Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

MENTARI MENJILAT MUNTAHANNYA SENDIRI


MENTARI
MENJILAT MUNTAHANNYA SENDIRI

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Apa hukumnya mengambil kembali pemberian?. Karena saya mendengar bahwa ada dari salah seorang muhsinin memberi dana untuk kebutuhan da'wah, orang yang diberi kepercayaan (yang diamanahi) membelikan sarana-sarana da'wah dengan dana tersebut, kemudian dia serahkan ke seseorang, setelah itu orang yang diamanahi tersebut mengambil lagi pemberian itu, padahal dia hanya penyalur, bukan sumber pemberi, apakah ini boleh? Benarkah bahwa ustadz dan kawan-kawan ustadz pernah diberi pemberian seperti itu lalu diambil lagi?

Muhammad bin Salim menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Orang yang memberi suatu pemberian kemudian mengambil lagi pemberiannya tidak lain karena dia merasa diri seakan-akan mentari (matahari) yang menerangi muka bumi, dia mengira kalau tanpa dia maka bumi akan gelap, dia mengira kalau tanpa dia bumi ini akan hancur, dia mengira bumi dan para penghuninya sangat butuh kepadanya, mungkin dia maunya manusia yang ada di muka bumi ini mengagumkannya atau sujud kepadanya sebagaiman orang-orang Jepang mengagumkan dan sujud kepada mentari (matahari).
Orang seperti ini (yang memberi suatu pemberian kemudian mengambil lagi pemberiannya) maka dia tidak ada bedanya dengan anak kecil yang masih ingusan, bahkan dia persis dengan anjing, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«العَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ»
"Orang yang mengambil kembali pemberiannya seperti anjing yang muntah lalu memangsa kembali muntahannya". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abdulloh bin Abbas.

Pertanyaan:
Apa hukumnya menjadi mata-mata?, karena banyak saya tahu kalau ada sebagian orang suka menggunakan mata-mata untuk mencari-cari aib orang, mungkin ustadz juga telah dapati di sekeliling ustadz!.

Muhammad bin Salim menjawab:
Merupakan suatu kewajiban dan keharusan bagi siapa saja yang bekerja sebagai jasus (memata-matai) orang-orang mu'min atau dipekerjakan sebagai jasus untuk memata-matai orang-orang mu'min, karena memata-matai orang-orang mu'min adalah termasuk salah satu dosa besar.
Tidaklah seseorang memata-matai orang-orang mu'min melainkan karena dia memiliki dzon (sangkaan) kepada mereka, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا».
"Berhati-hatilah kalian dari sangkaan, karena sesungguhnya sangkaan itu adalah paling dustanya perkataan, dan janganlah kalian saling mencari-cari berita dan saling memata-matai". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abu Huroiroh.
Dan ini sangat jelas tentang keharomannya, Alloh (تعالى) berkata:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ} [الحجرات: 12].
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian berbanyak sangka, sesungguhnya sebagian sangkaan itu adalah dosa, dan janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain, apakah suka salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kalian merasa jijik (benci)". (Al-Hujarot: 12).
Dan merupakan salah satu kelancangan para jasus yang memata-matai orang-orang mu'min ketika sudah mendapatkan apa yang dimata-matai maka langsung mereka beberkan di hadapan manusia, maka ini termasuk pula kesalahan dan dosa besar, dari Mu'awiyyah, beliau berkata: Aku mendengar Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ».
"Sesungguhnya kamu jika mencari-cari (memata-matai) aib-aib manusia maka kamu telah menyobek-nyobek (merusak) mereka atau barangkali kamu akan membinasakan mereka". Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ath-Thobariy.
Abu Darda' berkata:
"كَلِمَةٌ سَمِعَهَا مُعَاوِيَةُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، نَفَعَهُ اللهُ بِهَا".
"Ini adalah kalimat yang Mu'awiyyah mendengarkannya dari Rosululoh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), Alloh telah memberikannya manfaat dengannya".

Pertanyaan:
Seseorang suka membantu namun dia inginkan darinya untuk menanam "jasa" alias mencari pujian serta sanjungan, apakah perbuatan ini boleh? Dan ada pula yang tidak bisa melakukan apa-apa namun dia sebarkan bahwa dia bisa ini dan bisa itu? Apakah ini termasuk dari dusta?

Muhammad bin Salim menjawab:
Tidak boleh bagi seseorang untuk membantu orang lain dengan niat mencari pujian atau sanjungan, karena ini termasuk dari syirik kecil, bila seperti ini perbuatannya maka tidak diberi pahala, Alloh berkata:
{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا} [الفرقان: 23]
"Dan Kami hadapkan kepada apa yang telah mereka lakukan dari suatu amalan, lalu Kami menjadikannya seperti debu yang berterangan". (Al-Furqon: 23).
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang suka pujian dan sanjungan atau menampakan sesuatu yang tidak ada padanya akan terhujati dengan perkataan Alloh (تعالى):
{لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [آل عمران: 188].
"Janganlah kamu mengira tentang orang-orang yang mereka bergembira terhadap apa-apa yang mereka kerjakan dan mereka senang supaya dipuji tentang perbuatan yang tidak pernah mereka kerjakan, maka janganlah kamu mengira bahwasanya mereka terbebas dari azab, dan bagi mereka adalah azab yang pedih". (Ali Imron: 188).
وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar