Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

nasehat untuk para wanita sholihah





KATA PENGANTAR


بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وآله وسلم.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أما بعد:
فإن خير الحديث كلام الله، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وعلى آله وسلم، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار.
Wahai manusia ketahuilah bahwasanya agama kami adalah agama Islam, yang dia adalah agama yang penuh dengan kasih sayang dan kelemah lembutan, agama kami telah menempatkan para pemeluknya dari kalangan wanita dengan kedudukan yang mulia, mereka para wanita yang memeluk agama Islam dimuliakan, Alloh (تعالى) berkata:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ} [الأحزاب: 33]
"Dan berdiam kalian di rumah-rumah kalian!". (Al-Ahzab: 33).
Diamnya mereka di rumah-rumah mereka bagaikan tuan putri di dalam istana kerajaan, mereka tidak diberi beban untuk keluar mengendarai kuda dan tidak pula diberi beban untuk keluar menyandang senjata dalam bertempur melawan musuh.
Alloh (تعالى) menyayangi para wanita yang beriman dan Dia (تعالى) tidak menginginkan mereka untuk ketinggalan dengan pahala jihad di jalan Alloh maka Dia (تعالى) memberikan suatu amalan yang ganjaran pahalanya semisal dengan jihad di jalan-Nya, Al-Imam Ahmad dan yang selainya meriwayatkan dari hadits Ummul Mu'minin Aisyah semoga Alloh meridhoinya bahwasanya dia berkata kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
"يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَا نَخْرُجُ نُجَاهِدُ مَعَكُمْ".
"Wahai Rosululloh, tidakkah kami keluar untuk berjihad bersama kalian?". Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَا، جِهَادُكُنَّ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ، هُوَ لَكُنَّ جِهَادٌ»
"Tidak, jihadnya kalian adalah haji mabrur, dia bagi kalian adalah jihad". Dalam suatu riwayat dengan lafadz:
«جِهَادُكُنَّ الْحَجُّ أَوْ حَسْبُكُنَّ الْحَجُّ»
"Jihadnya kalian adalah haji atau cukup bagi kalian adalah haji"!.
Dan di dalam "Shohih Al-Bukhoriy" bahwasanya Aisyah semoga Alloh meridhoinya berkata:
"اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: «جِهَادُكُنَّ الحَجُّ».
"Aku meminta izin kepada Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) untuk jihad, maka beliau berkata: "Jihadnya kalian adalah haji".
            Tidak hanya itu, bahkan Alloh (تعالى) perintahkan kepada hamba-hamba-Nya kaum lelaki yang beriman untuk memperhatikan mereka, Alloh (تعالى) perintahkan mereka untuk menikahi 4 (empat) wanita namun apabila tidak bisa untuk berbuat adil maka cukup satu wanita saja, Alloh (تعالى) berkata:
{فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً} [النساء: 3]
"Maka nikahilah oleh kalian dari para wanita yang kalian senangi; 2 (dua), 3 (tiga), dan 4 (empat), jika kalian khawatir tidak bisa berbuat adil maka (nikahilah) satu saja". (An-Nisa': 3).
Hikmah dari semua itu, tidak lain supaya wanita itu benar-benar diperhatikan karena mereka itu diperumpamakan seperti tulang rusuk yang bengkok, Al-Bukahoriy semoga Alloh merohmatinya berkata: "Telah menceritakan kepada kami Abdul 'Aziz bin Abdillah, beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku Malik bin Anas, dari Abuz Zinad, dari Al-A'roj, dari Abu Huroiroh, bahwasanya Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«المَرْأَةُ كَالضِّلَعِ، إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيهَا عِوَجٌ».
"Wanita itu seperti tulang rusuk, jika kamu meluruskannya maka kamu mematahkannya, dan jika kamu menikmati (memanfaatkan)nya maka akan bermanfaat untukmu, dan padanya kebengkokan (kekurangan)". Hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim.
 Semua itu tidak lain karena kasih sayangnya Alloh (تعالى) kepada para wanita, namun kebanyakan mereka tidak mau bersyukur kepada-Nya, itu yang berkaitan dengan permasalahan antara mereka dengan sesama, bahkan permasalahan antara mereka dengan Alloh (تعالى) masih Alloh (تعالى) beri keringanan, ketika mereka di waktu-waktu haid maka Alloh (تعالى) beri keringanan dengan tidak meng-qodho' (mengganti) sholatnya, Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Mu'adzah, dia berkata:
"سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ. فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: "كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ".
"Aku bertanya kepada Aisyah, aku berkata: Kenapa wanita haid mengqodho puasa dan tidak mengqodho' sholat?, Maka dia berkata: "Apakah kamu wanita khowarij?!", aku berkata: "Aku bukan wanita khowarij akan tetapi aku hanya bertanya", maka dia berkata: "Kami dahulu ditimpa haid, lalu kami diperintah mengqodho puasa dan tidak diperintah untuk mengqodho sholat".
Dengan kasih sayang yang begitu berharga, yang Alloh (تعالى) berikan kepada kaum wanita yang beriman maka tidak sepantasnya bagi mereka untuk kemudian mengingkari kenikmatan tersebut.
Alhamdulillah pada kesempatan ini kami paparkan suatu penjelasan tentang nasehat yang diberi judul "NASEHAT UNTUK PARA WANITA SHOLIHAH", yang dia merupakan sebuah karya tulis, yang ditulis oleh saudara kami yang mulia Abu Ja'far Numair Al-Limboriy semoga Alloh menjaganya, dan kami beri tambahan berupa catatan kaki, baik berupa penyebutan rujukan hadits beserta nomornya maupun tambahan dari beberapa perkataan kami.
Kami melihat bahwa apa yang beliau tulis sebagai suatu kepedulian terhadap saudari-saudarinya yang beriman, beliau di tengah-tengah kesibukannya dalam menuntut ilmu, ibadah, jaga dan dalam memberi pelayanan dalam sehari beliau tiga kali pulang pergi mengantarkan makanan untuk para hurros (yang jaga) di Wathon-Dammaj namun beliau masih bisa menyempatkan diri untuk menggoreskan hitam di atas putih, semoga Alloh (تعالى) membalasnya dengan kebaikan dan menjadikan karya tulisnya ini bermanfaat.
وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم.
Ditulis oleh:
Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Semoga Alloh mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya, dan saudara-saudarinya
Di Darul Hadits Dammaj
Pada Sabtu/3/7/1434 Hijriyyah



BAB I
ADAB-ADAB BAGI PARA WANITA MUSLIMAH BILA KELUAR DARI  RUMAHNYA
                                      
Hendaknya bagi para wanita muslimah untuk mengetahui beberapa perkara yang sangat penting terutama adab-adab keluar dari rumah, diantaranya adalah:
Pertama: Hendaknya dia menundukkan pandangannya ketika berjalan di jalan, dan ini sangat penting karena sesungguhnya pandangannya itu bisa menimbulkan fitnah bagi para lelaki. Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ} [النور: 31]
"Dan katakanlah kepada para wanita muslimah agar  mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya". (An-Nuur: 31)[1].
Kedua: Hendaknya bagi para wanita muslimah jika keluar dari rumahnya harus memakai hijab (jilbab), karena sesungguhnya wanita itu adalah aurat, sebagaimana datang dalam hadis Abdillah bin Masud yang  diriwayatkan oleh  Al-Imam  At-Tirmizi, Rosululluh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ»
"Wanita adalah aurat, maka jika dia keluar syaithon akan menghiasinya". Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmiziy[2].
Maka dengan memakai hijab Alloh (تعالى) akan menjaganya dan tidak mudah baginya untuk diganggu, sebagaimana Alloh  (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا} [الأحزاب: 59]
"Wahai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu dan anak-anak prempuanmu dan isteri-isteri orang yang yang beriman, agar mereka menutupkan jilbab (ke seluruh tubuh mereka) yang demikian itu supaya mereka mudah untuk  dikenal dan tidak  diganggu, Alloh adalah Al-Ghofur (Maha Pengampun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)". (Al-Ahzab: 59)[3].
Pada ayat tersebut, Alloh (تعالى) memerintahkan kepada nabi-Nya, supaya dia memerintahkan istri-isteri dan putri-putrinya serta isteri-istri orang-orang yang beriman untuk menutup semua tubuh mereka dengan menggunakan hijab, maka dengan itu wajib bagi para wanita jika keluar dari rumahnya untuk mengenakan hijab dan janganlah dia menampakkan auratnya serta perhiasannya, kecuali yang biasa nampak, sebagaimana  Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ} [النور: 31]
"Dan katakanlah kepada prempuan muslimah supaya mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dan hendaklah mereka menutup dada-dada mereka dengan kain kerudung mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, bapak mereka, atau bapak suami mereka atau putra-putra mereka atau putra suami mereka atau saudara laki-laki mereka atau putra saudara laki-laki mereka atau putra saudara perempuan mereka atau para wanita seagama islam dengan mereka atau hamba sahaya  yang  mereka miliki". (An-Nur: 31). 
Ketiga: Hendaknya jika keluar rumah, jangan sampai dia berjalan dengan bunyi sandal yang keras, karena ini bisa menyebabkan dan menimbulkan fitnah bagi para lelaki, sebagaimana Alloh (تعالى) berkata di  dalam kitab-Nya  yang  mulia:
{وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ} [النور: 31]
"Dan janganlah mereka menghentakkan kaki mereka supaya diketahui perhiasan  yang mereka sembunyikan". (An-Nur: 31).
Ini menunjukkan bahwa larangan bagi para wanita jika hendak berjalan jangan sampai dia menghentakkan dan mengeraskan suara kaki  mereka, karena ini bisa menimbulkan fitnah bagi orang-orang yang  mendengar suara rentakan kaki mereka.
Sungguh pada zaman kita sekarang ini, sangat bayak kita lihat para wanita yang mereka kalau keluar dari rumah dengan menampakkan perhiasan dan aurat mereka, lebih-lebih bagi mereka yang tidak memakai  hijab (jilbab) Kita  berlindung kepada Alloh dari yang demikian itu, maka dengan itu wahai kaum muslimah, jika kalian keluar dari rumah maka hendaknya kalian memakai hijab yaitu dengan menutup aurat dan tidak berhias, baik dengan memakai harum-haruman, serta menjaga suara rentakan kakinya ketika hendak jalan, karena sesungguhnya ini bisa menimbulkan dan menyebabkan terjadinya fitnah bagi para lelaki.
Keempat: Hendaknya jika keluar dari rumah, harus meminta izin kepada suaminya bagi yang sudah menikah, atau izin kepada walinya atau bapaknya bagi  yang belum menikah.
Ini merupakan salah satu syarat yang penting bagi para wanita, jika hendak keluar dari rumah maka harus meminta izin kepada suaminya atau pun walinya atau bapaknya[4].
Ingatlah wahai para wanita muslimah, minta izin kepada suami merupakan salah satu haknya suami, maka dengan itu tidak boleh bagi sang istri untuk keluar dari rumah tanpa seizin dari sang  suami dan ketahuilah bahwa wanita itu afdol (lebih utama) bagi mereka berdiam di  rumah, sebagaimana Alloh (تعالى) katakan  di dalam kitab-Nya  yang  mulia:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى} [الأحزاب: 33]
"Dan  hendaklah  kalian  menetap  di  rumah  kalian, janganlah  kalian  berhias seperti orang-orang  jahiliyyah terdahulu". (Al-Ahzab:33).
Kelima: Hendaknya bagi para wanita, jika melakukan safar (bepergian jauh), maka  diharuskan baginya untuk bersama mahromnya.
Maka dengan itu tidak di perbolehkan bagi para wanita untuk bepergian jauh tanpa ditemani mahrom, dan Rosululluh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memerintahkan supaya bersama mahrom jika hendak bepergian jauh, sebagaimana datang dalam hadits Abdillah bin Abbas yang di riwayatkanoleh  Al-Imam  Al-Bukhoriy, Rosululluh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ»
"Tidak boleh bagi wanita untuk bepergian jauh kecuali dia bersama mahromnya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy[5].
Ini adalah dalil yang menunjukkan dan menerangkan bahwa sesungguhnya wanita tidak boleh bepergian jauh dan keluar dari kampungnya tanpa ditemani mahromnya, baik itu dia pergi ke kota lain yang di luar kampungnya, maupun keluar negri, maka  yang demikian wajib baginya untuk bersama mahromnya.
Betapa banyak kita dapati perempuan di zaman sekarang ini yang  mereka berbondong-bondong untuk bepergian jauh tanpa ditemani mahromnya, sehingga sebagian kita dengar bahwa terjadi perzinaan disebabkan karena bepergian tanpa ditemani mahromnya.
Maka sangat penting dan sebagai kewajiban bagi para wanita untuk bepergian jauh bersama mahromnya, karena yang demikian bisa menjaganya dari perzinaan dan perkara-perkara maksiat yang lainnya.
Kita mengetahui bahwa sesungguhnya wanita itu lemah dan kurang dari sisi agama, maka yang demikian membutuhkan penjagaan jika hendak bepergian jauh, sebagaimana datang dalam hadits Abu Syuraih Khuwailid bin 'Amr yang diriwayatkan oleh Al-Imam An-Nasaiy[6], Rosululluh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ: الْيَتِيمِ، وَالْمَرْأَةِ».
"Ya Alloh sesungguhnya saya meminta keringanan terhadap haq kedua  orang yang lemah yaitu anak yatim dan para wanita"[7].
Maka dengan dalil ini menunjukkan bahwanya wanita adalah lemah.
Adapun dalil tentang bahwasanya wanita itu memiliki kekurangan agama adalah hadits Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[8], Rosululluh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ، فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا».
"Bukankah wanita itu jika haid dia tidak puasa dan tidak pula sholat, maka yang demikian itu adalah kurangnya agama".


BAB II
BOLEHNYA BAGI PARA WANITA UNTUK KELUAR RUMAH, HANYA  UNTUK  MEMENUHI  HAJATNYA (KEBUTUHANNYA)
 
Perkara yang seperti ini dibolehkan  bagi  para  wanita  untuk  keluar  dari rumahnya, akan tetapi dengan syarat-syarat yang telah lewat  penyebutannya dan juga bolehnya dia keluar hanya sekedar memenuhi  kebutuhannya, sebagaimana datang dalam hadits Aisyah yang  diriwayatkan  oleh Al-Imam  Al-Bukhoriy[9], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«قَدْ أَذِنَ اللَّهُ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَوَائِجِكُنَّ»
"Sesungguhnya Alloh mengizinkan bagi kalian untuk keluar sesuai dengan keperluan kalian".
Dengan dalil ini menunjukkan bolehnya bagi para wanita untuk keluar dari rumahnya sesuai dengan kebutuhan dan keperluannya[10].
Namun sekarang kita dapatkan betapa banyak para wanita yang mereka keluar dari rumah tanpa ada kebutuhan sama sekali, dan terlebih lebih dia pergi ke tempat maksiat yang tidak sepantasnya baginya, maka berhati-hatilah wahai kaum muslimah dengan perbuatan seperti ini karena sesungguhnya kebanyakan wanita itu masuk ke dalam neraka disebabkan kecerobohan mereka dan perbuatan mereka sendiri, sebagaimana datang dalam hadits Usamah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy dan Muslim[11], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَقُمْتُ عَلَى بَابُ النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ».
"Aku berdiri di atas pintu neraka maka (aku melihat) yang terbanyak dari penghuninya adalah para waniat".
Di dalam hadits yang lain dari Imron yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[12], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ»
"Dan aku melihat ke neraka, maka aku melihat yang paling banyak penghuninya  adalah  para wanita".
Ketahuilah wahai para wanita muslimah sesungguhnya di surga itu sangat sedikit sekali penghuninya para wanita[13], wanita itu bisa disebabkan tidak masuk surga karena cinta dunia dan harta, serta mengerjakan suatu perkara maksiat yang lainnya, yang Alloh dan Rosul-Nya melarang  baginya, sebagaimana datang dalam hadis Abi Tayyah[14] yang diriwayatkan  oleh Al-Imam Muslim, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِنَّ أَقَلَّ سَاكِنِي الْجَنَّةِ النِّسَاءُ».
"Sesungguhnya yang paling sedikit penghuni surga adalah  prempuan"[15].
Begitu banyak dalil yang menunjukan tentang penghalang bagi para wanita untuk masuk surga, begitu juga sangat banyak dalil yang menunjukkan bahwa sesungguhnya yang paling banyak penghuni neraka adalah wanita, maka dengan itu wahai kaum muslimah hendaknya kalian berdiam di rumah kalian dan jangan sampai kalian keluar tanpa ada kebutuhan dan keperluan.
Hendaknya para wanita itu menetap di rumah, banyak-banyak beribadah kepada Alloh (تعالى) serta taat kepada apa yang Dia telah perintahkan, sebagaimana Alloh (تعالى) memerintahkan kepada isteri-isteri para Nabi, agar mereka jangan banyak bertingkah laku sebagaimana orang-orang jahiliyyah terdahulu, Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ} [الأحزاب: 33]
"Dan hendaklah kalian menetap di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian berhias (bertingkah laku)seperti orang-orang jahiliah terdahulu dan tegakkanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Alloh dan Rosul-Nya". (Al-Ahzab: 33).
Sungguh bagi para wanita itu diharuskan untuk menetap di rumahnya, untuk memenuhi hak-hak suaminya dan mengurus anak-anaknya bagi yang sudah menikah.
Adapun keluar dari rumahnya diperbolehkan dengan syarat harus izin kepada suaminya atau walinya serta ada kebutuhan yang dia butuhkan, dan kapan bagi wanita yang dia keluar untuk mencari kemaksiatan serta tidak ada kebutuhan yang dia butuhkan, maka yang seperti ini diharamkan baginya untuk keluar, karena dia menempuh suatu perbuatan yang diharamkan dan dilarang oleh Alloh (تعالى) dan Rosul-Nya.
Hendaknya pula bagi para wanita untuk menjaga dirinya jangan sampai dia bercanda-canda dengan kaum pria, karena ini bisa  menyebabkan timbulnya fitnah.
Sekarang betapa banyak kita dapati dan kita lihat para wanita bersama laki-laki, mereka bercampur baur dalam suatu ruangan seperti di tempat kuliahan, sekolahan dan tempat yang lainnya serta tempat-tempat ikhtilat yang lainnya, maka berhati-hatilah wahai kaum muslimah dengan perbuatan seperti ini.
Kita mengetahui bahwa campur baur antara laki-laki dan antara wanita adalah termasuk salah satu pengikutan terhadap langkah-langkah syaithon, Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ} [النور: 21]
"Wahai orang-orang yang beriman,  janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaithon dan barang siapa yang dia  mengikuti langkah-langkah syaithon, maka sesungguhnya dia memerintahkan untuk melakukan kekejian dan kemungkaran". (An Nuur: 21).
Sebab terjadinya fitnah juga adalah wanita yang keluar dari rumah dan mengeraskan suaranya serta berhias dan memakai wangi-wangian.
Hendaknya  para  wanita  jangan  sampai  dia  berlemah  lembut  di  dalam  berbicara  kepada  selain mahromnya, karena ini bisa menyebabkan  timbulnya fitnah bagi para lelaki, Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا} [الأحزاب: 32]
"Maka janganlah kalian berlembut-lembutan dalam berbicara sehingga membangkitkan nafsu-nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik". (Al-Ahzab: 32).
Di dalam ayat ini Alloh (تعالى) menerangkan kepada isteri-isteri para Nabi dan mengingatkan agar mereka itu jangan sampai merendahkan suara  mereka dengan lembut-lembut, sehingga orang-orang yang berpenyakit hatinya, akan timbul nafsunya, begitu juga para wanita muslimah, hendaknya mereka juga tidak merendahkan suara mereka.
Sebagai wanita muslimah, hendaknya dia menjaga dirinya dari kemaksiatan dan janga sampai menimbulkan fitnah bagi kalangan lelaki ketika keluar dari rumahnya.
Sungguh kita telah mengetahui, bahwa fitnah wanita itu sangat besar bagi kalangan lelaki, sebagaimana datang dalam hadits Usamah bin Zaid yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy dan Muslim[16], Rosulullah (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ»
"Tidaklah  aku  meninggalkan  suatu  fitnah  yang  setelah  saya  yaitu  bahayanya  bagi  kaum  lelaki  atas  perempuan". 
Di dalam hadits yang lain dari Abu Sa'id Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim[17], Rosulullah (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
 «فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ»
"Maka takutlah kalian kepada (fitnah) dunia dan (fitnah) wanita, karena sesungguhnya awal fitnahnya Bani Isroil adalah pada (finah) wanita".
Fitnah wanita itu lebih besar daripada fitnah yang selainnya, maka dengan itu Alloh (تعالى) mengatakan di dalam kitab-Nya yang mulia:
{زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ} [آل عمران: 14]
"Telah dihiasi pada pandangan manusia, rasa cinta terhadap syahwat-syahwat diantaranya kecintaan kepada wanita". (Al-Imron: 14).
Dengan ini kita mengetahui bahwa begitu besarnya fitnah wanita, lebih-lebih sekarang ini, sudah merajalela dimana-mana, maka berhati-hatilah wahai kaum muslimah, jagalah diri-diri kalian jangan sampai menimbulkan fitnah bagi para lelaki, yang demikian bisa menyebabkan terjadinya perzinaan.
Hendaklah para wanita bertaqwa kepada Alloh (تعالى) dan banyak-banyak memohon ampunan serta selalu dzikir kepada-Nya karena ini bisa menjaga mereka serta menghalangi mereka untuk terjun kepada perkara maksiat.
Ingatlah wahai kaum muslimah, jika kalian pergi atau keluar dari rumah untuk memenuhi kebutuhan kalian maka hendaknya kalian izin kepada suami kalian atau izin kepada wali kalian bagi yang  belum  menikah, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memerintahkan yang demikian dan melarang untuk keluar tanpa izin dari suami atau wali kalian, sebagaimana datang  dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[18], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى المَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا»
"Jika salah seorang wanita dari kalian meminta izin untuk ke masjid maka janganlah mencegah (melarang)nya".
Ini menunjukkan bahwa minta izinnya seorang wanita yang dia pergi untuk memenuhi hajatnya yaitu pergi ke masjid dalam rangka melaksanakan ibadah kepada Alloh (تعالى), dan tidak boleh baginya keluar kecuali dengan izin sang suami atau walinya.


BAB III
LARANGAN BAGI PARA WANITA UNTUK MENYERUPAI KAUM LELAKI
 
Dan ini merupakan suatu perbuatan yang diharomkan oleh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Ketahuilah bahwa di zaman kita sekarang ini sangat banyak kita dapatkan, terutama bagi para wanita yang sebagian mereka itu menyerupai kaum lelaki baik dari segi penampilan maupun gaya-gayanya.
Yang seperti ini adalah suatu larangan dan pengharoman yang sangat jelas, bahkan perbuatan seperti ini dila'nat oleh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), sebagaimana datang dalam hadits Abdullah bin 'Abbas yang  diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[19]:
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ»
"Rosululloh mela'nat para lelaki yang mereka menyerupai para wanita  dan para wanita yang mereka menyerupai  para lelaki".
Dalil ini sangat jelas bagi kita semua bahwa para wanita dilarang untuk menyerupai kaum lelaki, demikian juga sebaliknya.
Maka barangsiapa yang dia melakukan atau mngerjakan perbuatan  tersebut, maka sungguh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah melaknatnya.
Ingatlah wahai kaum muslimah, tidak boleh bagi kalian untuk mengikuti dan menyerupai kaum lelaki baik tingkahlaku maupun penampilan mereka dan juga yang  semisalnya, maka yang demikian tidak boleh baginya.
Dengan itu saya nasehatkan bagi semua kaum muslimah, agar mereka menjauhi pergaulan di masa kecilnya yaitu bergaul dengan anak-anak lelaki, dan jangan dibiarkan bergaul terus menerus, karena ini bisa menyebabkan bagi anak-anak  wanita tersebut mengikuti penampilan dan tingkah laku anak-anak lelaki, demikian pula  sebaliknya.


BAB IV
HAK SEORANG SUAMI TERHADAP ISTERINYA
 
Hendaknya bagi seorang isteri memenuhi hak-hak suaminya jika suaminya memerintahkannya kepada kebaikan dan memenuhi haknya yang Alloh (تعالى) telah tetapkan di dalam kitab-Nya.
Dengan ini kita mengetahui, sesungguhnya Alloh (تعالى) itu menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu dengan adanya suami-isteri, maka hendaknya suami-isteri saling memenuhi haknya masing-masing, Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya  yang  mulia:
{وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ} [الروم: 21]
"Dan di antara tanda-tanda-Nya adalah, sesungguhnya Dia telah menciptakan dari jenis kalian berpasang-pasangan, agar kalian cenderung dan merasa tenteram padanya, dan dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang, sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir". (Ar-Ruum: 21).
Dengan ayat ini menunjukan bahwa Alloh (تعالى) telah menjadikan manusia dan hamba-hamba-Nya berpasang-pasangan, dan menjadikan suami-isteri itu kasih dan sayang, maka hendaknya bagi suami isteri saling berkasih sayang yaitu di antaranya saling memenuhi haknya masing-masing.
Diantara hak-hak seorang suami terhadap istrinya adalah:
Yang Pertama:
Hendaknya bagi seorang isteri memperindah dan mempercantik dirinya serta berhias dan menampakkan senyuman manis, rasa bahagia di hadapan suaminya, karena ini merupakan salah satu haknya suami, sebagaimana datang dalam hadits Abdullah bin Salam yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ath-Thobroniy, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا»
"Sebaik-baik wanita adalah orang yang dia gembira (senang padamu) jika kamu memandangnya, dan dia mentaatimu jika kamu memerintahkannya dan menjaga aibmu serta hartamu pada dirinya". Hadis ini dishohihkan oleh Al-Imam Al-Baniy[20].
 
Yang Kedua:
Hendaknya bagi seorang isteri memenuhi hak suaminya, jika suminya ingin mengajaknya berjima' (bersetubuh) dan ini adalah wajib bagi sang isteri untuk menta'atinya dan melaksanakannya serta memenuhinya jika tanpa ada udzur yang  syar'i, sebagaimana datang dalam hadis Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[21], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ»
"Jika seseorang (suami) mengajak isterinya untuk ketempat tidurnya (bersetubuh) lalu dia enggan (menolak), maka suami bermalam dalam keadaan marah padanya, maka malaikat mela'natnya sampai pagi".
Maka yang demikian tidak mengapa bagi suami untuk memarahi dan  menghajr isterinya jika isterinya menolak dan enggan untuk diajak  berjima' (bersetubuh) namun dengan syarat tanpa ada halangan yang syar'i, dan sungguh wanita yang seperti ini telah melakukan suatu kemaksiatan, karena tidak memenuhi dan menta'ati hak suaminya, maka malaikat mela'nat wanita tersebut sampai pagi[22].
Ketahuilah bahwa termasuk suatu dosa besar bagi sang isteri jika dia  menolak suaminya untuk berjima' dan tidak menta'atinya, dan telah datang  dalam hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmiziy[23], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا»
"Seandainya saya memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain,  maka saya akan memerintahkan seorang isteri untuk sujud kepada suaminya". 
Dengan hadits ini merupakan suatu perbuatan dosa besar bagi isteri yang dia tidak mentaati suaminya, maka dengan itu wahai kaum muslimah, hendaklah kalian mentaati suami kalian, karena sesungguhnya ini merupakan hak suami yang harus dipenuhi.
Sungguh Alloh (تعالى) akan menjaga wanita yang dia menta'ati suaminya, dan wanita yang seperti ini adalah wanita sholihah yang dimana dia mentaati suaminya.
 
Yang Ketiga:
Hendaknya bagi sang isteri untuk tidak mengizinkan seorangpun masuk ke rumahnya, kecuali dengan izin suaminya, dan ini merupakan salah satu hak suami, sebagaimana datang dalam hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[24], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَلاَ تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ»
"Tidak boleh bagi wanita untuk mengizinkan seorangpun masuk kedalam rumahnya kecuali dengan izin suaminya".
Dalil ini menunjukkan tentang larangan bagi para wanita yang memiliki suami untuk mengizinkan seorangpun  masuk ke rumahnya tanpa seizin dari suaminya karena ini bisa menimbulkan fitnah serta membahayakan bagi sang suami.
Yang Ketiga:
Hendaknya bagi sang isteri untuk tidak berpuasa sunnah, kecuali dengan izin sang suami, karena ini merupakan suatu larangan yang dilarang oleh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), sebagaimana datang dalam hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[25], Rosululloh  (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ».
"Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa, sedangkan suaminya dalam keadaan ada (di sisinya), kecuali dengan izinya".
Begitu besarnya hak seorang suami, sampai-sampai Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) melarangnya untuk tidak berpuasa kecuali dengan izin suaminya. Puasa yang dimaksud disini adalah puasa sunnah.
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) hanya menghususkan puasa sunnah saja, adapun kalau puasa wajib, maka tidak mengapa baginya untuk berpuasa walaupun tanpa seizing sang suami, karena ini adalah suatu perintah dari Alloh (تعالى), seperti puasa Romadhon. sebagaimana Alloh (تعالى) berkata di dalam kitab-Nya yang mulia:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ} [البقرة: 183]
"Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa". (Al-Baqoroh: 183).
Dalil ini menunjukkan tentang bolehnya bagi para wanita untuk berpuasa walaupun tanpa seizin dari sang suami, karena ini merupakan suatu kewajiban yang diperintahkan oleh Alloh (تعالى) atas orang-orang yang beriman baik kaum lelaki maupun kaum wanita.
Adapun kalau puasa wajib maka diharuskan baginya untuk menunaikannya selama tidak ada halangan seperti haid atau nifas, dan tidak perlu baginya untuk minta izin kepada suaminya, karena Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah berkata:
«لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ»
"Tiadak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada  Al-Kholiq (Alloh), namun hanyalah keta'atan itu pada kebaikan"[26].
Yang Keempat:
Hendaknya bagi sang isteri untuk tidak bersedekah kecuali dengan izin suaminya, kalau dia bersedekah dengan izin suaminya maka dia mendapat pahala yang sempurna, tapi kalau tanpa seizin sang suami, maka dia mendapat setengah dari pahalanya, sebagaimana datang dalam hadits Abu Huroiroh yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[27], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا أَنْفَقَتِ المَرْأَةُ مِنْ كَسْبِ زَوْجِهَا، عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ، فَلَهُ نِصْفُ أَجْرِهِ»
"Jika seorang isteri mengimpakkan (harta) dari hasil usaha suaminya tanpa ada perintah darinya (suami) maka dia mendapatkan setengah pahala".
Dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy[28], Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«إِذَا أَنْفَقَتِ المَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ»
"Jika seorang isteri mengimfaqkan suatu makanan dari rumahnya tanpa ada kerusakan maka dia mendapat pahala yang sempurna terhadap apa yang dia inpaqkan".
Selesai Alhamdulillah.



[1]  Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Bagi wanita yang hendak keluar rumah untuk benar-benar memperhatikan adab-adabnya, diantaranya adalah memberikan hak-hak jalan, di dalam "Shohih Muslim" (no. 2121) dari hadits Abu Sa'id Al-Khudriy, dari Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) bahwasanya beliau berkata:
«فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ».
"Jika kalian enggan (ya'ni tetap keluar) maka berikanlah oleh kalian untuk jalan haknya". Para shohabat bertanya: "Apa haknya jalan?", beliau menjawab:
«غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ»
"Menundukan pandangan, menahan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran". Yang menjadi pokok pembicaraan di sini adalah menundukan pandangan".
[2]  Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Hadits ini diriwayatkan di dalam "Sunan"nya (no. 1173) dengan sanad yang shohih, dan beliau berkata: "Hadits ini adalah hasan shohih ghorib".
[3] Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:  
"Ayat ini sebagai penjelas  bahwasanya memakai hijab atau cadar itu bukan kekhususan istri-istri Nabi, juga bukan kekhususan untuk wanita-wanita Arob akan tetapi mencakup semua wanita-wanita yang beriman".
Berikut ini hasil tanya jawab yang kami paparkan sebagai penjelasan:

SYARI'AT BERHIJAB
UNTUK
SEMUA WANITA MUSLIMAH BUKAN HANYA WANITA AROB

Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Masyarakat kaum muslimin di negri kita kebanyakan dari mereka menganggap bahwa jilbab atau cadar itu adalah pakaian adat orang Arob?. Dan ada sebagian da'i-da'i mereka menegaskan bahwa cadar itu khusus untuk para istri Nabi, apakah benar demikian?.

Muhammad Salim Al-Limboriy menjawab:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Apa yang mereka katakan itu tidak benar, memakai jilbab bagi wanita adalah suatu kewajiban yang tidak bisa dipungkiri, adapun penegasan mereka bahwa cadar khusus untuk istri Nabi (صلى الله عليه وسلم) maka ini  juga tidak benar, walaupun memang sebab turunnya perintah berhijab ditujukan kepada istri-istri Nabi (صلى الله عليه وسلم) akan tetapi hukumnya adalah umum, mencakup seluruh para wanita muslimah:
"الْعِبْرَةُ بِعُمُومِ اللَّفْظِ لَا بِخُصُوصِ السَّبَبِ".
"Pelajaran adalah dengan keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab".
Lebih-lebih adanya ayat yang memperjelas tentang masalah tersebut, Alloh (تعالى) berkata:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ} [الأحزاب: 59].
"Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu dan wanita-wanita orang-orang yang beriman untuk menjulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh-tubuh mereka". (Al-Ahzab: 59).
[4] Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Ketentuan ini mencakup semua perkara dalam kehidupan mereka (para wanita), yaitu bila mereka hendak keluar rumah maka mereka meminta izin, baik keluarnya mereka karena kebutuhan yang mendesak atau karena untuk beribadah semisal menghadiri sholat berjama'ah atau mengikuti ta'lim di musholla khusus wanita, Al-Bukhoriy semoga Alloh merahmatinya membuat bab khusus di dalam "Shohih"nya, beliau berkata:
"بَابُ اسْتِئْذَانِ المَرْأَةِ زَوْجَهَا بِالخُرُوجِ إِلَى المَسْجِدِ"
 "Bab minta izinnya wanita kepada suaminya untuk keluar ke masjid".
Setelah membuat bab tersebut, beliau berkata pada (no. 875): "Telah menceritakan kepada kami Musaddad, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zuroi', dari Ma'mar, dari Az-Zuhriy, dari Salim bin Abdillah, dari bapaknya Ibnu 'Umar, dari Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), beliau berkata:
«إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَمْنَعْهَا»
"Jika seorang wanita diantara kalian meminta izin maka janganlah mencegahnya".
Dan Al-Bukhoriy semoga Alloh merahmatinya meriwayatkan dalam suatu riwayat dengan (no. 5238), beliau berkata: "Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin Abdillah, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Az-Zuhriy dari Salim, dari bapaknya Abdulloh bin Umar Ibnil Khoththob, dari Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), beliau berkata:
«إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى المَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا»
"Jika salah seorang wanita dari kalian meminta izin untuk ke masjid maka janganlah mencegah (melarang)nya".
Ini berkaitan dengan masalah ibadah, maka lalu bagaimana kiranya dengan yang selain ibadah semisal adanya kebutuhan? Maka tentu lebih ditekankan tentang keharusan meminta izin".
[5] Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Al-Imam Al-Bukhoriy meriwayatkan dari hadits Abu Sa'id Al-Khudriy dengan (no. 1995) dan hadits Abdulloh bin Abbas dengan (no. 1862) dan (no. 3006), Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ، وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ»
"Janganlah seorang wanita safar melainkan bersama mahromnya, dan janganlah seseorang masuk kepadanya melainkan bersamanya mahromnya". Maka seseorang berkata: "Wahai Rosululloh sesungguhnya saya ingin untuk keluar ke pertempuran ini dan itu, dan istriku menginginkan untuk haji? Maka beliau (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«اخْرُجْ مَعَهَا»
"Keluarlah kamu bersamanya (untuk menunaikan ibadah haji)!". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy".
[6] Dengan (no. 9105) dan pada (no. 9104) dari hadits Abu Huroiroh.
[7]  Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Hadits ini adalah hasan, diriwayatkan oleh Ahmad dengan (no. 9666) beliau berkata: "Telah menceritaka kepada kami Yahya, dari Ibnu 'Ajlan, beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Abi Sa'id, dari Abu Huroiroh
Semua perowi hadits ini adalah tsiqot (terpercaya) dan mereka adalah rijal (para perowi) Al-Bukhoriy kecuali Ibnu 'Ajlan, nama beliau adalah Muhammad bin 'Ajlan, dan beliau adalah hasanul hadits.
Dan perowi yang bernama Yahya di sini adalah Ibnu Sa'id Al-Qohthon sebagaimana diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah (3678) dengan menyebutkan secara jelas nama tersebut".
[8] Dengan (no. 304).
[9] Dengan (no. 5237).
[10]  Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Dan diwajibkan bagi mereka untuk keluar rumah dengan mengenakan jilbab,  dengan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy (no. 324) dan Muslim (no. 890), dari Ummu 'Athiyyah, dia berkata:
"فَسَأَلَتْ أُخْتِي النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعَلَى إِحْدَانَا بَأْسٌ إِذَا لَمْ يَكُنْ لَهَا جِلْبَابٌ أَنْ لاَ تَخْرُجَ؟ قَالَ: «لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا وَلْتَشْهَدِ الخَيْرَ وَدَعْوَةَ المُسْلِمِينَ»".
"Saudariku bertanya kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), apakah ada dosa pada salah seorang dari kami jika dia tidak memiliki jilbab untuk tidak keluar? Beliau berkata: "Di(pinjamkan) jilbab oleh kawannya supaya dia memakainya untuk keluar menyaksiakn kebaikan (hari raya) dan da'wahnya kaum muslimin".
Dari hadits tersebut dapat dipetik faedah, diantaranya:
Pertama: Hukum asal bagi para wanita adalah menetap di dalam rumahnya.
Kedua: Para wanita tidak diperkenankan untuk keluar rumah kecuali ada udzur (alasan) yang syar'i atau ada kebutuhan yang mendesak.
Ketiga: Wanita tidak dibolehkan keluar kecuali dengan mengenakan jilbab.
Keempat: Disyari'atkan bagi wanita untuk menghadiri sholat 'ied, walaupun dia haid dengan ketentuan dia hanya mendengarkan khutbah atau da'wah kaum muslimin dan dia tidak boleh sholat 'ied karena dia sedang haid.
[11]  Al-Bukhoriy dengan (no. 5196) dan Muslim dengan (no. 2736).
[12]  Al-Bukhoriy dengan (no. 3241).
[13]  Perkataan ini perlu ditinjau lagi! Lihat foot note (catatan kaki) setelah ini (no. 14).
[14]  Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Dia adalah salah satu perowinya Al-Imam Muslim, beliau berkata sebagaimana di dalam "Shohih Muslim" (no. 2738):
"كَانَ لِمُطَرِّفِ بْنِ عَبْدِ اللهِ امْرَأَتَانِ، فَجَاءَ مِنْ عِنْدِ إِحْدَاهُمَا، فَقَالَتِ الْأُخْرَى: جِئْتَ مِنْ عِنْدِ فُلَانَةَ؟ فَقَالَ: جِئْتُ مِنْ عِنْدِ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ فَحَدَّثَنَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ ...".
"Muthorrif bin Abdillah memiliki dua istri, dia datang dari sisi salah satu dari dua istrinya maka seorang dari istrinya berkata: "Kamu datang dari sisi Fulanah?",  maka beliau berkata: "Aku datang dari sisi Imron bin Hushoin, beliau menceritakan kepada kami bahwasanya Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:…." (sebagaimana hadits tersebut)".  
[15] Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Yang dimaksud dengan paling sedikitnya penghuni jannah adalah para wanita, yaitu wanita-wanita dunia, kebanyakan mereka masuk neraka, dan sedikit dari wanita dunia yang masuk jannah.
Walaupun dengan ungkapan "paling sedikit" namun maknanya bukan berarti mereka yang tersedikit di dalam jannah, justru merekalah yang terbanyak dari pada para lelaki, Abu Ya'la Al-Mushiliy meriwayatkan dari hadits Abu Huroiroh, beliau berkata: Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«فيدخل الرجل منهم على ثنتين وسبعين زوجة مما ينشئ الله تعالى وثنتين من ولد آدم».
"Akan masuk seseorang dari mereka (orang-orang yang beriman) atas 72 (tujuh puluh dua) orang istri yang Alloh (تعال) siapkan (dari kalangan para bidadari) dan 2 (dua) orang istri dari kalangan anak Adam".
[16] Al-Bukhoriy meriwayatkan dengan (no. 5096) dan Muslim dengan (no. 2740).
[17] Dengan (no. 2742).
[18]  Dengan (no. 5238).
[19] Dengan (no. 5885).
[20] Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar di dalam "Musnad"nya dengan (8537) dari hadits Abu Huroiroh.
Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata di dalam "Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah" (4/454): "Diriwayatkan oleh Ath-Thoyalisiy (hal. 306 no. 2325): Beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar dari Sa'id, dari Abu Huroiroh".
[21]  Dengan (no. 3237).
[22] Abu Ahmad Muhammad Al-Limboriy semoga Alloh mengampuninya berkata:
"Masalah jima' ini bukan hanya hak suami atas istrinya, namun istri juga memiliki hak tentangnya, sungguh tidak dibenarkan bagi seseorang yang beralasan sibuk menuntut ilmu kemudian menelantarkan hak istrinya yang satu ini, Al-Bukhoriy meriwayatkan di dalam "Shohih"nya dari hadits Muhammad bin Basysyar, dari Ja'far bin 'Aun, dari Abul 'Umais, dari 'Aun bin Abi Juhaifah, dari bapaknya tentang kisah Abud Darda' yang tidak memberikan hak istrinya (Umud Darda') berupa jima' maka Salman Al-Farisiy berkata: "Diantara perkataannya:
"وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا".
"Dan bagi istrimu memiliki hak atasmu!". Ketika dikabarkan kepada Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tentang apa yang dikatakan oleh Salman, maka Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«صَدَقَ سَلْمَانُ»
"Telah benar Salman".
[23] Dengan (no. 1159), dan At-Tirmidziy berkata: "Ini adalah hadits hasan shohih".
[24] Dengan (no. 5195).
[25] Dengan (no. 5195).
[26] Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy (no. 7257) dan Muslim (no. 1840) dari hadits Ali Rodhiyallu 'anhu.
[27]  Dengan (no. 2066).
[28] Dengan (no. 2065).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar