Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia, karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih dulu, dan dia menegakkannya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya. Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya, pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).

Wahai Saudaraku ! Pastikan Kemana Tujuanmu !



الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Wahai Suadaraku!
Pastikan kemana tujuanmu!.
Janganlah kamu membiarkan kakimu melangkah sesuai pandangan matamu kemana mengarah!.

Wahai Suadaraku!
Sesungguhnya di hadapanmu terdapat berbagai cabang jalan dan terdapat gunung yang tinggi atau terdapat penghalang-penghalang maka lihatlah dan ikutilah jalan yang jelas dan terang:
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ} [الأنعام: 153]
"Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya, yang demikian itu Dia (Alloh) perintahkan kepada kalian supaya kalian bertaqwa". (Al-An'am: 153).



Wahai Suadaraku!
Jika kamu sudah terasa letih dan membutuhkan untuk beristrahat maka bersitrahatlah, namun perlu kamu tahu bahwa di tengah-tengah tempat peristrahatanmu itu akan datang orang-orang yang mengajakmu untuk mengikuti jalan-jalan mereka, maka waspadalah!.

Wahai Suadaraku!
Ada dari mereka akan mengajakmu dengan menampakan akhlak yang terpuji padahal mereka menyembunyikan akhlak yang rusak, mereka menampakan muka berseri-seri namun kebencian dan kedengkian terus membakar di dalam hati-hati mereka, jika kamu mengikuti ajakan mereka maka di tengah jalan atau di pinggir bukit kamu akan dilemparkan dari atas bukit seraya mereka berkata bahwa kamu adalah perusak dan pelaku ma'siat.
Jika kamu tidak mengikuti ajakan mereka karena kamu mengetahui ciri-ciri mereka maka di tengah peristrahatanmu itu akan datang pula orang yang nampak jelas pada akhlak mereka yang rusak, ketika mereka melihatmu di tempat peristrahatanmu maka mereka menampakan muka yang seram, kusut dan kasar, mereka sangat tidak menyukaimu karena kamu menyelisih mereka dengan menempuh jalan yang terang dan jelas.
Mereka akan melemparkan tuduhan kepadamu dengan tuduhan yang tidak benar, karena kamu sedang menempuh jalan yang jelas dan terang itu maka kamu akan dituduhkan dengan tuduhan sebagai perusak atau tuduhan lainnya.
Atau jika mereka mendapatimu sedang beristrahat di tempat peristrahatanmu itu maka mereka akan menuduhmu dengan tuduhan ingin melakukan ma'siat, jika kamu menganggap tuduhan itu seakan-akan siksaan yang turun dari langit maka hatimu akan bertambah sempit, matamu akan kabur yang pada akhirnya kamupun meloncat dari atas bukit karena kecewa.



Wahai Suadaraku!
Ingatlah! ketika kamu sudah mendapati jalan-jalan yang bercabang-cabang itu, dan kamu mulai mendaki gunung atau kamu sudah berjumpa dengan dua gerombolan tadi maka pastikanlah tujuanmu, teruslah tempuh jalanmu!.
Di tengah perjalananmu hiasilah dirimu lahir dan batin dengan akhlak yang mulia, jangan sampai dengan perjalananmu itu, ketika kamu melewati suatu pemukiman mengakibatkan penduduknya berlarian karena sebabmu melewati perkampungan mereka.
Janganlah keberadaanmu membuat orang lain lari dari kebenaran!.
Jika ada yang datang menemuimu atau datang ke tempatmu maka sambutlah dengan ramah, ceria dan dengan wajah yang penuh dengan senyuman serta dada yang penuh kelapangan!.
Sesungguhnya orang yang baru datang atau baru berjumpa denganmu bila kamu nampakan dengan akhlaq yang terpuji maka kamu akan dicintai, adapun orang yang menyambut orang yang baru datang atau baru berjumpa dengan sambutan muka masam, ditambah dengan perselisihan dan pertengkaran maka cukuplah itu sebagai penampakan akhlaq yang rusak, buruk dan jahat, maka janganlah kamu berbuat seperti itu.

Wahai Suadaraku!
Berakhlaqlah dengan akhlaq Nabi kita Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, pandai-pandailah menempatkan akhlaq pada tempatnya sebagaimana yang telah diterapkan oleh Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam:
{وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ} [القلم: 4]
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar di atas akhlaq yang agung". (Al-Qolam: 4).
Janganlah kamu berakhlaq dengan akhlaq orang-orang lembek, dengan alasan akhlaq mulia mereka bermudah-mudahan duduk dengan orang sesat, bermudah-mudahan menghalalkan sesuatu, bahkan menyebarkan perkataan orang sesat karena mereka anggap mendukung mereka, janganlah berbuat seperti itu dan jangan pula berloyalitas dengan mereka karena semua itu adalah penyakit yang membahayakan dirimu, Ibnu 'Abbas Rodhiyallohu 'anhuma berkata:
"وَلَا تُجَالِسْ أَهْلَ الْأَهْوَاءِ، فَإِنَّ مُجَالَسَتَهُمْ مُمْرِضَةُ الْقُلُوبِ".
"Dan janganlah kamu duduk dengan pengikut hawa nafsu, karena sesungguhnya duduk dengan mereka menimbulkan sakitnya hati".

Wahai Suadaraku!
Pastikan pendirianmu!
Kokohkan prinsipmu!
Dan janganlah kamu memiliki dua pendirian!.
Jika kamu mengetahui terhadap seseorang ada padanya penyelisihan dan penentangan terhadap kebenaran akan tetapi kamu tetap bersengaja datang kepadanya, kamu mendukungnya dan membelanya karena kamu diseberi sesuatu, bersamaan dengan itu kamu juga mendatangi orang-orang baik yang dimusuhi oleh seseorang tersebut, kamu duduk bersama mereka, lalu kamu mengambil ucapan mereka kemudian kamu sampaikan kepada seseorang yang memberimu tersebut maka ketahuilah perbuatanmu ini sangatlah membahayakan kebenaran dan para pemeluk kebenaran di dunia ini, mungkin kamu di dunia ini bisa ber-happy dan berpangku tangan di atas kegembiraan karena mendapatkan sesuatu dari seorang tersebut namun kamu tidak sadar kalau kamu telah berada di tepi jurang kehancuran:
«إِنَّ شَرَّ النَّاسِ ذُو الوَجْهَيْنِ، الَّذِي يَأْتِي هَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ، وَهَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ»
"Sesungguhnya paling jeleknya manusia adalah pemilik dua wajah, yang dia datang ke orang-orang ini dengan bentuk satu wajah dan datang ke orang-orang itu dengan bentuk wajah (yang lain)". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy, dari hadits Abu Huroiroh.
Bila pendirianmu seperti ini maka tidak ada bedanya dengan para hizbiyyun, yang dahulunya mereka menampakan sebagai orang-orang mutawaqqifin (berada di tengah-tengah); bersama pihak ini dan bersama pihak itu, jika pihak ini terlihat nampak padanya kemenangan atau pengikutnya banyak maka dia mengatakan kami bersama mereka, dan mereka terkadang mengeluarkan ucapan dan jarh terhadap pihak itu, namun bila mereka ke pihak itu maka merekapun mengatakan "lain dulu lain sekarang".
Maka bertaubatlah kepada Alloh Ta'ala dengan sebenar-benar taubat, karena sesungguhnya kamu telah menerapkan prilaku orang-orang munafiq:
{وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ} [البقرة: 14]
"Dan jika mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan jika mereka kembali kepada syaithon-syaithon (kelompok) mereka maka mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian, kami hanyalah berolok-olok". (Al-Baqoroh: 14).

Wahai Suadaraku!
Jika kamu sudah diustadzkan maka akan berdatangan kepadamu manusia dari berbagai macam latar belakang; ada dari mereka yang masih sangat bodoh dan tidak mengerti apa-apa, bahkan ada dari mereka dari para pelaku ma'siat, maka pandai-pandailah dalam menghadapi mereka!.
Tidak menutup kemungkinan ada dari mereka yang datang kepadamu sangat bakhil, egois dan kibr maka janganlah kamu bergegas menerapkan hajr (pemboikotan) karena dengan sikapmu itu akan menampakan kalau kamu tidak berakhlaq, dan mereka akan lari darimu dan bertambah benci dengan da'wah:
{وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ} [آل عمران: 159]
"Dan kalaulah kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu". (Ali Imron: 159).
Lihatlah Nabi kita Shollallohu 'Alaihi wa Sallam betapa lembutnya dengan orang bodoh yang datang ingin belajar kepadanya, Al-Bukhoriy dan Muslim meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik semoga Alloh meridhoinya, beliau berkata:
"قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي المَسْجِدِ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ، فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ»".
"Seorang Arob Badui (pedalaman) berdiri lalu kencing di dalam masjid, maka orang-orang membentaknya, maka Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata kepada mereka: “Biarkan kalian dia itu (menyelesaikan kencingnya) dan tuangkanlah oleh kalian atas kencingnya dengan setempat dari air atau seember dari air, karena sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidaklah kalian diutus untuk membuat kesulitan". Dan hadits ini adalah lafadznya Al-Bukhoriy dari hadits Abu Huroiroh semoga Alloh meridhoinya.
Janganlah kamu menjadi sebab seseorang menjadi sesat lantaran perbuatanmu, janganlah kamu berbuat seperti orang-orang yang menerapkan hajr atau tahdzir terhadap seseorang dengan alasan karena bakhil dan egois yang pada akhirnya orang tersebut sesat dan menjauh dari al-haq maka tidakkah kamu takut akan dikatakan sebagaimana Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam mengatakan kepada seorang shohabatnya:
«أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا»
"Apakah kamu ingin menjadi tukang fitnah?!!!".
Tidakkah kamu malu melihat saudaramu yang kamu anggap sebagai perusak da'wah, kamu menggibahinya dan menzholiminya namun ternyata dengan sebabnya manusia berbondong-bondong menyambut, menerima dan mengamalkan kebenaran?, bahkan ada dari mereka datang ke majelismu atau ke pondok yang kamu berada di dalamnya! Tidakkah kamu merasa malu!:
"إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ".
 "Jika kamu tidak memiliki rasa malu maka berbuatlah sesukamu!".

Wahai Suadaraku!
Janganlah kamu merasa bangga karena kamu merasa telah hafal Al-Qur'an atau hafal sebagian mutun atau telah dikatakan kepadamu telah menghafal "Shohihul Bukhoriy" dan menghafal yang lainnya.
Tidaklah berarti dan berharga bagimu semua hafalan itu, bahkan dia tidak akan bermanfaat bagimu jika perbuatanmu menyelisihi apa yang telah kamu hafal:
"وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ".
"Dan Al-Qur'an adalah hujjah bagimu atau dia adalah hujjah atasmu". Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Malik Al-Asy'ariy dari Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.



Wahai Suadaraku!
Amalkanlah apa yang kamu telah hafal dan apa yang telah kamu pelajari serta apa yang telah kamu ketahui, dan lebih-lebih apa yang telah kamu da'wahkan kepada manusia, jika kamu menyelisihi semua itu maka sungguh kamu benar-benar berada di dalam kerugian yang nyata.
Kasihanilah dirimu, kamu sudah keliling kemana-mana dalam rangka menda'wahi manusia, kamu berdiri di mimbar-mimbar, kamu membuka dan membaca kitab di hadapan umat namun kamu lupa terhadap dirimu yang akibatnya kamu dipermalukan pada hari kiamat di hadapan orang-orang yang kamu telah menda'wahi mereka:
«يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ، فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى، فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ، فَيَقُولُونَ: يَا فُلَانُ مَا لَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَتَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُولُ: بَلَى، قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ، وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ»
"Didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat, lalu dilemparkan ke dalam neraka, maka keluarlah usus (atau sesuatu dari isi) perutnya, dia berputar padanya sebagaimana berputarnya keledai pada tali pengikatnya, maka penduduk neraka berkumpul kepadanya, mereka berkata: Wahai Fulan ada apa denganmu? Bukankah dahulu kamu memerintahkan kepada kebaikan, dan melarang dari kemungkaran? Dia pun berkata: "Tentu, dahulu aku memerintahkan kepada kebaikan namun aku tidak melakukan (kebaikan itu), dan aku melarang dari kemungkaran namun aku melakukannya". Diriwayatkan oleh Muslim dari Usamah bin Zaid dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.

Wahai Suadaraku!
Sesungguhnya waktumu dan waktu kami adalah sama 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari semalam, maka apakah dengan waktu tersebut kamu telah menggunakannya pada tempatnya? Apakah dengan waktu tersebut kamu telah memanfaatkannya dengan sebenar-benar pemanfaatan ataukah justru waktu-waktu itu menjadi peluang untukmu dalam berbuat dosa dan ma'siat?:
«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ، وَالْفَرَاغُ»
"Dua keni'matan terlalaikan pada keduanya kebanyakan dari manusia yaitu kesehatan dan waktu luang". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Ibnu 'Abbas dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.
Jangan sampai kamu menyesal sebagaimana orang-orang yang telah menyesal, yang pada akhirnya mereka berkata:
{بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ} [سبأ: 33]
"Bahkan makar (tipu daya kalian) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kalian menyeru kami supaya kami kafir kepada Alloh". (Saba': 33).

Wahai Suadaraku!
Sesungguhnya kami di atas kesibukan yang melebihi kesibukanmu, namun kami menyempatkan di tengah kesibukan itu untuk menulis nasehat ini sebagai bentuk kasih sayang kami kepadamu maka bersyukurlah atas ni'mat ini dengan selalu mengamalkan kebenaran sebagaimana yang syari'at Islam inginkan.
Bersyukurlah wahai saudaraku karena dengan syukur itu kamu akan mendapatkan kebaikan yang banyak:
{وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ} [إبراهيم: 7]
"Dan (ingatlah), tatkala Robbmu mengumumkan; "Sesungguhnya jika kalian bersyukur maka pasti Kami akan menambah (ni'mat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (ni'mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrohim: 7).
وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والحمد لله رب العالمين.
Ditulis oleh hamba yang sangat faqir kepada Robbnya Al-Ghoniy Al-Karim Ar-Rohim:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Semoga Alloh mengampuni dan mema'afkannya
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman

  1. Pada malam Jum'at 19 Rojab 1434.

Onani tidak Membatalkan Puasa Akan Tetapi Orang yang Melakukannya Berdosa


PENDAHULUAN

بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Pembahasan ini kami beri judul "Onani tidak Membatalkan Puasa Akan Tetapi Orang yang Melakukannya Berdosa".
Pada asalnya pembahasan ini hanya berkaitan dengan permasalahan onani, apakah dia termasuk sebagai pembatal-pembatal puasa ataukah tidak? sebagaimana telah kami sebutkan pada judul pembahasan, namun setelah kami pertimbangkan kembali maka kami putuskan untuk menjelaskan tentang permasalahan onani secara umum walaupun dengan pembahasan yang singkat seperti ini, Insya Alloh dia lebih bermanfaat untuk umat, sungguh teringat dengan perkataan Abul 'Abbas Harmin Rohimahulloh ketika memberikan nasehat: "Paling mulianya orang di zaman ini adalah yang paling memberi manfaat kepada orang lain".
Dan kami berharap kepada Alloh Ta'ala untuk menjadikan tulisan yang ringkas dan sederhana ini bermanfaat untuk kami, kedua orang tua kami, saudara-saudari kami, dan umat pada umumnya serta generasi muda kaum muslimin pada khususnya.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman
Selasa Dhuha 17/Rojab/1434 Hijriyyah

                                                                                         



Pengertian Istimna' (Onani)

Onani merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap kemaluannya dengan tujuan untuk mencari kelezatan syahwat yaitu mengeluarkan mani' (sperma) dengan cara-cara yang tidak syar'iy, baik mengeluarkannya dengan tangannya langsung atau dengan alat-alat tertentu.

Hukum Onani

Onani termasuk salah satu perbuatan yang tercela, sama saja melakukannya di tempat-tempat yang sunyi (bersendirian) atau di tempat-tempat keramayan.
Dalil tentang diharomkannya adalah perkataan Alloh Ta'ala:
{وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)} [المؤمنون: 5-7].
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba sahaya (wanita) yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka pada demikian itu tidaklah tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas". (Al-Mu'minun: 5-7).
Asy-Syafi'iy Rohimahulloh berkata di dalam "Al-Umm" (5/94):
"فَلَا يَحِلُّ الْعَمَلُ بِالذَّكَرِ إلَّا في الزَّوْجَةِ أو في مِلْكِ الْيَمِينِ وَلَا يَحِلُّ الِاسْتِمْنَاءُ وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ".
"Tidaklah boleh mempekerjakan kemaluan kecuali kepada istri atau kepada hamba sahaya (wanita), dan tidak dibolehkan melakukan onani, Wallohu Ta'ala A'lam (dan Alloh Ta'ala yang lebih Berilmu).   
Abul Abbas Ahmad Al-Harroniy Rohimahulloh Ta'ala ditanya tentang onani, apakah dia harom ataukah tidak?, maka beliau menjawab:
"أَمَّا الِاسْتِمْنَاء بِالْيَدِ فَهُوَ حَرَامٌ عِنْدَ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ وَهُوَ أَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ فِي مَذْهَبِ أَحْمَد وَكَذَلِكَ يُعَزَّرُ مَنْ فَعَلَهُ.
"Adapun onani dengan menggunakan tangan maka dia adalah harom menurut kebanyakan 'ulama, dia adalah yang paling shohihnya dari dua pendapat di dalam mazhab Ahmad, demikian dita'zir orang yang melakukannya".
"وَفِي الْقَوْلِ الْآخَرِ هُوَ مَكْرُوهٌ غَيْرُ مُحَرَّمٍ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يُبِيحُونَهُ لِخَوْفِ الْعَنَتِ وَلَا غَيْرِهِ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ أَنَّهُمْ رَخَّصُوا فِيهِ لِلضَّرُورَةِ: مِثْلَ أَنْ يَخْشَى الزِّنَا فَلَا يُعْصَمُ مِنْهُ إلَّا بِهِ وَمِثْلَ أَنْ يَخَافَ إنْ لَمْ يَفْعَلْهُ أَنْ يَمْرَضَ وَهَذَا قَوْلُ أَحْمَد وَغَيْرِهِ".
"Dan pada pendapat yang lain dia dimakruhkan (dibenci), tidak harom, dan kebanyakan mereka tidak membolehkannya karena khowatir memudhorotkan dan tidak selainnya, dan dinukil dari sekelompok dari para shohabat dan para tabi'in bahwasanya mereka memberi rukhsoh (keringanan) karena dhorurot; seperti karena khowatir berzina, tidak akan menjaga dari zina melainkan dengan onani, seperti dia khowatir kalau dia tidak melakukannya akan sakit, ini adalah perkataan Ahmad dan yang selainnya.
"وَأَمَّا بِدُونِ الضَّرُورَةِ فَمَا عَلِمْت أَحَدًا رَخَّصَ فِيهِ. وَاَللَّهُ أَعْلَمُ".
"Adapun kalau tanpa adanya dhorurot maka aku tidak mengetahui ada seseorang (dari ulama) memberikan rukhsoh padanya, Wallohu A'lam (dan Alloh yang lebih tahu). "Majmu'l Fatawa'" (34/229).

Hukuman bagi Yang Melakukan Onani

Sudah lewat penyebutan perkataan Abul 'Abbas Al-Harroniy Rohimahulloh tentang hukuman bagi yang melakukannya yaitu di-ta'zir:
"وَكَذَلِكَ يُعَزَّرُ مَنْ فَعَلَهُ".
"Demikian di-ta'zir orang yang melakukannya".
Ta'zir bentuknya secara umum disesuaikan dengan kemaslahatan dan berdasarkan keputusan waliul amr sebagaimana disebutkan oleh Abul 'Abbas Al-Harroniy dan muridnya Ibnul Qoyyim Rohimahumulloh

Perbuatan Onani adalah Termasuk Aib

Bila seseorang melakukan onani kemudian dia menceritakannya kepada temannya karena kebodohannya kemudian dia bertaubat, maka temannya tersebut tidak diperbolehkan untuk mengungkit-ngungkit perbuatannya tersebut setelah taubatnya, jika temannya tetap menceritakannya maka dia telah menzholiminya dan masuk dalam kategori membuka aibnya, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ المُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ».
"Barang siapa yang mencari-cari (membongkar) aib saudaranya seorang muslim maka Alloh akan membongkar aibnya". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari Nafi' dari Abdulloh bin Umar.
Begitu pula kalau seseorang melakukan onani di tempat-tempat yang sunyi kemudian ada orang lain secara kebetulan mendapatinya sedang melakukan perbuatan tersebut maka orang yang mendapatinya dibolehkan untuk melaporkannya kepada orang tuanya, jika dia berada di lingkungan orang tuanya, atau melaporkannya kepada ustadznya jika dia berada di pondok pesantren, sehingga perkaranya kembali kepada ustadz pemilik pondok pesantren tersebut, dan tidak diperbolehkan kemudian ustadz atau orang yang mendapatinya membeberkan atau menceritakannya kepada orang lain karena akan menzholiminya dengan membongkar aibnya, dari Mu'awiyyah, beliau berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ».
"Sesungguhnya kamu jika mencari-cari (memata-matai) aib-aib manusia maka kamu telah menyobek-nyobek (merusak) mereka atau barangkali kamu akan membinasakan mereka". Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ath-Thobariy.
Abu Darda' berkata:
"كَلِمَةٌ سَمِعَهَا مُعَاوِيَةُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، نَفَعَهُ اللهُ بِهَا".
"Ini adalah kalimat yang Mu'awiyyah mendengarkannya dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, Alloh telah memberikannya manfaat dengannya".

Hukum Orang yang Berpuasa Melakukan Onani

Permasalahan ini ada dua pendapat di kalangan ulama:
Pertama: Jumhur (kebanyakan ulama) berpendapat bahwasanya dia membatalkan puasa, mereka berdalil dengan hadits qudsiy:
«يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِى». 
"Seseorang meninggalkan syahwatnya, makanannya dan minumannya karena-Ku".
Kedua: Ibnu Hazm, Ash-Shon'aniy dan Al-Albaniy mereka berpendapat bahwasanya onani tidak membatalkan puasa, karena tidak adanya nash (dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah) yang menjelaskan tentang batalnya puasa, dan ini adalah pendapat yang paling shohih (benar).

Bantahan Terhadap Pendapat Pertama
Adapun perkataan mereka berdalil dengan hadits qudsiy:
«يَدَعُ شَهْوَتَهُ». 
"Seseorang meninggalkan syahwatnya", maka ini adalah lafazh yang umum, dia mencakup jima' (hubungan kelamin) dan istimna' (onani), karena keumumannya maka kita katakan pula bahwasanya cinta dunia juga termasuk dari syahwat, sebagaimana yang Alloh Ta'ala sebutkan di dalam surat "Ali Imron" ayat (14):
{زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ}
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang, itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Alloh-lah tempat kembali yang baik (surga)".
Apakah orang yang berpuasa ketika sibuk dengan urusan dunia, bekerja dan yang semisalnya maka apakah dia membatalkan puasa? Atau apakah ketika orang yang berpuasa memiliki syahwat lalu menciup istrinya maka ini membatalkan puasa?, tentu jawabannya adalah tidak!, Asy-Syaikhon meriwayatkan dari hadits Aisyah, dia berkata:
"كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ".
"Dahulu Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam mencium (istrinya) dan dia adalah puasa".
Adapun perkataannya:
«يَدَعُ شَهْوَتَهُ»
"Meninggalkan syahwatnya" maka dia adalah lafazh yang khusus, diinginkan dengannya jima' (hubungan kelamin), dan ini adalah pendapat yang paling shohih (benar), dengan dalil hadits Aisyah dan Abu Huroiroh, keduanya berkata:
"قَالَ رَجُلٌ: "وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي، وَأَنَا صَائِمٌ" وَفِي رِوَايَةٍ: "أَصَبْتُ أَهْلِي فِي رَمَضَانَ"، أَي جامعتها.
"Seseorang berkata: "Aku telah menumpangi istriku, dan aku adalah berpuasa", dalam suatu riwayat: "Aku menumpangi istriku pada siang hari Romadhon", yaitu menjima'inya.

Akibat atau Efek dari Melakukan Onani

Sebagaimana telah lewat penjelasannya bahwa onani adalah harom, ini adalah pendapat yang paling benar, karena dia harom maka telah kita ketahui bersama bahwasanya setiap yang Alloh Ta'ala haromkan tentu memberikan madhorot bagi yang melakukannya.
Diantara madhorot onani terhadap jasmani dan rohani adalah:
Pertama: Menyebabkan sakit pinggang dan pegal-pegal.
Kedua: Tidak teraturnya proses buang air kecil (kencing).
Ketiga: Melemahkan urat-urat yang berada di sekitar penis hingga tertekan pada biji kemaluan.
Keempat: Melatih penis dengan kekerasan sehingga ketika sudah melakukan jima' dengan istrinya tidak merasa puas.
Keenam: Menyebabkan mata kabur (mengurangi daya penglihatan).
Ketujuh: Merusak hafalan (daya ingatan).
Kedelapan: Menyebabkan rasa bosan dan malas, lebih-lebih dalam usaha mencari jodoh.
Kesembilan: Menghambur-hamburkan air mani.
Kesepuluh: Mengakibatkan badan mengering hingga mengantarkan kepada kurusnya badan.

Cara-cara Supaya tidak Melakukan Onani

Pertama: Banyak berdoa dan berlindung kepada Alloh Ta'ala dari berbuat onani, Ashabussunan kecuali Ibnu Majah telah meriwayatkan dari hadits Syutair bin Syakl bin Humaid, dari bapaknya, beliau berkata: Aku berkata:
"يَا رَسُولَ اللهِ، عَلِّمْنِي دُعَاءً أَنْتَفِعُ بِهِ قَالَ: "قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ سَمْعِي، وَمِنْ شَرِّ بَصَرِي، وَمِنْ شَرِّ لِسَانِي، وَمِنْ شَرِّ قَلْبِي، وَمِنْ شَرِّ مَنِيِّي" يَعْنِي ذَكَرَهُ.
"Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepadaku suatu doa yang memberikan manfaat kepadaku dengan doa tersebut, beliau berkata: "Ucapkanlah: Ya Alloh sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejelakan pendengaranku, dari kejelekan penglihatanku, dari kejelekan lisanku, dari kejelekan hatiku dan dari kejelekan maniku" ya'ni kemaluannya.
Kedua: Menyibukan diri dengan menuntut ilmu, beribadah dan beramal sholih.
Ketiga: Tidak berbaring ke tempat tidur melainkan sudah sangat ngantuk sehingga langsung tertidur.
Keempat: Tidak membiasakan berdiam di dalam kamar secara terus menerus namun hendaknya dia memperbanyak duduk di masjid atau di maktabah jika dia di pondok pesantren atau menyibukan diri dengan ketaatan, ibadah, membaca, membahas dan menulis.
Kelima: Menjauhi pergaulan bebas.
Keenam: Menundukan pandangan, Alloh Ta'ala berkata:
{قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ} [النور: 30]
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Alloh adalah Al-Khobir (Maha mMengetahui) apa yang mereka perbuat". (An-Nur: 30).
Ketujuh: Tidak berlama-lama ketika di dalam WC.
Kedelapan: Tidak menyentuh-nyentuh kemaluan kecuali memang membutuhkan untuk menyentuhnya, seperti bersuci setelah buang air kencing atau buang air besar, mandi, jenabah atau mencukur bulu-bulunya.
Kesembilan: Malu kepada Alloh Ta'ala, dan yakin bahwasanya Dia selalu mengawasianya:
{وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [البقرة: 231]
"Dan bertaqwalah kepada Alloh serta ketahuilah bahwasanya Alloh terhadap segala sesuatu adalah Al-'Alim (Maha Mengetahui)". (Al-Baqoroh: 231).
Kesepuluh: Menikah.
Kesebelas: Banyak puasa sunnah, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنِ اسْتَطَاعَ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ»
"Barangsiapa yang sudah memiliki kemampuan maka hendaknya dia menikah, karena dia lebih menundukan pandangan dan lebih menjaga terhadap kemaluan, dan barang siapa yang tidak mampu maka baginya berpuasa, karena sesungguhnya puasa baginya adalah tameng (benteng)". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Abdillah bin Mas'ud.
وبالله التوفيق
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك.


Permasalahan Selesai.

Perihal: Permasalahan Selesai.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Alhamdulillah.
Apa yang kami telah tulis di dalam tulisan-tulisan kami yang berkaitan dengan ikhwah (saudara-saudara) kami, baik yang di Dammaj atau yang di Indonesia, atau yang kami menyebut salah seorang dari mereka, begitu pula tulisan yang berjudul "SIAPA? SIPENDUSTA…" dan yang lainnya, maka kami menganggap tulisan itu tidak sepantasnya untuk disebar.
Dan perkaranya telah teranggap selesai antara kami dengan mereka, dan sudah saling memberi udzur, maka kami tidak menginginkan terulang seperti yang pernah terjadi, As'alullohassalamah wal 'afiyah.
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim

Di Dammaj pada hari Senin-Sore/Rojab/1434 Hijriyyah 

DOSA DOSA BESAR YANG DIANGGAP SEBAGAI MAKAR




               
بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم
الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
أمّا بعدُ:
Sesungguhnya manusia dalam menjalankan makar berbeda-beda modelnya, sudah sangat banyak kita dapati di tengah-tengah masyarakat kita, ketika mereka melakukan makar maka mereka tidak lepas dari menjerumuskan diri-diri mereka ke dalam dosa yang beraneka ragam modelnya, terkadang mereka menganggap dosa itu kecil atau remeh namun mereka tidak menyadari ketika mereka menerapkannya di dalam makar mereka maka berubahlah dosa tersebut menjadi besar dan bertumpuk-tumpuk karena madhorat dan mafsadatnya (lihat tulisan "MENGINGKARI KEMUNGKARAN DENGAN MEMBUAT KERUSAKAN").
Sepandai-pandainya orang yang membuat makar maka pasti makarnya akan hancur:
{وَمَكْرُ أُولَئِكَ هُوَ يَبُورُ} [فاطر: 10]
"Dan makarnya mereka itu adalah hancur". (Fathir: 10).
Lebih-lebih kalau makar tersebut direncanakan untuk memudhoratkan atau mengganggu hamba-hamba Alloh yang beriman maka sungguh pasti akan hancur makar tersebut, Alloh Ta'ala berkata:
{وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ} [آل عمران: 54]
"Dan mereka membuat makar (tipu daya), dan Alloh membalas makar mereka itu. Dan Alloh adalah sebaik-baik pembalas tipu daya". (Ali Imron: 54).
Dan Dia berkata:
{وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ} [النمل: 50]
"Dan mereka membuat makar dengan sungguh-sungguh dan Kami membuat makar (pula) dengan sebenar-benar makar, dan mereka tidak menyadari". (An-Naml: 50).
Para pembuat makar terkadang merasa bangga karena mereka merasa berhasil dalam makar mereka, namun mereka tidak menyadari kalau ternyata mereka diulur-ulur dalam membuat makar tersebut:
{اسْتِكْبَارًا فِي الْأَرْضِ وَمَكْرَ السَّيِّئِ وَلَا يَحِيقُ الْمَكْرُ السَّيِّئُ إِلَّا بِأَهْلِهِ فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا سُنَّتَ الْأَوَّلِينَ فَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَبْدِيلًا وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّتِ اللَّهِ تَحْوِيلًا (43) أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَكَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِنْ شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيمًا قَدِيرًا (44)} [فاطر: 43، 44].
"Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena makar (mereka) yang jahat, dan tidaklah makar yang jahat itu akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tidaklah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (ketentuan Alloh yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu, maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian terhadap sunnah Alloh, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Alloh itu. Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Alloh baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Alloh adalah Al-'Alim (Maha mengetahui) lagi Al-Qodir (Maha Kuasa)". (Fathir: 43-44).
Mereka tidak menyadari di tengah-tengah menjalankan makar itu kalau Alloh Ta'ala seret mereka ke dalam kesesatan disebabkan penyelisihan mereka terhadap kebenaran dan disebabkan pula perbuatan mereka dengan melakukan makar kepada orang-orang yang beriman:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63]
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". (An-Nuur: 63).
Tidaklah manusia terjatuh ke dalam kesesatan atau mereka bertambah sesat melainkan karena:
Pertama: Mereka memusuhi hamba-hamba Alloh Ta'ala yang beriman, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«إِنَّ اللَّهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ».
"Sesungguhnya Alloh telah berkata: Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan dengannya". Diriwayatkan oleh Al-Bukhoriy dari hadits Abu Huroiroh.
Kedua: Penyelisihan mereka kepada syari'at dan bermudah-mudahnya mereka dalam meninggalkan sunnah Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.
Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallohu 'Anhu berkata:
"لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ، فَإِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيغَ".
"Tidaklah aku meninggalkan sesuatupun yang dahulu Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam melakukannya melainkan aku mengamalkannya, karena sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sesuatu dari perkaranya aku akan menyimpang (tersesat)". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Aisyah Rodhiyallohu 'anha.
Ini yang berkaitan dengan meninggalkan beramal terhadap sunnah, lalu bagaimana dengan yang mengamalkan larangan-larangan syari'at? atau yang mengadakan sesuatu yang tidak pernah Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam adakan? maka tentu tidak diragukan lagi bahwa mereka akan lebih mudah untuk terseret ke dalam penyimpangan dan kesesatan:
{فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [النور: 63]
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". (An-Nuur: 63).
Dan Alloh Ta'ala berkata:
{وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ} [النساء: 14]
"Dan barangsiapa yang mema'siati Alloh dan Rosul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, maka niscaya Dia (Alloh) akan memasukkannya ke dalam neraka, dia kekal di dalamnya; dan baginya azab yang menghinakan". (An-Nisa': 14).
Semoga apa yang kami tulis ini sebagai pengetuk hati kaum muslimin untuk sadar dan bertambah sadar dengan tidak lagi melakukan makar terhadap kaum muslimin yang lainnya.
Dan semoga tulisan ini juga menjadi salah satu sebab diberikannya hidayah kepada umat manusia untuk mengikuti kebenaran yang dibawa oleh Rosululloh Muhammad Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.
Kami memohon kepada Alloh supaya Dia menjadikan tulisan ini bermanfaat, sebagaimana kami memohon kepada-Nya untuk mengampuni kami, kedua orang tua kami, saudara-saudara kami.
 وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم
والحمد لله رب العالمين
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy
Di Darul Hadits Dammaj-Yaman
Pada hari Sabtu-Dhuha, 16 Rojab 1434 Hijriyyah


MEMBUNUH ORANG YANG BERIMAN 

Tidaklah suatu pembunuhan yang dilakukan oleh pelakunya secara bersengaja melainkan karena memiliki tujuan, diantara tujuan pembunuhan adalah untuk menghentikan orang yang akan dibunuh dari kegiatan kesehariannya, jika dia seorang da'i maka tujuan dibunuhnya supaya da'wahnya da'i tersebut terputus atau berhenti, jika dia adalah seseorang yang mengingkari kemungkaran maka tujuan dibunuhnya supaya kemungkaran tidak teringkari lagi sehingga si pembunuh tersebut bertambah leluasa dalam melakukan kemungkaran.
Membunuh jiwa seorang mu'min dengan pembunuhan yang disengaja adalah termasuk dari dosa-dosa terbesar, karena dia termasuk dari dosa-dosa terbesar maka ancaman dan hukumnya besar pula.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan di dalam "Musnad"nya dengan sanad hasan, dari hadits Abu Idris, beliau berkata: Aku mendengar Mu’awiyyah –dan dia sedikit haditsnya dari Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam-, beliau berkata: "Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
« كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللهُ أَنْ يَغْفِرَهُ، إِلَّا الرَّجُلُ يَمُوتُ كَافِرًا، أَوِ الرَّجُلُ يَقْتُلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا».
"Semua dosa semoga Alloh mengampuninya, kecuali seseorang yang mati dalam keadaan kafir atau seseorang yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja".
Dan Alloh Ta'ala juga berkata:
{وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا} [النساء: 93]
"Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja maka balasannya adalah Jahannam, dia kekal di dalamnya dan Alloh murka kepadanya, dan Dia mela'natnya serta menyediakan azab yang besar baginya". (An-Nisa': 93).
At-Tirmidziy dan yang selainnya meriwayatkan dari hadits 'Amr bin Dinar, dari Abdulloh bin Dinar, dari Abdulloh bin 'Abbas Rodhiyallohu 'anhuma dari Nabi Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, beliau berkata:
«يَجِيءُ المَقْتُولُ بِالقَاتِلِ يَوْمَ القِيَامَةِ نَاصِيَتُهُ وَرَأْسُهُ بِيَدِهِ وَأَوْدَاجُهُ تَشْخَبُ دَمًا، يَقُولُ: يَا رَبِّ، قَتَلَنِي هَذَا، حَتَّى يُدْنِيَهُ مِنَ العَرْشِ».
"Orang yang dibunuh akan datang pada hari kiamat dengan (membawa) orang yang membunuhnya, dengan memegang jambul (rambut depan) dan kepalanya dengan tangannya dan urat lehernya mengalirkan darah, dia berkata: Wahai Robbku! Orang ini membunuhku sampai (orang yang membunuh tersebut) dihinakannya dari Al-'Arsy".

 MENCELA DAN MENCACI KAUM MUSLIMIN

Asy-Syaikhon meriwayatkan di dalam "Shohihaihima" dari hadits Syu'bah, dari Zubaid, dari Abu Wail, dari Abdulloh bin Mas'ud, beliau berkata: Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ».
"Mencela seorang muslim adalah (perbuatan) kefasikan dan membunuhnya adalah (perbuatan) kekafiran".


 DUSTA, KHIANAT DAN MENGINGKARI JANJI

Dusta merupakan salah satu ciri dari ciri-ciri para hizbiyyun, Al-Wadi'iy Rohimahulloh berkata sebagaimana di dalam "An-Nashihatu wal Bayan" (hal. 116): Rukun hizbiyyah ada tiga:
Pertama: Dusta,
Kedua: Tipu muslihat, dan
Ketiga: Talbis (menyamarkan antara kebenaran dengan kebatilan).
Disamping dia sebagai tanda atau ciri dari ciri-ciri para hizbiyyun dia juga termasuk salah satu dari tanda atau ciri orang-orang munafiq, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مِنْ عَلَامَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلَاثَةٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ».
"Termasuk dari tanda-tanda orang munafiq adalah tiga; Jika berkata dia dusta, jika dia berjanji maka dia selisihi (janjinya) dan jika diberi amanah dia berkhianat". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Abu Huroiroh.
Di dalam suatu riwayat dari hadits Abdulloh bin 'Amr Rodhiyallohu 'anhuma ada padanya tambahan:
«وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ».
"Dan jika dia berselisih maka dia berbuat jahat".

 NAMIMAH (ADU DOMBA)

Namimah hukumnya adalah harom, dan dia termasuk dari dosa besar, karena ancamannya adalah neraka.
Setiap perbuatan yang ancamannya adalah neraka maka dia teranggap sebagai dosa besar.
Al-Imam Al-Bukhoriy Rohimahulloh berkata di dalam "Ash-Shohih":
"بَابٌ: النَّمِيمَةُ مِنَ الكَبَائِرِ".
"Bab: Namimah termasuk dari dosa-dosa besar".
Namimah memiliki dua ma'na:
Pertama:
"نقل الكلام بين الناس بقصد الإفساد".
"Menukil perkataan di antara manusia dimaksudkan (dengannya) membuat kerusakan".
Kedua:
"هو الذي يتسمع على القوم وهم لا يعلمون ذلك ثم ينقل ما سمعه منهم".
"Dia yang mendengar atas (perkataan) suatu kaum dan mereka tidak mengetahui demikian itu kemudian dia menukil apa yang dia mendengarkannya dari mereka".
Setelah Al-Imam Al-Bukhoriy Rohimahulloh membuat bab tersebut, beliau membawakan dalil-dalil, lalu menyebutkan bab baru:
"بَابُ مَا يُكْرَهُ مِنَ النَّمِيمَةِ".
"Bab apa-apa yang dibenci dari namimah".
Setelah bab tersebut beliau membawakan dua ayat, lalu beliau berkata: "Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim, beliau berkata: Telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Manshur, dari Ibrohim, dari Hammam, beliau berkata: Kami bersama Huzaifah, maka dikatakan kepadanya:
"إِنَّ رَجُلًا يَرْفَعُ الحَدِيثَ إِلَى عُثْمَانَ، فَقَالَ لَهُ حُذَيْفَةُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَتَّاتٌ»".
"Sesungguhnya seseorang menyandarkan satu perkataan kepada Utsman, maka Hudzaifah berkata kepadanya: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata: "Tidak akan masuk Jannah orang yang melakukan qottat".
Qottat pada hadits ini berma'na namimah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam "Shohih"nya dari hadits Abu Wail dari Huzaifah dengan lafadz:
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ».
"Tidak akan masuk Jannah orang yang berbuat namimah".


 GHIBAH

Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam bertanya kepada para shohabatnya:
«أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟»
"Taukah kalian apa itu ghibah?", mereka (para shohabat) berkata:
"اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ".
"Alloh dan Rosul-Nya yang lebih tahu". Beliau berkata:
«ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ».
"Kamu menyebutkan saudaramu dengan apa yang dia membenci (menyebutkan)nya". Dikatakan kepada beliau:
"أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟".
"Apa pendapatmu kalau (benar ada) pada saudaraku atas apa yang aku katakan?", beliau berkata:
«إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ».
"Jika ada padanya apa yang kamu katakan maka sungguh kamu telah menggibahinya, dan jika tidak ada padanya maka sungguh kamu telah membuat kedustaan padanya". Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Huroiroh.
Siapa saja yang menggibahi orang lain maka dia telah melakukan makar kepadanya, Alloh Ta'ala berkata tentang kisah Nabi-Nya Yusuf 'Alaihis Salam:
{وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (30) {فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ} [يوسف: 30-31] .
"Dan wanita-wanita di kota berkata: "Isteri Al-Aziz (permaisuri) menggoda anak angkat (pangeran)nya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada pangerannya itu adalah sangat mendalam, sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata", maka tatkala sang permaisuri mendengar makar (ghibah) mereka, diundanglah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka melukai (jari) tangan-tangan mereka dan mereka berkata: "Maha sempurna Alloh, ini bukanlah manusia, sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia". (Yusuf: 30-31).

 MENCARI-CARI AIB KAUM MUSLIMIN

Merupakan suatu kewajiban dan keharusan bagi siapa saja yang bekerja sebagai jasus (memata-matai) orang-orang mu'min atau dipekerjakan sebagai jasus dalam memata-matai orang-orang mu'min untuk bertaubat kepada Alloh Ta'ala, karena memata-matai orang-orang mu'min adalah termasuk salah satu dari dosa-dosa besar.
Tidaklah seseorang memata-matai orang-orang mu'min melainkan karena dia memiliki dzon (sangkaan) kepada mereka, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا».
"Berhati-hatilah kalian dari sangkaan, karena sesungguhnya sangkaan itu adalah paling dustanya perkataan, dan janganlah kalian saling mencari-cari aib dan saling memata-matai". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abu Huroiroh.
Ini sangat jelas tentang keharomannya, Alloh Ta'ala berkata:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ} [الحجرات: 12].
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian berbanyak sangka, sesungguhnya sebagian sangkaan itu adalah dosa, dan janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain, apakah suka salah seorang diantara kalian memakan bangkai saudaranya yang sudah mati? maka tentu kalian merasa jijik (benci)". (Al-Hujarot: 12).
Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ المُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ».
"Barang siapa yang mencari-cari (membongkar) aib saudaranya seorang muslim maka Alloh akan membongkar aibnya". Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari Nafi' dari Abdulloh bin Umar.
Dan merupakan salah satu kelancangan dari para jasus yang memata-matai orang-orang mu'min ketika sudah mendapatkan apa yang dimata-matai maka langsung mereka beberkan di hadapan manusia, ini termasuk pula kesalahan dan dosa besar, dari Mu'awiyyah, beliau berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ».
"Sesungguhnya kamu jika mencari-cari (memata-matai) aib-aib manusia maka kamu telah menyobek-nyobek (merusak) mereka atau barangkali kamu akan membinasakan mereka". Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ath-Thobariy.
Abu Darda' berkata:
"كَلِمَةٌ سَمِعَهَا مُعَاوِيَةُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، نَفَعَهُ اللهُ بِهَا".
"Ini adalah kalimat yang Mu'awiyyah mendengarkannya dari Rosululoh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam, Alloh telah memberikannya manfaat dengannya".

                   MEMBANTU ORANG DENGAN NIAT SUPAYA DIPUJI 

Tidak boleh bagi seseorang untuk membantu orang lain dengan niat mencari pujian atau sanjungan, karena ini termasuk dari syirik kecil, bila seseorang berbuat seperti ini maka dia tidak diberi pahala atas bantuannya, Alloh Ta'ala berkata:
{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا} [الفرقان: 23]
"Dan Kami hadapkan kepada apa yang telah mereka lakukan dari suatu amalan, lalu Kami menjadikannya seperti debu yang berterangan". (Al-Furqon: 23).
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang suka pujian dan sanjungan atau menampakan sesuatu yang tidak ada padanya akan terhujati dengan perkataan Alloh Ta'ala:
{لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [آل عمران: 188].
"Janganlah kamu mengira tentang orang-orang yang mereka bergembira terhadap apa-apa yang mereka kerjakan dan mereka senang supaya dipuji tentang perbuatan yang tidak pernah mereka kerjakan, maka janganlah kamu mengira bahwasanya mereka terbebas dari azab, dan bagi mereka adalah azab yang pedih". (Ali Imron: 188).

 MENGAMBIL KEMBALI PEMBERIAN YANG SUDAH DIBERIKAN 

Orang yang memberi suatu pemberian kemudian mengambil lagi pemberiannya maka dia tidak ada bedanya dengan anak kecil yang masih ingusan, bahkan dia persis dengan anjing, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«العَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ».
"Orang yang mengambil kembali pemberiannya seperti anjing yang muntah lalu memangsa kembali muntahannya". Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari Abdulloh bin Abbas.

MENUDUH ORANG ORANG YANG BERIMAN DENGAN TUDUHAN KEJI YAITU ZINA. HOMOSEX DAN SEMISALNYA

Alloh Ta'ala berkata:
{إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ المُحْصَنَاتِ الغَافِلاَتِ المُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ} [النور: 23].
"Sesungguhnya orang-orang yang mereka melemparkan tuduhan kepada wanita-wanita suci dengan tuduhan berbuat zina maka mereka dila'nat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar". (An-Nur: 23).
Dan Dia juga berkata:
{وَالَّذِينَ يَرْمُونَ المُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَ تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الفَاسِقُونَ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [النور: 5].
"Dan orang-orang yang mereka melemparkan tuduhan kepada wanita-wanita yang suci kemudian mereka tidak mendatangkan 4 (empat) saksi maka mereka dicambuk dengan 80 (delapanpuluh) cambukan dan tidaklah diterima persaksian mereka selama-lamanya, dan mereka itu adalah orang-orang yang fasiq, kecuali orang-orang yang mereka bertaubat  setelah itu dan mereka melakukan perbaikan, maka sesungguhnya Alloh adalah Al-Ghofur (Maha Pengampun) lagi Ar-Rohim (Maha Penyayang)". (An-Nur: 5).
Dari ayat tersebut sangat jelas menerangkan bahwasanya siapa saja yang menuduh orang-orang beriman dengan tuduhan zina atau homoseks sementara dia tidak bisa mendatangkan empat saksi maka dia dihukum cambuk dengan 80 (delapan puluh) cambukan, kalau dia terbebas dari hukuman ini karena mungkin makarnya kuat maka dia mendapatkan hukuman yang lain berupa tidak diterimanya persaksiannya selama-lamanya ketika di dunia, bersamaan dengan itu dia dila'nat di kehidupan dunia dan begitu pula ketika di akhirat nanti masih mendapatkan la'nat dan ditambah dengan azab yang pedih sebagaimana penjelasannya pada ayat An-Nur (23) tersebut.

 MENDANAI PARA PEMBUAT DOSA

Barangsiapa yang terus mendanai atau memfasilitasi para pembuat dosa maka Alloh Ta'ala akan mela'natnya, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam berkata:
«وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا»
"Dan la'nat Alloh atas orang yang menaungi pelaku dosa".
Perkataannya "muhdits" masuk di dalamnya pelaku bid'ah dan pelaku seluruh kema'siatan sebagaimana telah dikatakan oleh para ulama.



Demikian tulisan yang ringkas ini, semoga bermanfaat untuk kami, kedua orang tua kami dan siapa saja yang membacanya dan yang menyebarkannya.
وصَلَّى اللَّهُ على مُحَمَّد وَآلِهِ وَصَحْبِه وَسَلِّم
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
والحمد لله رب العالمين.