lalu bagaimana dengan hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh syaithon apakah dia thoghut juga ataukah bukan?! Alloh (تعالى) berkata dalam surat An-Nisa’ ayat 76:
{الَّذِينَ آَمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا}. الآية.
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Alloh, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thoghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaithon itu, karena sesungguhnya tipu daya syaithon itu adalah lemah”.
            Abdussalam mengatakan seperti itu karena mungkin dia merasa bangga dan kagum terhadap dirinya yang berdiri di belakang ulama’. Maka kami katakan: "Sikapnya ini tidak ada bedanya dengan sikap mereka ketika melakukan kejahatan pada zaman LJ (Laskar Jihad 2000-2002) dulu, kampanye dan teriakan mereka adalah “Kami bersama ulama, kami bergerak karena fatwa ulama!”, mereka pun bangga dan kagum dengan perbuatan mereka yang mereka menganggap itu adalah paling afdholnya ibadah, sungguh benar apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam “Musnad”nya (no. 13223) dengan sanad shohih, beliau –semoga Alloh merahmatinya- berkata: “Telah menceritakan kepada kami Yahya dari At-Taimiy dari Anas bin Malik, beliau berkata: Disebutkan kepadaku bahwasanya Rosululloh (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), dia (Anas) berkata: Aku tidak mendengarnya darinya:
«إِنَّ فِيكُمْ قَوْماً يَعْبُدُونَ وَيَدْأَبُونَ حَتَّى يُعْجَبَ بِهِمُ النَّاسُ وَتُعْجِبَهُمْ نُفُوسُهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ».
“Sesungguhnya pada kalian ada suatu kaum yang mereka beribadah dan beraktivitas sampai manusia kagum dengan mereka dan merekapun kagum terhadap diri-diri mereka, mereka keluar dari (syari’at) agama seperti keluarnya anak pana dari busurnya”.
            Dan terlihat pada Abdussalam rasa kagum pada dirinya sendiri ketika dia baru pulang dari umroh (ziarah) ke Suadi Arobia, sesampainya di Ambon langsung membuka muhadhoroh di kampung Kisar dan ketika itu dia menjadikan dirinya seakan-akan sebagai seseorang yang baru pulang dari markaz ilmu yang membawa segudang ilmu, dengan penuh PD (percaya diri) dia menjelaskan fitnah yang sedang terjadi dan menegaskan bahwa yang berselisih semuanya adalah Ahlussunnah dan dia menda'wahkan untuk berdiri di tengah-tengah sebagaimana dzu maaliy Dzulqarnain bin Muhammad Sanusiy Al-Makassariy, tapi ternyata dia memiliki siasat tersendiri yaitu secara diam-diam dia menahdzir manusia untuk tidak ke Dammaj.  


PENUTUP PEMBAHASAN

Pada penutup ini adanya himbauan untuk adanya perawatan
Permulaan biasanya ada kesulitan
Pas pertengahan ada kelongggaran
Pada penghujung ada kemudahan
Pada Kamis ini kugoreskan tulisan
Perlu sekali untuk aku paparkan
            Perawatan terhadap jasmani perlu dilakukan
            Perawatan terhadap rohani perlu ditingkatkan
            Pendidikan keperawatan tidak seperti kedokteran
            Perawat yang pandai dalam pengoperasian
            Pasti dia sudah banyak terjun ke lapangan
Pak dokter Muhammad Faiq dosen kebidanan
Pergi ke rumah sakit dengan pakaian kedinasan
Pulang dari rumah sakit langsung mengisi pengajian
Para hizbiyyin memang sukanya da’i gadungan
            Pada kesempatan ini kubuatkan pemaparan
            Pertama yang kupaparkan adalah pengenalan
            Pada pengenalan ini kujelaskan kejelekan
            Pernah terjadi pada orang berbuat kejelekan
            Pergi ke tempat ilmu hanya dapat kehinaan
            Pulang dari tempat ilmu dijadikan rujukan
Perbaiki dirimu dengan perawatan
Putihkan wajahmu dengan senyuman
Penuhilah hak Robbmu dengan ketaatan
Perbaiki akhlaqmu dengan pengintropeksian
            Pernah hizbiyyun membahas tentang kejelekan
            Pergi ke ta'lim mereka sering diperbincangkan
            Pas ustadznya berbuat jelek mereka ikut kerasukan
Pak Luqman Ba’abduh ikut menebarkan kedustaan
Perlu sekali pada lisannya diadakan pembedahan
Pembedahan lisannya itu perlu dengan setruman
Penyetrumannya cukup dengan listrik bertegangan
Penggunaan tegangan AC bisa membawa kematian
Pasanglah AVO meter untuk mengecek tegangan
Pada tegangan melebihi standar jangan digunakan
Pada tegangan rendah cukup untuk pak Luqman
Pada penyetrumannya akan terlihat ada gerakan
Pada gerakan pertama itu alamat sedang kesakitan
Pada gerakan kedua itu mengundang kematian
Putuskan teganggan biar Luqman terselamatkan
Penjelasan ini tujuannya untuk mengingatkan




DAFTAR RUJUKAN

  1. Al-Qur’anul Kariim

KITAB TAFSIR
  1. Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhiim/Al-Imam Ibnu Katsir/Al-Maktabah Asy-Syamilah & Al-Maktabah At-Taufiqiyyah Kairo-Mesir.
  2. Taisir Karimirrahman/Asy-Syaikh Abdurrohman bin Nashir As-Sa’diy/ Al-Maktabah Asy-Syamilah.

KITAB HADITS
  1. Shohihul Bukhoriy/Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhoriy/Darul Kitab Al-‘Arabiy Beirut-Lebanon/1428 H-2008 M.
  2. Shohih Muslim/Al-Imam Muslim bin Hajjaj/Darul Kitab Al-‘Arobiy Beirut-Lebanon/1428 H-2008 M.
  3. Ash-Shohihul Musnad Mimma Laisa Fish-Shohihain/Al-Imam Muqbil bin Hadiy Al-Wadi’iy/Darul Atsar Shon’a-Yaman/.
  4. Ash-Shohihul Musnad Min Asbabin Nuzul/Al-Imam Muqbil bin Hadiy Al-Wadi’iy/Darul Atsar Shon’a-Yaman/1430 H-2009 M.
  5. Fathul Bariy/Al-Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqolaniy/Al-Maktabah Asyamilah.

KITAB MUSHTHOLAH
  1. Dhawabithul Jarhi wat Ta’dil/Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Ibrohim/1412.

KITAB AQIDAH & MANHAJ
  1. Fathul Majid Syarhu Kitabit Tauhid/Asy-Syaikh Abdurrohman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab An-Najdiy/Al-Maktabah Asy-Syamilah.
  2. Thoriqatu Ahlis Sunnati wal Jama’ati fii Mukhalifati Ahlil Furqati wal Bid’ati/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy/www.aloloom.net & Darul Hadits Dammaj/1431 H.
  3. Al-Bayyinah fii Ma’rifati Ahwali Mubtadi’i wa Mukhalifis Sunnah/ Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy/www.aloloom.net & Darul Hadits Dammaj/1431 H.
  4. An-Ni’matus Saniyah/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy Al-Andunisiy/www.aloloom.net & Darul Hadits Dammaj/1431 H.

KITAB FIQIH
  1. Ahkamus Siwak/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy Al-Andunisiy/Darul Hadits Dammaj/1431 H.

BERBAHASA INDONESIA
  1. MEREKA ADALAH HIZBIYYUN Sebagai Sumbangsih Positif dalam Mengikis kedustaan dari Lisan Luqman bin Muhammad Ba’abduh/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy/Markiz Darul Hadits Dammaj-Yaman&RA. Media Ngawi-Indonesia.
  2. Terjemah Mabadiul Mufidah/Muhammad Al-Amin Al-Amboniy & Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy/www.aloloom.net & RA.Media Ngawi-Indonesia/
  3. Hizbiyyah Berlagak Jahiliyyah/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy.
  4. Harapan Pembimbing Habis Gelap Terbitlah Terang/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy/Markiz Darul Hadits Dammaj-Yaman/1430 H.
  5. BEKAL Bingkisan Emas untuk Kawan-kawan Al-Mulkiy yang Berakal/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy.
  6. TEMBAKAN JITU Terhadap Syubhat yang Berliku-liku/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy.
  7. Bingkisan Berharga Buat Paman-paman dan Para Tetangga/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy.
  8. Akhlaq Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dalam Pengarahan dan Kritikan/Abul Abbas Khidhir Al-Mulkiy/Darul Hadits Dammaj/1430 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar