Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

JALAN DI AREA PEMAKAMAN



JALAN DI AREA PEMAKAMAN

Pertanyaan:
Wahai Abu Ahmad di daerah kami ada pemakaman yang luas yang terletak diantara dua dusun, masyarakat biasa menggunakan jalan setapak di dalam area kuburan. Akhirnya kepala desa membuatkan jalan yang permanen dari semen yang melintasi kuburan tersebut, sehingga kuburan menjadi tempat lalu lintas masyarakat, untuk menghubungkan antara dusun. Bagaimana hukumnya kita melewati jalan tersebut? Apakah harus membaca doa masuk kubur dan melepas sandal?
Tolong diberi ilmunya. Jazakumullaahukhoiro.

Muhammad Salim Al-Limboriy berkata:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Adapun kalau dia hanya sekedar melewati dan dia masih berada di area jalan serta dia tidak mendatangi atau memasuki area pemakaman maka tidak perlu untuk melepas pengalas kaki (sandal, sepatu dan yang semisalnya), dan yang disunnahkannya untuk melepas adalah bagi mereka yang memasuki area pemakaman, yang mereka akan duduk atau berdiri di samping-samping kuburan.
Adapun doa atau salam ketika seseorang melewati atau memasuki area pemakaman maka dia adalah mustahab dan dianjurkan, bukan suatu keharusan atau bukan pula suatu kewajiban, akan tetapi sunnah yang biasa Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) ajarkan kepada para shohabatnya, Al-Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Sulaiman bin Buroidah, dari bapaknya, beliau berkata:
"كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى الْمَقَابِرِ، فَكَانَ قَائِلُهُمْ يَقُولُ: السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ، -وَفِي رِوَايَةِ-: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ".
"Dahulu Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) mengajari mereka (para shohabat) ketika mereka keluar ke tempat pemakaman, yang mereka ucapkan ketika itu adalah: "(Semoga) keselamatan atas penghuni kubur" –dalam suatu riwayat: "(Semoga) keselamatan atas kalian wahai penghuni kubur baik yang orang-orang yang beriman atau pun yang berislam, dan sesungguhnya kami Insya Alloh akan menyusul kalian, aku memohon kepada Alloh ketenangan untuk kami dan untuk kalian".
Maka hendaknya bagi setiap orang yang melewati tempat pemakaman untuk mengucapkan salam seperti yang kami sebutkan.

Pertanyaan:
Bagaimana jika membatalkan niat untuk memberikan sesuatu kepada seseorang karena alasan kekecewaan terhadap perilakunya dan adanya sangkaan bahwa kelak dia akan begini, begitu (berbuat buruk) karena perilaku orang tersebut sekarang ini sudah terlihat begitu.
Apa boleh membatalkan niat memberi, padahal yang bersangkutan sudah dikasih tahu perihal niat tersebut? Mohon penjelasanya!.
Jazakumullahu khoir, Barokallahufiik.
(dari Ummu Ibrohim).

Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya menjawab:
Kalau dia hanya meniatkan dan belum memberitau kepada orang yang dia niatkan untuk diberikan sesuatu kepadanya maka seperti ini boleh untuk tidak diwujudkan niatnya karena belum dia ucapkan:
"إِنَّ الْكَلَامَ بِسَبْعَةِ أَغْلَاقٍ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ كُتِبَ، وَإِذَا لَمْ يَخْرُجْ لَمْ يُكْتَبِ الْقَلْبُ".
"Sesungguhnya perkataan padanya tujuh penutup, jika keluar darinya maka tercatat, dan jika tidak keluar maka tidak dicatat (yang) dihati".
Namun kalau dia sudah memberitahukan kepada orang tersebut lalu kemudian tidak mewujudkannya maka dia telah menyelisihi apa yang dia telah katakan kepada orang tersebut, maka ini masuk dalam hukum "ingkar janji", yang merupakan salah satu dari sifat-sifat orang munafiq:
«وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ»
"Dan jika dia berjanji maka dia selisihi (janjinya)". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abu Huroiroh dari Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Anggaplah kalau orang yang akan diberi melakukan keburukan maka ini hukumnya lain, berbeda halnya kalau orang yang mau memberi mengetahui secara pasti (bukan sangkaan) bahwa pemberiannya itu akan digunakan untuk perbuatan buruk, maka seperti ini keadaannya tidak mengapa baginya untuk tidak memberinya karena Alloh (تعالى) berkata:
{وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [المائدة: 2]
"Dan janganlah kalian tolong menolong di atas suatu dosa dan permusuhan, dan bertaqwalah kalian kepada Alloh, sesungguhnya Alloh adalah pedih azabnya". (Al-Maidah: 2), namun dia masih memiliki tanggungan berupa janji tersebut.
Dan yang lebih selamatnya adalah dia tetap memenuhi janjinya, baik menunggu sampai orang yang mau diberi sadar dan bertaubat dari perbuatan buruknya baru diberikan, atau kalau yang memberi tidak sanggup menunggu sampai kapan sadarnya maka dia bersegera memenuhi janjinya yaitu bergegas memberinya dengan diikutkan nasehat atau syarat kepada orang yang akan diberi untuk tidak menggunakan pemberiannya tersebut kepada keburukan, jika nantinya dia tetap gunakan untuk keburukan maka dosanya kembali kepada dirinya sendiri adapun si pemberi maka telah lepas tanggungan. Wallohu A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar