Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

BERBEKAM TIDAK MEMBATALKAN PUASA



PEMBUKAAN

بِسمِ الله الرَّحمنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ أَحْمَدُهُ، وَأَسْتَعِينُهُ، وَأَسْتَنْصِرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أمَّا بَعدُ:
Puasa merupakan salah satu ibadah yang mulia, karena mulianya maka seseorang dituntut untuk menjaganya, menjaga keutamaannya dan menjaga pula dari berbagai perusak atau pembatal-pembatalnya.


HUKUM BAGI YANG BERBEKAM SEDANGKAN DIA BERPUASA

Diantara perkara yang diperbincangkan oleh kaum muslimin adalah permasalahan yang berkaitan dengan bekam, apakah dia membatalkan puasa ataukah tidak?.
Ibnul Bathol Rohimahulloh berkata di dalam "Syarhu Shohihil Bukhoriy" (4/81):
"وأما الحجامة للصائم: فجمهور الصحابة والتابعين والفقهاء على أنه لا تفطره".
"Adapun berbekam bagi orang yang berpuasa maka (telah berpendapat) jumhur (kebanyakan) para shohabat, tabi'in (murid-murid para shohabat) dan para ahli fiqih bahwasanya dia tidak membatalkan puasa".
Dan ini adalah pendapat yang rojih (kuat/benar).


PENDAPAT ABU HANIFAH DAN PENGIKUTNYA

Abu Hanifah dan para pengikutnya berkata:
"إِنِ احْتَجَمَ الصَّائِمُ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْءٌ".
"Jika orang yang berpuasa berbekam maka tidak memudhorotkan (puasa)nya sedikitpun". (Al-Istidzkar: 3/326).
Pendapat Abu Hanifah serta para pengikutnya ini adalah global, yang benar adalah adanya rincian, lihat perkataan Asy-Syaukaniy Rohimahulloh pada kesimpulan (akhir pembahasan ini).


PENDAPAT ORANG-ORANG YANG MENGANGGAP BERBEKAM MEMBATALKAN PUASA

Adapun pendapat yang menyebutkan tentang batalnya puasa bagi yang berbekam maka ini adalah pedapat Al-Auza'iy, Ahmad dan Ishaq, serta yang selain mereka.
Mereka berhujjah dengan hadits:
«أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ».
"Batal puasanya orang yang membekam dan yang dibekam".
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Huroiroh (no. 1679) dan Tsauban (no. 1680), An-Nasa'iy dari Tsauban (no. 3120) dan Syaddad bin Aus (no. 3126), Abu Dawud dari Syaddad bin Aus (no. 2369) dan Tsauban (no. 2367), At-Tirmidiy (no. 774) dari Rofi' bin Khodij, dan beliau (At-Tirmidziy) berkata: "Pada bab ini diriwayatkan dari 'Ali, Sa'd, Syaddad bin Aus, Tsauban, Usamah bin Zaid, Aisyah, Ma'qil bin Sinan dan dikatakan pula Ibnu Yasar, Abu Huroiroh, Ibnu 'Abbas, Abu Musa dan Bilal, dan hadits Rofi' bin Khodij adalah hadits hasan shohih.
Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Huroiroh (no. 8768), Tsauban (no. 22371), Aisyah (no. 26217), Rofi' bin Khodij (no. 15828), Ma'qil bin Sinan Al-Asja'iy (15901), Bilal (no. 23888), dan Syaddad bin Aus (no. 17119).
Hadits tersebut adalah shohih, hanya saja hukumnya terhapus dengan adanya penjelasan dari Abu Qilabah, bahwasanya beliau mengabarkan:
"أَنَّ شَدَّادَ بْنَ أَوْسٍ بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْبَقِيعِ..."
"Bahwasanya Syaddad bin Aus ketika dia berjalan bersama Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam di Baqi'…".
Dan yang menguatkan tentang itu adalah apa yang dikatakan oleh Ibnul Bathol Rohimahulloh, beliau berkata di dalam "Syarhu Shohihil Bukhoriy" (4/81):
"والفتح كان فى سنة ثمان، وحجة الوداع سنة عشر، فخبر ابن عباس متأخر ينسخ المتقدم". 
"Dan Fathul Makkah terjadi pada tahun ke 8 (delapan), dan haji Wadda' pada tahun ke 10 (sepuluh), dan khobar Ibnu 'Abbas adalah terakhir dan menghapus yang terdahulu".
Adapun khobar Ibnu Abbas maka lafadznya adalah:
"أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ".
"Bahwasanya Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berbekam dan dia adalah berihrom, dan dia adalah berpuasa". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy di dalam "Shohih"nya (no. 1938).
Ibnu 'Abbas Rodhiyallohu 'anhuma tidaklah menemani Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam ketika ihrom melainkan pada haji Wada'.
Adapun hadits:
«أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ».
"Batal puasanya orang yang membekam dan yang dibekam", maka dia terjadi pada Fathul Makkah (hari pembebasan Makkah).


BERBEKAM BAGI YANG PUASA ADALAH RUKHSOH (KERINGANAN).

Datang dalam suatu riwayat dari hadits Abu Sa'id Al-Khudriy, yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1971) dan dishohihkan oleh Al-Albaniy dengan lafadz:
"أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ فِي الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ".
"Bahwasanya Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam telah memberikan keringanan tentang berbekam bagi orang yang berpuasa".
Dan lafadz ini diriwayatkan pula oleh An-Nasa'iy di dalam "As-Sunan Al-Kubro'" (no. 3228).
Ibnu Hazm Rohimahulloh berkata di dalam "Al-Muhalla" (4/337):
"وَلَفْظَةُ "أَرْخَصَ" لَا تَكُونُ إلَّا بَعْدَ نَهْيٍ".
"Dan lafadz "arkhosh" (keringanan) tidak akan terjadi kecuali setelah larangan".
Dan diperjelas lagi dengan apa yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthniy di dalam "Sunan"nya (no. 2260) dari Tsabit Al-Bunaniy, dari Anas bin Malik, beliau berkata:
"أَوَّلُ مَا كُرِهَتِ الْحِجَامَةُ لِلصَّائِمِ أَنَّ جَعْفَرَ بْنَ أَبِي طَالِبٍ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَمَرَّ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «أَفْطَرَ هَذَانِ»، ثُمَّ رَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدُ فِي الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ".
"Awal kali dibencinya berbekam bagi orang yang puasa adalah bahwasanya Ja'far bin Abi Tholib berbekam dan beliau berpuasa, Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam lewat lalu berkata: "Telah batal puasa dua orang ini (yang berbekam dan yang membekam)".
Tsabit Al-Bunaniy Rohimahulloh berkata:
"وَكَانَ أَنَسٌ يَحْتَجِمُ وَهُوَ صَائِمٌ".
"Dan dahulu Anas berbekam dan dia adalah berpuasa".
Khobar ini adalah shohih, Ad-Daruquthniy dalam membawakan khobar ini beliau berkata tentang sanadnya:
"كُلُّهُمْ ثِقَاتٌ وَلَا أَعْلَمُ لَهُ عِلَّةً".
"Semua (para perowi)nya adalah tsiqot (terpercaya), dan aku tidak mengetahui padanya ada kecacatan (kedho'ifan)".


SEBAB ADANYA RUKHSOH

Malik bin Anas Rohimahulloh berkata di dalam "Al-Muwatho'":
"لَا تُكْرَهُ الْحِجَامَةُ لِلصَّائِمِ إِلَّا خَشْيَةَ أَنْ يَضْعُفَ".
"Tidak di-makruh-kan bekam bagi yang berpuasa, melainkan khowatir akan melemahkan (orang yang berpuasa)".
Dan diriwayatkan dari sekelompok shohabat Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam bahwasanya mereka membenci bekam bagi yang berpuasa. Lihat "Al-Istidzkar" (3/326).


KESIMPULAN PEMBAHASAN

Asy-Syaukaniy Rohimahulloh berkata di dalam "Nailul Author" (4/241):
"فَيُجْمَعُ بَيْنَ الْأَحَادِيثِ بِأَنَّ الْحِجَامَةَ مَكْرُوهَةٌ فِي حَقِّ مَنْ كَانَ يَضْعُفُ بِهَا وَتَزْدَادُ الْكَرَاهَةُ إذَا كَانَ الضَّعْفُ يَبْلُغُ إلَى حَدٍّ يَكُونُ سَبَبًا لِلْإِفْطَارِ، وَلَا تُكْرَهُ فِي حَقِّ مَنْ كَانَ لَا يَضْعَفُ بِهَا، وَعَلَى كُلِّ حَالٍ تَجَنُّبُ الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ أَوْلَى، فَيَتَعَيَّنُ حَمْلُ قَوْلِهِ: "أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ".
"Maka dijama' (dikompromikan) antara hadits-hadits bahwasanya berbekam adalah makruh (dibenci) bagi orang yang berpuasa melemah karena sebab berbekam, dan bertambah hukumnya makruh (dibenci) jika kelemahan itu mencapai batasan sebab batalnya puasa, dan tidaklah dimakruhkan bagi orang yang tidak melemah dengan sebab berbekam, dan pada setiap keadaan menjauhi berbekam bagi yang berpuasa itu lebih utama".

PENUTUP

Demikian pembahasan yang singkat ini, dan ini adalah pendapat terakhir yang kami pegang.
Harapan kami semoga Alloh menjadikan pembahasan ini bermanfaat untuk kami, kedua orang tua kami, dan siapa saja yang mencintai kami karena Alloh serta bagi siapa saja yang mendoakan kebaikan kepada kami dan yang membantu kami.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِين
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Ditulis oleh hamba yang faqir atas ampunan Robbnya
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman
Pada hari Jum'at Dhuha 15 Rojab 1434 Hijriyyah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar