KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله
نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده
الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك
له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وآله وسلم.
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾.
﴿يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا
اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا﴾.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾.
أما بعد:
فإن خير الحديث كلام الله، وخير
الهدي هدي محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة
بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار.
Wahai manusia
ketahuilah bahwasanya agama kami adalah agama Islam, yang dia adalah agama yang
penuh dengan kasih sayang dan kelemah lembutan, agama kami telah menempatkan
para pemeluknya dari kalangan wanita dengan kedudukan yang mulia, mereka para
wanita yang memeluk agama Islam dimuliakan, Alloh (تعالى) berkata:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ} [الأحزاب: 33]
"Dan
berdiam kalian di rumah-rumah kalian!". (Al-Ahzab: 33).
Diamnya mereka
di rumah-rumah mereka bagaikan tuan putri di dalam istana kerajaan, mereka
tidak diberi beban untuk keluar mengendarai kuda dan tidak pula diberi beban
untuk keluar menyandang senjata dalam bertempur melawan musuh.
Alloh (تعالى) menyayangi
para wanita yang beriman dan Dia (تعالى) tidak
menginginkan mereka untuk ketinggalan dengan pahala jihad di jalan Alloh maka
Dia (تعالى) memberikan
suatu amalan yang ganjaran pahalanya semisal dengan jihad di jalan-Nya, Al-Imam
Ahmad dan yang selainya meriwayatkan dari hadits Ummul Mu'minin Aisyah
semoga Alloh meridhoinya bahwasanya dia berkata kepada Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
"يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَا نَخْرُجُ نُجَاهِدُ مَعَكُمْ".
"Wahai
Rosululloh, tidakkah kami keluar untuk berjihad bersama kalian?". Rosululloh
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَا، جِهَادُكُنَّ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ، هُوَ لَكُنَّ جِهَادٌ»
"Tidak,
jihadnya kalian adalah haji mabrur, dia bagi kalian adalah jihad". Dalam suatu riwayat dengan lafadz:
«جِهَادُكُنَّ الْحَجُّ أَوْ حَسْبُكُنَّ الْحَجُّ»
"Jihadnya
kalian adalah haji atau cukup bagi kalian adalah haji"!.
Dan di dalam
"Shohih Al-Bukhoriy" bahwasanya Aisyah semoga Alloh
meridhoinya berkata:
"اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: «جِهَادُكُنَّ الحَجُّ».
"Aku meminta izin kepada Nabi (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) untuk
jihad, maka beliau berkata: "Jihadnya kalian adalah haji".
Tidak hanya itu, bahkan Alloh (تعالى) perintahkan
kepada hamba-hamba-Nya kaum lelaki yang beriman untuk memperhatikan mereka,
Alloh (تعالى) perintahkan
mereka untuk menikahi 4 (empat) wanita namun apabila tidak bisa untuk berbuat
adil maka cukup satu wanita saja, Alloh (تعالى) berkata:
{فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً} [النساء: 3]
"Maka nikahilah oleh kalian
dari para wanita yang kalian senangi; 2 (dua), 3 (tiga), dan 4 (empat), jika
kalian khawatir tidak bisa berbuat adil maka (nikahilah) satu saja". (An-Nisa':
3).
Hikmah dari semua itu, tidak lain supaya wanita itu
benar-benar diperhatikan karena mereka itu diperumpamakan seperti tulang rusuk
yang bengkok, Al-Bukahoriy semoga Alloh merohmatinya berkata:
"Telah menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz bin Abdillah, beliau berkata:
Telah menceritakan kepadaku Malik bin Anas, dari Abuz Zinad, dari Al-A'roj,
dari Abu Huroiroh, bahwasanya Nabi (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«المَرْأَةُ كَالضِّلَعِ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ
اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ».
"Wanita itu seperti tulang
rusuk, jika kamu meluruskannya maka kamu mematahkannya, dan jika kamu menikmati
(memanfaatkan)nya maka akan bermanfaat untukmu, dan padanya kebengkokan
(kekurangan)". Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim.
Semua itu
tidak lain karena kasih sayangnya Alloh (تعالى) kepada para
wanita, namun kebanyakan mereka tidak mau bersyukur kepada-Nya, itu yang
berkaitan dengan permasalahan antara mereka dengan sesama, bahkan permasalahan
antara mereka dengan Alloh (تعالى) masih Alloh (تعالى) beri keringanan, ketika
mereka di waktu-waktu haid maka Alloh (تعالى) beri
keringanan dengan tidak meng-qodho' (mengganti) sholatnya, Asy-Syaikhon
meriwayatkan dari hadits Mu'adzah, dia berkata:
"سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ
تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ. فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟
قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: "كَانَ
يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ
الصَّلَاةِ".
"Aku bertanya kepada Aisyah,
aku berkata: Kenapa wanita haid mengqodho puasa dan tidak mengqodho' sholat?,
Maka dia berkata: "Apakah kamu wanita khowarij?!", aku berkata:
"Aku bukan wanita khowarij akan tetapi aku hanya bertanya", maka dia
berkata: "Kami dahulu ditimpa haid, lalu kami diperintah mengqodho puasa
dan tidak diperintah untuk mengqodho sholat".
Dengan kasih sayang yang begitu berharga, yang Alloh (تعالى) berikan kepada kaum wanita
yang beriman maka tidak sepantasnya bagi mereka untuk kemudian mengingkari
kenikmatan tersebut.
Alhamdulillah pada kesempatan ini kami paparkan suatu
penjelasan tentang nasehat yang diberi judul "NASEHAT UNTUK PARA WANITA
SHOLIHAH", yang dia merupakan sebuah karya tulis, yang ditulis oleh
saudara kami yang mulia Abu Ja'far Numair Al-Limboriy semoga Alloh
menjaganya, dan kami beri tambahan berupa catatan kaki, baik berupa
penyebutan rujukan hadits beserta nomornya maupun tambahan dari beberapa perkataan
kami.
Kami melihat bahwa apa yang beliau tulis sebagai suatu
kepedulian terhadap saudari-saudarinya yang beriman, beliau di tengah-tengah
kesibukannya dalam menuntut ilmu, ibadah, jaga dan dalam memberi pelayanan
dalam sehari beliau tiga kali pulang pergi mengantarkan makanan untuk para hurros
(yang jaga) di Wathon-Dammaj namun beliau masih bisa menyempatkan diri untuk
menggoreskan hitam di atas putih, semoga Alloh (تعالى) membalasnya dengan kebaikan
dan menjadikan karya tulisnya ini bermanfaat.
وصَلَّى
اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم.
Ditulis oleh:
Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Semoga Alloh mengampuninya, mengampuni kedua orang
tuanya, dan saudara-saudarinya
Di Darul Hadits Dammaj
Pada Sabtu/3/7/1434 Hijriyyah
BAB I
ADAB-ADAB BAGI PARA WANITA MUSLIMAH BILA KELUAR
DARI RUMAHNYA
Hendaknya bagi para wanita muslimah untuk mengetahui
beberapa perkara yang sangat penting terutama adab-adab keluar dari rumah,
diantaranya adalah:
Pertama: Hendaknya
dia menundukkan pandangannya ketika berjalan di jalan, dan ini sangat penting karena
sesungguhnya pandangannya itu bisa menimbulkan fitnah bagi para lelaki. Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya
yang mulia:
{وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ} [النور: 31]
"Dan katakanlah kepada
para wanita muslimah agar mereka menundukkan
pandangan mereka dan menjaga kemaluannya". (An-Nuur: 31)[1].
Kedua:
Hendaknya bagi para wanita muslimah jika keluar dari rumahnya harus memakai hijab
(jilbab), karena sesungguhnya wanita itu adalah aurat, sebagaimana datang dalam
hadis Abdillah bin Masud yang diriwayatkan
oleh Al-Imam At-Tirmizi, Rosululluh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا
الشَّيْطَانُ»
"Wanita
adalah aurat, maka jika dia keluar syaithon akan menghiasinya". Hadits
ini diriwayatkan oleh At-Tirmiziy[2].
Maka dengan memakai hijab Alloh
(تعالى) akan
menjaganya dan tidak mudah baginya untuk diganggu, sebagaimana Alloh (تعالى) berkata
di dalam kitab-Nya yang mulia:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ
أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
[الأحزاب: 59]
"Wahai
nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu dan anak-anak prempuanmu dan isteri-isteri
orang yang yang beriman, agar mereka menutupkan jilbab (ke seluruh tubuh mereka)
yang demikian itu supaya mereka mudah untuk
dikenal dan tidak diganggu, Alloh
adalah Al-Ghofur (Maha Pengampun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)". (Al-Ahzab:
59)[3].
Pada ayat tersebut, Alloh (تعالى) memerintahkan kepada nabi-Nya,
supaya dia memerintahkan istri-isteri dan putri-putrinya serta isteri-istri orang-orang
yang beriman untuk menutup semua tubuh mereka dengan menggunakan hijab, maka dengan
itu wajib bagi para wanita jika keluar dari rumahnya untuk mengenakan hijab dan
janganlah dia menampakkan auratnya serta perhiasannya, kecuali yang biasa nampak,
sebagaimana Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya
yang mulia:
{وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ} [النور: 31]
"Dan
katakanlah kepada prempuan muslimah supaya mereka menundukkan pandangannya dan menjaga
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa
nampak dan hendaklah mereka menutup dada-dada mereka dengan kain kerudung mereka
dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka,
bapak mereka, atau bapak suami mereka atau putra-putra mereka atau putra suami mereka
atau saudara laki-laki mereka atau putra saudara laki-laki mereka atau putra saudara
perempuan mereka atau para wanita seagama islam dengan mereka atau hamba sahaya yang
mereka miliki". (An-Nur: 31).
Ketiga: Hendaknya jika
keluar rumah, jangan sampai dia berjalan dengan bunyi sandal yang keras, karena
ini bisa menyebabkan dan menimbulkan fitnah bagi para lelaki, sebagaimana Alloh
(تعالى) berkata
di dalam kitab-Nya yang
mulia:
{وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ}
[النور: 31]
"Dan
janganlah mereka menghentakkan kaki mereka supaya diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan". (An-Nur:
31).
Ini menunjukkan bahwa larangan
bagi para wanita jika hendak berjalan jangan sampai dia menghentakkan dan mengeraskan
suara kaki mereka, karena ini bisa
menimbulkan fitnah bagi orang-orang yang
mendengar suara rentakan kaki mereka.
Sungguh pada zaman kita sekarang
ini, sangat bayak kita lihat para wanita yang mereka kalau keluar dari rumah dengan
menampakkan perhiasan dan aurat mereka, lebih-lebih bagi mereka yang tidak memakai hijab (jilbab) Kita berlindung kepada Alloh dari yang demikian
itu, maka dengan itu wahai kaum muslimah, jika kalian keluar dari rumah
maka hendaknya kalian memakai hijab yaitu dengan menutup aurat dan tidak berhias,
baik dengan memakai harum-haruman, serta menjaga suara rentakan kakinya ketika hendak
jalan, karena sesungguhnya ini bisa menimbulkan dan menyebabkan terjadinya fitnah
bagi para lelaki.
Keempat: Hendaknya jika
keluar dari rumah, harus meminta izin kepada suaminya bagi yang sudah menikah, atau
izin kepada walinya atau bapaknya bagi
yang belum menikah.
Ini merupakan salah satu syarat
yang penting bagi para wanita, jika hendak keluar dari rumah maka harus meminta
izin kepada suaminya atau pun walinya atau bapaknya[4].
Ingatlah wahai para wanita
muslimah, minta izin kepada suami merupakan salah satu haknya suami, maka dengan
itu tidak boleh bagi sang istri untuk keluar dari rumah tanpa seizin dari sang suami dan ketahuilah bahwa wanita itu afdol
(lebih utama) bagi mereka berdiam di
rumah, sebagaimana Alloh (تعالى) katakan di dalam kitab-Nya yang
mulia:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى} [الأحزاب: 33]
"Dan hendaklah
kalian menetap di
rumah kalian, janganlah kalian
berhias seperti orang-orang
jahiliyyah terdahulu". (Al-Ahzab:33).
Kelima: Hendaknya bagi
para wanita, jika melakukan safar (bepergian jauh), maka diharuskan baginya untuk bersama mahromnya.
Maka dengan itu tidak di
perbolehkan bagi para wanita untuk bepergian jauh tanpa ditemani mahrom, dan Rosululluh
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memerintahkan
supaya bersama mahrom jika hendak bepergian jauh, sebagaimana datang dalam hadits
Abdillah bin Abbas yang di riwayatkanoleh Al-Imam
Al-Bukhoriy, Rosululluh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ»
"Tidak
boleh bagi wanita untuk bepergian jauh kecuali dia bersama mahromnya".
Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy[5].
Ini adalah dalil yang
menunjukkan dan menerangkan bahwa sesungguhnya wanita tidak boleh bepergian jauh
dan keluar dari kampungnya tanpa ditemani mahromnya, baik itu dia pergi ke kota
lain yang di luar kampungnya, maupun keluar negri, maka yang demikian wajib baginya untuk bersama mahromnya.
Betapa banyak kita dapati perempuan
di zaman sekarang ini yang mereka berbondong-bondong
untuk bepergian jauh tanpa ditemani mahromnya, sehingga sebagian kita dengar bahwa
terjadi perzinaan disebabkan karena bepergian tanpa ditemani mahromnya.
Maka sangat penting dan sebagai
kewajiban bagi para wanita untuk bepergian jauh bersama mahromnya, karena yang
demikian bisa menjaganya dari perzinaan dan perkara-perkara maksiat yang
lainnya.
Kita mengetahui bahwa sesungguhnya
wanita itu lemah dan kurang dari sisi agama, maka yang demikian membutuhkan penjagaan
jika hendak bepergian jauh, sebagaimana datang dalam hadits Abu Syuraih Khuwailid
bin 'Amr yang diriwayatkan oleh Al-Imam An-Nasaiy[6],
Rosululluh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ: الْيَتِيمِ،
وَالْمَرْأَةِ».
"Ya
Alloh sesungguhnya saya meminta keringanan terhadap haq kedua orang yang lemah yaitu anak yatim dan para wanita"[7].
Maka dengan dalil ini menunjukkan
bahwanya wanita adalah lemah.
Adapun dalil tentang bahwasanya
wanita itu memiliki kekurangan agama adalah hadits Abu Said Al-Khudriy
yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[8], Rosululluh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ، فَذَلِكِ
مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا».
"Bukankah
wanita itu jika haid dia tidak puasa dan tidak pula sholat, maka yang demikian
itu adalah kurangnya agama".
BAB II
BOLEHNYA BAGI PARA WANITA UNTUK KELUAR
RUMAH, HANYA UNTUK MEMENUHI
HAJATNYA (KEBUTUHANNYA)
Perkara
yang seperti ini dibolehkan bagi para
wanita untuk keluar
dari rumahnya, akan tetapi dengan syarat-syarat yang telah lewat penyebutannya dan juga bolehnya dia keluar
hanya sekedar memenuhi kebutuhannya, sebagaimana
datang dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan
oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[9],
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«قَدْ أَذِنَ اللَّهُ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ»
"Sesungguhnya Alloh mengizinkan bagi kalian
untuk keluar sesuai dengan keperluan kalian".
Dengan
dalil ini menunjukkan bolehnya bagi para wanita untuk keluar dari rumahnya
sesuai dengan kebutuhan dan keperluannya[10].
Namun
sekarang kita dapatkan betapa banyak para wanita yang mereka keluar dari rumah
tanpa ada kebutuhan sama sekali, dan terlebih lebih dia pergi ke tempat maksiat
yang tidak sepantasnya baginya, maka berhati-hatilah wahai kaum muslimah dengan
perbuatan seperti ini karena sesungguhnya kebanyakan wanita itu masuk ke dalam
neraka disebabkan kecerobohan mereka dan perbuatan mereka sendiri, sebagaimana
datang dalam hadits Usamah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy
dan Muslim[11], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَقُمْتُ عَلَى بَابُ النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا
النِّسَاءُ».
"Aku berdiri di atas pintu neraka maka (aku
melihat) yang terbanyak dari penghuninya adalah para waniat".
Di
dalam hadits yang lain dari Imron yang diriwayatkan
oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[12], Rosululloh
(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا
النِّسَاءَ»
"Dan aku melihat ke neraka, maka aku melihat yang paling banyak
penghuninya adalah para wanita".
Ketahuilah
wahai para wanita muslimah sesungguhnya di surga itu sangat sedikit sekali
penghuninya para wanita[13], wanita
itu bisa disebabkan tidak masuk surga karena cinta dunia dan harta, serta
mengerjakan suatu perkara maksiat yang lainnya, yang Alloh dan Rosul-Nya
melarang baginya, sebagaimana datang
dalam hadis Abi Tayyah[14] yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, Rosululloh
(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِنَّ أَقَلَّ سَاكِنِي الْجَنَّةِ النِّسَاءُ».
"Sesungguhnya yang paling sedikit penghuni surga adalah prempuan"[15].
Begitu
banyak dalil yang menunjukan tentang penghalang bagi para wanita untuk masuk
surga, begitu juga sangat banyak dalil yang menunjukkan bahwa sesungguhnya yang
paling banyak penghuni neraka adalah wanita, maka dengan itu wahai kaum
muslimah hendaknya kalian berdiam di rumah kalian dan jangan sampai kalian
keluar tanpa ada kebutuhan dan keperluan.
Hendaknya
para wanita itu menetap di rumah, banyak-banyak beribadah kepada Alloh (تعالى) serta taat kepada apa yang Dia telah perintahkan, sebagaimana
Alloh (تعالى)
memerintahkan kepada isteri-isteri para Nabi, agar mereka jangan banyak
bertingkah laku sebagaimana orang-orang jahiliyyah terdahulu, Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ} [الأحزاب: 33]
"Dan hendaklah kalian menetap di rumah-rumah kalian, dan janganlah
kalian berhias (bertingkah laku)seperti orang-orang jahiliah terdahulu dan
tegakkanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Alloh dan Rosul-Nya". (Al-Ahzab: 33).
Sungguh
bagi para wanita itu diharuskan untuk menetap di rumahnya, untuk memenuhi
hak-hak suaminya dan mengurus anak-anaknya bagi yang sudah menikah.
Adapun
keluar dari rumahnya diperbolehkan dengan syarat harus izin kepada suaminya
atau walinya serta ada kebutuhan yang dia butuhkan, dan kapan bagi wanita yang
dia keluar untuk mencari kemaksiatan serta tidak ada kebutuhan yang dia
butuhkan, maka yang seperti ini diharamkan baginya untuk keluar, karena dia
menempuh suatu perbuatan yang diharamkan dan dilarang oleh Alloh (تعالى) dan Rosul-Nya.
Hendaknya
pula bagi para wanita untuk menjaga dirinya jangan sampai dia bercanda-canda
dengan kaum pria, karena ini bisa
menyebabkan timbulnya fitnah.
Sekarang
betapa banyak kita dapati dan kita lihat para wanita bersama laki-laki, mereka
bercampur baur dalam suatu ruangan seperti di tempat kuliahan, sekolahan dan tempat
yang lainnya serta tempat-tempat ikhtilat yang lainnya, maka berhati-hatilah
wahai kaum muslimah dengan perbuatan seperti ini.
Kita
mengetahui bahwa campur baur antara laki-laki dan antara wanita adalah termasuk
salah satu pengikutan terhadap langkah-langkah syaithon, Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ
بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ} [النور: 21]
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikuti langkah-langkah
syaithon dan barang siapa yang dia
mengikuti langkah-langkah syaithon, maka sesungguhnya dia memerintahkan untuk
melakukan kekejian dan kemungkaran". (An
Nuur:
21).
Sebab
terjadinya fitnah juga adalah wanita yang keluar dari rumah dan mengeraskan
suaranya serta berhias dan memakai wangi-wangian.
Hendaknya para
wanita jangan sampai
dia berlemah lembut
di dalam berbicara
kepada selain mahromnya, karena
ini bisa menyebabkan timbulnya fitnah
bagi para lelaki, Alloh (تعالى)
berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{فَلَا
تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا
مَعْرُوفًا} [الأحزاب: 32]
"Maka janganlah kalian berlembut-lembutan dalam berbicara sehingga membangkitkan
nafsu-nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang
baik".
(Al-Ahzab: 32).
Di
dalam ayat ini Alloh (تعالى)
menerangkan kepada isteri-isteri para Nabi dan mengingatkan agar mereka itu
jangan sampai merendahkan suara mereka
dengan lembut-lembut, sehingga orang-orang yang berpenyakit hatinya, akan
timbul nafsunya, begitu juga para wanita muslimah, hendaknya mereka juga tidak merendahkan
suara mereka.
Sebagai
wanita muslimah, hendaknya dia menjaga dirinya dari kemaksiatan dan janga
sampai menimbulkan fitnah bagi kalangan lelaki ketika keluar dari rumahnya.
Sungguh
kita telah mengetahui, bahwa fitnah wanita itu sangat besar bagi kalangan
lelaki, sebagaimana datang dalam hadits Usamah
bin Zaid
yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy dan Muslim[16], Rosulullah
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ
النِّسَاءِ»
"Tidaklah aku meninggalkan
suatu fitnah yang
setelah saya yaitu
bahayanya bagi kaum
lelaki atas perempuan".
Di
dalam hadits yang lain dari Abu Sa'id Al-Khudriy yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim[17], Rosulullah
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا
النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ»
"Maka takutlah kalian kepada (fitnah) dunia dan (fitnah) wanita, karena sesungguhnya
awal fitnahnya Bani Isroil adalah pada (finah) wanita".
Fitnah
wanita itu lebih besar daripada fitnah yang selainnya, maka dengan itu Alloh (تعالى) mengatakan di dalam kitab-Nya yang mulia:
{زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ} [آل
عمران: 14]
"Telah dihiasi pada pandangan manusia, rasa cinta terhadap syahwat-syahwat
diantaranya kecintaan kepada wanita". (Al-Imron: 14).
Dengan
ini kita mengetahui bahwa begitu besarnya fitnah wanita, lebih-lebih sekarang
ini, sudah merajalela dimana-mana, maka berhati-hatilah wahai kaum muslimah, jagalah
diri-diri kalian jangan sampai menimbulkan fitnah bagi para lelaki, yang
demikian bisa menyebabkan terjadinya perzinaan.
Hendaklah
para wanita bertaqwa kepada Alloh (تعالى) dan banyak-banyak memohon ampunan serta selalu dzikir kepada-Nya
karena ini bisa menjaga mereka serta menghalangi mereka untuk terjun kepada perkara
maksiat.
Ingatlah
wahai kaum muslimah, jika kalian pergi atau keluar dari rumah untuk memenuhi
kebutuhan kalian maka hendaknya kalian izin kepada suami kalian atau izin kepada
wali kalian bagi yang belum menikah, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
memerintahkan yang demikian dan melarang untuk keluar tanpa izin dari suami atau
wali kalian, sebagaimana datang dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[18],
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا
اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى المَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا»
"Jika salah seorang wanita dari kalian meminta izin untuk
ke masjid maka janganlah mencegah (melarang)nya".
Ini menunjukkan bahwa minta izinnya seorang wanita yang dia pergi untuk
memenuhi hajatnya yaitu pergi ke masjid dalam rangka melaksanakan ibadah kepada
Alloh (تعالى), dan
tidak boleh baginya keluar kecuali dengan izin sang suami atau walinya.
BAB III
LARANGAN BAGI PARA WANITA UNTUK MENYERUPAI
KAUM LELAKI
Dan
ini merupakan suatu perbuatan yang diharomkan oleh Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Ketahuilah
bahwa di zaman kita sekarang ini sangat banyak kita dapatkan, terutama bagi
para wanita yang sebagian mereka itu menyerupai kaum lelaki baik dari segi
penampilan maupun gaya-gayanya.
Yang
seperti ini adalah suatu larangan dan pengharoman yang sangat jelas, bahkan
perbuatan seperti ini dila'nat oleh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), sebagaimana datang dalam hadits Abdullah bin 'Abbas yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[19]:
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ
النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ»
"Rosululloh mela'nat para lelaki yang mereka menyerupai para
wanita dan para wanita yang mereka
menyerupai para lelaki".
Dalil
ini sangat jelas bagi kita semua bahwa para wanita dilarang untuk menyerupai
kaum lelaki, demikian juga sebaliknya.
Maka
barangsiapa yang dia melakukan atau mngerjakan perbuatan tersebut, maka sungguh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah melaknatnya.
Ingatlah
wahai kaum muslimah, tidak boleh bagi kalian untuk mengikuti dan menyerupai kaum
lelaki baik tingkahlaku maupun penampilan mereka dan juga yang semisalnya, maka yang demikian tidak boleh
baginya.
Dengan
itu saya nasehatkan bagi semua kaum muslimah, agar mereka menjauhi pergaulan di
masa kecilnya yaitu bergaul dengan anak-anak lelaki, dan jangan dibiarkan
bergaul terus menerus, karena ini bisa menyebabkan bagi anak-anak wanita tersebut mengikuti penampilan dan
tingkah laku anak-anak lelaki, demikian pula
sebaliknya.
BAB IV
HAK SEORANG SUAMI
TERHADAP ISTERINYA
Hendaknya
bagi seorang isteri memenuhi hak-hak suaminya jika suaminya memerintahkannya kepada
kebaikan dan memenuhi haknya yang Alloh (تعالى) telah tetapkan di dalam kitab-Nya.
Dengan
ini kita mengetahui, sesungguhnya Alloh (تعالى) itu menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu dengan adanya
suami-isteri, maka hendaknya suami-isteri saling memenuhi haknya masing-masing,
Alloh (تعالى)
berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي
ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ} [الروم: 21]
"Dan di antara tanda-tanda-Nya adalah, sesungguhnya Dia telah menciptakan
dari jenis kalian berpasang-pasangan, agar kalian cenderung dan merasa tenteram
padanya, dan dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang, sesungguhnya
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". (Ar-Ruum: 21).
Dengan
ayat ini menunjukan bahwa Alloh (تعالى) telah menjadikan manusia dan hamba-hamba-Nya berpasang-pasangan,
dan menjadikan suami-isteri itu kasih dan sayang, maka hendaknya bagi suami
isteri saling berkasih sayang yaitu di antaranya saling memenuhi haknya
masing-masing.
Diantara
hak-hak seorang suami terhadap istrinya adalah:
Yang Pertama:
Hendaknya
bagi seorang isteri memperindah dan mempercantik dirinya serta berhias dan
menampakkan senyuman manis, rasa bahagia di hadapan suaminya, karena ini
merupakan salah satu haknya suami, sebagaimana datang dalam hadits Abdullah bin Salam yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ath-Thobroniy,
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ،
وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي
نَفْسِهَا وَمَالِهَا»
"Sebaik-baik wanita adalah orang yang dia gembira (senang padamu) jika
kamu memandangnya, dan dia mentaatimu jika kamu memerintahkannya dan menjaga
aibmu serta hartamu pada dirinya". Hadis ini dishohihkan oleh
Al-Imam Al-Baniy[20].
Yang
Kedua:
Hendaknya
bagi seorang isteri memenuhi hak suaminya, jika suminya ingin mengajaknya
berjima' (bersetubuh) dan ini adalah wajib bagi sang isteri untuk menta'atinya
dan melaksanakannya serta memenuhinya jika tanpa ada udzur yang syar'i, sebagaimana datang dalam hadis Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[21],
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ
فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ»
"Jika seseorang (suami) mengajak isterinya untuk ketempat tidurnya
(bersetubuh) lalu dia enggan (menolak), maka suami bermalam dalam keadaan marah
padanya, maka malaikat mela'natnya sampai pagi".
Maka
yang demikian tidak mengapa bagi suami untuk memarahi dan menghajr isterinya jika isterinya menolak dan
enggan untuk diajak berjima'
(bersetubuh) namun dengan syarat tanpa ada halangan yang syar'i, dan sungguh
wanita yang seperti ini telah melakukan suatu kemaksiatan, karena tidak
memenuhi dan menta'ati hak suaminya, maka malaikat mela'nat wanita tersebut
sampai pagi[22].
Ketahuilah
bahwa termasuk suatu dosa besar bagi sang isteri jika dia menolak suaminya untuk berjima' dan tidak
menta'atinya, dan telah datang dalam
hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmiziy[23], Rosululloh
(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ
المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»
"Seandainya saya memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang
lain, maka saya akan memerintahkan
seorang isteri untuk sujud kepada suaminya".
Dengan
hadits ini merupakan suatu perbuatan dosa besar bagi isteri yang dia tidak
mentaati suaminya, maka dengan itu wahai kaum muslimah, hendaklah kalian
mentaati suami kalian, karena sesungguhnya ini merupakan hak suami yang harus
dipenuhi.
Sungguh
Alloh (تعالى)
akan menjaga wanita yang dia menta'ati suaminya, dan wanita yang seperti ini
adalah wanita sholihah yang dimana dia mentaati suaminya.
Yang
Ketiga:
Hendaknya
bagi sang isteri untuk tidak mengizinkan seorangpun masuk ke rumahnya, kecuali
dengan izin suaminya, dan ini merupakan salah satu hak suami, sebagaimana
datang dalam hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[24],
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَلاَ تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ»
"Tidak boleh bagi wanita untuk mengizinkan seorangpun masuk kedalam
rumahnya kecuali dengan izin suaminya".
Dalil
ini menunjukkan tentang larangan bagi para wanita yang memiliki suami untuk
mengizinkan seorangpun masuk ke rumahnya
tanpa seizin dari suaminya karena ini bisa menimbulkan fitnah serta
membahayakan bagi sang suami.
Yang Ketiga:
Hendaknya
bagi sang isteri untuk tidak berpuasa sunnah, kecuali dengan izin sang suami, karena
ini merupakan suatu larangan yang dilarang oleh Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), sebagaimana
datang dalam hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[25], Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ
إِلَّا بِإِذْنِهِ».
"Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa, sedangkan suaminya dalam
keadaan ada (di sisinya), kecuali dengan izinya".
Begitu
besarnya hak seorang suami, sampai-sampai Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) melarangnya
untuk tidak berpuasa kecuali dengan izin suaminya. Puasa yang dimaksud disini
adalah puasa sunnah.
Rosululloh
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) hanya
menghususkan puasa sunnah saja, adapun kalau puasa wajib, maka tidak mengapa
baginya untuk berpuasa walaupun tanpa seizing sang suami, karena ini adalah
suatu perintah dari Alloh (تعالى),
seperti puasa Romadhon. sebagaimana Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ} [البقرة:
183]
"Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian
bertaqwa".
(Al-Baqoroh: 183).
Dalil
ini menunjukkan tentang bolehnya bagi para wanita untuk berpuasa walaupun tanpa
seizin dari sang suami, karena ini merupakan suatu kewajiban yang diperintahkan
oleh Alloh (تعالى)
atas orang-orang yang beriman baik kaum lelaki maupun kaum wanita.
Adapun
kalau puasa wajib maka diharuskan baginya untuk menunaikannya selama tidak ada
halangan seperti haid atau nifas, dan tidak perlu baginya untuk minta izin
kepada suaminya, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah berkata:
«لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي
الْمَعْرُوفِ»
"Tiadak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Kholiq (Alloh), namun hanyalah keta'atan
itu pada kebaikan"[26].
Yang Keempat:
Hendaknya
bagi sang isteri untuk tidak bersedekah kecuali dengan izin suaminya, kalau dia
bersedekah dengan izin suaminya maka dia mendapat pahala yang sempurna, tapi
kalau tanpa seizin sang suami, maka dia mendapat setengah dari pahalanya, sebagaimana
datang dalam hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[27],
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا أَنْفَقَتِ المَرْأَةُ مِنْ كَسْبِ زَوْجِهَا، عَنْ غَيْرِ
أَمْرِهِ، فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِهِ»
"Jika seorang isteri mengimpakkan (harta) dari hasil usaha suaminya
tanpa ada perintah darinya (suami) maka dia mendapatkan setengah pahala".
Dalam
hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[28], Rosululloh
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا أَنْفَقَتِ المَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ
مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ»
"Jika seorang isteri mengimfaqkan suatu makanan dari rumahnya tanpa ada kerusakan
maka dia mendapat pahala yang sempurna terhadap apa yang dia inpaqkan".
Selesai
Alhamdulillah.
[1] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Bagi wanita yang hendak keluar rumah
untuk benar-benar memperhatikan adab-adabnya, diantaranya adalah memberikan
hak-hak jalan, di dalam "Shohih Muslim" (no. 2121) dari hadits
Abu Sa'id Al-Khudriy, dari Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bahwasanya beliau berkata:
«فَإِذَا
أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ».
"Jika kalian enggan (ya'ni
tetap keluar) maka berikanlah oleh kalian untuk jalan haknya". Para shohabat bertanya:
"Apa haknya jalan?", beliau menjawab:
«غَضُّ
الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ،
وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ»
"Menundukan pandangan, menahan
gangguan, menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari
kemungkaran".
Yang menjadi pokok pembicaraan di sini adalah menundukan pandangan".
[2] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Hadits ini diriwayatkan di dalam "Sunan"nya
(no. 1173) dengan sanad yang shohih, dan beliau berkata: "Hadits ini
adalah hasan shohih ghorib".
[3] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Ayat ini sebagai penjelas bahwasanya memakai hijab atau cadar itu bukan
kekhususan istri-istri Nabi, juga bukan kekhususan untuk wanita-wanita Arob
akan tetapi mencakup semua wanita-wanita yang beriman".
Berikut ini hasil tanya jawab yang kami paparkan
sebagai penjelasan:
SYARI'AT BERHIJAB
UNTUK
SEMUA WANITA MUSLIMAH BUKAN
HANYA WANITA AROB
Pertanyaan:
بِسم
الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Masyarakat kaum muslimin di negri kita kebanyakan dari mereka menganggap
bahwa jilbab atau cadar itu adalah pakaian adat orang Arob?. Dan ada sebagian
da'i-da'i mereka menegaskan bahwa cadar itu khusus untuk para istri Nabi,
apakah benar demikian?.
Muhammad Salim Al-Limboriy menjawab:
بِسم
الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ،
وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا
عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا
بعدُ:
Apa yang mereka katakan itu
tidak benar, memakai jilbab bagi wanita adalah suatu kewajiban yang tidak bisa
dipungkiri, adapun penegasan mereka bahwa cadar khusus untuk istri Nabi (صلى
الله عليه وسلم) maka ini juga tidak
benar, walaupun memang sebab turunnya perintah berhijab ditujukan kepada
istri-istri Nabi (صلى الله عليه وسلم) akan tetapi hukumnya adalah umum, mencakup seluruh para wanita
muslimah:
"الْعِبْرَةُ بِعُمُومِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَبِ".
"Pelajaran
adalah dengan keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab".
Lebih-lebih adanya ayat yang
memperjelas tentang masalah tersebut, Alloh (تعالى) berkata:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ}
[الأحزاب: 59].
"Wahai
Nabi katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu dan wanita-wanita
orang-orang yang beriman untuk menjulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh-tubuh
mereka". (Al-Ahzab: 59).
[4]
Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Ketentuan ini mencakup semua perkara
dalam kehidupan mereka (para wanita), yaitu bila mereka hendak keluar rumah
maka mereka meminta izin, baik keluarnya mereka karena kebutuhan yang mendesak
atau karena untuk beribadah semisal menghadiri sholat berjama'ah atau mengikuti
ta'lim di musholla khusus wanita, Al-Bukhoriy semoga Alloh merahmatinya
membuat bab khusus di dalam "Shohih"nya, beliau berkata:
"بَابُ
اسْتِئْذَانِ المَرْأَةِ زَوْجَهَا بِالخُرُوجِ إِلَى المَسْجِدِ"
"Bab
minta izinnya wanita kepada suaminya untuk keluar ke masjid".
Setelah membuat bab tersebut, beliau berkata
pada (no. 875): "Telah menceritakan kepada kami Musaddad, beliau berkata:
Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zuroi', dari Ma'mar, dari Az-Zuhriy,
dari Salim bin Abdillah, dari bapaknya Ibnu 'Umar, dari Nabi (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), beliau
berkata:
«إِذَا
اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَمْنَعْهَا»
"Jika
seorang wanita diantara kalian meminta izin maka janganlah mencegahnya".
Dan Al-Bukhoriy semoga Alloh merahmatinya
meriwayatkan dalam suatu riwayat dengan (no. 5238), beliau berkata: "Telah menceritakan
kepada kami 'Ali bin Abdillah, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami
Sufyan, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Az-Zuhriy dari Salim,
dari bapaknya Abdulloh bin Umar Ibnil Khoththob, dari Nabi (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), beliau
berkata:
«إِذَا
اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى المَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا»
"Jika
salah seorang wanita dari kalian meminta izin untuk ke masjid maka janganlah
mencegah (melarang)nya".
Ini berkaitan dengan masalah ibadah, maka
lalu bagaimana kiranya dengan yang selain ibadah semisal adanya kebutuhan? Maka
tentu lebih ditekankan tentang keharusan meminta izin".
[5]
Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya
berkata:
"Al-Imam Al-Bukhoriy meriwayatkan dari hadits
Abu Sa'id Al-Khudriy dengan (no. 1995) dan hadits Abdulloh bin Abbas
dengan (no. 1862) dan (no. 3006), Rosululloh
(صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ، وَلاَ
يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ»
"Janganlah seorang wanita safar
melainkan bersama mahromnya, dan janganlah seseorang masuk kepadanya
melainkan bersamanya mahromnya". Maka seseorang berkata: "Wahai
Rosululloh sesungguhnya saya ingin untuk keluar ke pertempuran ini dan itu, dan
istriku menginginkan untuk haji? Maka beliau (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«اخْرُجْ مَعَهَا»
"Keluarlah kamu bersamanya
(untuk menunaikan ibadah haji)!". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy".
[6] Dengan (no. 9105) dan
pada (no. 9104) dari hadits Abu Huroiroh.
[7] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Hadits ini adalah hasan, diriwayatkan
oleh Ahmad dengan (no. 9666) beliau berkata: "Telah menceritaka kepada
kami Yahya, dari Ibnu 'Ajlan, beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku Sa'id
bin Abi Sa'id, dari Abu Huroiroh…
Semua perowi hadits ini adalah tsiqot
(terpercaya) dan mereka adalah rijal (para perowi) Al-Bukhoriy kecuali
Ibnu 'Ajlan, nama beliau adalah Muhammad bin 'Ajlan, dan beliau adalah hasanul
hadits.
Dan perowi yang bernama Yahya di sini adalah
Ibnu Sa'id Al-Qohthon sebagaimana diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah (3678) dengan
menyebutkan secara jelas nama tersebut".
[8] Dengan (no. 304).
[9] Dengan (no. 5237).
[10] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Dan diwajibkan bagi mereka untuk keluar
rumah dengan mengenakan jilbab, dengan
dalil hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy (no. 324) dan Muslim (no. 890),
dari Ummu 'Athiyyah, dia berkata:
"فَسَأَلَتْ
أُخْتِي النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعَلَى إِحْدَانَا بَأْسٌ
إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهَا جِلْبَابٌ أَنْ لاَ تَخْرُجَ؟ قَالَ: «لِتُلْبِسْهَا
صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا وَلْتَشْهَدِ الخَيْرَ وَدَعْوَةَ المُسْلِمِينَ»".
"Saudariku
bertanya kepada Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ),
apakah ada dosa pada salah seorang dari kami jika dia tidak memiliki jilbab
untuk tidak keluar? Beliau berkata: "Di(pinjamkan) jilbab oleh kawannya
supaya dia memakainya untuk keluar menyaksiakn kebaikan (hari raya) dan
da'wahnya kaum muslimin".
Dari hadits tersebut dapat dipetik faedah,
diantaranya:
Pertama: Hukum asal bagi para wanita adalah menetap
di dalam rumahnya.
Kedua: Para wanita tidak diperkenankan untuk keluar
rumah kecuali ada udzur (alasan) yang syar'i atau ada kebutuhan yang
mendesak.
Ketiga: Wanita tidak dibolehkan keluar kecuali dengan
mengenakan jilbab.
Keempat: Disyari'atkan bagi wanita untuk menghadiri
sholat 'ied, walaupun dia haid dengan ketentuan dia hanya mendengarkan khutbah
atau da'wah kaum muslimin dan dia tidak boleh sholat 'ied karena dia sedang haid.
[11] Al-Bukhoriy dengan (no. 5196)
dan Muslim dengan (no. 2736).
[12] Al-Bukhoriy dengan (no.
3241).
[13] Perkataan ini perlu
ditinjau lagi! Lihat foot note (catatan kaki) setelah ini (no. 14).
[14] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Dia adalah salah satu perowinya Al-Imam
Muslim, beliau berkata sebagaimana di dalam "Shohih Muslim"
(no. 2738):
"كَانَ
لِمُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اللهِ امْرَأَتَانِ، فَجَاءَ مِنْ عِنْدِ إِحْدَاهُمَا،
فَقَالَتِ الْأُخْرَى: جِئْتَ مِنْ عِنْدِ فُلَانَةَ؟ فَقَالَ: جِئْتُ مِنْ عِنْدِ
عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ فَحَدَّثَنَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ ...".
"Muthorrif bin Abdillah
memiliki dua istri, dia datang dari sisi salah satu dari dua istrinya maka
seorang dari istrinya berkata: "Kamu datang dari sisi Fulanah?", maka beliau berkata: "Aku datang dari
sisi Imron bin Hushoin, beliau menceritakan kepada kami bahwasanya
Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:…." (sebagaimana
hadits tersebut)".
[15] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Yang dimaksud dengan paling sedikitnya
penghuni jannah adalah para wanita, yaitu wanita-wanita dunia, kebanyakan
mereka masuk neraka, dan sedikit dari wanita dunia yang masuk jannah.
Walaupun dengan ungkapan "paling
sedikit" namun maknanya bukan berarti mereka yang tersedikit di dalam
jannah, justru merekalah yang terbanyak dari pada para lelaki, Abu Ya'la
Al-Mushiliy meriwayatkan dari hadits Abu Huroiroh, beliau berkata:
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«فيدخل الرجل منهم على ثنتين وسبعين زوجة
مما ينشئ الله تعالى وثنتين من ولد آدم».
"Akan
masuk seseorang dari mereka (orang-orang yang beriman) atas 72 (tujuh puluh
dua) orang istri yang Alloh (تعال) siapkan (dari kalangan para bidadari) dan 2 (dua) orang istri
dari kalangan anak Adam".
[16] Al-Bukhoriy
meriwayatkan dengan (no. 5096) dan Muslim dengan (no. 2740).
[18] Dengan (no. 5238).
[20] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar
di dalam "Musnad"nya dengan (8537) dari hadits Abu Huroiroh.
Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata di dalam "Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shohihah" (4/454): "Diriwayatkan oleh
Ath-Thoyalisiy (hal. 306 no. 2325): Beliau berkata: Telah menceritakan kepada
kami Abu Ma'syar dari Sa'id, dari Abu Huroiroh".
[21] Dengan (no. 3237).
[22] Abu Ahmad Muhammad
Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Masalah jima' ini bukan hanya hak suami
atas istrinya, namun istri juga memiliki hak tentangnya, sungguh tidak
dibenarkan bagi seseorang yang beralasan sibuk menuntut ilmu kemudian
menelantarkan hak istrinya yang satu ini, Al-Bukhoriy meriwayatkan di dalam
"Shohih"nya dari hadits Muhammad bin Basysyar, dari Ja'far bin
'Aun, dari Abul 'Umais, dari 'Aun bin Abi Juhaifah, dari bapaknya
tentang kisah Abud Darda' yang tidak memberikan hak istrinya (Umud
Darda') berupa jima' maka Salman Al-Farisiy berkata: "Diantara
perkataannya:
"وَلِأَهْلِكَ
عَلَيْكَ حَقًّا".
"Dan bagi
istrimu memiliki hak atasmu!". Ketika dikabarkan kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tentang
apa yang dikatakan oleh Salman, maka Rosululloh (صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«صَدَقَ
سَلْمَانُ»
"Telah
benar Salman".
[23] Dengan (no. 1159),
dan At-Tirmidziy berkata: "Ini adalah hadits hasan shohih".
[26] Diriwayatkan oleh
Al-Bukhoriy (no. 7257) dan Muslim (no. 1840) dari hadits Ali Rodhiyallu
'anhu.
[27] Dengan (no. 2066).
[28] Dengan (no. 2065).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar