Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

NASEHAT UNTUK MENJAUHI ORANG-ORANG SESAT


NASEHAT  UNTUK MENJAUHI ORANG-ORANG SESAT

Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori
-semoga Allah mengampuninya-
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا هَادِي لَهُ.
وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾ [آل عمران: 102] .
﴿يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾ [النساء: 1] .
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾ [الأحزاب: 70، 71].
أما بعد: {إِنَّ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ ق، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَ﴿إِنَّ مَا تُوعَدُونَ لَآَتٍ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ﴾ [الأنعام: 134].
Tulisan ini kami susun sebagai bentuk dari tanggapan kepada seseorang yang berpemahaman dangkal tapi merasa diri sebagai orang besar dan terhormat, -insya Allah- akan datang penjelasan dan tanggapannya secara terperinci.
Semoga apa yang kami tulis ini sebagai salah satu bentuk dari ajakan kami kepada setiap orang untuk bisa berpikir dengan pemikiran yang sehat, yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah yang bukan dibangun di atas perasaan dan kecongkakan.
Semoga apa yang kami tuliskan ini memberi manfaat untuk kami pribadi, pembaca dan untuk siapa saja yang menginginkan kebaikan dan kebenaran.
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori
Di Darul Hadits Dammaj pada hari Sabtu 19 Dzulhijjah 1432 Hijriyyah

BAB I
BENTUK-BENTUK NASEHAT

Latar belakang yang berbeda-beda pada manusia memiliki keterkaitan pula dalam pemahaman dan dalam beradaptasi. Sering kali didapati pada sebagian orang memiliki keanehan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dari sebab itu diketahui akan pentingnya suatu nasehat.
Dengan berbeda-bedanya latar belakang pada setiap orang maka berbeda-beda pula bagi mereka ketika berhadapan dengan suatu nasehat yang disampaikan oleh para pemberi nasehat, dengan melihat adanya perbedaan seperti itu maka perlu untuk kami jelaskan sedikit yang berkaitan dengan nasehat –semoga dengan sebab penjelasan ini akan memberikan manfaat kepada kami dan kepada setiap yang mengingkan kebaikan-.
1.1   Nasehat dari Yang Lebih Tinggi kepada Yang Rendah
Tidak diragukan lagi bahwa para Rasul merupakan hamba-hamba Allah Ta’ala yang memiliki derajat lebih tinggi dari hamba-hamba Allah yang lainnya, retorika mereka dalam berdakwah dan dalam memberi nasehat sangatlah bagus dan mengena, namun apa yang mereka lakukan tersebut selalu disalahkan dan bahkan mereka dikatakan sebagai orang dungu, penyair, pendusta dan gila, Allah Ta’ala berkata tentang kisah diantara mereka:
﴿لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (59) قَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (60) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلَالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (61) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (62) أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَلِتَتَّقُوا وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (63) فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ (64) وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ (65) قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (66) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (67) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ (68) أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً فَاذْكُرُوا آَلَاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (69)﴾ [الأعراف: 60-70]
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu dia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan bagi kalian selain-Nya”. Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab hari yang besar. Pembesar-pembesar dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata”. Nuh menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Robb semesta alam”. “Aku sampaikan kepada kalian amanat-amanat Robbku dan aku memberi nasehat kepada kalian. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui”. Dan apakah kalian (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kalian peringatan dari Robb kalian dengan perantaraan seorang laki-laki dari golongan kalian agar dia memberi peringatan kepada kalian dan mudah-mudahan kalian bertakwa dan supaya kalian mendapat rahmat?. Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami menyelamatkannya dan orang-orang yang bersamanya dalam perahu, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (hatinya). Dan (kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. dia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan bagi kalian selain dari-Nya, maka mengapa kalian tidak bertakwa kepada-Nya?” pembesar-pembesar yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan dungu (kurang akal) dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. Hud berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku sifat kedungguan sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Robb semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Robbku kepada kalian dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagi kalian”. Apakah kalian (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kalian peringatan dari Robb kalian yang dibawa oleh seorang laki-laki di antara kalian untuk memberi peringatan kepada kalian? Dan ingatlah oleh kalian di waktu Allah menjadikan kalian sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Robb telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakan kalian (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kalian mendapat keberuntungan. Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (Al-A’raf: 60-70).
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengakui bahwa hamba-hamba-Allah yang paling mulia dan memiliki derajat tertinggi adalah para Rasul. Bukan suatu yang tidak sopan bila mereka memerintahkan umatnya: Lakukan ini, kerjakan itu, berbuatlah ini dan bersikaplah begini! Dalil tentang permasalahan seperti ini sangatlah banyak di dalam Al-Qur’an (diantaranya pada ayat tersebut) begitu pula di dalam As-Sunnah.
Dengan retorika dan tata cara seperti itu mereka pun tidak terlepas dari cemoohan, celaan, tuduhan dan pendustaan, oleh karena itu bersabarlah wahai para penasehat! Karena orang yang tidak menyenangimu bila kamu memberi nasehat kepadanya sebagaimana para Rasul memberi nasehat kepada tokoh-tokoh dari umatnya maka dia akan melontarkan kata-kata kepadamu dengan berbagai macam bentuk perkataan, diantaranya kamu akan dikatakan: “Pakai kata-kata yang lembut dan sopan, jangan seperti komandan kepada pasukannya dan kita bukan di medan tempur”, hal itu sebagaimana telah dilontarkan kepada kami (Khidhir) –hanya kepada Allah kami memohon pertolongan-.
Orang yang memberi nasehat bila dilontarkan kata-kata seperti itu maka tentu akan terheran-heran!!! Seseorang penuntut ilmu harus lebih menguatkan kesabarannya sambil menghibur diri dengan apa yang telah dialami oleh generasi terdahulu –sebagai renungan- Allah Ta’ala berkata:
﴿وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا (42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45) قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آَلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا (46) قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47)﴾ [مريم: 41 - 48]
“Ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al-Quran) ini. Sesungguhnya dia adalah Ash-Shiddiq (yang membenarkan) lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya: “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?Wahai bapakku! Sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksiat kepada Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang). Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang), maka kamu menjadi kawan bagi syaithan”. Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada sesembahan-sesembahanku hai Ibrahim? jika kamu tidak berhenti (menasehatiku), maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Robbku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Robbku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dari berdoa kepada Robbku”. (Maryam: 41-48).

Sebagai Bahan Pertimbangan:
Seseorang ketika mendengar suatu fitnah yang sudah tersebar dengan upaya untuk mempersempit proses bergeraknya fitnah maka dia akan bergegas memberi nasehat, sebagaimana ketika terjadi fitnah yang digencarkan oleh kaum Rafidhah terhadap Darul Hadits Dammaj berupa peperangan dan permusuhan maka tiba-tiba muncullah orang-orang yang suka menyebarkan berita ke penjuru Nusantara dan Melayu, yang terkadang mereka memberitakan sesuatu yang belum terjadi dan terkadang pula mereka memberitakan sesuatu yang aneh.
Dengan melihat kejadian yang seperti itu maka kami (Khidhir) bergegas memberi nasehat yang isinya: “Dari Khidhir untuk Ikhwah di Indonesia: Tolong bila mendengarkan berita tentang Dammaj jangan langsung disebar! Takutlah perkataan Nabi:
«كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ»[1].
Tolong jangan menjadikan berita tentang Dammaj seperti buletin LJ[2] “Maluku Hari Ini” (MHI), Barakallahu Fikum”.
Sebagai Bentuk Penyesuaian:
Pada surat Maryam tersebut menjelaskan tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam dalam menasehati bapaknya maka bapaknya menjawab sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat, dan diketahui bahwa nasehat Nabi Ibrahim terhadap bapaknya berisikan seruan, perintah dan larangan, begitu pula pada nasehat kami yang telah kami sebutkan namun sangat disayangkan tiba-tiba ada seseorang yang menjawab dengan jawaban yang padat, diantaranya: Pakai kata-kata yang lembut dan sopan, jangan seperti komandan kepada pasukannya dan kita bukan di medan tempur.

Pokok dan Inti Permasalahan:
Tidaklah bapak Nabi Ibrahim menolak dan mencela nasehat dari putranya melainkan karena sifat congkak, sombong dan keras kepala, karena dia merasa sebagai seorang bapak, yang lebih tua dan lebih banyak makan garam (lebih berpengalaman) diapun akhirnya enggan untuk menerima nasehat dari putranya yang masih berusia mudah atau bahasa hizbyyin “anak kemarin sore”.
Kami tegaskan lagi bahwa tidaklah orang yang menolak dan mencela nasehat yang telah kami sampaikan melainkan congkak dan “besar kepala” karena dia merasa sudah diustadzkan, merasa tinggi dan merasa terhormat apalagi dikuatkan dengan pernyataannya: Kami juga pernah belajar ke masyayikh”.

Sebagai Bahan Renungan:   
Bila seseorang memiliki ilmu dan mengetahui kisah perjalanan dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka tentunya dia akan tersenyum bila dilontarkan kata-kata seperti itu, karena ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajak, menyeru dan memperingatkan para tokoh-tokoh dan pembesar-pembesar kaum Quraisy maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilontarkan pula kata-kata yang menyakitkannya, Al-Imam Al-Bukhari berkata: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdillah, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hazim, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami A’masy dari ‘Amr bin Murrah dari Sa’id bin Jubair dari Abdullah bin ‘Abbas –semoga Allah meridhai keduanya-, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam naik di atas gunung Shafa’ pada suatu hari lalu berkata:
«يَا صَبَاحَاهْ».
“Wahai Shabahah”[3]. Maka berkumpullah orang-orang Quraisy kepadanya, mereka berkata: Ada apa denganmu? Beliau berkata:
«أرأيتم لو أخبرتكم أن العدو يصبحكم أو يمسيكم أما كنتم تصدقونني».
“Apa pendapat kalian kalau aku menberitakan kalian bahwasanya musuh mau mendatangi atau menyerang kalian apakah kalian akan membenarkanku?” Mereka berkata: Tentu!. Beliau berkata:  
«فإني نذير لكم بين يدي عذاب شديد».
“Sesungguhnya aku mau memperingatkan kalian dari azab yang dahsyat”. Maka berkatalah Abu Thalib: Celakah kamu apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami? Lalu turunkan ayat:
﴿تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ﴾
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab”, sampai akhir ayat. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim).
Dari hadits tersebut dapat kita menarik kesimpulan bahwa orang yang melontarkan jawaban:Pakai kata-kata yang lembut dan sopan, jangan seperti komandan kepada pasukannya dan kita bukan di medan tempur adalah orang yang paling bodoh tentang perkara agamanya namun sok berlagak seperti pembesar yang ditokohkan. Pada hadits tersebut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum menjadi seorang komandan yang akan memerintahkan pasukannya untuk berperang di medan tempur karena ketika itu beliau baru memulai dakwahnya di kota Makkah. Dan ketahuilah bahwa tidaklah yang mengingkari seruan, nasehat dan peringatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersebut melainkan hanya dari orang-orang yang merasa diri sebagai pembesar dan tokoh masyarakat semisal Abu Lahab, begitu pula ketika kami (Khidhir) memperingatkan saudara-saudara kami di Indonesia dari dosa besar berupa penyebaran berita dusta dan kami memperingatkan mereka pula dari mengikuti jejak para pelaku dosa besar dan perusak dakwah semisal LJ (laskar jihad) yang mereka sangat bermudah-mudahan dalam berbuat dosa besar berupa dusta dan yang selain itu, tiba-tiba bangkit seseorang merasa diri sebagai orang yang terhormat dan merasa paling sopan dan paling tahu menyatakan: Kami juga pernah belajar ke masyayikh yang dia mengandalkan perasaan yang dibangun di atas kebodohan dan kedangkalan pemahaman terhadap suatu permasalahan yang sedang dihadapi sebagaiamana Abu Lahab dan tokoh-tokoh Quraisy yang enggan dan congkak dari menerima nasehat karena mereka merasa diri sebagai para pembesar yang banyak “makan garam”.
Lebih anehnya lagi, orang tersebut ketika kami (Khidhir) menyampaikan nasehat dan peringatan kepada saudara-saudara kami di Indonesia sebagaimana yang telah kami sebutkan maka orang tersebut langsung berkomentar panjang dan padat diantaranya: Kalau memberi nasehat jangan isinya seakan-akan kesannya suudzon kepada saudara, lebih baik pakai kata-kata yang lembut dan sopan.
Bila seseorang membaca nasehat kami dan membaca pula komentar miring orang tersebut maka tentu akan membuat suatu perbandingan: Dari nasehat dan jawaban terhadap nasehat tersebut mana kira-kira yang lembut dan sopan??!!.
Kami (Khidhir) sengaja menyebutkan isi nasehat kami sehingga para pembaca bisa menilai apakah benar seperti yang dikatakan oleh orang aneh yang mengandalkan perasaan dan kebodohan tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasehati para shahabatnya bukan karena beliau berprasangka buruk kepada mereka dan para shahabat tidak menganggap nasehat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seakan-akan sebagai kesan buruk sangka kepada mereka, di dalam “Ash-Shahihain” dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash –semoga Allah meridhainya- Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya:
«يَا عَبْدَ اللهِ لاَ تَكُنْ بِمِثْلِ فُلاَنٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ».
“Wahai Abdullah jangan kamu seperti si Fulan, dulunya dia shalat lail kemudian dia tinggalkan shalat lail”.
Dari hadits tersebut sangatlah jelas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memperingatkan seorang shahabatnya dari orang yang meninggalkan shalat lail, begitu pula kami memperingatkan seluruh saudara-saudara kami di Indonesia untuk tidak berbuat dosa besar dan tidak mengikuti jejak-jejaknya LJ (laskar jihad) namun sangat disayangkan tiba-tiba ada orang yang pendek akalnya dan kurang pemahamannya langsung bersikap diluar kewajaran.
1.2   Nasehat dari Yang Selevel dengan Yang Semisalnya
Islam merupakan agama yang sangat indah dan penuh kasih sayang, yang mempererat hubungan antara seseorang yang beriman dengan yang lainnya, bila seseorang melihat kemungkaran dan kejelekan yang akan menimpa saudaranya maka dia akan bergegas dengan meluangkan waktu dan tenaganya untuk memperingatkan dan memberi nasehat, namun sayang seringkali kebaikan tersebut dipungkiri dan bahkan nasehatnya dijadikan sebagai bahan dan alasan untuk mengikis keindahan syari’at Islam.
Orang yang berakal tentu sudah mengakui bahwa nasehat merupakan asas dan pokok tegaknya suatu kebaikan, di dalam “Ash-Shahihain” dari Jarir bin Abdullah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata:
بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ قعَلَى إِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِم
“Aku membaiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menegakan shalat, mengeluarkan zakat dan menasehati setiap orang yang beragama Islam”.
1.3 Nasehat dari Yang Rendah kepada Yang Tertinggi
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam “Shahihnya” pada akhir “Kitabul Iman”:
باب قول النبي ق :«الدين النصحية لله وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ». وقوله تعالى: ﴿إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ﴾ [التوبة : 91]
“Bab perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Agama adalah nasehat kepada Allah, Rasul-Nya dan pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan umat Islam (secara umum)”. Dan perkataan Allah Ta’ala“Apabila mereka berbuat ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya”. (At-Taubah: 91).
Bab yang dibuat oleh Al-Imam Al-Bukhari adalah bab yang sangat bagus yang berisikan perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersebut adalah shahih sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam “Shahihnya” dari Tamim Ad-Dari, beliau berkata: Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«الدِّينُ النَّصِيحَةُ»
“Agama adalah nasehat” kami berkata: Kepada siapa (nasehat tersebut)? Beliau berkata:
«لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ».
“Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan umat Islam (secara umum)”.
Termasuk dari prinsip ahlussunnah wal jama’ah adalah memberi nasehat kepada penguasa yang zhalim dengan retorika yang telah dicontohkan oleh para salafush shalih, bukan dengan cara demonstarsi, kudeta atau melakukan pergerakan (pemberontakan) sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok sempalan yang sesat dan menyesatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ».
“Paling utamanya jihad adalah kalimat (nasehat) yang adil kepada sulthan yang zhalim”. (Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id Al-Khudri, dalam riwayat Abu Dawud dengan tambahan lafzad:
أَوْ «أَمِيرٍ جَائِرٍ».
Atau “pemimpin yang zhalim”. Dalam riwayat Al-Imam Ahmad dan Al-Nasai dengan lafadz:
«كَلِمَةُ حَقٍّ»
“Kalimat yang benar”.
1.4 Bentuk-bentuk Nasehat
Nasehat terdiri dari dua bentuk; nasehat umum dan khusus.
Nasehat umum adalah nasehat yang bersifat terbuka untuk semua orang yang pantas untuk dinasehati, yang bukan mengkhususkan kepada orang-orang tertentu. Adapun nasehat khusus adalah kebalikan dari nasehat umum yaitu nasehat yang bersifat untuk orang-orang tertentu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang memberi nasehat.
Dua bentuk nasehat tersebut terkadang saling memiliki keterkaitan. Seseorang yang memberi nasehat untuk orang tertentu akan tetapi bila nasehatnya bersifat umum maka nasehat tersebut boleh untuk disampaikan kepada yang umum atau seseorang memberi nasehat khusus dan dia menginginkin dari nasehat itu disebarkan untuk umum maka hal tersebut boleh untuk disebarkan sebagaimana dalam hadits-hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasehati seorang atau sebagian shahabat kemudian mereka sampaikan nasehat tersebut kepada yang lain.
BAB II
TATA CARA MENYAMPAIKAN NASEHAT
Orang-orang yang memberi nasehat perlu untuk mengetahui tata cara dalam menyampaikan suatu nasehat dan perlu baginya mengetahui keadaan orang yang akan dinasehati, dia perlu membedakan antara orang yang bodoh dengan yang sudah memiliki ilmu, antara pemimpin dengan rakyat, antara kawan dan lawan, semua itu ketentuannya dengan melihat keadaan.
Tidak dibenarkan bagi seseorang menyamakan dalam memberi nasehat kecuali nasehat itu bersifat umum, sebagaimana perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
«إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَنَافَسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا».
“Hati-hatilah kalian dari berprasangka, karena prasangka adalah paling dustanya perkataan; dan janganlah kalian saling membuat tipu daya, jangan kalian saling memata-matai, jangan kalian saling mendengki, jangan kalian saling  menghasadi, jangan saling membenci dan jangan saling membelakangi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Adapun bila nasehat tersebut bukan bersifat umum maka tidak dibenarkan untuk menyamakannya, sekadar contoh; Orang bodoh dinasehati dengan cara seperti menasehati orang-orang yang memiliki ilmu atau sebaliknya maka cara seperti ini adalah keliru, semua tata cara dalam memberi nasehat sudah dijelaskan dan sudah dipraktekan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di dalam “Ash-Shahihain” dari Anas bin Malik semoga Allah meridhainya: Bahwasanya ada seseorang Arab Badui kencing di masjid maka berdirilah sebagian shahabat (untuk mengingkarinya) maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«دَعُوهُ وَلاَ تُزْرِمُوهُ».
“Biarkan dia (menyelesaikan kencing)nya dan jangan kalian memutus (kencing)nya”. Maka tatkala orang badui tersebut selesai dari kencingnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk menuangkan seember air pada tempat yang dikencingi.
Hadits tersebut seringkali para pengikut hawa nafsu menjadikannya sebagai senjata untuk menolak dan menentang nasehat yang disampaikan kepada mereka, dengan alasan nasehat yang disampaikan kepada mereka adalah nasehat yang kasar, keras dan tidak sopan. Mereka menginginkan untuk diperlakukan seperti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memperlakukan seorang Arab Badui tersebut, kalau begitu keadaannya maka sungguh mereka telah memposisikan diri-diri mereka sebagai seorang badui yang bodoh, akan tetapi sangat mengherankan ketika mereka dikatakan sebagai orang bodoh mereka tidak mau dan tidak ridha.

Sebagai Patokan:
Di dalam “Ash-Shahihain” dari Jabir –semoga Allah meridhainya- beliau berkata: Pernah Mu’adz shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian beliau datang mengimami kaumnya, beliau shalat Isya bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian datang mengimami kaumnya, beliau mengimami kaumnya dengan membaca surat Al-Baqarah maka berpalinglah seseorang, dia salam kemudian shalat sendirian kemudian berpaling maka orang-orang berkata kepadanya: Apakah kamu seorang munafiq wahai Fulan?  Dia menjawab: Tidak, demi Allah sungguh aku akan mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk memberitahukannya. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: Sesungguhnya kami bekerja pada siang hari dan Mu’adz shalat Isya’ bersamamu kemudian datang dan mengimami kami dengan membaca surat Al-Baqarah, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap kepada Mu’adz lalu berkata:
«يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ اقْرَأْ بِكَذَا وَاقْرَأْ بِكَذَا».
“Wahai Mu’adz apakah kamu pembuat fitnah, baca (surat) ini dan baca (surat) itu”. Dalam suatu riwayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«اقْرَأْ: ﴿وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا﴾، ﴿وَالضُّحَى﴾، ﴿وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى﴾، وَ﴿سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى﴾».
Baca; “Wasysyamsi Wadhuhahaa”, “Wadduha”, “Wallaili Idza Yaghsyaa” dan baca; “Sabbihisma Rabbikal A’laa””.
Tidak diragukan lagi bahwa Mu’adz dan para shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, mereka yang telah mewarisi ilmu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam namun dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat marah kepada Mu’adz, padahal beliau adalah shahabat kepercayaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengutusnya untuk keluar dakwah di Yaman dan di tempat yang lainnya. Maka bukan suatu kesalahan pula bagi kami (Khidhir) memperingatkan saudara-saudara kami di Indonesia dari mengikuti cara-cara hizbiyyun, yang mereka menamakan diri-diri mereka dengan LJ (laskar jihad), yang mana mereka telah menyebarkan berita-berita yang kemudian dicampur dengan kedustaan (parlente), yang berita-berita tersebut mereka namai dengan “Maluku Hari Ini”, bahkan suatu kesalahan besar bila kemudian berita yang ada di Darul Hadits Dammaj dijadikan mirip seperti berita LJ, apalagi kalau dibuatkan pula tema atau judul seperti “Liputan Dammaj” atau “Berita Dammaj”. Hanyalah orang-orang yang berakal yang akan membuat suatu penilaian; Apakah nasehat yang kami sampaikan kepada saudara-saudara kami di Indonesia itu benar-benar kasar, keras dan tidak sopan ataukah komentator bodoh yang sok berlagak pembesar itu yang ngawur dan tak karuan dalam bermanhaj???!!!.
Sebagai Bahan Perbandingan:
Dari Abu Waqid Al-Laitsi beliau berkata: Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di sekitar Hunain, kami melewati sebuah pohon, maka aku berkata: Ya Rasulullah jadikanlah kepada kami pohon dzata anwath sebagaimana orang-orang kafir memiliki dzata anwath, dan orang-orang kafir menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut dan mereka berdiam diri di sekelilingnya, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«اللهُ أَكْبَرُ هَذَا كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ لِمُوسَى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةً﴾ إِنَّكُمْ تَرْكَبُونَ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ».
“Allahu Akbar, ini seperti yang telah dikatakan oleh bani Israil kepada Musa: “Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan”, sesungguhnya kalian telah menumpangi jejak-jejak orang-orang sebelum kalian”. (Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, An-Nasai, Ibnu Hibban dan Abu Ya’la serta At-Tirmidzi dan beliau berkata: Hadits ini adalah hasan shahih).
Kalau seseorang mengikuti perasaan orang yang bodoh dan berpemahaman dangkal tersebut maka tentu dia akan menilai miring perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, apakah mereka akan menyatakan: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam perkataannya tersebut memberi kesan persangkaan jelek kepada para shahabatnya? Apakah ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasehati para shahabatnya dan memperingatkan mereka dari mengikuti jejak Bani Israil seperti yang disebutkan itu adalah kasar, keras dan tidak sopan?. Adapun bagi orang yang berakal sehat dan masih memiliki daya pikir tentu akan mengatakan:
﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ﴾ [الأحزاب: 21]
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat”. (Al-Ahzab: 21).
Seorang pemberi nasehat bila terus membantah orang yang bodoh dan dangkal pemikiran dan pemahamannya seperti orang tersebut maka tentu bantahannya tidak akan pernah selesai maka sangat bagus perkataan dalam bahasa Inggris:
If the speak, than do not answer
                        For the best response for him is silence
Jika orang yang dangkal pemahamannya tersebut atau yang semisalnya masih keras kepala dan congkak dengan penjelasan yang ringkas dan padat ini maka cukuplah perkataan Nabi Shalih ‘Alaihis Salam kepada kaumnya sebagai hujjah atas orang-orang yang dangkal pemahamannya tersebut:
﴿فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لَا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ﴾ [الأعراف: 79]
“Maka dia (Shalih) meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Robbku, dan aku telah memberi nasehat kepada kalian, akan tetapi kalian tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat”. (Al-A’raf: 79).

BAB III
PERMAINAN DAN PEREMEHAN ORANG-ORANG SESAT TERHADAP PARA PEMBERI NASEHAT
Disaat pemerintah RI (Republik Indonesia) pada tahun 1999 mulai melemah maka bangkitlah segerombolan pemberontak yang mereka menginginkan kemerdekaan dan berlepas diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) mereka adalah gerombolan pemberontak yang beragama Kristen yang lebih dikenal dengan RMS (Republik Maluku Sarani). Mereka menyadari bahwa upaya untuk meraih kemerdekaan dan melepaskan diri dari NKRI tidak akan bisa terwujud melainkan harus dengan cara memerangi dan mengusir kaum muslimin dari pulau Ambon dan sekitarnya[4], pada tahun tersebut mereka mulai bergerak lagi melanjutkan perjuangan bapak-bapak mereka yang dahulunya diperangi oleh pemerintah RI, target dan sasaran utama mereka adalah membantai kaum muslimin di pulau Ambon dan sekitarnya.
Ketika kaum muslimin sudah banyak yang mereka bantai maka para penasehat memberikan nasehat untuk berjihad di Ambon, bertepatan dengan itu bangkit pula para hizbiyyun yang dipelopori oleh Ja’far Umar Thalib, Muhammad Umar As-Sewed, Usamah Faishal Mahri, Qomar Su’aidi, Dzul Akmal, Dzul Qarnain, Ayip Syafrudin, Mushthafa, Agus Su’aidi, Shadiqun, Muhammad Afifudin serta kawan-kawan mereka, mereka bergegas meminta fatwa ulama di Saudi Arabia[5], para ulama pun menasehati mereka untuk berjihad ke Ambon dan sekitarnya.
Dengan nasehat tersebut kemudian mereka jadikan sebagai alasan untuk mendirikan kepemimpinan tersendiri[6] (diluar kepemimpinan penguasa NKRI yang sah), mereka menamai diri-diri mereka dengan FKAWJ (Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jama’ah), di bawah forum ini kemudian dibentuk suatu pergerakan kemileteran yang mereka namai dengan LJ (Laskar Jihad) Ahlussunnah wal Jama’ah, pemimpin pergerakan ini mereka nama dengan “panglima” berdasarkan ide Ayip Syafrudin, dan mereka memilih sebagai panglima adalah Ja’far Umar Thalib yang mereka anggap sebagai pembawa bendera dakwah mereka yang sesat. Ketika mereka sudah meresmiskan diri dan mulai melakukan pergerakan yang ditandai dengan demonstrasi besar-besaran menuju istana merdeka Jakarta yang masing-masing mereka membawa pedang yang siap untuk dihunuskan.
Ketika Luqman bin Muhammad Ba’abduh balik ke Indonesia langsung disambut dan dia diberi posisi melebihi yang lainnya, setelah beberapa bulan dia mengabdi di dalam pergerakan tersebut dan dianggap bagus kerjanya dia pun naik pangkat menjadi wakil panglima LJ. Setelah mereka merasa memiliki kekuatan mulailah mereka menerapkan hukum-hukum buatan mereka yang mereka kemas dengan label “Al-Qur’an dan As-Sunnah”, mereka mulai melakukan rajam, pembunuhan dan berbagai macam model penyiksaan berupa pemukulan, pematahan tulang rusuk, penyetruman dan penganiayaan yang sadis lainnya; penyiksaan tersebut dilakukan kepada pria  maupun wanita –semoga Allah membalas kejahatan mereka-[7].
Ketika pemerintah NKRI sudah mengalami perubahan dan memiliki kekokohan seperti yang semula dan mereka berupaya untuk menangani secara langsung terhadap kerusuhan yang terjadi di Ambon dan sekitarnya dengan cara mengadakan perjanjian Malino maka bangkitlah wakil panglima LJ Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan laskar setianya memprovokasi kaum muslimin untuk menentang kebijakan penguasa, ketika ada dari kaum muslimin menandatangi perjanjian tersebut maka penjahat LJ langsung mendatangi rumah kediamannya dan melakukan suatu kezhaliman –semoga Allah membalas kezhaliman mereka-.
Tidak diragukan lagi bahwa kaum Rofidhah adalah salah satu dari kelompok-kelompok sesat yang kafir, yang paling pendusta, yang tidak memiliki prikemanusiaan sama sekali. Mereka membuat makar dan menebar kedustaan untuk menghancurkan Darul Hadits Salafiyyah di Dammaj-Sha’dah-Yaman, diluar sangkaan ternyata penjahat-penjahat LJ semisal Abdul Ghafur asal Malang-Jawa Timur dan komplotannya memiliki kesamaan ide dengan kaum Rofidhah dalam upaya menjatuhkan nama baik Darul Hadits Salafiyyah Dammaj dan syaikhnya, Abdul Ghafur Al-Malangi[8] dan komplotannya –semoga Allah membutakan hati mereka dan menghinakan mereka- berupaya menggambarkan keadaan Darul Hadits Salafiyyah di Dammaj seakan-akan seperti keadaan mereka ketika berada dalam LJ dan forum komunikasi sesatnya, mereka ingin menutupi kejahatan dan kesesatan mereka dengan cara melemparkannya kepada pihak lain, Allah Ta’ala berkata:
﴿وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئًا فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا﴾ [النساء: 112]
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya dia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata”. (An-Nisa’: 112).
Cara licik dan biadab seperti yang mereka lakukan itu sudah teranggap biasa di kalangan mereka, bukti yang konkrit apa yang dilakukan oleh wakil panglima LJ Luqman bin Muhammad Ba’baduh –semoga Allah membalas kejahatannya- dengan menulis buku “Mereka Adalah Teroris[9] dalam keadaan dia sendiri seorang gembong teroris nasional, kejahatan dan dosanya selama menjadi wakil panglim LJ dia diamkan dan tidak menyinggungnya sama sekali, namun ketika melihat penjahat dan teroris yang semisalnya tampak melakukan tindakan kejahatan secara terang-terangan, maka dia bergegas mencuci tangan dan melemparkannya kepada penjahat-teroris yang semisalnya tersebut.
Diantara kelicikan mereka; Setelah mereka melakukan kejahatan dan tindakan kriminal terhadap siapa yang menyelisihi mereka, mereka bergegas melenyapkan bukti-bukti atau data-data yang berkaitan dengan itu supaya tidak diketahui oleh aparat pemerintah. Bila ada yang mengetahui kejahatan dan tindakan kriminal mereka, maka langsung mereka mendatangi dan memberikan ancaman bunuh bila orang tersebut mau membongkar kasus mereka. Kami katakan: Kalau cara-cara seperti ini tidak dikatakan sebagai cara gerombolan pemberontak semisal PKI maka kami tidak tahu lagi lantas apa yang akan dikatakan kepada mereka?!!! Apakah kemudian pantas orang-orang seperti mereka itu dijadikan rujukan dalam masalah agama???!

BAB IV
PENIPUAN TERHADAP PARA PEMBERI NASEHAT
Setelah kita mengetahui penipuan terhadap para ulama dan para pemberi nasehat yang dilakukan oleh gerombolan LJ maka perlu pula untuk kita mengetahui keberadaan mereka, setelah mereka mengumumkan pembubaran LJ dan forum komunikasinya. Ketika mereka sudah merasa bahwa kejahatan dan kebiadaban mereka telah terahasiakan dan bukti-bukti sudah dilenyapkan maka beberapa tahun kemudian mereka melakukan kejahatan lagi dalam bentuk dan model baru, karena tindakan mereka dalam menerapkan hukum-hukum buatan mereka sendiri semisal rajam dan penganiayaan sadis lainnya tidak disetujui oleh Syaikh kami An-Nashihul Amin Yahya bin Ali Al-Hajuri –semoga Allah menjaganya- maka mereka mulai memunculkan kejahatan baru dengan cara mengadu domba para penuntut ilmu yang ada di Darul Hadits Dammaj, bertepatan dengan itu gembong hizbiyyah Abdurrahman bin Mar’i Al-Adni menggagas makar baru terhadap Darul Hadits Dammaj maka mantan wakil panglima LJ Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan komplotannya memberikan dukungan maksimal, serta mereka terus membuat kedustaan dan penipuan untuk menjatuhkan nama baik Darul Hadits Dammaj dan syaikhnya sampai hari ini.
Cara mereka dalam kedustaan dan penipuan seperti itu kemudian diikuti oleh para pengikutnya semisal Abu Afifah Husain yang mukim di Cikarang, ketika seseorang menasehatinya untuk mengembalikan harta orang-orang yang dia tipu, diapun menjawab dengan penipuan dan kedustaan pula, maka pada kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang keberadaan orang tersebut sebagai perwujudan permintaan seseorang yang pernah pula ditipu oleh Abu Afifah Husain.
Abu Afifah –semoga Allah menghinakannya- adalah salah seorang pekerja di PT. Indofood Cikarang yang nama aslinya Husen di samping itu dia juga menjadi agen majalah hizbiyyah “Asy-Syari’ah” untuk daerah Cikarang sekaligus dia memiliki bisnis dan membuka peluang pendaftaran bagi yang mau belajar ke Yaman, dia bekerja sama dengan PT. At-Tarimi Jakarta, ketika kami (Khidhir) dan beberapa kawan mau ke Yaman dan bertanya kepadanya tentang prosedur pendaftaran ke PT. At-Tarimi tiba-tiba langsung dia memberi respon untuk mendaftar kepadanya dengan janji bayar 18 (delapan belas) juta rupiah sudah termasuk ongkos dari kota Shan’a ke Dammaj dan kalau Abu Salman[10] meminta biaya ongkos dari Shan’a ke Dammaj maka uang akan kembali, setelah kami sampai di Dammaj ternyata Abu Salman langsung menagih masing-masing 150 (seratus lima puluh) dolar, sesuai dengan perjanjian maka kami langsung menghubungi Abu Afifah untuk menggantikan uang tersebut, diapun berkata: “Iya, uangnya saya sudah ambil di As-Segaf (pemilik PT. At-Tarimi) sebanyak 600 (enam ratus) dolar untuk 4 (empat) orang (Ali Blora, Abdussalam, Umair dan kakaknya) dan saya akan kirimkan beserta uang titipan dari bapaknya Ali Blora 400 (empat ratus) dolar”.
Ketika rombongan berikutnya datang ke Dammaj kami menanyakan tentang uang tersebut ternyata jawaban mereka: Kami mampir di Cikarang dan Abu Afifah tidak memberi titipan uang kepada kami, maka Ali Blora menghubungi Abu Afifah kemudian Abu Afifah menjawab: “Uangnya sudah saya titipkan ke Abu Abdillah ketika di bandara, dia mau ke Ma’bar”. Ali Blora langsung menghubungi ke Ma’bar ternyata tidak ada yang mengaku bernama Abu Abdillah dan tidak seorang pun mengaku mendapat titipan uang dari Abu Afifah, lalu Ali Blora menghubungi Abu Afifah lagi maka jawabannya: “Abu Abdillah tidak jadi ke Yaman, dia sudah di kampungnya dan uangnya dipakai oleh bapaknya untuk sawah”[11], kemudian Abu Afifah mengatakan pada akhir kalimatnya: “Saya akan bertanggung jawab atas uang kalian dan saya akan tetap kembalikan”. Dan uang tersebut sampai sekarang tidak kembali sama sekali[12].
Dengan penipuan seperti itu kemudian Abul Hasan yang merupakan da’i bayaran di Cikarang yang digunakan oleh Abu Afifah dan ketika di Dammaj Abul Hasan ini membela Abu Afifah dan ikut menyebarkan alasan penipuan dusta dari Abu Afifah tersebut. Sampai saat ini uang tersebut tidak dikembalikan sama sekali melainkan hanya uang Abdussalam, dikarenakan dia termasuk dari salah seorang da’i bayaran di Cikarang bersama Abul Hasan, hanya saja Abul Hasan memiliki keunggulan hingga sampai diutus ke Dammaj. Kedua orang tersebut ketika di Dammaj pun menjadi gelandangan hizbiyyah yang bersekongkol dengan pengikut setia Abu Abayah, namun bila ditanya maka dia menjawab: “Abu Abayah salah dan Luqman Ba’abduh adalah hizbi”, ternyata tiba-tiba kabur sebagaimana kawan-kawannya semisal Shalahudin, Abdul Halim, Ridho dan Ali Klaten serta komplotannya.

BAB VI
NASEHAT TERHADAP ORANG-ORANG YANG BERTANYA TENTANG TAUBAT DARI BEBRUAT KEJAHATAN
Telah banyak mengeluh dari sebagian orang-orang yang tertipu dengan penampilan da’i-da’i LJ yang pada akhirnya mereka ikut terlibat sebagai anggota LJ disebabkan kepandaian da’i-da’i LJ dalam memberikan orator dan penipuan sehingga mereka terbawa dan ikut meramaikan pergerakan LJ, maka apakah mereka dihukumi pula seperti para pentolan dan para da’i-da’i LJ? Maka tentu jawabannya cukup dengan perkataan Allah Ta’ala:
﴿ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ [النحل: 119]
“Kemudian, sesungguhnya Robbmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Robbmu sesudah itu benar-benar Al-Ghafur (Maha Pengampun) lagi Ar-Rahim (Maha Penyayang)”. (An-Nahl: 119).
Dari ayat tersebut sangat jelas syarat dalam bertaubat diantaranya; dengan memperbaiki diri, bukan dengan cara-cara yang dilakukan oleh sebagian mantan-mantan LJ yang kentara fanatiknya semisal Abdul Ghafur Al-Malingi dan komplotannya, hanya sekedar teriak taubat; kami taubat dari LJ kemudian mereka merasa seakan-akan sudah naik pangkat menjadi imam jarh wat ta’dil. Kalaupun mereka mengatakan: Kami sudah memperbaiki diri! Maka kami tanyakan mana buktinya??!!! Kalaupun setelah mereka menyatakan taubat kemudian memperbaiki diri dengan cara berangkat ke markiz para ulama, maka di markiz para ulama pun mereka tidak ada bedanya seperti sebelumnya, bahkan bertambah jelek dan rusak, sekedar contoh Abu Salman alias Abu Abayah, Ayip Syafrudin, Mukhtar dan Muhammad Afifudin serta komplotannya. Itu yang ke markiz para ulama lalu bagaimana dengan yang tidak ke markiz para ulama setelah mereka menyataan bubar dari LJ seperti Luqman bin Muhammad Ba’abduh, Usamah Mahri, Qomar Su’aidi, Agus Su’aidi, Shadiqun dan Ahmad Khadim serta komplotannya???!!!.
Perkara tersebut hanya masalah memperbaiki diri, lantas bagaimana dengan syarat berikutnya yaitu membuat penjelasan atau menjelaskan tentang penyimpangan yang pernah dilakukan oleh gerombolan LJ?! Allah Ta’ala berkata:
﴿إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾ [البقرة: 160]
“Kecuali orang-orang yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikan serta membuat penjelasan maka mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah At-Tawwab (Yang Maha menerima taubat) lagi Ar-Rahim (Maha Penyayang)”. (Al-Baqarah: 160).
Kalaulah mantan-mantan LJ, baik da’i-da’i-nya atau para anggotanya mengaku sudah bertaubat dari LJ maka itu memerlukan pembuktian, karena kenyataannya pada sekarang ini masih terlihat pada diri-diri mereka masih menjalankan cara-cara LJ –kecuali sebagian kecil yang dirahmati oleh Allah-, diantara cara-cara mereka adalah:
ü  Kedustaan; baik itu kedustaan atas nama ulama atau kedustaan atas nama dakwah serta penebaran berita-berita dusta di tengah-tengah umat dengan alasan kemaslahatan dakwah atau menolong orang-orang yang terzhalimi.
ü  Penipuan; baik itu penipuan terhadap orang yang mereka dakwahi atau penipuan terhadap publik, sebagaimana yang dilakukan oleh antek-antek LJ yang menggunakan nama samaran semisal Abu Umar bin Abdul Hamid, Abu Mahfudz Ali bin Adam, Abdullah bin Abdirrahman, atau penipuan dengan menggunakan nama jelas akan tetapi dibumbui dengan kedustaan-kedustaan semisal Abdul Ghafur Al-Malingi, Alimudin dan yang semisal mereka, atau penipuan yang lebih halus dari itu semua adalah penipuan yang dilakukan oleh mantan wakil panglim LJ Luqman bin Muhammad Ba’abduh dalam bukunya “MEREKA ADALAH TERORIS” yang sesungguhnya dialah sendiri pentolan terorisnya.
ü  Membentuk kepemimpinan tersendiri, yang mereka nama dengan mas’ul ‘am, dan ini terjadi ketika mereka belajar di markiz-markiz para ulama.
ü  Berloyalitas dengan cara yang sempit, siapa yang tidak mencocoki mereka atau tidak mengikuti kemauan mereka maka dianggap sebagai musuh.
ü  Suka memanfaatkan kepemilikan dakwah daripada menggunakan kepemilikannya sendiri.
ü  Mencari muka di hadapan para ulama.
ü  Gila dengan rekomendasi.
ü  Tindak kekerasan berupa ancaman, pemukulan dan pengusiran.
ü  Berbuat dulu baru kemudian bertanya kepada ahli ilmu.
ü  Mencari dukungan dan merengrut pengikut.
ü  Bangga dan kagum dengan apa yang ada pada diri mereka sendiri.
ü  Minta-minta atas nama dakwah.
ü  Memanfaatkan para pelaku dosa besar semisal pelaku homoseks dan fre seex pada urusan dakwah, bila para pelaku dosa besar tersebut menyelisihi mereka dalam suatu urusan mereka, maka mereka langsung dibongkar aib-aibnya.
ü  Bermudah-mudahan dalam masalah utang atas nama dakwah.
ü  Menganggap nasehat sebagai makar dan pemberi nasehat dianggap sebagai musuh.

[1] “Cukuplah bagi seseorang sebagai pendusta bila dia menceritakan setiap apa yang dia dengar”. (HR. Muslim dalam “Muqaddimah Shahihnya” dari Abu Hurairah, di dalam jalur periwayatannya terdapat cacat, diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dalam “Sunannya” dari Abu Hurairah dengan lafadz:
«كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا…..».
“Cukuplah seseorang sebagai pembuat dosa…..”,  diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam “Al-Adabul Mufrad” yang jalur periwayatannya bersambung sampai kepada ‘Umar bin Al-Khaththab dengan lafadz:
«حسب امرئ من الكذب…..».
“Cukuplah bagi seseorang dari kedustaan….” ).
Dengan pemaparan tersebut maka pantas untuk dijadikan hujjah, Wallahu A’la wa A’lam.
[2]  LJ (laskar jihad) adalah salah satu pergerakan yang diatasnamakan dakwah ahlussunnah wal jama’ah yang dipimpin oleh panglima Ja’far Umar Thalib dan wakil panglima Luqman bin Muhammad Baabduh. Bagaimana pun bentuk dari pengakuan dan pengatasnamaan  mereka kepada ahlussunnah wal jama’ah kalau mereka menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah maka tidaklah memiliki arti sama sekali, bahkan kenyataannya mereka itulah hizbiyyun yang berupaya untuk menghancurkan dakwah ahlussunnah wal jama’ah. Nama ahlussunnah wal jama’ah akan tetap harum di mata umat, berkata penyair:
كلٌ يدعي وصلاًً بليلى              وليلى لا تقرّ لهم بذاك
Semua orang mengaku memiliki hubungan dengan Laila
Namun Laila tidak mengakui (tidak merasa memiliki hubungan) dengan mereka
(Lihat buku “HARAPAN PEMBIMBING, HABIS GELAP TERBITLAH TERANG”).
[3]  “Ya shabahah” adalah suatu seruan atau komando dari seorang komandan kepada pasukannya untuk menghadang pasukan musuh.
[4]  Kejadian ini sama dengan kejadian yang ada di propinsi Sho’dah-Yaman, ketika pemerintah Yaman sudah mulai melemah maka bangkitlah segerombolan pemberontak yang lebih dikenal dengan kaum “Rofidhah” atau yang terkenal pada zaman ini dengan nama “Khutsi”, mereka menginginkan untuk berlepas diri dari negara Republik Yaman, karena mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa merdeka melainkan Darul Hadits Dammaj harus diperangi dan diusir para penduduknya.
[5]  Orang yang mengetahui kejadian yang sebenarnya bila mendengarkan laporan mereka kepada ulama tentang keadaan yang terjadi tentu akan terheran-heran dan langsung mengkingkarinya, sebagaimana pula pernah kami mendengarkan langsung dari salah seorang mantan LJ, yang prilaku LJ-nya masih membekas pada dirinya, dia berkata kepada salah seorang dari ulama: “Kami dulu ketika jihad ke Ambon kami bersama pemerintah”.
Orang yang mengetahui keadaan yang sebenarnya tentu akan mengingkari pengakuan dusta seperti ini.

[7]  Dengan kejahatan dan dosa yang begitu besar dan mengerikan itu namun tidaklah membuat mereka untuk sadar dan mau memperbaiki diri bahkan mereka senantiasa memupuk dosa sehingga dosa berbuah dosa.
[8] Lebih pantas dia dinamakan dengan Abdul Ghafur Al-Malingi karena suka mencuri-curi berita kemudian disebarkan dengan dibumbui banyak kedustaan –semoga Allah menghinakannnya-, dia sama dengan dua orang pendusta yaitu Anwar Pincang asal Sumatra dan Ibrahim Gas asal Kalimantan yang keduanya kabur dari Darul Hadits Salafiyyah Dammaj di waktu kaum teroris-Rafidhah mengepung Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, yang kemudian kedua orang tersebut menebarkan berita dusta supaya mendapatkan kasihan dan perlindungan –semoga Allah menjauhkan mereka dari kebaikan dan menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan-.
[9] Adapun buku “Mereka Adalah Teroris” maka itu hanyalah bentuk dari mencari muka di hadapan penguasa dan pura-pura menampakan ketaatan kepada penguasa namun lihat bila penguasa sudah mengalami kelemahan maka akan tampak keadaan mereka yang sesungguhnya sebagaimana telah terjadi di awal pembentukan LJ dan forum komunikasinya. Dan terlihat pula perbuatan seperti mereka itu, telah terjadi di Negara Republik Yaman, ketika penguasa Yaman terlihat memiliki kekokohan mereka berlomba-lomba menyerukan ketaatan kepada penguasa namun ketika penguasa Yaman melemah seperti yang sekarang ini, maka mereka bergegas melepaskan diri dari ketaatan dan mereka menyerukan untuk sama-sama memusuhi Darul Hadits Salafiyyah Dammaj karena ahlussunnah wal jama’ah yang ada di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj senatiasa mentaati penguasa muslim dalam senang maupun dalam keadaan susah.
Dan permusuhan mereka terhadap Darul Hadits Salafiyyah Dammaj sangat jelas diantaranya menebarkan kedustaan terhadap Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, berupaya keras memperingatkan para penuntut ilmu untuk tidak ke Dammaj, memerintahkan para penuntut ilmu yang ada di Dammaj untuk meninggalkan Dammaj dan memusuhi siapa saja yang membela Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, mereka memiliki kesamaan visi dengan kaum pemberontak teroris-Rafidhah –semoga Allah membinasakan mereka-.
[10]  Dia namanya adalah Musthafa, nama panggilannya La Tapa. Dia termasuk salah satu dari da’i-da’i LJ, ketika gembong hizbi Abu Taubah diusir dari Dammaj maka Abu Salman langsung menempati posisinya sebagai pengurus pencarian sopir untuk menjemput orang-orang Indonesia yang mau ke Dammaj. Ketika dia sudah berprofesi seperti itu keadaannya pun berubah total, agamanya semakin terkikis, dunianya semakin mewah, bukan main setiap rombongan datang dia langsung mendapatkan jutaan rupiah, hanya bermodal telpon dan sms.
Karena perbuatan seperti itu, maka ada dari kawan-kawan kami berupaya untuk menangani urusan penjemputan dan pencarian sopir secara gratis, melainkan hanya untuk membayar sopir, maka kawan-kawan kami langsung menjalankan tekadnya dengan tanpa sepengetahuan Abu Salman. Ketika itu datang rombongan baru dengan ketua rombongan Abu Mas’ud Syamsul, lalu Abu Salman bergegas mencari Abu Mas’ud dan bertemu di depan WC umum Darul Hadits Dammaj, Abu Mas’ud berkata kepadanya: Kami sudah bayar ke sopir, masing-masing kami membayar hanya 50 (lima puluh) dolar, tiba-tiba Abu Salman berkata: “Wah musibah”.
Tidaklah dia mengatakan “musibah” melainkan karena dia sudah tidak lagi mendapatkan 100 (seratus) dolar dari setiap orang yang baru datang. Begitulah orang kalau sudah buta mata hatinya, tidak berhasil berbuat dosa dianggap sebagai musibah –kami berlindung kepada Allah dari ketergelinciran dan kesesatan-.
Tidak lama setelah kejadian itu Abu Salman rencana untuk kabur dari Darul Hadits Dammaj dengan memulai mengirim puluhan gardusnya yang berisi kitab-kitabnya ke Shana’a, di pertengahan jalan semua kitab-kitabnya dirampas oleh kaum Rofidhan dan dibakar habis. Tidak lama kemudian dia mengakhiri studinya di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj dengan memakai pakaian wanita (jilbab hitam plus cadar) di malam hari pada bulan suci Ramadhan, mungkin dia mengira bahwa pakaian itu adalah pakaian para wisudawan karena warnanya juga hitam, akhirnya dia pun bernasib seperti Abu Taubah yang diusir dari Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, hanya saja Abu Salman memiliki kelebihan dengan mendapatkan gelar Abu Abayah.
[11]  Dari sini tampak sekali kedustaan Abu Afifah dan permainan serta penipuannya –semoga Allah menjadikan kehidupannya sempit dan menjadikan segala urusannya bertambah sulit-
[12]  Bagaimana bisa kembali sedangkan Abu Afifah memiliki utang puluhan juta atas nama dakwah hizbiyyah-nya mereka di Cikarang, tidak punya modal berani memesan tanah . ketika kami di Cikarang tiba-tiba pemilik tanah datang menagih harga tanahnya yang belum terlunasi sebanyak puluhan juta maka Abu Afifah pusing setengah mati sambil berkata: “Beginilah hidup kalau tanpa masalah kurang enak rasanya”, anehnya ketika kami sampai di Dammaj tiba-tiba kami dikabarin di Cikarang sudah dibangun masjid yang nantinya sebagai tempat Abul Hasan kalau sudah pulang dari Dammaj –kata mereka-.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar