Pertanyaan:
بِسم الله
الرَّحمنِ الرَّحِيم
Apa
hukumnya menikahi anak wanita yang belum baligh?.
Jawaban:
بِسم الله
الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه،
وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ،
وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Hukum menikahkan anak yang belum baligh adalah boleh, dan
pernikahannya adalah sah, bahkan Rosululloh (صلى الله عليه وسلم)
ketika menikahi Aisyah, dia masih dalam usia anak-anak, dinikahi pada
umur enam tahun, dan dukhul (menjima'i)nya pada umur sembilan tahun,
begitu pula Rosululloh (صلى الله عليه وسلم)
ketika menikahkan putrinya Fatimah masih dalam usia sangat muda, dari
Abdulloh bin Buroidah, dari bapaknya, bahwasanya Abu Bakr
dan Umar meminang Fatimah bintu Rosulillah, maka Rosululloh (صلى الله
عليه وسلم) beliau berkata:
«إِنَّهَا صَغِيرَةٌ».
"Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah anak-anak". Setelah
itu dilamar oleh Ali bin Abi Tholib maka beliau menikahkannya dengannya.
Pertanyaan:
Apakah benar bahwa
kalau menikahi anak kecil yang masih belum baligh (belum haid) tidak bisa wanitanya
hamil (menghasilkan anak)?
Jawaban:
Itu hanyalah teori ahli
biologi, mereka dalam teorinya menyatakan bahwa kalau wanita belum baligh lalu menikah
maka tidak akan memperoleh anak, karena proses terjadinya pembuahan pada rohim
wanita itu bila sudah menstruasi (pendarahan pertama pada kelamin wanita) atau
kalau sudah haid, dan yang belum haid tidak bisa menghasilkan pembuahan kalau
dia nikah dalam waktu tersebut, bila ada yang menikah belum masuk baligh maka
akan mandul.
Ini adalah teori
batil, yang dia bertentangan dengan syari't, akal dan adat istiadat, Rosululloh (صلى الله
عليه وسلم) berkata tentang putrinya Fatimah:
«إِنَّهَا صَغِيرَةٌ».
"Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah anak-anak".
Namun ketika Ali meminangnya maka beliau menikahkannya, apakah Fatimah
tidak memiliki anak?, justru dia memiliki anak.
Rosululloh (صلى الله عليه وسلم)
memiliki keturunan dari sebab pernikahan putrinya Fatimah dengan
sepupunya Ali bin Abi Tholib.
Dan di zaman ini juga
sering kita dapati banyak orang-orang menikahkan anak-anaknya dalam usia yang
masih kecil namun mereka memiliki anak, Syaikhuna Yahya menikahkan putranya
dengan wanita kecil, begitu pula Asy-Syaikh Abdul Hamid Al-Hajuriy menikahkan
putranya yang masih kecil dengan wanita yang masih kecil pula, mereka memiliki
anak.
Tidak hanya itu,
bahkan para peneliti pada tahun 1994 mereka mengatakan banyak dari anak-anak SD
kelas 4, 5 dan 6 sudah tidak perawan (ya'ni sudah terjatuh ke dalam perzinaan).
Dan yang melakukan perzinaan pada masa kecilnya tersebut ketika mereka sudah
baligh dan menikah maka mereka juga memiliki anak.
Bahkan kita sering
mendengar ada pemerkosaan, anak kecil diperkosa bahkan ada yang masih bayi
diperkosa namun ketika waktu besarnya menikah mereka juga memiliki anak.
Pertanyaan:
Tapi negara kita
Indonesia melarang melakukan pernikahan dengan wanita yang belum baligh, bahkan
bila ada yang menikah dengan anak belum baligh maka diberi hukuman penjara
dengan alasan menzholimi anak, apakah benar alasan tersebut? Dan apa nasehatmu
untuk pemerintah kita di Indonesia ini?
Jawaban:
Adapun kalau mereka
melarang hal tersebut dengan alasan karena zholim maka sungguh merekalah
sendiri yang zholim, karena menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, bagaimana
mereka menegakan hukum kenegaraan terhadap orang yang ingin menjaga
kehormatannya dengan menikah?.
Bagaimana mereka
mempermasalahkan ini sedangkan anak-anak sekolahan dan masyarakat didapati
banyak perzinaan, ada dari mereka masih anak-anak, ada pula yang baru SD, ada pula
yang SMP lebih-lebih di perguruan tinggi, kenapa hal demikian itu tidak
dipermasalahkan dan para pelakukanya tidak dikurung ke dalam penjara?.
Kami nasehatkan
kepada pemerintah kami di Tanah Air Indonesia untuk berhati-hati dalam membuat
keputusan, jangan sampai keputusan tersebut menzholimi orang baik, karena bila
sudah terjatuh kepada perbuatan zholim maka tinggal menunggu kehancuran dan
kerugian, Rosululloh (صلى الله
عليه وسلم) berkata:
«وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فَإِنَّهُ
لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ»
"Dan takutlah kamu terhadap doanya orang yang terzholimi,
karena sesungguhnya doa (orang yang dizholimi) tidak ada diantaranya dan di
antara Alloh penghalang". Ya'ni doa mereka orang-orang
yang dizholimi terkabulkan.
Dan kami nasehatkan
kepada pemerintah kaum muslimin di Indonesia untuk memberikan kebebasan kepada saudara-saudara
mereka kaum muslimin dalam menjalankan agama mereka, dan janganlah menekan atau
melarang kaum muslimin dari melakukan perkara yang dibolehkan oleh syari'at
Islam, biarkanlah mereka kalau ingin menikahkan putri-putri mereka pada umur
belum sampai baligh, bahkan dukunglah mereka bila mereka ingin untuk menikahkan
anak-anak mereka dengan umur seperti itu, janganlah kalian mempersulit urusan
mereka, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ
عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ»
"Dan barangsiapa yang memudahkan bagi saudaranya yang
sedang kesulitan maka Alloh memudahkannya baginya di dunia dan di
akhirat". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu
Huroiroh.
Pertanyaan:
Ada seseorang kebingungan
dalam mengurusi anak-anak prempuannya, kemudian ada diantara anak-anaknya dia menyerahkannya
ke pondok pesatren putri, hingga tinggal di asrama pondok tersebut, dengan
alasan karena dia sibuk, apakah dibenarkan perbuatannya itu?, dan bila
diberitahu untuk dia nikahkan saja putrinya tersebut dia beralasan masih perlu
balajar, apa nasehatmu terhadap orang tersebut?.
Jawaban:
Permasalahn ini sudah
sangat sering kami jelaskan, dan kami nasehatkan untuk seluruh kaum muslimin
untuk jangan membiasakan putri-putri mereka menginap di rumah selain rumah-rumah
mereka, dan janganlah mereka tertipu dengan nama pondok pesantren putri atau
embel-embel as-salafiyyah atau yang semisalnya, mereka berjauhan dengan
putri-putri mereka dan mereka tidak tahu apa yang dilakukan oleh putri-putri
mereka, mereka mengira putri-putri mereka di asrama namun ternyata berkeliaran
di jalan-jalan, mereka mengira putri mereka sedang belajar di pondok pesatren putri
namun ternyata di bawa lari oleh seseorang (kawin lari), mereka mengira
putri-putri mereka di pondok pesantren sedang beribadah namun ternyata berbuat
dosa dan ma'siat.
Sudah turun temurun
dari generasi ke generasi, bahwasanya para wanita dipingit di dalam rumah-rumah
mereka, Alloh berkata:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ
تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى} [الأحزاب: 33]
"Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah
kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu". (Al-Ahzab:
33).
Bahkan ketika di
zaman Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) para gadis-gadis kecil sering datang di rumah Aisyah,
namun ketika sudah masuk malam maka mereka semua kembali ke rumah mereka
masing-masing, ada juga dari mereka (para wanita) menghadiri muhadhorohnya Rosululloh
(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) di masjid dan di musholla' (lapangan sholat 'Ied), namun
setelah mendengarkan muhadhoroh mereka langsung kembali ke rumah-rumah mereka
masing-masing.
Tidak ada cerita di
dalam Islam kalau mereka para wanita membuat suatu perkumpulan lalu menginap di
sebuah asrama atau menginap di masjid, tidak kita dapati melainkan hanya di
agama Kristen yaitu adanya para biarawati yang mereka tinggal di asrama dan di gereja-gereja
mereka.
Siapa yang melakukan ini,
ya'ni tetap mengadakan bid'ah biarawati ini maka dia di atas kebutaan, Wallohi
tidaklah mereka memiliki hujjah dan tidak pula memiliki salafush sholih
dalam masalah ini, melainkan hanya dengan usaha mendatangi atau menghubungi si
Fulan dan si Fulan lalu dihasut dan dibujuk supaya mencegah dan melarang kami dari
menjelaskan permasalahan ini.
Hendaklah mereka
takut dengan berbuat seperti ini, karena ini adalah pekerjaan para hizbiyyun,
kalau mereka tidak bisa membantah dengan hujjah maka mereka mendatangi para
ulama baik beralasan "dengan sebab itu terjadi perpecahan" atau bahkan
mereka memperalat polisi atau aparat negara supaya menghalangi da'wah al-haq
semisal itu, sekali lagi ini bukan cara salafush sholih, bahkan ini adalah
bentuk penyelisihan yang nyata dan jelas:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ
أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور:
63]
"Maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perkara-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih". (An-Nuur: 63).
Dalam masalah ini Insya
Alloh kami di atas al-haq, dan siapa yang menyelisihi alhaq tersebut maka bisa
jadi dia karena di perbudak oleh hawa nafsu atau karena mengandalkan perasaan, yaitu
rasa kasihan:
{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ
إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ
أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا}
[الأحزاب: 36]
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Alloh dan Rosul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka
sungguhlah Dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata". (Al-Ahzab: 36).
Di zaman Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
dan para shohabatnya mereka lebih menderita dari pada kita di zaman ini, mereka
hijroh dari Makkah ke Madinah, para wanita ada dari mereka sangat membutuhkan
tempat tinggal namun bersamaan dengan itu Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) tidak menampung mereka
dalam suatu penampungan.
Dan mereka ya'ni Rosululloh
(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya lebih memiliki rasa kasihan terhadap
nasib para wanita, namun bersamaan dengan itu pula mereka tidak mengadakan
bid'ah biarawati ini, karena di zaman Nabi tidak ada bid'ah seperti ini, dan para
shohabatnya juga tidak mengadakannya, begitu pula para ulama yang mengikuti
jejak mereka, maka sangat dikhowatirkan orang yang mengadakan bid'ah biarawati
ini akan terus terseret ke dalam penyimpangan (cepat atau lambat), Abu Bakr
Ash-Shiddiq Rodhiyallohu berkata:
"فَإِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا
مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيغَ".
"Sesungguhnya aku khowatir jika aku meninggalkan sesuatu
dari perkaranya (Rosululloh) aku akan menyimpang".
Kami nasehatkan
kepada para orang tua untuk benar-benar memperhatikan putri-putri mereka,
janganlah putri-putri mereka dibiasakan dengan bermalam di rumah orang lain
atau di suatu asrama atau di tempat kos-kosan, kewajiban bagi para orang tua
untuk menggemleng mereka dengan bimbingan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ):
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ} [التحريم: 6]
"Wahai orang-orang yang beriman,
peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan". (At-Tahrim: 6).
Rosululloh (صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ)
memiliki para putri namun beliau tidak menitipkan putri-putrinya ke tempat-tempat
seperti itu, bahkan para shohabat memiliki banyak putri namun mereka tidak
menitipkannya ke teras masjid Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ) dan tidak pula mereka
menitipkannya bermalam dan menginap di rumah Aisyah, bila seperti ini
keadaannya maka tidak diragukan lagi kalau perbuatan seperti para biarawati itu
adalah bid'ah yang sesat:
«أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْأُمُورِ
كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الْأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
"Kemudian daripada itu, maka sesungguhnya sebaik-baik
perkara adalah Kitabulloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad
(صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), dan sejelek-jeleknya perkara adalah yang diada-adakan, dan
setiap bid'ah (yang diada-adakan) adalah sesat".
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang selainnya dari hadits Jabir bin
Abdillah dari Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Dan anehnya, dengan
adanya keterangan seperti ini bukannya diterima atau ditanggapi dengan baik
atau dibantah dengan metode yang terbaik tapi malah justru ditanggapi dengan cara
yang diluar kewajaran, ada yang sampai mela'nat kami, mencela kami, membuat
makar kepada kami supaya mendiamkan permasalahan ini, atau bahkan melemparkan
tuduhan keji, dan upaya-upaya untuk mempersempit ruang lingkup kami, walapun
seperti itu makar mereka namun Insya Alloh kami tetap bersabar:
{وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ
تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ} [آل عمران: 186]
"Dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar
dari orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Alloh, gangguan yang banyak yang menyakitkanmu. Jika kalian
bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
patut diutamakan". (Ali Imron:
186).
سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar