Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

METODE AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH DALAM MENYELISIHI PARA PEMECAH BELAH DAN PELAKU BID’AH


طريقة أهل السنة والجماعة في مخالفة أهل الفرقة والبدعة

METODE AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

DALAM

MENYELISIHI PARA PEMECAH BELAH

DAN PELAKU BID’AH

تأليف:
أبي العباس خضر المُلكي الأندونيسي
المشهور بـ(محمد اللمبوري)
Penulis:
Abul ‘Abbas Khidhir Al-Mulky Al-Andunisy
Yang Lebih Dikenal Dengan:
Abu Ahmad Muhammad Al-Limbory

Penerjemah:
Salim Wolio
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.
Dengan nama Alloh yang (الرَّحْمَنِ) Maha Pengasih lagi (الرَّحِيمِ) Maha Penyayang
الحمد لله رب العالمين حمداً كثيراً طيباً مباركاً فيه كما يحب ربنا ويرضاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ولا إله سواه، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله الذي اصطفاه واجتباه وهداه، صلى الله عليه وعلى آله وسلم تسليماً كثيراً إلى يوم الدين.
Segala puji bagi Alloh Robb semesta alam, pujian yang banyak, yang bagus, yang diberkahi pada-Nya sebagaimana yang Dia cintai dan dia ridhoi. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Alloh yang Maha Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada sesembahan selain-Nya. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang Dia telah memilihnya, mengunggulkannya dan Dia telah memberinya petunjuk. Sholawat dan salam yang banyak untuknya dan untuk keluarganya sampai hari kiamat.
أما بعد: فهذه رسالة سميتها “طريقة أهل السنة والجماعة في مخالفة أهل الفرقة والبدعة“.
Kemudian setelah itu: Ini adalah tulisan yang telah saya namai “Metode Ahlussunnah wal Jama’ah dalam Menyelisihi Para Pemecah Belah dan Pelaku Bid’ah
ومن طريقتهم في ذلك:
Dan diantara metode mereka pada yang demikian itu:

1. اتباع الشريعة ظاهرا وباطنا.
PERTAMA: MENGIKUTI SYARI’AT YANG NAMPAK DAN YANG TERSEMBUNYI

قال الله تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ [النساء: 59]. أي كتاب الله وسنة الرسول -صلى الله عليه وسلم- الصحيحة.
Alloh (تَعَالَى) berkata: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Alloh dan taatilah Rosul-Nya dan ulil amri (penguasa) diantara kalian, dan jika kalian berselisih terhadap suatu (perkara) maka kembalikanlah (perkara) tersebut kepada Alloh dan Rosul-Nya”. (An-Nisa’: 59). Yaitu (kembalikanlah) kepada Kitab Alloh  (Al-Qur’an) dan Sunnah Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) yang shohih.
فاعلم أن في البدعة خروجا عن اتباع الشريعة، وقد قال الله تَعَالَى: وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ  [الأنعام: 153]. فمن ابتدع بدعة يتعبد لله بها فقد خرج عن اتباع الشريعة.
Ketahuilah bahwasanya bid’ah adalah mengeluarkan dari mengikuti syari’at, dan sungguh Alloh (تَعَالَى) telah berkata: “Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah oleh kalian jalan (tersebut) dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang memecah belahkan kalian dari jalan-Nya, yang demikian itu Dia wasiatkan kepada kalian supaya kalian bertaqwa”. (Al-An’am: 153). Maka barang siapa mengadakan kebid’ahan, yang dia inginkan untuk beribadah kepada Alloh dengan bid’ah tersebut maka sungguh dia telah keluar dari mengikuti syari’at.
ومن المعلوم أن المبتدع لا يحكم بالكتاب والسنة، لأنه يخرج إلى هواه فيحكمه، قال الله تعالى: وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ (177) مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (178) [الأعراف: 175-178].
Dan termasuk dari perkara yang diketahui bahwasanya pelaku bid’ah, dia tidak berhukum dengan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah, karena bahwasanya dia telah keluar kepada hawa nafsunya lalu dia berhukum dengannya, Alloh (تَعَالَى) berkata: “Dan bacakanlah kepada mereka tentang berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami lalu dia melepaskan diri (berpaling) darinya maka syaithon pun mengikutinya maka berubahlah dia termasuk dari orang-orang yang sesat, dan kalau Kami menghendaki sesungguhnya Kami tinggikan derajatnya dengan ayat-ayat itu akan tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya maka permisalan dia itu seperti anjing, jika kamu menghalaunya maka dia mengulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya maka dia juga mengulurkan lidahnya, demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, maka kisahkanlah kisah-kisah mereka itu supaya mereka berpikir. Sangat jeleklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri-diri mereka sendirilah mereka berbuat zholim. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka dia mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (Al-A’rof: 175-178).
جعل الله سُبْحَانَهُ الشريعة لنا وأمرنا باتباعها، قال الله تَعَالَى: ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ  [الجاثية: 18].
Alloh (سُبْحَانَهُ) menjadikan syari’at untuk kita dan Dia memerintahkan kita untuk mengikutinya, Alloh (تَعَالَى) berkata: “Kemudian Kami menjadikanmu di atas syari’at dari suatu perkara maka ikutilah syari’at tersebut dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak berilmu”. (Al-Jatsiyah: 18).
فمن أعرض عن اتباع الشريعة فما معه إلا هوى، قال الله تعالى: قُلْ فَأْتُوا بِكِتَابٍ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ هُوَ أَهْدَى مِنْهُمَا أَتَّبِعْهُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (49) فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (50) [القصص: 49، 50].
Barang siapa berpaling dari mengikuti syari’at maka tidak ada bersamanya melainkah hanya hawa nafsu, Alloh (تَعَالَى) berkata: “Katakanlah: Maka datangkanlah kalian dengan Kitab dari sisi Alloh, yang dia lebih memberi petunjuk dari pada keduanya supaya aku mengikutinya jika kalian adalah orang-orang yang benar”. Jika mereka tidak memenuhi (permintaanmu) maka ketahuilah kamu bahwasanya mereka mengikuti hawa nafsu-hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tanpa petunjuk dari Alloh, sesungguhnya Alloh tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim”.  (Al-Qoshshosh: 49-50).
وفي الشريعة قد أمرنا بمجانبة الهوى، قال الله تعالى: وَإِنَّ الَّذِينَ أُورِثُوا الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِهِمْ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مُرِيبٍ (14) فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آَمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ (15) [الشورى: 14، 15].
Dan di dalam Syari’at sungguh telah memerintahkan kita untuk menjauhi hawa nafsu, Alloh (تَعَالَى) berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar mereka berada di dalam keraguan yang menggoncangkan tentang Al-Kitab itu, oleh karena itu dakwahilah mereka dan istiqomahlah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah aku telah beriman terhadap apa-apa yang Alloh turunkan dari Al-Kitab dan aku diperintahkan untuk berbuat adil diantara kalian, Alloh adalah Robb kami dan Robb kalian, bagi kami amalan-amalan kami dan bagi kalian amalan amalan kalian, tidak ada hujjah diantara kami dan diantara kalian, Alloh akan mengumpulkan diantara kita dan kepada-Nya tempat kembali”. (Asy-Suro: 14-15).
وقال تعالى: وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ [المائدة/49].
Dan Alloh (تَعَالَى) berkata: “Dan berilah hukum diantara mereka dengan apa-apa yang telah Alloh turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dan berhati-hatilah dari mereka akan menfitnah (menipu)mu dari sebagian apa-apa yang telah Alloh turunkan kepadamu, jika mereka berpaling maka ketahuilah bahwasanya Alloh menginginkan untuk menimpakan kepada mereka sebagian dosa-dosa mereka dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia itu adalah orang-orang yang fasiq”. (Al-Maidah: 49).
وعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «دَعُونِى مَا تَرَكْتُكُمْ، إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَىْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ». (متفق عليه). واختلافهم على أنبيائهم يعني مخالفتهم.
Dan dari Abu Huroiroh dari Nabi (صلى الله عليه وسلم), beliau berkata: “Ikutilah apa-apa yang aku tinggalkan untuk kalian, sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian disebabkan pertanyaan-pertanyaan dan penyelisihan mereka kepada Nabi-nabi mereka, maka jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah oleh kalian sesuatu tersebut, dan jika aku perintahkan kalian terhadap suatu perkara maka kerjakanlah dari perkara tersebut semampu kalian”. (Ririwayatkan oelh Al-Bukhory dan Muslim). Penyelisihan mereka kepada Nabi-nabi mereka yaitu peneyelisahan mereka.
ولا شك أن الأنبياء بعثهم الله تَعَالَى بالأحكام الشريعة، قال الله تعالى: شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ [الشورى: 13].
Tidak diragukan lagi bahwasanya para Nabi telah Alloh (تَعَالَى) utus mereka dengan hukum-hukum Syari’at, Alloh (تَعَالَى) berkata: “Dia telah mensyari’atkan kepada kalian dari agama sebagaimana Dia wasiatkan dengannya kepada Nuh dan yang Kami wahyukan kepadamu dan apa-apa yang Kami wasiatkan kepada Ibrohim, Musa dan ‘Isa supaya mereka menegakan agama”. (Asy-Syuro’: 13).
فما أحله الشريعة لنا فإننا نقبله ونعمل به على أنه حلال, وما نهانا عنه فإننا ننتهي عنه، ونتركه ولا نتعرض له، قال الله تعالى: وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ  [الحشر: 7].
Apa-apa yang Syari’at telah halalkan untuk kita maka sesungguhnya kita menerimanya dan mengamalkan bahwasanya itu adalah halal, dan apa-apa yang Syari’at melarang kita darinya maka sesungguhnya kita berhenti darinya (tidak melakukannya), dan kita meninggalkannya dan tidak menoleh kepadanya, Alloh (تَعَالَى) berkata: “Dan apa saja yang Rosululloh datangkan kepada kalian maka terimalah dan apa saja yang Rosululloh larang dari kalian tentangnya maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kalian kepada Alloh, sesungguhnya Alloh adalah sangat pedih hukumannya”. (Al-Hasyr: 7). 
ولهذا بعث الله تعالى الرسول -صلى الله عليه وسلم- لاتباع الشريعة، وعن زَيْد بْن أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ -رضى الله عنه- قَبَّلَ الْحَجَرَ وَقَالَ لَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ. (رواه البخاري وفي مسلم من حديث عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ).
Oleh karena ini Alloh (تَعَالَى) mengutus Rosul (صلى الله عليه وسلم) untuk mengikuti syari’at, dari Zaid bin Aslam dari bapaknya, beliau berkata: “Aku melihat Umar Ibnul Khoththob –semoga Alloh meridhoinya- mencium batu (hajar aswad), dan beliau berkata: “Kalaulah tidak aku melihat Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) menciummu maka aku tidak akan menciummu”. (Diriwayatkan olehAl-Bukhory dan di dalam “(Shohih) Muslim” dari ‘Abis bin Robi’ah).
قال الإمام محمد بن صالح العثيمين –رحمه الله- في “شرح رياض الصالحين” (ج 17 / ص 64): وفي هذا دليل على أن كمال التعبد أن ينقاد الإنسان لله عز وجل، سواء عرف السبب والحكمة في المشروعية أم لم يعرف. فعلى المؤمن إذا قيل له افعل؛ أن يقول: سمعنا وأطعنا، وإن عرفت الحكمة فهو نور على نور، وإن لم تعرف فالحكمة أمر الله تعالى ورسوله –صلى الله عليه وسلم-. ولهذا قال الله في كتابه: (وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ) (الأحزاب: من الآية 36). اهـ.
Al-Imam Muhammad bin Sholih Al-’Utsaimin –Rohimahulloh- berkata di dalam “Syarhu Riyadhish Sholihin” (juz 17/hal. 64): “Pada hadits ini menunjukan bahwa sempurnanya peribadahan adalah hendaknya seseorang memasrahkan diri kepada Alloh (عز وجل), sama saja dia mengetahui sebab dan hikmah tentang disyari’atkannya atau dia tidak mengetahui. Maka wajib bagi setiap orang yang beriman jika dikatakan kepadanya: “Kerjakanlah!”, maka hendaknya dia berkata: “Aku mendengar dan aku taat”, jika dia mengetahui hikmah (dari perintah) itu maka dia adalah cahaya di atas cahaya, dan jika dia tidak mengetahui hikmah(nya) maka itu adalah perkaranya Alloh (تَعَالَى) dan Rosul-Nya (صلى الله عليه وسلم). Oleh karena ini Alloh (تَعَالَى) berkata di dalam Kitab-Nya: “Dan tidaklah bagi seseorang yang beriman dari kalangan laki-laki dan dari kalangan wanita jika telah Alloh dan Rosul-Nya telah putuskan suatu perkara bagi mereka untuk mengambil pilihan dari perkara tersebut”. (Al-Ahzab: 36). –Selesai-.

  1. 2.              حب الله تَعَالَى ورسوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم.
KEDUA: MENCINTAI ALLOH (تَعَالَى) DAN ROSUL-NYA (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم)
قال الله تَعَالَى: وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّه [البقرة/165].
Alloh (تَعَالَى) berkata: “Dan orang-orang yang beriman adalah lebih cinta kepada Alloh”. (Al-Baqoroh: 165).
ومن المعلوم أن من أحب الله المحبة الواجبة فلا بد أن يحب الرسول صلى الله عليه وسلم. قال الحافظ ابن حجر -رحمه الله- في “فتح الباري” (ج 1 / ص 25): فَمَنْ يَدَّعِي حُبّ اللَّه مَثَلًا وَلَا يُحِبّ رَسُوله لَا يَنْفَعهُ ذَلِكَ، وَيُشِير إِلَيْهِ قَوْله تَعَالَى: قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ  [آل عمران: 31]. اهـ.
Dan termasuk yang diketahui bahwa siapa yang mencintai Alloh dengan kecintaan yang mengharuskan maka hendaknya dia mencintai Rosul (صلى الله عليه وسلم), Al-Hafidz Ibnu Hajar –semoga Alloh meridhoinya- berkata di dalam “Fathul Bary” (juz 1/hal. 25): “Barang siapa yang mengaku mencintai Alloh –misalnya- dan dia tidak mencintai Rosul-Nya maka tidaklah bermanfaat yang demikian itu, dan ini dijelaskan pada perkataan Alloh (تَعَالَى): “Katakanlah: Jika kalian benar-benar mencintai Alloh maka ikutilah aku, niscaya Alloh akan mencintai kalian dan mengampuni bagi kalian dosa-dosa kalian, dan Alloh adalah (غَفُورٌ) Maha Pengampun lagi (رَحِيمٌ) Maha Penyayang”. (Ali Imron: 31). –Selesai-.
قال الإمام ابن كثير -رحمه الله- في “تفسير القرآن العظيم” (ج 2 / ص 32): هذه الآية الكريمة حاكمة على كل من ادعى محبة الله، وليس هو على الطريقة المحمدية فإنه كاذب في دعواه في نفس الأمر، حتى يتبع الشرع المحمدي والدين النبوي في جميع أقواله وأحواله، كما ثبت في “الصحيح” عن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: “مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عليه أمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ” ولهذا قال: قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ أي: يحصل لكم فوق ما طلبتم من محبتكم إياه، وهو محبته إياكم، وهو أعظم من الأول، كما قال بعض الحكماء العلماء: ليس الشأن أن تُحِبّ، إنما الشأن أن تُحَبّ وقال الحسن البصري وغيره من السلف: زعم قوم أنهم يحبون الله فابتلاهم الله بهذه الآية، فقال: قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ.
Al-Imam Ibnu Katsir –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim” (juz 2/hal. 32): “Ayat yang mulia ini adalah hakim atas setiap orang yang mengaku mencintai Alloh, dan dia bukan di atas metode (jalan) Muhammad (صلى الله عليه وسلم) maka sesungguhnya dia adalah dusta dalam pengakuannya pada perkara tersebut, sampai dia mengikuti syari’at Muhammad (صلى الله عليه وسلم) dan agamanya Nabi (صلى الله عليه وسلم) pada seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatannya, sebagaimana telah tetap di dalam “Shohihul Bukhory” dari Nabi (صلى الله عليه وسلم) bahwasanya beliau berkata: “Barang siapa melakukan suatu amalan yang amalan tersebut bukan dari perkara kami maka dia tertolak”. Dan oleh karena ini Dia (تَعَالَى) berkata: “Katakanlah: Jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku niscaya Alloh akan mencintai kalian” , yaitu akan tercapai bagi kalian di atas apa yang kalian tuntut dari kecintaan kalian kepada-Nya, dan kecintaan-Nya kepada kalian, dan ini lebih besar dari pada yang pertama, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian hakim yang mereka berilmu: “Bukan suatu kebutuhan kamu dicintai hanya saja kebutuhan itu kamu mencintai”. Al-Hasan Al-Bashry dan yang selainnya berkata: “Suatu kaum mengaku bahwasanya mereka mencintai Alloh maka Alloh menguji mereka dengan ayat ini, maka Dia (تَعَالَى) berkata: “Katakanlah: Jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku niscaya Alloh akan mencintai kalian”.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية –رحمه الله- في “اقتضاء الصراط المستقيم لمخالفة أصحاب الجحيم” (ج 2 / ص 85): وإنما كمال محبته وتعظيمه في متابعته وطاعته واتباع أمره، وإحياء سنته باطنًا وظاهرًا، ونشر ما بعث به، والجهاد على ذلك بالقلب واليد واللسان. فإن هذه طريقة السابقين الأولين، من المهاجرين والأنصار، والذين اتبعوهم بإحسان. اهـ.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Iqtidho’ush Shirotil Mustaqim Limukholafati Ash-Shabil Jahim“: “Hanya saja sempurnanya kecintaan dan pengagungannya adalah pada pengikutan dan mentaatinya serta mengikuti perintahnya, menghidupkan sunnahnya baik nampak dan yang tersembunyi, menyebarkan apa-apa yang beliau diutus dengannya dan berjihad dengan yang demikian itu, baik jihad dengan hati, tangan dan lisan. Maka sesungguhnya ini adalah metode (jalan)nya para pendahulu yang pertama-tama memeluk agama Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshor serta yang mengikuti mereka dengan baik”. –Selesai-.
وقال الإمام محمد بن صالح العثيمين –رحمه الله- في “شرح رياض الصالحين” (ج 19/ص 3): والحقيقة أن المبتدع بدعته تتضمن أنه يبغض الرسول صلى الله عليه وسلم وإن كان يدعي أنه يحبه؛ لأنه إذا ابتدع هذه البدعة والرسول عليه الصلاة والسلام لم يشرعها للأمة، فهو كما قلت سابقاً إما جاهل وإما كاتم. اهـ.
Al-Imam Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin –semoga Alloh merahmatinya-berkata di dalam “Syarhu Riyadhish Sholihin” (juz 19/hal. 3): “Dan yang sebenarnya bahwasanya pembuat bid’ah adalah bid’ahnya itu mengandung kebenciannya dia kepada Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) walaupun dia mengaku mencintainya, karena sesungguhnya jika dia mengadakan bid’ah ini dan Rosululloh (عليه الصلاة والسلام) tidak mensyari’atkannya kepada umat maka dia seperti yang saya katakan sebelumnya: Bisa jadi dia bodoh atau dia menyembunyikan (kebenaran)”. –Selesai-.
وعَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: «لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ -وَفِى حَدِيثِ عَبْدِ الْوَارِثِ الرَّجُلُ- حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ». (متفق عليه).
Dan dari Anas bin Malik, beliau berkata: Roslululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata:“Tidak akan (sempurna) keimanan hamba –dan di dalam hadits Abdul Warits- (dengan lafadz) seseorang- sampai dia menjadikanku lebih dia cintai dari keluarganya, hartanya dan manusia seluruhnya”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وفي “البخاري” عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ –رضى الله عنه- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ».
Dan di dalam “(Shohih) Al-Bukhory” dari Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya- bahwasanya Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, tidak akan (sempurna) keimanan salah seorang diantara kalian sampai dia menjadikanku lebih dia cintai dari pada orang tua dan anaknya”.

  1. 3.                حب أصحاب النبي -صلى الله عليه وسلم- ومن تبعهم بإحسان ممن سلف.
MENCINTAI SHAHABAT-SHAHABAT NABI (صلى الله عليه وسلم) DAN YANG MENGIKUTI MEREKA DENGAN BAIK DARI PARA PENDAHULU
الرسول -صلى الله عليه وسلم- وأصحابه سلف هذه الأمة، فقد قال النبي -صلى الله عليه وسلم­- لبنته سَيِّدَة نِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ أَوْ سَيِّدَة نِسَاءِ هَذِهِ الأُمَّةِ فاطمة رضي الله عنها: فَإِنِّى نِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ». (متفق عليه عن عائشة –رضي الله عنها-).
Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) dan para shahabatnya adalah salaf (pendahulu) umat ini, sungguh Nabi (صلى الله عليه وسلم) telah berkata kepada putrinya Sayyidah (pemimpinnya) wanita-wanita yang beriman atau pemimpinnya wanita-wanita umat ini Fatimah –semoga Alloh meridhoinya-: “Sesungguhnya aku adalah sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu”.(Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim dari ‘Aisyah –semoga Alloh meridhoinya-).
وقال -صلى الله عليه وسلم- أيضا: «خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ. (متفق عليه عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود -رضى الله عنه-).
Dan beliau (صلى الله عليه وسلم) juga berkata: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka”.(Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim dari Abdulloh bin Mas’ud –semoga Alloh meridhoinya-).
وعَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ: «حُبُّ الأَنْصَارِ آيَةُ الإِيمَانِ وَبُغْضُهُمْ آيَةُ النِّفَاقِ». (متفق عليه).
Dan dari Anas bin Malik, dari Nabi (صلى الله عليه وسلم) bahwasanya beliau berkata: “Kecintaan kepada orang-orang Anshor adalah tanda keimanan dan membenci mereka adalah tanda kemunafikan”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وعَنْ أَبِى سعيد الخدري وأبي هُرَيْرَةَ -رضي الله عنهما- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «لاَ يُبْغِضُ الأَنْصَارَ رَجُلٌ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ». (رواه مسلم).
Dan dari Abu Sa’id Al-Khudry dan Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoi keduanya- bahwasanya Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Tidaklah orang yang beriman kepada Alloh dan yang beriman kepada hari kiamat membenci orang-orang Anshor”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
وعن الْبَرَاء -رضى الله عنه- قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- أَوْ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ  صلى الله عليه وسلم «الأَنْصَارُ لاَ يُحِبُّهُمْ إِلاَّ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يُبْغِضُهُمْ إِلاَّ مُنَافِقٌ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ». (متفق عليه).
Dan dari Al-Baro’ –semoga Alloh meridhoinya- beliau berkata: Aku mendengar Nabi (صلى الله عليه وسلم) atau beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Orang-orang Anshor tidak akan mencintai mereka melainkan orang yang beriman, dan tidak akan membenci mereka melainkan orang munafiq, maka barang siapa yang mencintai mereka maka Alloh mencintainya, dan barang siapa yang membenci mereka maka Alloh membencinya”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وأخرجه البخاري من حدبث أنس بن مالك -رضي الله عنه-: قال النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-:
اللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُ الآخِرَهْ                   فَاغْفِرْ لِلأَنْصَارِ وَالْمُهَاجِرَهْ.
Dan diriwayatkan oleh Al-Bukhory dari hadits Anas bin Malik –semoga Alloh meridhoinya-, Nabi (صلى الله عليه وسلم) berkata:
Ya Alloh tidak ada kebaikan melainkan kebaikan akhirat”
          Maka ampunilah orang-orang Anshor dan orang-orang Muhajirin”.
ومن عقيدة أهل السنة والجماعة: حب أصحاب النبي -صلى الله عليه وسلم- ولم يذكرون إلا بخير، قال شيخ الإسلام ابن تيمية -رحمه الله- كما في “قصيدته“:
حب الصحابة كلهم لي مذهب                ومودة القربي بها أتوسل
Dan termasuk dari aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah mencintai shahabat-shahabat Nabi (صلى الله عليه وسلم) dan tidak menyebutkan mereka melainkan kebaikan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –semoga Alloh merahmatinya- berkata sebagaimana di dalam “Sya’irnya“:
Mencintai semua shahabat adalah mazhabku
          Dan mencintai kerabat-kerabat (Nabi) dengannya aku beramal.
وقال -رحمه الله- في “العقيدة الواسطية“: وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ سَلَامَةُ قُلُوبِهِمْ وَأَلْسِنَتِهِمْ لِأَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-، كَمَا وَصَفَهُمُ اللَّهُ بِهِ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ}.
Dan beliau –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah“: “Dan termasuk dari landasan Ahlussunnah wal Jama’ah adalah selamatnya hati-hati mereka dan lisan-lisan mereka terhadap shahabat-shahabat Nabi (صلى الله عليه وسلم), sebagaimana Alloh mensifati mereka dengannya pada perkataan-Nya (تَعَالَى): “Dan orang-orang yang datang setelah mereka, mereka berdoa’: “Wahai Robb kami ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mereka telah mendahului kami dalam keimanan dan janganlah jadikan hati kami ada kebencian kepada orang-orang yang beriman, wahai Robb kami Engkau adalah (رَءُوفٌ) Maha Pengampun lagi (رَحِيمٌ) Maha Penyayang”.
وَطَاعَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ: «لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ». (متفق عليه عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه).
Dan mentaati Nabi (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) pada perkataannya: “Janganlah kalian mencela shahabat-shahabatku, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalaulah salah seorang diantara kalian menginfaqkan emas semisal gunung Uhud maka tidaklah mencapai satu genggaman tangan infaqnya salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry –semoga Alloh meridhoinya-).
والصحابة الكرام كلهم عُدولٌ بتعديل الله ورسوله لهم، وهم أَولياءُ الله وأصفياؤه، وخيرته من خلقه، وهم أَفضل هذه الأُمة بعد نبيها -صلى الله عليه وعلى آله وسلم-، قال الله تَعَالَى: وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ  [التوبة/100].
Dan para shahabat yang mulia semuanya adalah orang-orang adil, dengan penetapan Alloh dan Rosul-Nya tentang keadilan mereka, mereka adalah wali-wali Alloh dan pilihan-pilihan-Nya, sebaik-baiknya dari makhluq-Nya, dan mereka adalah paling utamanya umat ini setelah Nabinya (صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), Alloh (تَعَالَى) berkata: “Dan orang-orang dahulu yang pertama-tama memeluk agama Islam dari kalangan orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh telah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada-Nya, dan Dia menyediakan kepada mereka Jannah-jannah (surga-surga) yang mengalir di bawahnya sungai-sungai mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, yang demikian itu adalah kebahagian yang besar”. (At-Taubah: 100).
 فهذه فيه رد على الروافض والنواصب، على الروافض الذين يبغضون أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم ويدعو حب آل بيته، وعلى النواصب الذين ينصبون العداء لأصحاب النبي صلى الله عليه وسلم لاسيما لآل البيت، الرفض والنصب كلاهما ضلال وإن كان الرفض أشد ضلالا، لأنه يتضمن ما تضمنه النصب.
Pada ayat ini adalah bantahan kepada Rowafid dan Nawashib,  Rowafidh yang mereka membenci shahabat-shahabat Nabi (صلى الله عليه وسلم) dan mereka mengaku mencintai keluarga Nabi (صلى الله عليه وسلم), dan Nawashib yang mereka merendahkan para shahabat Nabi (صلى الله عليه وسلم) lebih-lebih keluarga Nabi (صلى الله عليه وسلم). Rowafidh dan Nawashib kedua-duanya adalah sesat, akan tetapi Rowafidh lebih sesat, karena mereka mengandung (faham) yang tidak dikandung oleh Nawashib.
قال الإمام الشوكاني رحمه الله في “أدب الطلب ومنتهى الأرب” (ص: 140): ولم أجد أهل ملة من الملل ولا فرقة من الفرق الإسلامية أشد بهتا وأعظم كذبا وأكثر افتراء من الروافض. اهـ.
Al-Imam Asy-Syaukany –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Adabuth Tholab wa Muntahal Arob” (hal. 140): “Dan tidaklah aku mendapati pemeluk agama dari agama-agama dan tidak pula aliran dari aliran-aliran (yang mengaku) berislam yang lebih penipu dan paling besar kedustaannya dan paling besar khianatnya dari pada Rowafidh”. –Selesai-.
  
  1. 4.              حب المؤمنين.
MENCINTAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN
قال الله تَعَالَى: إنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ [الحجرات: 10]. 
Alloh (تَعَالَى) berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara, maka damaikanlah oleh kalian di antara saudara-saudara kalian, dan bertaqwalah kalian kepada Alloh supaya kalian dirahmati”. (Al-Hujarot: 10).
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: «مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى». (رواه مسلم).
Dari An-Nu’man bin Basyir, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Permisalan orang-orang yang beriman dalam kecintaan, kasih sayang dan belas kasihan mereka seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh menderita kesakitan maka seluruh tubuh ikut tidak bisa tidur dan ikut merasakan sakit (demam)”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
وعَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ». (متفق عليه).
Dan dari Anas bin Malik, dari Nabi (صلى الله عليه وسلم), beliau berkata: “Tidak akan sempurna keimanan salah seorang diantara kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”.(Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا». (متفق عليه).
Dan dari Abu Huroiroh, dari Nabi (صلى الله عليه وسلم), beliau berkata: “Hati-hatilah kalian dari berburuk sangka, karena sesungguhnya berburuk sangka itu adalah paling dustanya perkataan, dan janganlah kalian saling membuat tipu daya, dan janganlah kalian saling memata-matai, dan jangan saling menghasadi, dan janganlah kalian saling membelakangi, dan janganlah kalian saling membenci, dan jadilah kalian hamba-hamba Alloh yang saling bersaudara”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
قَالَ ابْن عَبْد الْبَرّ -رحمه الله-: تَضَمَّنَ الْحَدِيث تَحْرِيم بُغْض الْمُسْلِم وَالْإِعْرَاض عَنْهُ وَقَطِيعَته بَعْد صُحْبَته بِغَيْرِ ذَنْب شَرْعِيّ، وَالْحَسَد لَهُ عَلَى مَا أَنْعَمَ بِهِ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُعَامِلهُ مُعَامَلَة الْأَخ النَّسِيب، وَأَنْ لَا يُنَقِّب عَنْ مَعَايِبه، وَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْحَاضِر وَالْغَائِب، وَقَدْ يَشْتَرِك الْمَيِّت مَعَ الْحَيّ فِي كَثِير مِنْ ذَلِكَ. (فتح الباري لابن حجر: ج 17 / ص 231).
Ibnu Abdil Barr –semoga Alloh merahmatinya- berkata: “Hadits ini  mengandung haromnya membenci seorang muslim dan berpaling darinya, dan memutus persahabatannya dengan tanpa dosa secara Syar’iy, dan iri terhadap apa-apa yang telah diberi nikmat kepadanya, dan bermuamalah kepadanya dengan muamalahnya persaudaraan senasab, dan tidak membongkar aib-aibnya, dan tidak ada bedanya yang demikian itu antara yang hadir dan yang ghoib (tidak hadir), dan terkadang berserikat yang mati bersama yang hidup pada kebanyakan yang demikian itu”. (Fathul Bari Libni Hajar: Juz 17/hal. 231).
الناس إذا تباغضوا تفرقوا، لأن البغض يؤدي إلى التباعد فمآله إلى التفرق؛ والفرقة بدعة قال الله تعالى: وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ  [آل عمران: 105].
Manusia jika mereka saling membenci maka mereka akan berpecah belah, karena kebencian membawa kepada saling berjauhan, lalu menyeret kepada perpecahan, dan perpecahan adalah bid’ah, Alloh (تعالى) berkata: “Janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang mereka berpecah belah dan berselisih setelah datang kepada mereka penjelasan-penjelasan, dan bagi mereka itu adalah azab yang besar”. (Ali Imron: 105).
وقال الله تعالى: كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ [البقرة: 213].
Alloh (تعالى) berkata: “Dahulu manusia adalah umat yang satu lalu Alloh mengutus para Nabi supaya mereka memberi kabar gembira dan memberi peringatan dan dirutunkan bersama mereka Al-Kitab dengan kebenaran supaya menghukumi diantara manusia terhadap apa-apa yang mereka berselisih padanya, dan tidaklah berselisih padanya melainkan orang-orang yang telah diberikannya dari setelah datangnya kepada mereka keterangan-keterangan, diantara mereka dalam keadaan saling membenci, lalu Alloh memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman terhadap apa-apa yang mereka perselisihkan padanya dari kebenaran dengan izin-Nya, dan Alloh memberi petunjuk ke jalan yang lurus kepada siapa yang Dia kehendaki”. (Al-Baqoroh: 213).  
فالاختلاف يفرق الأمة، ولا يمكن للناس إذا صاروا مختلفين أن يتعاونوا ويتناصروا دائما وأبدا، بل يكون بينهم عداوة وعصبية لفرقهم وأحزابهم. والأمة الإسلامية إذا فتح لها باب البدع كل منهم يبتدعوا على حسب هواه، والأهواء تختلف فحصلت الفرقة لا محالة لتفرق كلماتهم، فلذلك قال الإمام الشاطبي رحمه الله: البدعة قرينة الفرقة. اهـ. 
Dan perselisihan akan memecahkan umat, dan tidak mungkin bagi manusia jika mereka telah berselisih untuk saling bantu membantu dan saling tolong menolong selama-lamanya, bahkan diantara mereka adanya permusuhan dan fanatik kepada pihak dan kelompok mereka, dan umat Islam jika dibuka padanya pintu bid’ah-bid’ah maka setiap dari mereka akan membuat bid’ah sesuai hawa nafsunya, dan hawa nafsu yang dia berbeda-beda maka akan menghasilkan perpecahan dan tidak ada tempat untuk memecahkan kalimat-kalimat mereka, maka oleh karena Al-Imam Asy-Syathiby berkata: “Bid’ah adalah indikator perpecahan”. –Selesai-.
فإذا ابتدع الناس تفرقوا، وصار هذا يبتدع شيئاً، وهذا يبتدع شيئاً، وهذا يبتدع شيئاً، كما هو الواقع الآن، ونضرب لهذا مثلاً بحزبية عبد الرحمن العدني وأصحابه في إندونيسيا كمثل لقمان باعبده ومحمد عفيف الدين وذي القرنين ومحمد السربيني وخليف الهادي وعسكري وغيرهم لا بارك الله فيهم ابتدعوا الجمعية في الدعوة. أتدرون ماذا يقولون لمن لا يفعل هذه البدعة؟ يقولون هؤلاء متشددون، وهؤلاء يبغضون العلماء الذين يقولون: الجمعية وسيلة الدعوة.
Maka jika manusia telah berpecah, berubah yang ini mengadakan bid’ah, dan ini juga mengadakan bid’ah, dan ini juga mengadakan bid’ah, sebagaimana yang terjadi sekarang, kita membuat permisalan dengan kehizbiyyahannya Abdurrohman Al-Adny dan para pengikutnya di Indonesia seperti Luqman Ba’abduh, Muhammad Afifuddin, Dzul Qornain, Muhammad As-Sarbiny, Kholiful Hadi, Asykary dan selain mereka –semoga Alloh tidak memberkahi mereka-, mereka mengadakan kebid’ahan jam’iyyah di dalam berdakwah. Taukah kamu apa yang mereka katakan terhadap orang yang tidak melakukan kebid’ahan ini: “Mereka itu adalah orang-orang keras”, mereka itu membenci para ulama yang mengatakan bahwa jam’iyyah adalah perantara dakwah”.
وصار كل واحد يقول الحق معي، وفلان ضال مقصر، ويرميه بالكذب والبهتان وسوء القصد وما أشبه ذلك، فتكون الأمة الإسلامية كل حزب منها بما لديه فرح كما قال تعالى: (كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ) (الروم: 32).
Dan jadilah setiap orang mengatakan: Kebenaran bersamaku, fulan ada sesat lagi meyeleweng, dituduhkan dengan kedustaan dan penipuan dan jeleknya tujuan serta apa yang semisal itu, maka keberadaan umat Islam adalah setiap kelompok yang ada padanya merasa bangga terhadap apa yang ada pada mereka sebagaimana Dia (تعالى) berkata: “Setiap kelompok merasa bangga terhadap apa-apa yang ada pada mereka”. (Ar-Rum: 32).
كل حزب يقول الحق معي، والضلال مع الآخر، قال الإمام الشوكاني -رحمه الله- في “أدب الطلب ومنتهى الأرب” (ص: 91): فأهل هذا المذهب يعتقدون أن الحق بأيدهم وأن غيرهم على الخطأ والضلال والبدعة، وأهل المذهب الآخر يقابلونهم بمثل ذلك. اهـ.
Setiap kelompok berkata: Kebenaran bersamaku, dan kesesatan bersama yang lain, Al-Imam Asy-Syaukany –semoga Alloh merahmatinya- berkata: di dalam “Adabuth Tholab wa Muntahal Arob” (hal. 91): “Para penganut mazhab mereka berkeyakinan bahwasanya kebenaran pada mereka, dan bahwasanya yang selain mereka di atas kesalahan, kesesatan dan bid’ah, dan penganut mazhab yang lain juga mengaku seperti demikian itu. –Selesai-.
وقد قال الله تعالى: (إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعاً لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (159) مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ) (الأنعام:159،160).
Dan sungguh Alloh (تعالى) berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang mereka memecah belah agama mereka dan mereka menjadi berkelompok-kelompok maka kamu tidak termasuk dari mereka sedikit pun, hanyalah perkara mereka itu kepada Alloh kemudian mereka akan diberi kabar tentang apa yang mereka lakukan, barang siapa yang datang dengan kebaikan maka baginya sepuluh kali lipat (pahalanya) dan barang siapa yang datang dengan kejelekan maka tidaklah dibalas melainkan semisal itu dan mereka tidaklah dizholimi”. (Al-An’am: 159-160).
فلا يجوز لهذه الأمة أن يتفرقوا في دينهم، بل يجب أن يكونوا أمة واحدة على الأخوة الإسلامية، قال الله تعالى: إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ [الأنبياء: 92].
Tidak boleh bagi umat ini untuk berpecah belah di dalam agama mereka, bahkan wajib keberadaan mereka menjadi satu umat di atas persaudaraan yang Islami, Alloh (تعالى) berkata: “Sesungguhnya umat ini  adalah umat kalian yang satu, dan Aku adalah Robb kalian, maka beribadahlah kalian kepadaku”. (Al-Anbiya’: 92). 
وقال الله تعالى: وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ (52) فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ [المؤمنون: 52، 53].
Dan Alloh (تعالى) berkata: “Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Robb kalian maka bertaqwalah kalian, kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok merasa bangga terhadap apa yang ada pada mereka”. (Al-Mu’minun: 52-53).
ولا يمكن أن يحصل اتفاق الكلمة واجتماع الصف إلا أن يرجع كل إلى الكتاب والسنة.
Dan tidak akan mungkin akan tercapai penyatuan kalimat dan penyatuan barisan kecuali setiap kelompok kembali kepada Al-Kitab (Al-Qur’a) dan As-Sunnah.
وكذلك فلا يجوز لهذه الأمة أن يتعصبوا، بل يجب أن يكونوا أمة واحدة على الأخوة الإسلامية، قَالَ الإمام البيهقي –رحمه الله- في “السنن الصغرى” (ج 3 / ص 307): قال الشَّافِعِيُّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- فِي شَهَادَةِ أَهْلِ الْعَصَبِيَّةِ: مَنْ أَظْهَرَ الْعَصَبِيَّةَ بِالْكَلامِ، وَتَأَلَّفَ عَلَيْهَا، وَدَعَا إِلَيْهَا، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ يُشْهِرُ نَفْسَهُ بِقِتَالٍ فِيهَا فَهُوَ مَرْدُودُ الشَّهَادَةِ، لأَنَّهُ أَتَى مُحَرَّمًا، لاَ اخْتِلافَ فِيهِ بَيْنَ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ فِيمَا عَلِمْتُهُ، وَاحْتَجَّ بِقَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: (إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ). وَبُقُولِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: (وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا).
Dan demikian pula tidak boleh bagi umat ini untuk mereka berfanatik, bahkan wajib bagi mereka untuk menjadi umat yang satu diatas persaudaraan yang Islami, Al-Imam Al-Baihaqi –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Sunan Ash-Shughro’” (juz 3/hal. 307): Asy-Syafi’y –semoga Alloh meridhoinya- berkata tentang persaksiaannya orang yang fanatik: “Siapa yang menampakan sikap fanatik terhadap suatu perkataan, berketerkaitan dengannya, dan menyeru kepadanya jika dia tidak diperkenalkan dirinya padanya maka dia adalah tertolak persaksiannya, karena dia mendatangkan keharoman, tidak ada perbedaan pendapat diantara ulama kaum muslimin –semoga Alloh meridhoi mereka- terhadap apa-apa yang aku telah mengetahuinya, dan beliau berdalil dengan perkataannya Alloh (عَزَّ وَجَلَّ):“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara”. Dan dengan perkataan Rosululloh (صلى الله عليه وسلم): “Dan jadilah kalian sebagai hamba Alloh dalam keadaan bersaudara”.  
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «لاَ تَبَاغَضُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا، وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ». (رواه البخاري والبيهقي).
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata:“Janganlah kalian saling membenci, jangan salang hasad, jangan saling membelakangi dan jadilah kalian sebagai hamba Alloh dalam keadaan bersaudara, dan tidaklah halal bagi seorang muslim untuk menghajr (memboikot) saudaranya lebih dari tiga malam”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Al-Baihaqy).
بالإخوة تجتمع الكلمة ويتوحد الصف وتظهر قوة أهل الإسلام وعزتهم وبالإخوة هذم الإسلام كل التعصبات الجاهلية والقبلية والعنصرية فلا فرق عربي ولا أعجمي ولا أبيض ولا أسود إلا بالتقوي، قال الله تعال: يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ  [الحجرات: 13].
Dengan sebab persaudaraan terjadilah penyatuan kalimat dan penyatuan barisan serta nampak kekuatan pemeluk Islam dan kejayaan mereka. Dengan sebab persaudaraan, Islam menyelapkan setiap fanatik jahiliyyah, dan kabilah-kabilah serta berkubuh-kubuh, tidak ada perbedaan antara orang arob dan orang asing, antara orang (berkulit) putih dengan yang hitam melainkan dengan taqwa, Alloh (تعال) berkata: “Wahai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilah supaya kalian saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulianya kalian di sisi Alloh adalah yang paling bertaqwanya kalian, sesungguhnya Alloh adalah (عَلِيمٌ) Maha Mengetahui lagi (خَبِيرٌ) Maha Mengenal”. (Al-Hujarot: 13).

  1. 5.       الدعوة إلى الله على بصيرة والتمسك بالأدلة الشرعية ونبذ التقليد الأعمى.
KELIMA: BERDAKWAH KEPADA ALLOH DI ATAS ILMU DAN BERPEGANG TEGUH DENGAN DALIL-DALIL YANG SYAR’Y MEMBUANG TAQLID BUTA
قال الله تعالى: قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ  [يوسف: 108].
Alloh (تعالى) berkata: “Katakanlah ini adalah jalanku, aku berdakwah kepada Alloh di atas ilmu, aku dan yang mengikutiku, dan Maha Suci Alloh, aku tidak termasuk dari orang-orang yang berbuat syirik”. (Yusuf: 108). 
قال الإمام ابن كثير -رحمه الله- في “تفسيره” (ج 4 / ص 422): يقول [الله] تعالى لعبد ورسوله إلى الثقلين: الإنس والجن، آمرًا له أن يخبر الناس: أن هذه سبيله، أي طريقه ومسلكه وسنته، وهي الدعوة إلى شهادة أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، يدعو إلى الله بها على بَصِيرة من ذلك، ويقين وبرهان، هو وكلّ من اتبعه، يدعو إلى ما دعا إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم على بصيرة ويقين وبرهان شرعي وعقلي. اهـ.
Al-Imam Ibnu Katsir –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Tafsir“nya (juz 4/hal. 422): Alloh (تعالى) berkata kepada hamba dan utusan-Nya kepada tsaqolain (manusia dan jin). Sebagai perintah baginya untuk menyampaikan kepada manusia: Bahwasanya ini adalah jalannya, yaitu metode, jalan dan sunnahnya, yang dia adalah dakwah kepada persaksian bahwasanya tidak ada sesembahan melainkan Alloh yang Maha Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya, beliau berdakwah kepada Alloh dengannya di atas keterangan yang demikian itu, dengan keyakinan dan penjelasan, beliau dan setiap yang mengikutinya, dia berdakwah kepada apa yang Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berdakwah kepadanya, di atas keterangan, keyakinan dan penejelasan yang berdalil dan yang masuk akal”. –Selesai-.
وقال الله تعالى: اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ [الأعراف: 3].
Dan Alloh (تعالى) berkata: “Ikutilah oleh kalian apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan janganlah kalian mengikuti wali-wali selain-Nya, sangat sedikitlah kalian mengambil pelajaran”. (Al-A’rof: 3).
 قال الإمام ابن كثير -رحمه الله- في “تفسيره” (ج 3 / ص 387): ثم قال تعالى مخاطبًا للعالم: {اتَّبِعُوا مَا أُنزلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ} أي: اقتفوا آثار النبي الأمي الذي جاءكم بكتاب أنزل إليكم من رب كلّ شيء ومليكه، {وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ} أي: لا تخرجوا عما جاءكم به الرسول إلى غيره، فتكونوا قد عدلتم عن حكم الله إلى حكم غيره. اهـ.
Al-Imam Ibnu Katsir –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Tafsir“nya (juz 3/hal. 387): Kemudian Alloh (تعالى) berkata dalam keadaan mengajak orang yang berilmu: “Ikutilah oleh kalian apa-apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian”, yaitu: Ikutilah atsar (sunnah) Nabi yang Ummi (tidak bisa membaca) yang beliau datang dengan Al-Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan untuk kalian dari Robb segala sesuatu dan kerajaan-Nya,“Dan janganlah kalian mengikuti wali-wali selain-Nya”, yaitu jangan kalian keluar dari apa-apa yang telah Rosul datangkan untuk kalian kepada yang selainnya, maka keberadaan kalian telah menyamakan dari hukum Alloh kepada selain (hukum)-Nya”.–Selesai-.   
قال شيخ الإسلام -رحمه الله- في “الفتاوى الكبرى” (ج 4 / ص 247): وذلك أن باب العبادات والديانات والتقربات متلقاة عن الله ورسوله فليس لأحد أن يجعل شيئا عبادة أو قربة إلا بدليل شرعي قال تعالى: أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّه [الشورى: 21].
Syaikhul Islam –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Al-Fatawa’ Al-Kubro‘ (juz. 4/hal. 247): Dan yang demikian itu bahwasanya pintu ibadah-ibadah, agama-agama dan amalan-amalan yang mendekatkan diri bersumber dari Alloh dan Rosul-Nya, tidaklah salah seorang menjadikan sesuatu ibadah atau pendekatan melainkan dengan dalil Syar’i. Dia (تعالى) berkata: “Apakah bagi mereka sekutu yang mereka mensyariatkan kepada mereka dari perkara agama yang tidak Alloh perkenankan”. (Asy-Syuro’: 21).
وقال تعالى: وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ [الأنعام: 153].
Dan Dia (تعالى) berkata: “Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah oleh kalian jalan tersebut, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang memecah belahkan kalian dari jalan-Nya”. (Al-An’am: 153).
وقال تعالى: المص (1) كِتَابٌ أُنْزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِنْهُ لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ (2) اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ (3)  [الأعراف: 1-4]. ونظائر ذلك في الكتاب كثير يأمر الله فيه بطاعة رسوله واتباع كتابه وينهي عن اتباع ما ليس من ذلك.
Dan Dia (تعالى) berkata:  المص(Alif Laam Miim Shood), ini adalah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada rasa sempit di dalam hatimu, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman, ikutilah oleh kalian apa-apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan janganlah kalian mengikuti wali-wali dari yang selain-Nya, sangat sedikitlah orang-orang mengambil palajaran”. (Al-A’rof: 1-3). Dan yang semisal dengan itu di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) adalah banyak, Alloh memerintahkan dengannya untuk mentaati Rosul-Nya dan mengikuti kitab-Nya dan melarang dari mengikuti apa-apa yang selain dari itu.

  1. 6.              الوضوح.
KEENAM:KETERANGAN (YANG JELAS).
أهل السنة والجماعة واضحون في دعوتهم، لا يلبسون على المسلمين شيئا من أمور دينهم بخلاف أهل البدعة والفرقة فإن دعوتهم ليست واضحة فتارة مع الزنادقة وتارة مع الرافضة وتارة مع الحزبية، فحالهم كما في حديث أَبِى هُرَيْرَةَ -رضى الله عنه- قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-: «تَجِدُ مِنْ شَرِّ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اللَّهِ ذَا الْوَجْهَيْنِ، الَّذِى يَأْتِى هَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ». (متفق عليه).
Ahlussunnah wal Jama’ah mereka adalah jelas dalam dakwah mereka, tidaklah mereka mengaburkan atas kaum muslimin sesuatu dari perkara-perkara agama mereka, berbeda dengan ahlu bid’ah (pembuat bid’ah) dan firqoh (pemecah belah), karena sesungguhnya dakwah mereka tidak jelas, sewaktu-waktu terkadang bersama Zanadiqoh (orang kafir yang menampakan keislaman), terkadang bersama Rofidhoh dan terkadang bersama hizbiyyin, maka keadaan mereka sebagaimana dalam hadits Abu Huroiroh –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata: Nabi (صلى الله عليه وسلم):“Kamu mendapati kebanyakan manusia di sisi Alloh pada hari kiamat adalah pemilik dua wajah, yang dia datang kepada mereka dengan satu wajah, dan datang kepada mereka (yang lain) dengan wajah yang lain (pula)”.(Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).  
ومنهج أهل السنة والجماعة الوضوح كما في حديث أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَذْكُرُ الْفَقْرَ وَنَتَخَوَّفُهُ فَقَالَ: «آلْفَقْرَ تَخَافُونَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتُصَبَّنَّ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا صَبًّا حَتَّى لاَ يُزِيغَ قَلْبَ أَحَدٍ مِنْكُمْ إِزَاغَةً إِلاَّ هِيَهْ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ». قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ صَدَقَ وَاللَّهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَرَكَنَا وَاللَّهِ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ. (رواه ابن ماجه وحسنه الإمام الألباني).
Dan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah adalah jelas, sebagaimana dalam hadits Abud Darda’, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) keluar kepada kami, dan kami menyebutkan kefakiran dan kami khawatir tentangnya, maka beliau berkata: Kefakiran kalian khawatirkan, demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh dunia akan menimpa kalian dengan sekali timpakan sampai tidaklah perpaling hati salah seorang dari kalian dengan sekali keterpalingan melainkan akan menjauh, demi Alloh sungguh kami telah meninggalkan kalian di atas kejelasan, malamnya sama seperti siangnya”.Abdu Darda’ berkata: Beliau telah benar, demi Alloh, Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) meninggalkan kami, demi Alloh di atas kejelasan, malamnya sama seperti siangnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al-Imam Al-Albany). 
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ: قَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ وَذَكَّرَ ثُمَّ قَالَ: «أَمَّا بَعْدُ أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ رَبِّى فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ». فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ. (رواه مسلم).
Dari Zaid bin Arqom, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berdiri berkhutbah kepada kami pada suatu hari dengan air yang dikatakan Khummah diantara Makkah dan Madinah, lalu beliau memuji Alloh dan menyanjung-Nya, beliau memberi nasehat lalu menyebutkan: “Kemudian setelah itu, tidakkah kalian ketahui wahai manusia, sesungguhnya aku adalah manusia, diragukan untuk didatangkan utusan Robbnya maka aku diterima dan aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang pertama dari keduanya: Kitabulloh (Al-Qur’an), padanya petunjuk dan cahaya, maka terimalah oleh kalian Kitabulloh dan berpegang teguhlah kalian  dengannya”.Beliau mendorong untuk berpegang teguh kepada Kitabulloh dan memotivasi kepadanya”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
وعَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ أيضا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: «أَلاَ وَإِنِّى تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ حَبْلُ اللَّهِ مَنِ اتَّبَعَهُ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ عَلَى ضَلاَلَةٍ». (رواه مسلم).
Dan –juga- dari Zaid bin Arqom, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Ketahuilah, bahwasanya aku tinggalkan pada kalian dua perkara, yang pertama dari keduanya  adalah Kitabulloh (عَزَّ وَجَلَّ) yang dia adalah Hablulloh (tali atau agama Alloh), barang siapa yang mengikutinya maka dia di atas petunjuk dan barang siapa meninggalkannya maka dia di atas kesesatan“. (Diriwayatkan oleh Muslim).
قال الإمام الشوكاني -رحمه الله- في “أدب الطلب ومنتهى الأرب” (ص: 141): فإن منهج الحق واضح المنار يفهمه أهل العلم ويعرفون براهينه. اهـ.
Al-Imam Asy-Syaukany –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Adabuth Tholab wa Muntahal Arob” (hal. 141): “Maka sesungguhnya manhaj yang benar adalah yang terang bercahaya, yang orang berilmu memahaminya dan mereka mengetahui penjelasan-penjelasannya”. –Selesai-.
وقال الله تعالى في القرآن العظيم: لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَى مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ  [الأنفال: 42].
Dan Alloh (تعالى) berkata di dalam Al-Qur’an Al-’Azhim: “Supaya dia membinasakan orang yang binasa di atas keterangan, dan supaya dia menghidupkan orang yang hidup di atas keterangan”. (Al-Anfal: 42).
قال الله تعالى: وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآَنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا [الكهف: 54].
Alloh (تعالى) berkata: “Dan sungguh telah Kami bawa pada Al-Qur’an ini bagi manusia dari setiap permisalan dan manusia itu adalah paling banyak berdebat”. (Al-Kahfi: 54). 
قال الإمام ابن كثير –رحمه الله- في “تفسيره” (ج 5/ص 171): يقول تعالى: ولقد بينا للناس في هذا القرآن، ووضحنا لهم الأمور، وفصلناها، كيلا يضلوا عن الحق، ويخرجوا عن طريق الهدى. ومع هذا البيان وهذا الفرقان، الإنسان كثير المجادلة والمخاصمة والمعارضة للحق بالباطل، إلا من هدى الله وبصره لطريق النجاة. اهـ.
Al-Imam Ibnu Katsir –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Tafsir“nya (juz 5/hal. 171): Alloh (تعالى) berkata: Dan sungguh telah Kami jelaskan kepada manusia pada Al-Qur’an ini, dan Kami jelaskan untuk mereka setiap perkara-perkara, dan Kami merincinya, supaya mereka tidak tersesat dari kebenaran, dan supaya tidak keluar dari jalan petunjuk. Bersama dengan penjelasan dan pemisah ini, manusia adalah banyak berdebat, menentang dan memalingkan dari kebenaran kepada kebatilan, kecuali orang yang Alloh telah beri petunjuk dan diberi ilmu tentang jalan yang selamat”. –Selesai-.

  1. 7.              الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر والرد على المخالف للحق كائنا من كان.
KETUJUH: MEMERINTAHKAN KEPADA KEBAIKAN DAN MELARANG DARI KEMUNGKARAN DAN MENENTANG ORANG-ORANG YANG MENYELISIHI KEBENARAN SIAPA PUN DIA
عن أَبِى سَعِيدٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ هَيْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِحَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ أَوْ سَمِعَهُ». فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ: وَدِدْتُ أَنِّى لَمْ أَكُنْ سَمِعْتُهُ. وَقَالَ أَبُو نَضْرَةَ وَدِدْتُ أَنِّى لَمْ أَكُنْ سَمِعْتُهُ. (رواه أحمد، الحديث في “الصحيح المسند مما ليس في الصحيحين“).
Dari Abu Sa’id, dari Nabi (صلى الله عليه وسلم), beliau berkata: “Janganlah kewibawaan seseorang mencegah salah seorang dari kalian untuk mengatakan kebenaran jika dia melihatnya atau menyaksikannya atau mendengarnya”. Abu Sa’id berkata: “Aku senang kalau aku tidak mendengarnya”. Abu Nadhroh berkata: ” Aku senang kalau aku tidak mendengarnya”. (Diriwayatkan oleh Ahmad, hadits ini ada di dalam “Ash-Shohihul Musnad Mimma Laisa Fish Shohihain“).
قال الله تعالى: كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (110) لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلَّا أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (111)  [آل عمران: 110-112].
Alloh (تعالى) berkata: “Kalian adalah sebaik-baiknya umat, dikeluarkan untuk manusia, supaya kalian memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, dan supaya beriman kepada Alloh, kalaulah ahlul kitab (Yahudi dan Nasroni) beriman maka tentu lebih baik bagi mereka, ada dari mereka yang beriman dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang fasiq, tidaklah mereka itu memudhorotkan kalian melainkan hanya gangguan saja dan jika kalian memerangi mereka maka mereka lari dan mereka tidak akan ditolong”. (Ali Imron: 110-112).
 قد أمر الله سبحانه الناس بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر والنهي عن التفرق في الدين، وقال الله تعالى: وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (105) [آل عمران: 104، 105].
Sungguh Alloh (سبحانه) memerintahkan manusia untuk memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, dan melarang mereka dari berpecah belah, Alloh (تعالى) berkata: “Dan hendaknya ada dari kalian yang mereka memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, dan mereka itu adalah orang-orang yang beruntung, dan janganlah kalian menjadi  seperti orang-orang yang mereka berpecah belah dan mereka berselisih setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan, dan bagi mereka itu adalah azab yang besar”. (Ali Imron: 104-105). 
قال شيخ الإسلام -رحمه الله- في “اقتضاء الصراط” (ج 1/ص 44): الإنسان إذا عرف المعروف وأنكر المنكر كان خيرا من أن يكون ميت القلب لا يعرف معروفا ولا ينكر منكرا ألا ترى أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ» (رواهمسلم)، وفي لفظ ليس وراء ذلك من الإيمان حبة خردل وإنكار القلب هو الإيمان بأن هذا منكر وكراهته لذلك فإذا حصل هذا كان في القلب إيمان وإذا فقد القلب معرفة هذا المعروف وإنكار هذا المنكر ارتفع هذا الإيمان من القلب. اهـ.
Syaikhul Islam –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Iqtidhoush Shiroth” (juz 2/hal. 44): “Manusia jika dia mengetahui kebaikan dan mengingkari kemungkaran maka dia adalah lebih baik dari pada orang yang mati hatinya, yang dia tidak mengenal kebaikan dan tidak mengetahui kemungkaran, tidakkah kamu melihat bahwasanya Nabi (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Barang siapa yang melihat suatu kemungkaran maka hendaknya dia merubahnya dengan tangannya, jika dia tidak sanggup maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu pula maka dengan hatinya, dan ini adalah paling lemahnya iman”. (Diriwayatkan oleh Muslim). Dan di dalam suatu lafadz: “Tidak ada di belakang itu dari iman semisal atom”, dan pengingkarannya hati dia adalah iman bahwasanya ini adalah mungkar, dan dia membencinya pada kemungkaran tersebut, maka jika telah terjadi ini maka di dalam hati ada iman dan jika tidak hati kosong tentang pengetahuan kebaikan ini dan mengingkari kemungkaran maka akan terangkat iman tersebut dari hati. –Selesai-.

  1. 8.              ربط الناس بالكتاب والسنة على فهم السلف الصالح وليس بأشخاص لأن المعصوم عندهم هو الرسول صلى الله عليه وسلم.
KEDEPALAN: MENGINGAT MANUSIA DENGAN AL-KITAB (AL-QUR’AN) DAN AS-SUNNAH DI ATAS PEMAHAMAN SALAFUSH SHOLIH (PENDAHULU YANG BAIK) BUKAN DENGAN PERSONIL-PERSONIL, KARENA YANG DIJAGA DI SISI MEREKA ADALAH ROSULULLOH (صلى الله عليه وسلم)
قال تعالى: يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ [مريم: 12].
Alloh (تعالى) berkata: “Wahai Yahya peganglah Al-Kitab dengan pengangan yang kuat”. (Maryam: 12).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رضى الله عنهما- أَنَّهُ قَالَ يَوْمُ الْخَمِيسِ، وَمَا يَوْمُ الْخَمِيسِ ثُمَّ بَكَى حَتَّى خَضَبَ دَمْعُهُ الْحَصْبَاءَ فَقَالَ اشْتَدَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَجَعُهُ يَوْمَ الْخَمِيسِ فَقَالَ: «ائْتُونِى بِكِتَابٍ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ أَبَدًا». (متفق عليه).
Dari Ibnu ‘Abbas –semoga Alloh meridhoi keduanya-, bahwasnaya beliau berkata pada hari Kamis, dan apa hari Kamis, kemudian beliau menangis sampai bercucuran air matanya membasahi kerikil, lalu bertambah sedihnya menyebutkan Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) pada hari Kamis, lalu beliau berkata: “Berikanlah kalian kepadaku Kitab supaya aku (perintahkan) dituliskan untuk kalian suatu Kitab yang kalian tidak akan tersesat setelahnya selama-lamanya”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وقال الله تعالى: وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ  [الشورى: 10].
Dan Alloh (تعالى) berkata: “Dan jika kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah hukumnya kepada Alloh (Al-Qur’an), demikian itu Alloh adalah Robbku, kepadanya aku bertawakkal dan kepadanya aku akan kembali”. (Asy-Syuro’: 10).
وقال الله تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا  [النساء: 59].
Dan Alloh (تعالى) berkata: “Wahai orang-orang yang beriman taatilah Alloh dan taatilah Rosul serta Ulil Amri (pemimpin) diantara kalian, jika kalian berselisih tentang sesuatu perkara maka kembalikanlah perkara tersebut kepada Alloh (Al-Qur’an) dan Ar-Rosul (As-Sunnah) jika kalian beriman kepada Alloh dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik dan paling bagus akibatnya”. (An-Nisa’: 59).
وقال الله تعالى: وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)  [النجم: 3-5].
Dan Alloh (تعالى) berkata: “Dan tidaklah beliau berkata dari hawa nafsunya, melainkan beliau berkata dengan wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.(An-Najm: 3-5).

  1. 9.                          المسح على الخفين.
KESEMBILAN: MENGUSAP DUA KHUF (SEPATU DAN YANG SEMISALNYA)
فاعلم -رحمك الله- أن هذه المسألة أنكرها الشيعة أو الرافضة وأثبتها أهل السنة والجماعة، عَنْ عَلِىٍّ رضى الله عنه قَالَ لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ. (رواه أبو داود بإسناد حسن).
Maka ketahuilah kamu –semoga Alloh merahmatimu-, sesungguhnya masalah ini Syi’ah atau Rofidhoh telah mengingkarinya, dan Ahlussunnah wal Jama’ah menetapkannya, dari Ali –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata: “Kalaulah agama itu dengan akal maka tentu paling bawahnya khuf  itu lebih pantas untuk diusap dari pada mengusap yang paling atasnya, dan sungguh aku telah melihat Nabi (صلى الله عليه وسلم) mengusap di atas khuf-nya”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan).
فهذا الحديث فيه رد على أهل الرأي.
Maka pada hadits ini adalah bantahan terhadap ahlur ro’yi (orang-orang yang mendahulukan akal dari pada dalil).

  1. 10.       الصلاة في النعال
KESEPULUH: SHOLAT DI ATAS SANDAL
فاعلم –رحمك الله- أن هذه المسألة أنكرها الصوفية وأثبتها أهل السنة والجماعة، عن أَبي مَسْلَمَةَ سَعِيد بْن يَزِيد الأَزْدِي قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ أَكَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِى نَعْلَيْهِ؟ قَالَ: نَعَمْ. (رواه البخاري).
Ketahuilah –semoga Alloh merahmatimu-, sesungguhnya perkara ini orang-orang Sufi telah mengingkarinya, dan Ahlussunnah wal Jama’ah telah menetapkannya, dari Abu Masalamah Sa’id bin Yazid Al-Azdy, beliau berkata: Aku bertanya kepada Anas bin Malik, apakah Nabi (صلى الله عليه وسلم) sholat di atas sandalnya? Maka beliau menjawab: “Iya”. (Diriwayatkan olehAl-Bukhory).
قال شيخ الإسلام -رحمه الله- في “اقتضاء الصراط المستقيم لمخالفة أصحاب الجحيم” (ج 1/ص 179): والسلف تارة يعللون الكراهة بالتشبه بأهل الكتاب، وتارة بالتشبيه بالأعاجم، وكلا العلتين منصوصة في السنة مع أن الصادق -صلى الله عليه وسلم- قد أخبر بوقوع المشابهة لهؤلاء وهؤلاء كما قدمنا بيانه. عَنْ يَعْلَى بْنِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: «خَالِفُوا الْيَهُودَ فَإِنَّهُمْ لاَ يُصَلُّونَ فِى نِعَالِهِمْ وَلاَ خِفَافِهِمْ». وهذا مع أن نزع اليهود نعالهم مأخوذ عن موسى عليه السلام لما قيل له: فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ  [طه: 12].
Syaikhul Islam –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Iqtidhoush Shirotil Mustaqim Limukholafati Ash-Shabil Jahim” (juz 1/hal. 179): Dan salaf (para pendahulu) terkadang mereka membenci penyerupaan denganahlul kitab (Yahudi dan Nasroni), dan terkadang penyerupaan dengan orang-orang asing (selain Arob) dan kedua sebab ini tercantum di dalam As-Sunnah bersamaan dengan itu Orang Yang Jujur (صلى الله عليه وسلم) telah mengabarkan dengan terjadi penyerupaan terhadap mereka, dan tentang mereka telah lewat penjelasannya, dari Ya’la bin Syaddad bin Aus dari bapaknya, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Selisihilah orang-orang Yahudi karena sesungguhnya mereka tidaklah sholat di atas sandal-sandal mereka dan tidak pula di atas khuf-khuf mereka”.  Dan ini bersamaan bahwasanya orang-orang Yahudi melepaskan sandal-sandal mereka yang diambil dari Nabi Musa (عليه السلام) tatkala dikatakan kepadanya:“Maka lepaskanlah dua sandalmu”. (Thohaa: 12).

  1. 11.                            معرفة دخول الشهر برؤية الهلال.
KESEBELAS: MENGETAHUI MASUKNYA BULAN DENGAN MELIHAT HILAL (BULAN SABIT)
قال الإمام البخاري -رحمه الله-: باب قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-: «إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا». وَقَالَ صِلَةُ عَنْ عَمَّارٍ مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ -صلى الله عليه وسلم-.
Al-Imam Al-Bukhory –semoga Alloh merahmatinya- berkata: Bab perkataan Nabi (صلى الله عليه وسلم): “Jika kalian telah melihat hilal maka berpuasalah kalian dan jika kalian telah melihatnya maka berhari raya (idul fitri)lah kalian”. Dan Shilah berkata: Dari ‘Ammar: “Barang siapa perpuasa pada hari yang dia ragu maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (صلى الله عليه وسلم). 
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رضى الله عنهما- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَكَرَ رَمَضَانَ فَقَالَ: «لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ». (رواه البخاري).
Dari Abdulloh bin ‘Umar –semoga Alloh meridhoinya-, bahwasanya Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) mengingat Romadhon lalu beliau berkata:“Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan janganlah kalian beridul fitri sampai kalian melihatnya, dan jika mendung maka genapkanlah (hitungan bulannya)”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory).
وعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَر -رضى الله عنهما- قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ: «إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ». (متفق عليه).
Dan dari Abdulloh bin Umar –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata: Aku mendengar Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Jika kalian telah melihatnya maka berpuasalah kalian, dan jika kalian melihatnya maka beridul fitrilah, dan jika mendung atas kalian maka genapkanlah pada (hitungan bulan)nya”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وفي “صحيح مسلم” عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رضى الله عنهما- أيضا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَإِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ».
Dan di dalam “Shohih Muslim” juga dari Abdulloh bin Umar –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Sebulan itu adalah 29 (dua puluh sembilan), jika kalian melihat hilal maka berpuasalah kalian, dan jika kalian melihatnya maka beridul fitrilah, dan jika mendung atas kalian maka genapkanlah (pada hitungan bulan)nya”.
فهذه الأحاديث بيان على إبطال مذهب أهل الحساب، قَالَ ابْنُ بَزِيزَةَ -رحمه الله- كما في “سبل السلام” (ج 3/ص 300): هُوَ مَذْهَبٌ بَاطِلٌ قَدْ نَهَتْ الشَّرِيعَةُ عَلَى الْخَوْضِ فِي عِلْمِ النُّجُومِ؛ لِأَنَّهَا حَدْسٌ وَتَخْمِينٌ لَيْسَ فِيهَا قَطْعٌ. اهـ.
Hadits-hadits ini adalah penjelasan atas batalnya mazhab ahlul hisab (orang-orang yang menggunakan ilmu hisab), Ibnu Bazizah –semoga Alloh marahmatinya- berkata sebagaimana dalam “Subulus Salam” (juz 3/hal. 300): “Dia adalah mazhab yang batil, sungguh syari’at telah melarang untuk masuk ke dalam ilmu perbintangan, karena sesungguhnya dia dugaan dan taksiran yang tidak ada padanya kepastian”. –Selesai-. 
قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ -رحمه الله- كما في “سبل السلام” (ج 3/ص 300): فِي الْحَدِيثِ دَفْعٌ لِمُرَاعَاةِ الْمُنَجِّمِينَ، وَإِنَّمَا الْمُعَوَّلُ عَلَيْهِ رُؤْيَةُ الْأَهِلَّةِ وَقَدْ نُهِينَا عَنْ التَّكَلُّفِ. اهـ.
Ibnu Bathol –semoga Alloh merahmatinya- berkata sebagaimana di dalam “Subulus Salam” (juz 3/hal. 300): “Pada hadits ini adalah penolakan terhadap ilmu perbintangan, hanya saja yang digunakan untuk melihat hilal dan sungguh kita telah dilarang dari memberat-beratkan diri”. –Selesai-.
قال الإمام صديق حسن -رحمه الله- في “الروضة الندية” (ج 1/ص 218): قال بعض المحققين: التكليف الشهري علق معرفة وقته برؤية الهلال دخولا وخروجا أو إكمال العدة ثلاثين يوما فهل في الأكوان أوضح من هذا البيان والتوقيت في الأيام والشهور بالحساب للمنازل القمرية بدعة باتفاق الأمة. اهـ.
Al-Imam Shiddiq Hasan –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Ar-Roudhatun Nadiyyah” (juz 1/hal. 218): Berkata sebagian para peneliti: Pembebanan dengan dikaitkan pengetahuan waktu masuk dan keluarnya bulan dengan melihat hilal adalah menyempurnakan tiga puluh hari, maka keberadaannya lebih jelas dari penjelasan dan penetuan waktu pada hari-hari dan bulan-bulan dengan hisab dengan keberadaan bulan adalah bid’ah secara kesepakan umat. -Selesai-.  

  1. 12.                            الولاء والبراء على أسس الكتاب والسنة وليس على أسس الحزبية، فيحبون أهل السنة والجماعة لتمسكهم بالكتاب والسنة على فهم السلف الصالح. ويبغضون على أهل البدعة والفرقة لمخالفتهم لمنهج السلف الصالح.
KEDUABELAS: AL-WALA’ (BERLOYALITAS) DAN AL-BARO’ (BERLEPAS DIRI) DI ATAS LANDASAN AL-KITAB (AL-QUR’AN) DAN AS-SUNNAH DAN BUKAN DI ATAS LANDASAN HIZBIYYAH, MEREKA MENCINTAI AHLUSSUNNAH KARENA MEREKA BERPEGANG TEGUH KEPADA AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH DI ATAS PEMAHAMAN SALAFUSH SHOLIH, DAN MEREKA MEMBENCI PELAKU BID’AH DAN PEMECAH BELAH KARENA PENYELISIHAN MEREKA KEPADA MANHAJ SALAF
عن البراء -رضي الله- عنه قال رسول الله -صلى اله عليه وسلم-: إن أوثق عرى الإسلام أن تحب فى الله وتبغض فى الله (رواه الطيالسى، وأحمد، وابن أبى شيبة، والبيهقى فى “شعب الإيمان“، وحسنه الإمام الألباني).
Dari Al-Baro’ –semoga Alloh meridhoinya-, Rosululloh (صلى اله عليه وسلم) berkata: “Sesungguhnya pokok terkuatnya Islam kamu mencintai karena Alloh dan membenci karena Alloh”. (Diriwayatkan oleh Ath-Thoyalisy,AhmadIbnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqy di dalam “Sya’bul Iman” dan dihasan oleh Al-Imam Al-Albany).
عن معاذ بن جبل -رضي الله عنه- قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ: «قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَجَبَتْ مَحَبَّتِى لِلْمُتَحَابِّينَ فِىَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِىَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِىَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِىَّ». (رواه أحمد ومالك في “موطأ“).
Dari Mu’adz bin Jabal –semoga Alloh meridhoinya- beliau berkata: Aku mendengar Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Alloh (تَبَارَكَ وَتَعَالَى) berkata: Wajib kecintaan-Ku kepada orang yang saling mencintai karena-Ku, orang-orang yang bermajelis karena-Ku, orang-orang yang saling menziarohi karena-Ku dan orang-orang yang saling mendermakan karena-Ku”.(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Malik di dalam “Al-Muwatho’“).
وقَالَ رَسُول اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: « مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ». (رواه أبو داود عن أبى أمامة وأحمد، والترمذي عن معاذ بن أنس عن أبيه وقال: هذا حديث حسن صحيح).
Dan Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Barang siapa yang mencintai karena Alloh, membenci karena Alloh, memberi karena Alloh dan menahan karena Alloh maka sungguh telah menyempurnakan keimanan”.(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Umamah dan At-Tirmidzy dari Mu’adz bin Anas dari bapaknya, dan beliau (At-Tirmidzy berkata: Ini adalah hadits hasan shohih).
فهذه الأحاديث فيها بيان عبادة من أعظم العبادات القلبية وهي الحب في الله والبغض في الله الذي يجتمعها في الظاهر الولا والبراء.
Hadits-hadits ini padanya penjelasan tentang ibadah yang termasuk paling besarnya ibadah-ibadah hati dia adalah mencintai karena Alloh dan membenci karena Alloh, yang dia itu terkumpul pada nampaknya al-wala’ wal baro’ (berloyalitas dan berlepas diri).
والأدلة عن هذه المسألة كثيرة معلومة، منها:
Dan dalil tentang masalah ini adalah banyak dan sudah diketahui, diantaranya:
قال الله تعالى: وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُون [الزخرف: 26].
Alloh (تعالى) berkata: “Dan ketika Ibrohim berkata kepada bapak dan kaumnya: Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa-apa yang kalian sembah”. (Az-Zuhruf: 26).
وقال تعالى: فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ [الشعراء: 216]
Dan Dia (تعالى) berkata: “Jika mereka memaksiatimu maka katakanlah: Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa-apa yang kalian kerjakan”. (Asy-Syuro’: 216).
وقال تعالى: قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (4) رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (5) لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (6) [الممتحنة: 4، 6].
Dan Dia (تعالى) berkata: “Sungguh telah ada pada kalian teladan yang bagus pada Ibrohim dan orang-orang yang mengikutinya, ketika mereka berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan terhadap apa-apa yang kalian ibadahi dari selain Alloh, kami mengkafirkan kalian dan dimulai diantara kami dan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya, sampai kalian beriman kepada Alloh saja, kecuali perkataan Ibrohim kepada bapaknya: Sesungguhnya aku akan memintakan ampun untukku dan aku aku tidak memiliki kemampuan dari Alloh sedikitpun, Ya Robb kami kepada-Mu kami bertawakkal, kepada-Mu kami meminta ampun dan kepada-Mu tempat kembali. Ya Robb kami janganlah Engkau menjadikan kami fitnah (cobaan) bagi orang-orang kafir, dan ampunilah kami, Ya Robb kami sesungguhnya Engkau adalah (الْعَزِيزُ) Maha Perkasa dan (الْحَكِيمُ) Maha Adil. Sungguh telah ada bagi kalian tentang mereka sebagai teladan yang baik bagi siapa yang mengharap (perjumpaan) dengan Alloh dan hari akhir (kiamat) dan barang siapa yang berpaling maka sesungguhnya Alloh, Dia adalah (الْغَنِيُّ) Maha Kaya lagi (الْحَمِيدُ) Maha Terpuji”. (Al-Mumtahanah: 4-6).
وقال تعالى: بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ  [التوبة: 1].
Dan Dia (تعالى) berkata: “Alloh dan Rosul-Nya berlepas diri dari orang-orang yang mereka mengadakan perjanjian dengan orang-orang yang berbuat syirik”. (At-Taubah: 1).
قال الله تعالى: قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6) [الكافرون: 1-6].
Alloh (تعالى) berkata: “Katakanlah wahai orang-orang kafir, aku tidak akan beribadah terhadap apa-apa yang kalian ibadahi, dan tidak pula kalian beribadah terhadap apa-apa yang aku ibadahi, dan tidaklah aku orang yang beribadah terhadap apa yang kalian ibadahi, dan tidak pula kalian menyembah apa yang  terhadap apa yang aku sembah, bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”. (Al-Kafirun: 1-4).
قال الإمام ابن القيم -رحمه الله-: (إن هذه السورة -سورة الكافرون- تشتمل على النفي المحض وهذه خاصية هذه السورة، فإنها سورة براءة من الشرك كما جاء في وصفها). ومقصودها الأعظم البراءة المطلوبة بين الموحدين والمشركين، ولهذا أتى بالنفي في الجانبين تحقيقاً للبراءة المطلوبة. مع تضمنها للإثبات بأن له معبوداً يعبده وأنتم بريئون من عبادته، وهذا يطابق قول إمام الحنفاء {إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ {26} إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي. [سورة الزخرف: 26 - 27] فانتظمت حقيقة لا إله إلا الله. (الولاء والبراء: ج 1/ص 129).
Al-Imam Ibnul Qoyyim –semoga Alloh merahmatinya- berkata: Sesungguhnya surat ini –surat Al-Kafirun- dia mencakup atas peniadaan, dan ini adalah kekhususan pada surat ini, sesungguhnya dia adalah surat tentang berlepas diri dari kesyirikan sebagaimana datang dalam pensifatannya. Dan tujuannya yang paling besar adalah berlepas diri yang dituntut antara orang-orang yang bertauhid dengan orang-orang yang berbuat syirik, oleh karena ini datang dengan peniadaan pada dua sisi sebagai pembenaran terhadap yang ditunut, bersama kandungannya untuk penetapan bahwa baginya sesembahan yang disembahnya dan kalian berlepas diri dari sesembahan mereka, dan ini mencocoki perkataan Imamnya Al-Hunafa’ (Ibrohim):“Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa-apa yang kalian sembah, melainkan Dia yang menciptakanku”. (Surat Az-Zuhruf: 26-27), maka ini mengandung kebenaran tidak adanya sesembahan yang berhak disembah melainkan Alloh”. (Al-Wala’ wal Baro’: juz 1/hal. 129).

  1. 13.                   عدم الخروج على ولاة الأمور المسلمين وإن جاروا، والسعي لمناصحتهم وبيان الحق لهم، وطاعتهم في غير معصية.
KETIGABELAS: TIDAK KELUAR DARI KETAATAN KEPADA PEMERINTAH KAUM MUSLIMIN WALAUPUN MEREKA ZHOLIM, DAN TERUS MENASEHATI MEREKA DAN MENJELASKAN KEBENARAN KEPADA MEREKA SERTA MENTAATI MEREKA BUKAN SELAIN PADA KEMAKSIATAN
قال الله تعالى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا [النساء: 59].
Alloh (تعالى) berkata: “Wahai arang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul-Nya serta penguasa dari kalian, dan jika kalian berselisih tentang suatu perkara maka kembalikanlah perkara tersebut kepada Alloh dan Rosul-Nya jika kalian beriman kepada Alloh dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik dan paling bagus akibat”. (An-Nisa’: 59).
وعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ يَعْصِنِى فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعِ الأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِى وَمَنْ يَعْصِ الأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِى». (متفق عليه).
Dan dari Abu Huroiroh, dari Nabi (صلى الله عليه وسلم), beliau berkata: “Barang siapa yang mentaatiku maka sungguh dia telah mentaati Alloh, dan barang siapa memaksiatiku maka sungguh dia telah memaksiati Alloh, dan barang siapa yang mentaati penguasa maka sungguh dia telah mentaatiku, dan barang siapa memaksiati penguasa maka sungguh dia telah memaksiatiku”.(Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وأمر رسول الله -صلى الله عليه وسلم- بطاعة ولاة الأمور والصبر عليهم وإن جاروا ومن خالف ذلك مخطئا أو متعمدا لم يحصل بفعله صلاح بل فساد لأن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال: «مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ، إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً». (متفق عليه من ابن عباس).
Dan Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) memerintahkan untuk mentaati penguasa dan bersabar atas mereka walaupun mereka zholim, dan barang siapa yang menyelisihi demikian itu karena keliru dan bersengaja, maka tidak akan tercapai pada perbuatannya untuk melakukan perbaikan bahkan kerusakan, karena Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Barang siapa yang melihat dari penguasanya sesuatu yang dia benci maka hendaknya dia bersabar atasnya, karena sesungguhnya barang siapa yang memisahkan diri dari jama’ah satu jengkal lalu dia mati, melainkan matinya itu adalah mati jahiliyyah”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas).
وعَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «مَنْ خَرَجَ مِنَ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ ثُمَّ مَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبَةِ وَيُقَاتِلُ لِلْعَصَبَةِ فَلَيْسَ مِنْ أُمَّتِى وَمَنْ خَرَجَ مِنْ أُمَّتِى عَلَى أُمَّتِى يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا لاَ يَتَحَاشَ مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلاَ يَفِى بِذِى عَهْدِهَا فَلَيْسَ مِنِّى». (رواه مسلم والبيهقي).
Dan dari Abu Huroiroh, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata:“Barang siapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jama’ah kemudian dia mati maka matinya adalah mati jahiliyyah, dan barang siapa yang terbunuh di bawah bendera kebutaan, dia marah karena fanatik dan berperang karena fanatik maka dia bukan dari umatku, dan barang siapa yang keluar dari umatku atas umatku, dia memerangi orang yang baik dan yang jelek, dia tidak memperdulikan keimanannya dan tidak menerima perjanjiannya maka dia bukan dari golonganku”. (Diriwayatkan oleh Muslimdan Al-Baihaqy). 
دَلَّتْ هَذِهِ الْأَلْفَاظُ عَلَى أَنَّ مَنْ خَرَجَ عَلَى إمَامٍ قَدْ اجْتَمَعَتْ عَلَيْهِ كَلِمَةُ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُرَادُ أَهْلُ قُطْرٍ كَمَا قُلْنَاهُ، فَإِنَّهُ قَدْ اسْتَحَقَّ الْقَتْلَ لِإِدْخَالِهِ الضَّرَرَ عَلَى الْعِبَادِ وَظَاهِرُهُ سَوَاءٌ كَانَ جَائِرًا، أَوْ عَادِلًا. (سبل السلام: ج 5/ص 462).
Lafadz-lafadz ini menunjukan atas bahwasanya siapa yang keluar atas seorang pemimpin dan sungguh telah bersatu kalimat kaum muslimin dan diinginkan dengan penduduk daerah sebagaimana kami katakan, maka sungguh telah layak untuk dipenggal, karena masuknya dia ke dalam madhorat atas hamba dan yang nampaknya adalah sama, sama saja dia adalah zholim atau adil. (Subulus Salam: juz 5/hal.462).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: «عَلَيْكَ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ فِى عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ». (رواه مسلم).
Dari Abu Huroiroh, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Wajib bagimu untuk mendengar dan taat baik dalam kesusahan atau kemudahan, dan baik dalam keadaan senang atau pun benci dan menopoli atasmu”.(Diriwayatkan oleh Muslim).
وعَنْ عَبْدِ اللَّهِ -رضى الله عنه- عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ». (متفق عليه).
Dan dari Abdulloh –semoga Alloh meridhoinya-, dari Nabi (صلى الله عليه وسلم), beliau berkata: “Mendengar dan taat (kepada penguasa) wajib atas setiap muslim, terhadap perkara yang dia senangi atau yang dia benci, selama tidak memerintahkan kepada kemaksiatan, jika dia memerintahkan kepada kemaksiatan maka tidak didengar dan tidak ada ketaatan”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory dan Muslim).
وعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ -رضى الله عنه- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: «اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِىٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ». (رواه البخاري).
Dan dari Anas bin Malik –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Dengarlah kalian dan taatilah kalian, walaupun yang menjadi pemerintah kalian itu adalah seorang budak dari Habasyah, seakan-akan kepalanya seperti anggur kering”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory).
فلم يمدح الرسول -صلى الله عليه وسلم- أحدا خرج على ولاة الأمور وفارق الجماعة بل جاءت أدلة كثيرة معلومة في ذم من فعل ذلك، منها قول النبي -صلى الله عليه وسلم-: «مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ». (رواه مسلم عَنْ عَرْفَجَةَ رضي الله عنه).
Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) tidak memuji salah seorang pun yang keluar dari ketaatan kepada penguasa dan yang memisahkan dari jama’ah, bahkan datang dalil-dalil yang sudah diketahui tentang tercelanya perbuatan tersebut, diantaranya perkataan Nabi (صلى الله عليه وسلم): “Barang siapa yang dia mendatangi kalian dan perkara kalian dipegang oleh seseorang (penguasa), yang dia (orang datang tersebut) ingin untuk memecahkan persatuan kalian atau memisahkan jama’ah kalian maka perangilah”.(Diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Arfajah –semoga Alloh meridhoinya-). 
وعَنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: «الدِّينُ النَّصِيحَةُ» قُلْنَا لِمَنْ قَالَ: «لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ». (رواه مسلم).
Dan dari Tamim Ad-Dary, bahwasanya Nabi (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Agama adalah nasehat” , kami berkata untuk siapa? Beliau berkata: “Untuk Alloh, Kitab-Nya, Rosul-Nya dan pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan masyarakat mereka”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
وأما النصيحة لأئمة المسلمين: فمعاونتهم على الحق وطاعتهم وأمرهم به وتنبيههم وتذكيرهم برفق ولطف وإعلامهم بما غفلوا عنه وتبليغهم من حقوق المسلمين وترك الخروج عليهم بالسيف وتأليف قلوب الناس لطاعتهم والصلاة خلفهم والجهاد معهم وأن يدعو لهم بالصلاح. (شرح الأربعين النووية: ج 1/ص 31).
Dan adapun nasehat kepada pemimpin-pemimpin kaum muslimin adalah menolong mereka di atas kebenaran dan mentaati mereka, dan memerintahkan dengannya, memperingatkan mereka dengan lembut dan sopan serta mengumumkan terhadap apa yang mereka lalai darinya dan menyampaikan kepada mereka dari hak-hak kaum muslimin, meninggalkan keluar atas mereka dengan pedang, menenangkan hati-hati manusia untuk mentaati mereka, sholat di belakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendoakan mereka dengan kebaikan”. (Syarhu Al-Arba’in An-Nawawiyyah: juz 1/hal. 31). 

  1. 14.                   الرجوع إلى الحق متى ظهر لهم ويقبلونه ممن جاء به سواء أكان الذي جاء به صغيرا أم كبيرا، قريبا أم بعيدا.
KEEMPATBELAS: KEMBALI KEPADA KEBENARAN KAPAN NAMPAK BAGI MEREKA, DAN MEREKA MENERIMANYA DARI SIAPA PUN YANG DATANG DENGANNYA, SAMA SAJA YANG DATANG DENGANNYA ORANG BESAR ATAU ORANG KECIL, ORANG DEKAT ORANG JAUH.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رضى الله عنهما- قَالَ كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِى مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِمَ تُدْخِلُ هَذَا الْفَتَى مَعَنَا، وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ فَقَالَ إِنَّهُ مِمَّنْ قَدْ عَلِمْتُمْ. قَالَ فَدَعَاهُمْ ذَاتَ يَوْمٍ، وَدَعَانِى مَعَهُمْ قَالَ وَمَا رُئِيتُهُ دَعَانِى يَوْمَئِذٍ إِلاَّ لِيُرِيَهُمْ مِنِّى فَقَالَ مَا تَقُولُونَ (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ * وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ) حَتَّى خَتَمَ السُّورَةَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ، إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا. وَقَالَ بَعْضُهُمْ لاَ نَدْرِى. أَوْ لَمْ يَقُلْ بَعْضُهُمْ شَيْئًا. فَقَالَ لِى يَا ابْنَ عَبَّاسٍ أَكَذَاكَ تَقُولُ قُلْتُ لاَ. قَالَ فَمَا تَقُولُ قُلْتُ هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَعْلَمَهُ اللَّهُ لَهُ (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ) فَتْحُ مَكَّةَ، فَذَاكَ عَلاَمَةُ أَجَلِكَ (فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا) قَالَ عُمَرُ مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلاَّ مَا تَعْلَمُ. (رواه البخاري).
Dari Ibnu ‘Abbas –semoga Alloh meridhoinya-, beliau berkata: Dahulu Umar memasukan aku bersama para masyayikh yang ikut perang Badr, maka berkata sebagian mereka: Kenapa engkau memasukan anak remaja ini bersama kami, dan kami memiliki anak-anak semisalnya, maka beliau berkata: “Sesungguhnya beliau termasuk dari orang-orang yang sungguh kalian telah mengetahuinya”. Beliau berkata: Maka beliau mengundang mereka pada hari tersebut, dan aku diundang bersama mereka, dan tidaklah aku diperlihatkan dengan mengundangku pada hari tersebut melainkan untuk diperlihatkan kepada mereka tentangku, lalu beliau berkata tentang apa yang akan mereka katakan: “Jika telah datang pertolongan Alloh dan pembebasan (Makkah) dan kamu melihat banyak manusia berbondong-bondong masuk Islam” sampai selesai surat, maka berkata sebagian mereka: Kita diperintah untuk memuji Alloh dan meminta ampun kepada-Nya, jika kita ditolong maka dibukakan (Makkah) untuk kita. Dan berkata sebagian mereka: Kami tidak tahu. Atau sebagian mereka tidak mengatakan sesuatu apapun, maka Umar berkata kepadaku: Wahai Ibnu ‘Abbas! Apakah kamu mengatakan seperti itu? Aku berkata: Tidak! Beliau berkata: Apa yang akan kamu katakan? Aku berkata: Tentu Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) telah Alloh mengajarinya tentangnya: “Jika telah datang pertolongan Alloh dan pembebasan”  yaitu pembebasan kota Makkah, demikian tanda disegerakan bagimu, “Maka bertasbihlah dengan memuji Robbmu dan meminta ampunlah kepada-Nya, sesungguhnya Dia adalah (تَوَّاب) Maha Menerima taubat”. Tidaklah aku tahu tentangnya melainkan seperti apa yang kamu ketahui”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory).
قال الإمام الشوكاني -رحمه الله- في “أدب الطلب ومنتهى الأرب” (ص: 142): ومن الآفات المانعة عن الرجوع إلى الحق أن يكون المتكلم بالحق حدث السن بالنسبة إلى من يناظره أو قليل العلم أو الشهرة في الناس، واللآخر بعكس ذلك فإنه قد تحمله حمية الجاهلية والعصبية الشيطانية على التمسك بالباطل أنفة منه عن الرجوع إلى قول من هو أصغر منه سنا أو أقل منه علما أو أخفى شهرة ظنا منه أن في ذلك عليه ما يحط منه وينقص ما هو فيه، وهذا الظن فاسد فإن الحط والنقص إنما هو في التصميم على الباطل، والعلو والشرف فى الرجوع إلى الحق بيد من كان وعلى أي وجه حصل. اهـ.
Al-Imam Asy-Syaukany –semoga Alloh merahmatinya- di dalam “Adabuth Tholab wa Muntahal Arob” (hal. 142): “Dan diantara petaka yang mencegah dari kembali kepada kebenaran yaitu keberadaan orang yang berbicara tentang kebenaran adalah berumur muda, bila dinisbatkan kepada orang yang semisalnya atau sedikit ilmu atau kemasyhuran di tengah manusia, dan yang lain kebalikan yang demikian itu, karena sesungguhnya terkadang terbawa kepada gelora jahiliyyah dan fanatik syaithon atas berpegang kepada kebatilan, lenyap darinya untuk kembali kepada perkataan dari orang yang dia lebih rendah umur darinya atau lebih sedikit ilmunya darinya atau paling rendah ketenaran darinya secara sangkaan, bahwasanya yang demikian itu adalah apa-apa yang merendahkan dan mengurangi apa-apa yang dia berada padanya, dan sangkaan ini adalah rusak, karena sesungguhnya kerendahan dan kekurangan itu hanyalah petaka di atas kebatilan. Ketinggian dan kemuliaan adalah kembali kepada kebenaran dimana pun kebenaran itu berada dan pada siapapun. –Selesai-.

  1. 15.       قبول خبر الواحد الصدوق الثقة.
KELIMABELAS: MENERIMA BERITA DARI SATU ORANG YANG JUJUR LAGI TERPERCAYA.
فاعلم أن هذه المسألة أنكرها حزب التحرير وأثبتها أهل السنة والجماعة.
Ketahuilah bahwa perkara ini Hizbut Tahrir telah mengingkarinya dan Ahlussunnah wal Jama’ah telah menetapkannya.
فقد قال الإمام البخارى رحمه الله: باب مَا جَاءَ فِى إِجَازَةِ خَبَرِ الْوَاحِدِ الصَّدُوقِ فِى الأَذَانِ وَالصَّلاَةِ وَالصَّوْمِ وَالْفَرَائِضِ وَالأَحْكَامِ. وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: (فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِى الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ). وَيُسَمَّى الرَّجُلُ طَائِفَةً لِقَوْلِهِ تَعَالَى: (وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا). فَلَوِ اقْتَتَلَ رَجُلاَنِ دَخَلَ فِى مَعْنَى الآيَةِ. وَقَوْلُهُ تَعَالَى: (إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا). وَكَيْفَ بَعَثَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم أُمَرَاءَهُ وَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ ، فَإِنْ سَهَا أَحَدٌ مِنْهُمْ رُدَّ إِلَى السُّنَّةِ.
Sungguh Al-Imam Al-Bukhory –semoga Alloh merahmatinya- berkata: Bab apa-apa yang datang tentang bolehnya menerima berita dari satu orang yang jujur tentang masalah berita azan, sholat, puasa dan kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum. Dan perkataan Alloh (تَعَالَى): “Kalaulah ada seorang dari tiap-tiap kelompok dari mereka untuk mempelajari agama dan supaya mereka memberi peringatan kepada kaum mereka jika mereka telah kembali”. Dan seseorang dinamakan kelompok, karena perkataan Alloh (تَعَالَى): “Dan jika dua orang dari kalangan orang-orang yang beriman bertikai”, maka kalaulah dua orang bertikai ini masuk pada makna ayat, dan perkataan-Nya (تَعَالَى): “Jika datang kepada kalian seorang yang fasiq dengan membawa suatu berita maka ceklah”. Dan bagaimana Nabi (صلى الله عليه وسلم) diperintahkan kepadanya dalam keadaan beliau sendirian, dan jika lupa salah satu dari mereka maka dikembalikan kepada A-Sunnah”.
عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ أُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ إِلَى مُعَاوِيَةَ بِالشَّامِ قَالَ فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَىَّ رَمَضَانُ وَأَنَا بِالشَّامِ فَرَأَيْتُ الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِينَةَ فِى آخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلَ فَقَالَ مَتَى رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَقُلْتُ رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ. فَقَالَ أَنْتَ رَأَيْتَهُ فَقُلْتُ نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ. فَقَالَ لَكِنَّا رَأَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُومُ حَتَّى نُكْمِلَ ثَلاَثِينَ أَوْ نَرَاهُ. فَقُلْتُ أَوَلاَ تَكْتَفِى بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَصِيَامِهِ فَقَالَ لاَ هَكَذَا أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. (رواه مسلم).
Dari Kuroib bahwasanya Ummu Fadhl bintul Harits mengutusnya kepada Mu’awiyyah di Syam, beliau berkata: Aku datang ke Syam lalu aku menunaikan kebutuhanku maka terlihat padaku hilal Romadhon dan aku di Syam, aku melihat hilal pada malam Jum’at kemudian aku menuju Madinah pada akhir bulan tersebut, lalu Abdulloh bin ‘Abbas –semoga Alloh meridhoinya- bertanya kepadaku, kemudian beliau menyebutkan hilal, maka beliau berkata: Kapan kamu melihat hilal? Aku berkata: Kami melihatnya pada malam Jum’at. Beliau berkata: Kamu melihatnya? Aku berkata: Iya, dan munusia melihatnya, dan mereka berpuasa dan Mu’awiyyah juga ikut berpuasa. Beliau berkata: Akan tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu dan kami senantiasa meneruskan puasa kami sampai kami menyempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya. Aku berkata: Apakah tidak cukup dengan melihatnya Mu’awiyyah dan puasanya, maka beliau berkata: Tidak demikian yang Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) perintahkan kami”. (Diriwayatkan oleh Muslim).
وَقَالَ الْعَبَّاسُ رضى الله عنه: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِلاَّ الإِذْخِرَ لِصَاغَتِنَا وَقُبُورِنَا، فَقَالَ: «إِلاَّ الإِذْخِرَ». (متفق عليه عن عبد الله بن عباس).
Dan Al-Abbas –semoga Alloh meridhoinya- berkata: Wahai Rosululloh, kecuali Al-Idzkhir (nama jenis tumbuhan) karena untuk rumah dan kuburan kita, Beliau (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Kecuali Al-Idzkhir”. (Diriwayatkan olehAl-Bukhory dan Muslim dari Abdulloh bin ‘Abbas).

  1. 16.              عدم تكفير  أحد من المسلمين بذنب ما لم يستحله ويكون ذلك -أي الحكم بتكفير- بعد قيام الحجة وإزالة الشبهة.
KEENAMBELAS: TIDAK MENGKAFIRKAN SALAH SEORANG DARI KAUM MUSLIMIN DENGAN SUATU DOSA SELAMA DIA TIDAK MEMBOLEHKAN YANG DEMIKIAN ITU –YAITU HUKUM TENTANG KAFIRNYA- SETELAH TEGAKNYA HUJJAH DAN HILANGNYA KERANCUAN
عَنْ أَبِى ذَرٍّ -رضى الله عنه- أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ: «لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالْكُفْرِ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ». (رواه البخاري).
Dari Abu Dzar –semoga Alloh meridhoinya- bahwasanya Nabi (صلى الله عليه وسلم) berkata: “Tidaklah seseorang melontarkan tuduhan kepada orang lain dengan kefasikan dan tidak pula melontarkan seseorang dengan tuduhan kekafiran melainkan kembali kepadanya, jika orang yang dituduh tidak seperti itu keadaannya”. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhory).

  1. 17.                   الجرح والتعديل
KETUJUHBELAS: CELAAN DAN PUJIAN
قال الله تعالى: وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ (177) مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (178) [الأعراف: 175-178].
Alloh (تعالى) berkata: “Dan bacakanlah kepada mereka tentang berita yang Kami datangkan kepadanya, lalu dia berpaling darinya, lalu syaithon mengikutinya maka dia termasuk dari orang-orang sesat, dan kalaulah Kami menginginkan maka Kami akan meninggikannya dengannya akan tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka permisalannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya maka dia menjulurkan lidahnya dan kamu membiarkannya maka dia tetap mengulurkan lidahnya, demikian itu adalah permisalahn suatu kaum yang mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka kisahkanlah suatu kisah supaya mereka berpikir. Sangatlah buruk perumpamaan suatu kaum yang mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri-diri mereka sendiri mereka berbuat zholim. Barang siapa yang Alloh beri petunjuk maka dia mendapat petunjuk dan barang siapa yang Dia sesatkan maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (Al-A’rof: 175-178).
قال الله تعالى: ﴿اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ (19) إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ فِي الْأَذَلِّينَ (20) كَتَبَ اللَّهُ لَأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ (21)﴾ [المجادلة: 19 - 21].
Alloh (تعالى) berkata: “Syahithon telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa dari mengingat Alloh, mereka itu adalah golongan syaithon, ketahuilah bahwa golongan syaithon adalah golongan yang merugi. Sesungguhnya orang-orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya mereka itulah orang-orang yang paling hina. Alloh telah menetapkan “Aku dan Rosul-Ku pasti akan menang, sesungguhnya Alloh adalah (قَوِيٌّ) Maha Kuat lagi (عَزِيزٌ) Maha Perkasa”. (Al-Mujadilah: 19-21).
ففي هذه الآيات جرح عام لأهل الأهواء وحزب الشيطان، بدون تفصيل عن أفرادهم.
Pada ayat-ayat ini adalah celaan yang umum untuk para pengikut hawa nafsu dan golongan syaithon dengan tanpa rincian atas personilnya.
وقال الله سبحانه: ﴿وَلَقَدْ آَتَيْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (16) وَآَتَيْنَاهُمْ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْأَمْرِ فَمَا اخْتَلَفُوا إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ إِنَّ رَبَّكَ يَقْضِي بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ (17) ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ)﴾ [الجاثية:16-18].
Dan Alloh (سبحانه) berkata: “Dan sungguh telah Kami berikan kepada Bani Isroil Al-Kitab, ilmu dan kenabian dan Kami merezqikan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan dan Kami utamakan mereka di atas seluruh alam semesta, dan Kami berikan kepada mereka penjelasan-penjelasan dari setiap perkara, tidaklah mereka berselisih melainkan setelah datang kepada mereka ilmu karena kebencian diantara mereka. Sesungguhnya Robbmu akan memutuskan diantara mereka pada hari kiamat terhadap apa-apa yang mereka selalu berselisih tentangnya, kemudian Kami jadikan kepadanya di atas syari’at dari perkara itu maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.(Al-Jatsiyah: 16-18).
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية –رحمه الله- في “اقتضاء الصراط المستقيم لمخالفة أصحاب الجحيم” (ج 1/ص 97):  أخبر سبحانه أنه أنعم على بني إسرائيل بنعم الدين والدنيا، وأنهم اختلفوا بعد مجيء العلم بغيا من بعضهم على بعض ثم جعل محمدا صلى الله عليه وسلم على شريعة شرعها له، وأمره باتباعها، ونهاه عن اتباع أهواء الذين لا يعلمون، وقد دخل في الذين لا يعلمون: كل من خالف شريعته. اهـ.
Dan Syaikhul Islam –semoga Alloh merahmatinya- berkata di dalam “Iqtidhoish Shirotil Mustaqim Limukholafati Ash-Shabul Jahim” (juz 1/hal. 97): Dia (سبحانه) mengabarkan bahwasanya Dia memberikan nikmat kepada Bani Isroil dengan nikmat agama dan dunia, dan sesungguhnya mereka berselisih setelah datang kepada mereka ilmu karena kebencian dari sebagian mereka atas sebagian yang lain, kemudian Dia menjadikan Muhammad (صلى الله عليه وسلم) di atas syari’at yang Dia syari’atkan kepada-Nya, Dia perintahkan untuk mengikutinya dan Dia melarangnya dari mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Dan sungguh telah masuk pada orang-orang yang tidak mengetahui adalah setiap orang yang menyelisihi syari’at. –Selesai-.
وقال الله تعالى: وَالَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَفْرَحُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمِنَ الْأَحْزَابِ مَنْ يُنْكِرُ بَعْضَهُ قُلْ إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا أُشْرِكَ بِهِ إِلَيْهِ أَدْعُو وَإِلَيْهِ مَآَبِ (36) وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَاهُ حُكْمًا عَرَبِيًّا وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَمَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا وَاقٍ (37) [الرعد: 36 - 37].              
Dan Alloh (تعالى) berkata: “Dan orang-orang yang telah Kami berikan kepada mereka Al-Kitab, yang mereka bergembira dengan apa-apa yang diturunkan kepadamu dan dari sekelompok orang mengingkari sebagiannya, katakanlah: Sesungguhnya aku diutus supaya beribadah kepada Alloh dan supaya tidak menyekutukan dengan-Nya, kepada-Nya aku berdoa dan kepadanya aku kembali”. (Ar-Ra’d: 36-37).
فالضمير في (أهوائهم) يعود والله أعلم إلى ما تقدم ذكره وهم الأحزاب الذين ينكرون بعض ما أنزل إليه، فدخل في ذلك كل من أنكر شيئا من القرآن من يهودي أو نصراني وغيرهما. (انظر اقتضاء الصراط: ج 1/ص 14).
Dhomir pada (hawa nafsu mereka) kembali –hanya Alloh yang paling tahu- kepada apa-apa yang telah lewat penyebutannya, yang mereka adalah suatu kelompok yang mengingkari sebagian dari apa-apa yang diturunkan kepadanya, masuk pada yang demikian itu setiap orang yang mengingkari sesuatu dari Al-Qur’an baik dari kalangan Yahudi atau pun Nashoro dan yang selain keduanya”. (Lihat “Iqtidho’ish Shiroth” (juz 1/hal. 14).

بين الله سبحانه وتعالى في هذه الآيات أخلاق حزب الشيطان وصفاتهم، الذين ينكرون بعض ما أنزل الله، كما أنكرهم على علم الجرح والتعديل، لا ينكر هذا العلم إلا رجل من سفهاء الأحلام أو رجل في قلبه النكتة السوداء، قال الإمام الوادعي رحمه الله: لا يزهد في هذا العلم إلا رجل جاهل أو رجل في قلبه حقد أو رجل يعلم أنه مجروح فهو ينفر عن الجرح والتعديل، لأنه يعلم أنه مجروح. (المجروحون عند الإمام الوادعي، ص: 25).
Alloh (سبحانه وتعالى) menjelaskan pada ayat-ayat ini akhlaknya golongan syaithon dan sifat-sifat mereka, yang mereka mengingkari sebagian dari apa-apa yang Alloh turunkan, sebagaimana pengingkaran mereka atas ilmuAl-Jarhu wat Ta’dil, tidaklah yang mengingkari ilmu ini melainkan orang yang dari kalangan orang-orang yang bodoh akalnya atau seseorang yang di dalam hatinya ada titik-titik hitam, Al-Imam Al-Wadi’y –semoga Alloh merahmatinya- berkata: Tidaklah seseorang meninggalkan ilmu ini melainkan orang yang bodoh atau didalam hatinya ada rasa dendam atau seseorang yang mengetahui kalau dia terkena celaan maka diapun lari dari ilmu al-jarh wat ta’dil  karena dia tahu bahwa dirinya terkena celaan”. (Al-Majruhun ‘Inda Al-Imam Al-Wadi’y, hal. 25).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar