Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Menikahi anak kecil



Pertanyaan:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
Apa hukumnya menikahi anak wanita yang belum baligh?.

Jawaban:
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Hukum menikahkan anak yang belum baligh adalah boleh, dan pernikahannya adalah sah, bahkan Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) ketika menikahi Aisyah, dia masih dalam usia anak-anak, dinikahi pada umur enam tahun, dan dukhul (menjima'i)nya pada umur sembilan tahun, begitu pula Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) ketika menikahkan putrinya Fatimah masih dalam usia sangat muda, dari Abdulloh bin Buroidah, dari bapaknya, bahwasanya Abu Bakr dan Umar meminang Fatimah bintu Rosulillah, maka Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) beliau berkata:
«إِنَّهَا صَغِيرَةٌ».
"Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah anak-anak". Setelah itu dilamar oleh Ali bin Abi Tholib maka beliau menikahkannya dengannya.

Pertanyaan:
Apakah benar bahwa kalau menikahi anak kecil yang masih belum baligh (belum haid) tidak bisa wanitanya hamil (menghasilkan anak)?

Jawaban:
Itu hanyalah teori ahli biologi, mereka dalam teorinya menyatakan bahwa kalau wanita belum baligh lalu menikah maka tidak akan memperoleh anak, karena proses terjadinya pembuahan pada rohim wanita itu bila sudah menstruasi (pendarahan pertama pada kelamin wanita) atau kalau sudah haid, dan yang belum haid tidak bisa menghasilkan pembuahan kalau dia nikah dalam waktu tersebut, bila ada yang menikah belum masuk baligh maka akan mandul.
Ini adalah teori batil, yang dia bertentangan dengan syari't, akal dan adat istiadat, Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata tentang putrinya Fatimah:
«إِنَّهَا صَغِيرَةٌ».
"Sesungguhnya dia (Fatimah) adalah anak-anak". Namun ketika Ali meminangnya maka beliau menikahkannya, apakah Fatimah tidak memiliki anak?, justru dia memiliki anak.
Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) memiliki keturunan dari sebab pernikahan putrinya Fatimah dengan sepupunya Ali bin Abi Tholib.
Dan di zaman ini juga sering kita dapati banyak orang-orang menikahkan anak-anaknya dalam usia yang masih kecil namun mereka memiliki anak, Syaikhuna Yahya menikahkan putranya dengan wanita kecil, begitu pula Asy-Syaikh Abdul Hamid Al-Hajuriy menikahkan putranya yang masih kecil dengan wanita yang masih kecil pula, mereka memiliki anak.
Tidak hanya itu, bahkan para peneliti pada tahun 1994 mereka mengatakan banyak dari anak-anak SD kelas 4, 5 dan 6 sudah tidak perawan (ya'ni sudah terjatuh ke dalam perzinaan). Dan yang melakukan perzinaan pada masa kecilnya tersebut ketika mereka sudah baligh dan menikah maka mereka juga memiliki anak.
Bahkan kita sering mendengar ada pemerkosaan, anak kecil diperkosa bahkan ada yang masih bayi diperkosa namun ketika waktu besarnya menikah mereka juga memiliki anak.

Pertanyaan:
Tapi negara kita Indonesia melarang melakukan pernikahan dengan wanita yang belum baligh, bahkan bila ada yang menikah dengan anak belum baligh maka diberi hukuman penjara dengan alasan menzholimi anak, apakah benar alasan tersebut? Dan apa nasehatmu untuk pemerintah kita di Indonesia ini?

Jawaban:
Adapun kalau mereka melarang hal tersebut dengan alasan karena zholim maka sungguh merekalah sendiri yang zholim, karena menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, bagaimana mereka menegakan hukum kenegaraan terhadap orang yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah?.
Bagaimana mereka mempermasalahkan ini sedangkan anak-anak sekolahan dan masyarakat didapati banyak perzinaan, ada dari mereka masih anak-anak, ada pula yang baru SD, ada pula yang SMP lebih-lebih di perguruan tinggi, kenapa hal demikian itu tidak dipermasalahkan dan para pelakukanya tidak dikurung ke dalam penjara?.
Kami nasehatkan kepada pemerintah kami di Tanah Air Indonesia untuk berhati-hati dalam membuat keputusan, jangan sampai keputusan tersebut menzholimi orang baik, karena bila sudah terjatuh kepada perbuatan zholim maka tinggal menunggu kehancuran dan kerugian, Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata:
«وَاتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ»
"Dan takutlah kamu terhadap doanya orang yang terzholimi, karena sesungguhnya doa (orang yang dizholimi) tidak ada diantaranya dan di antara Alloh penghalang". Ya'ni doa mereka orang-orang yang dizholimi terkabulkan.
Dan kami nasehatkan kepada pemerintah kaum muslimin di Indonesia untuk memberikan kebebasan kepada saudara-saudara mereka kaum muslimin dalam menjalankan agama mereka, dan janganlah menekan atau melarang kaum muslimin dari melakukan perkara yang dibolehkan oleh syari'at Islam, biarkanlah mereka kalau ingin menikahkan putri-putri mereka pada umur belum sampai baligh, bahkan dukunglah mereka bila mereka ingin untuk menikahkan anak-anak mereka dengan umur seperti itu, janganlah kalian mempersulit urusan mereka, Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:
«وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ»
"Dan barangsiapa yang memudahkan bagi saudaranya yang sedang kesulitan maka Alloh memudahkannya baginya di dunia dan di akhirat". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Huroiroh.

Pertanyaan:
Ada seseorang kebingungan dalam mengurusi anak-anak prempuannya, kemudian ada diantara anak-anaknya dia menyerahkannya ke pondok pesatren putri, hingga tinggal di asrama pondok tersebut, dengan alasan karena dia sibuk, apakah dibenarkan perbuatannya itu?, dan bila diberitahu untuk dia nikahkan saja putrinya tersebut dia beralasan masih perlu balajar, apa nasehatmu terhadap orang tersebut?.

Jawaban:
Permasalahn ini sudah sangat sering kami jelaskan, dan kami nasehatkan untuk seluruh kaum muslimin untuk jangan membiasakan putri-putri mereka menginap di rumah selain rumah-rumah mereka, dan janganlah mereka tertipu dengan nama pondok pesantren putri atau embel-embel as-salafiyyah atau yang semisalnya, mereka berjauhan dengan putri-putri mereka dan mereka tidak tahu apa yang dilakukan oleh putri-putri mereka, mereka mengira putri-putri mereka di asrama namun ternyata berkeliaran di jalan-jalan, mereka mengira putri mereka sedang belajar di pondok pesatren putri namun ternyata di bawa lari oleh seseorang (kawin lari), mereka mengira putri-putri mereka di pondok pesantren sedang beribadah namun ternyata berbuat dosa dan ma'siat.
Sudah turun temurun dari generasi ke generasi, bahwasanya para wanita dipingit di dalam rumah-rumah mereka, Alloh berkata:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى} [الأحزاب: 33]
"Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu". (Al-Ahzab: 33).
Bahkan ketika di zaman Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) para gadis-gadis kecil sering datang di rumah Aisyah, namun ketika sudah masuk malam maka mereka semua kembali ke rumah mereka masing-masing, ada juga dari mereka (para wanita) menghadiri muhadhorohnya Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) di masjid dan di musholla' (lapangan sholat 'Ied), namun setelah mendengarkan muhadhoroh mereka langsung kembali ke rumah-rumah mereka masing-masing.
Tidak ada cerita di dalam Islam kalau mereka para wanita membuat suatu perkumpulan lalu menginap di sebuah asrama atau menginap di masjid, tidak kita dapati melainkan hanya di agama Kristen yaitu adanya para biarawati yang mereka tinggal di asrama dan di gereja-gereja mereka.
Siapa yang melakukan ini, ya'ni tetap mengadakan bid'ah biarawati ini maka dia di atas kebutaan, Wallohi tidaklah mereka memiliki hujjah dan tidak pula memiliki salafush sholih dalam masalah ini, melainkan hanya dengan usaha mendatangi atau menghubungi si Fulan dan si Fulan lalu dihasut dan dibujuk supaya mencegah dan melarang kami dari menjelaskan permasalahan ini.
Hendaklah mereka takut dengan berbuat seperti ini, karena ini adalah pekerjaan para hizbiyyun, kalau mereka tidak bisa membantah dengan hujjah maka mereka mendatangi para ulama baik beralasan "dengan sebab itu terjadi perpecahan" atau bahkan mereka memperalat polisi atau aparat negara supaya menghalangi da'wah al-haq semisal itu, sekali lagi ini bukan cara salafush sholih, bahkan ini adalah bentuk penyelisihan yang nyata dan jelas:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63]
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perkara-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". (An-Nuur: 63).
Dalam masalah ini Insya Alloh kami di atas al-haq, dan siapa yang menyelisihi alhaq tersebut maka bisa jadi dia karena di perbudak oleh hawa nafsu atau karena mengandalkan perasaan, yaitu rasa kasihan:
{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا} [الأحزاب: 36]
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka sungguhlah Dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata". (Al-Ahzab: 36).
Di zaman Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya mereka lebih menderita dari pada kita di zaman ini, mereka hijroh dari Makkah ke Madinah, para wanita ada dari mereka sangat membutuhkan tempat tinggal namun bersamaan dengan itu Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) tidak menampung mereka dalam suatu penampungan.
Dan mereka ya'ni Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya lebih memiliki rasa kasihan terhadap nasib para wanita, namun bersamaan dengan itu pula mereka tidak mengadakan bid'ah biarawati ini, karena di zaman Nabi tidak ada bid'ah seperti ini, dan para shohabatnya juga tidak mengadakannya, begitu pula para ulama yang mengikuti jejak mereka, maka sangat dikhowatirkan orang yang mengadakan bid'ah biarawati ini akan terus terseret ke dalam penyimpangan (cepat atau lambat), Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallohu berkata:
"فَإِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيغَ".
"Sesungguhnya aku khowatir jika aku meninggalkan sesuatu dari perkaranya (Rosululloh) aku akan menyimpang".
Kami nasehatkan kepada para orang tua untuk benar-benar memperhatikan putri-putri mereka, janganlah putri-putri mereka dibiasakan dengan bermalam di rumah orang lain atau di suatu asrama atau di tempat kos-kosan, kewajiban bagi para orang tua untuk menggemleng mereka dengan bimbingan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ} [التحريم: 6]
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (At-Tahrim: 6).
Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memiliki para putri namun beliau tidak menitipkan putri-putrinya ke tempat-tempat seperti itu, bahkan para shohabat memiliki banyak putri namun mereka tidak menitipkannya ke teras masjid Nabi (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan tidak pula mereka menitipkannya bermalam dan menginap di rumah Aisyah, bila seperti ini keadaannya maka tidak diragukan lagi kalau perbuatan seperti para biarawati itu adalah bid'ah yang sesat:
«أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْأُمُورِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
"Kemudian daripada itu, maka sesungguhnya sebaik-baik perkara adalah Kitabulloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), dan sejelek-jeleknya perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap bid'ah (yang diada-adakan) adalah sesat". Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan yang selainnya dari hadits Jabir bin Abdillah dari Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
Dan anehnya, dengan adanya keterangan seperti ini bukannya diterima atau ditanggapi dengan baik atau dibantah dengan metode yang terbaik tapi malah justru ditanggapi dengan cara yang diluar kewajaran, ada yang sampai mela'nat kami, mencela kami, membuat makar kepada kami supaya mendiamkan permasalahan ini, atau bahkan melemparkan tuduhan keji, dan upaya-upaya untuk mempersempit ruang lingkup kami, walapun seperti itu makar mereka namun Insya Alloh kami tetap bersabar:
{وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ} [آل عمران: 186]
"Dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelummu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Alloh, gangguan yang banyak yang menyakitkanmu. Jika kalian bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan". (Ali Imron: 186).
 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar